|
Aku melihat syaitan terkutuk dalam mimpi seolah aku berada dalam sebuah
kerumunan besar dan aku berniat membunuhnya. Lalu si syaitan itu berkata
kepadaku, "Kenapa kamu hendak membunuhku, dan apa dosaku? Jika Allah
menentukan keburukan, maka aku tak kuasa mengubahnya menjadi kebaikan. Jika
Allah menentukan kebaikan, maka aku tak kuasa mengubahnya menjadi
keburukan. Dan apa yang ada di tanganku?" Dan kulihat dia seperti
seorang kasim, lembut ucapannya, dagunya berjanggot, hina pandangannya dan
buruk mukanