Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman,
Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu
adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.an-nisa’
1. Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,Al-mukminun
MEMELIHARA
SHALAT
|
dan orang-orang yang memelihara
sembahyangnya.al-mukminun
ž
kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya,al-ma’arij
4. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat
riya[1603],
7. dan enggan (menolong
dengan) barang berguna[1604]. Al-ma’un
[1603]
Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah
akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.
[1604] Sebagian mufassirin
mengartikan: enggan membayar zakat.
Muqaddimah
Istilah salat daim tidak
dijumpai dalam kepustakaan Islam yang muktabar (terkenal). Salat daim, seperti
diungkapkan dalam surah al-Ma’arij ayat 23 yang artinya: “Yang mereka itu
tetap mengerjakan salatnya,” mengandung pengertian “salat yang
dilakukan”, yaitu salat yang dilakukan terus-menerus dalam waktu-waktu yang
telah ditentukan.
Salat daim terdapat dalam
kepustakaan Jawa. Tidak seperti salat lima waktu dan salat sunah (nawafil),
salat daim tidak terikat dengan waktu, tanpa rukuk, dan tanpa sujud. Sebutan
lengkap untuk salat ini adalah salat daim mulat salira, yaitu zikir yang
kekal dan mawas diri. Mawas diri di sini berarti selalu ingat atau eling kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Makna
Sholat
Salat berarti doa,
memohon rahmat, dan memohon ampun (istigfar). Adapun daim berarti
kekal atau tetap. Salat daim berarti doa yang kekal dan tetap.
Dalam
hal ini Muhammad Mustafa al-Maragi menyebutnya sebagai: “Orang-orang yang
senantiasa menjaga salat mereka menurut waktu-waktu yang telah ditentukan,
tanpa terpengaruh berbagai kesibukan mereka.”
Dalam
buku Salat Daim Mulat Salira karya Bratakesawa dijelaskan: “Salat daim ialah
sembahyang yang tetap, yang selalu dilaksanakan, atau sembahyang yang tidak
pernah ditinggalkan, mawas diri, dan mawas aku (melihat dengan teliti akan diri
sendiri atau dirinya dalam arti yang seutuhny). Melakukan ini amat penting bagi kita yang mencari
ilmu hakikat. Dan melakukan yang demikian inilah yang disebut dengan salat daim
mulat sarira.”
Tentang salat daim ini
dijelaskan oleh Ranggawarsita, yaitu “saya berniat salat daim untuk selama
hidupku, berdirinya adalah hidupku, rukuknya adalah penglihatanku, iktidalnya
adalah pendengaranku, sujudnya adalah penciumanku, bacaan ayat adalah ucapanku,
duduknya adalah imanku, pujiannya adalah keluar masuknya nafasku, zikirnya
adalah ingatanku, kiblatnya adalah renunganku, fardu menjalankan yang wajib
lantaran kodratku sendiri. Disitu lalu pasrah kepada Zat hidup kita pribadi .
jangan ragu-ragu lagi, karena yang demikian itu telah berdiri Zat, sifat dan
perbuatan kita ini sudah menjadi Al-Qur’an sejati, sebagai tanda hakikat semua
salat.”Lebih lanjut ia menjelaskan, “Itulah salat daim, yakni salat yang
sejati, ia tanpa di antarai waktu, tidak mempunyai hitungan rakaat, mereka ini
bisa disebut salat sambil bekerja, melakukan pekerjaan sambil salat, duduk
dengan berdiri, berdiri dengan duduk, lari dengan berhenti, membisu dengan
berceritera, bepergian dengan tidur, tidur dengan jaga. Seperti itulah ibaratnya,
sebab hakikat salat daim tanpa sujud dan rukuk, yakni hanya berada dalam rasa
hidup kita.”
Hakekat
Sholat
Mengenai hal shalat tentu
berbagai cara dan methode dalam prakteknya seseuai dengan tingkat pemahaman
ilmu serta keimanannya, karena seperti disebutkan diatas bahawa shalat adalah
do'a.
Demikian pula seperti
tulisan diatas "Sedemikian pentingnya shalat lima waktu ini sehingga untuk
mewajibkannya pun Allah secara khusus memanggil Nabi Muhammad SAW melalui
mu’jizat Isra Mi’raj".
Justru
inilah kuncinya shalat, yaitu pertemuan dengan Tuhan tanpa hijab di sidratul
muntaha, yang disebut ashlatu mi'rajul mu'min, dan shalat seperti
ini mempunyai tata cara yang berlainan dengan shalat umumnya lima waktu.
Shalat lainnya adalah seperti
halnya ashalatu imaduddin, shalat adalah tiangnya agama, dalam pemahaman
tatacara umum adalah shalat lima waktu.
Selanjutnya ashalatu
adzikri, yakni memeliharaan ingatan kepada kepada Tuhan, dalam pandangan
umum adalah memalihara dzikir baik lisan, fikiran dan hati disetiap saat,
seperti halnya dzikir nafas.
Demikian
pula shalat wustha(pertengahan) seperti yang ditafsirkan oleh para ulama
adalah shalat ashar, padahal hakikatnya tidak selalu menjurus kepada sholat
yang lima waktu, namun ada tata caranya tersendiri.
Jika
salat dalam arti syariat lebih menekankan aspek perilaku lahiriah dalam bentuk
berbagai ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, maka salat dalam arti tasawuf mengambil bentuk perilaku salat dimaksud
yang dibarengi dengan khusyuk, hadir hati, dan selalu ingat kepada Allah SWT.
Salat yang demikian menuntut pelakunya untuk menghadapkan sepenuh hatinya
kepada Allah SWT yang dapat menumbuhkan rasa hormat, segan, dan takut serta kagum
akan kebesaran, keagungan, dan kekuasaan-Nya.
Salat daim mulat sarira akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan
makna salat menurut tasawuf dari pada dengan syariat, meski tidak sepenuhnya
sama. Namun demikian para ulama tasawuf, seperti at-Tusi, al-Qusyairi,
al-Gazali, dan as-Sukandari, menghendaki keterpaduan pengamalan salat menurut
syariat dan tasawuf serta keterpaduan syarat rukun salat secara lahiriah dengan
penghayatan kedalaman makna batiniah. (Source : Dewan Redaksi. 1997.
ENSIKLOPEDI ISLAM. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Hal:220-221, Mas Sugeng)
Bahwasanya
diceritakan dari Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu
orang kelak ke hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada
ilmu yang sempurna dunia dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam
shalat lima waktu yaitu wajib bagi kita untuk mengetahuinya. Yang harus mereka ketahui pertama kali hakikat
shalat ini supaya sempurna kamu menyembah Allah, bermula hakikatnya didalam
shalat itu atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).
Adapun hakikatnya :
1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• KUAT.
• LEMAH.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH, bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.
2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• TUA.
• MUDA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu.
3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• HIDUP.
• MATI.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.
4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• ADA.
• TIADA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.
Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).
Adapun hakikatnya :
1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• KUAT.
• LEMAH.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH, bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.
2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• TUA.
• MUDA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu.
3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• HIDUP.
• MATI.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.
4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• ADA.
• TIADA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.
Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.
Sholat
Daaim ?
Di dalam praktek tasawuf,
shalat merupakan bagian dari muraqabah (kontemplasi) terhadap Tuhan. Muraqabah
itu meresapkan kesadaran bahwa Allah memonitor gerak-gerik kita baik lahir
maupun bathin.
Muraqabah hakikat shalat
itu dengan cara menghadapkan wajah jiwa kita ke hadirat Allah SWT yang telah
menjadikan hakikatnya shalat. Shalat yang terdiri dari beberapa rukun yang
bersifat perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri
dengan salam.
Shalat sangat penting
dalam tasawuf, sebagaimana disabdakan oleh nabi SAW ”Shalat adalah kenaikan
(mi'raj) orang-orang Mukmin (menuju Allah)”. Nabi Muhammad juga bersabda,
”Hanya dalam shalat saja seorang hamba bisa dekat dengan Allah.”. Shalat
menghubungkan sang hamba dengan Tuhan, dan mengisi jiwanya dengan cahaya-cahaya
yang memancar darinya. Hubungan halus Sang Salik dengan Tuhan, rahasianya
kedudukan tinggi dan kemuliaannya, pun dapat dirasakan dalam shalat. Itulah
sebabnya Allah menyebut sang salik sebagai hamba-Nya (abduhu). Kehambaan
('abdiyah) ini dicapai dalam shalat. Shalat adalah anugerah khusus kepada
manusia yang diberikan Allah melalui Nabi-Nya guna mengenang peristiwa mi'raj
beliau, sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran.
Dalilnya adalah :
"Sesungguhnya shalat itu merupakan
kewajiban bagi orang-orang yang beriman, yang ditetapkan waktunya" (QS. Al
nisa':103)
Al-Qur’an menganjurkan
banyak berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
“Apabila
telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”
(QS.62:10)
Selanjutnya shalat daim
yang penuh kontroversi dalam pandangan umum, karena umum hanya mengenal shalat
lima waktu. Shalat daim atau disebut "asholatu daimulhaq" adalah
shalat diam(tetap) tanpa gerakan, dilakukan terus menerus sepanjang hidup,
disebut pula shalat abadi karena menuju alam kaebadian yakni orbit Tuhan.
Mereka yang mampu sholat
daim adalah mereka yang tidak akan berkeluh kesah dalam hidupnya dan
senantiasa mendapat kebaikan sebagaimana disampaikan Q.S 70 : 19-22. Nah,
sholat daim ini modelnya seperti apa? Ah.. tentu saja tidak bisa dibeberkan
disini karena sholat daim adalah “oleh-oleh” dari hasil pencarian
spiritual manusia. Tidak bisa diceritakan ke semua orang kecuali mereka
yang telah memiliki kematangan spiritual.
Sholat daim adalah
sholatnya orang ‘arif yang telah mengenal Allah. Ini adalah sholatnya para
Nabi, Rasul, dan orang-orang ‘arif. Ilmu ini memang tidak banyak diketahui
orang awam. Lantas bagaimana dengan sholat lima waktu? Nah sholat lima
waktu sebenarnya adalah jumlah minimal saja yang harus dikerjakan manusia
untuk mengingat Allah. Pada hakekatnya kita malah harus terus menerus
untuk mengingat Allah sebagaimana firman-Nya :
Dan ingatlah kepada Allah
diwaktu petang dan pagi (Q.S Ar-Ruum (30) : 17)
Dan sebutlah nama Tuhanmu
pada pagi dan petang. (Q.S Al-Insaan (76) : 25)
“Sholat daim adalah prilaku
eling marang Gusti Allah terus menerus dalam setiap kondisi dan bahasa kitab
keringnya adalah Ulil Albab ...... yaitu QS.(3) : 191. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Shalat-shalat
khusus seperti: mi'rajul mu'min, wustha, daimulhaq, adalah shalat dalam
etika dan tatacara tersendiri dengan kalimat dzikir tertentu yang arahnya
menuju kepada kedudukan(martabat Tuhan), dan adanya shalat yang terbagi lima
waktu-17 rakaat adalah merupakan uraian(pedaran) dari shalat-shalat khusus tsb
yang terdapat dalam ayat Alqur'an(wustha, daim, mi'raj), dan ayat tsb termasuk
pada ayat mutasyabihat yang hanya bisa di tafsirkan dengan nahwu sharaf dan
ilmu alat dalam tata bahasa Alquran pada tingkat tertentu, sesuai petunjuk
Allah dan Rasul-Nya.
Menurut ajaran dari Sunan
Bonang, Shalat Daim itu hanya duduk, diam, hening, pasrah pada kehendak GUSTI
ALLAH. Raden Mas Syahid tidak disuruh untuk dzikir ataupun melakukan ritual
apapun. Apa rahasia dibalik duduk diam tersebut? Cobalah Anda duduk dan berdiam
diri. Maka hawa nafsu Anda akan berbicara sendiri. Ia akan melaporkan hal-hal
yang bersifat duniawi pada diri Anda. Hal itu semata-mata terjadi karena hawa
nafsu kita mengajak kita untuk terus terikat dengan segala hal yang berbau
dunia.
Namun demikian, janganlah
merasa cukup puas hanya dengan sholat lima waktu. Tingkatkanlah agar kita
mampu melakukan sholat daim. Mari kita simak kembali ungkapan Sunan Bonang
yang tertulis dalam Suluk Wujil :
Utaming sarira puniki
Angawruhana jatining
salat
Sembah lawan pujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange puniku
Lamun aranana salat
Pan minangka kekembaning
salat daim
Ingaran tata krama
Artinya : “Unggulnya diri
itu mengetahui hakekat sholat, sembah dan pujian. Sholat yang sebenarnya
bukan mengerjakan isya atau magrib. Itu namanya sembahyang, apabila
disebut sholat maka itu hanya hiasan dari sholat daim. Hanyalah tata
krama”
Dari ajaran Sunan Bonang
diatas, maka kita bisa memahami bahwa sholat lima waktu adalah sholat
hiasan dari sholat daim. Sholat lima waktu ganjarannya adalah masuk surga
dan terhindar neraka. Tentu yang mendapat surga pun adalah mereka yang
mampu menegakan sholat yaitu dengan sholat tersebut, ia mampu mencegah
dirinya dari berbuat keji dan mungkar.
Sholat daim ini juga disebut
dalam SULUK
LING LUNG karya Sunan Kalijaga:
SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE, MANGAN TURU
SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat wudhu untuk
menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya
kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat apapun,
misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Syekh
Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat tarek dan
shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari syari’at.
Shalat tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk sampai pada
tingkatan Manunggaling Kawula Gusti, sedang shalat daim merupakan shalat yang
tiada putus sebagai efek dari kemanunggalannya. Sehingga shalat daim merupakan
hasil dari pengalaman batin atau pengalaman spiritual. Ketika seseorang belum
sanggup melakukan hal itu, karena masih adanya hijab batin, maka yang harus
dilakukan adalah shalat tarek. Shalat tarek masih terbatas dengan adanya lima
waktu shalat, sedang shalat daim adalah shalat yang tiada putus sepanjang
hayat, teraplikasi dalam keseluruhan tindakan keseharian ( penambahan , mungkin
efeknya adalah berbentuk suci hati, suci ucap, suci pikiran ); pemaduan hati,
nalar, dan tindakan ragawi.
Salat daim tersebut
menurut mereka merupakan bentuk pengembaraan ahli kerohanian dalam mencari
Tuhan. Untuk menemui Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Suci, dan Maha Sempurna, maka
dalam pencarian itu seseorang harus suci secara lahir dan batin. Karena itu ia
harus menghidupkan hati dan perasaannya untuk selalu ingat dan berzikir kepada
Tuhan. Hal ini bisa dicapai dengan cara salat daim dalam arti tasawuf, yaitu “
ingat dan zikir yang terus-menerus”. Dengan demikian salat daim ini tidak dalam
arti salat fardu lima waktu dan salat sunah, melainkan lebih sesuai jika
diartikan zikir secara sufi yang terus-menerus.
Al-Qur’an menganjurkan
banyak berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
“Apabila
telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”
(QS.62:10)
Ini
berarti bila salat daim itu dilakukan seorang muslim dalam arti zikir, tidak
lantas ia bebas dari tugas melaksanakan salat fardu lima waktu sebagai
kewajiban yang tak dapat ia tinggalkan. Setiap muslim wajib melaksanakan salat lima waktu secara aktif,
rajin, baik, dan benar. Disamping itu ia perlu berzikir kepada Allah SWT kapan
dan di mana pun, baik melalui salat fardu atau sunah dengan tata aturan yang
baku, maupun di luar salat dengan cara-cara yang tidak diatur secara baku. Cara
yang disebut belakangan inilah salat daim dalam arti tasawuf, dalam bentuk
zikir, ingat, eling atau renungan rohaniah lainnya yang dapat dilakukan secara
bebas tanpa ikatan aturan yang baku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar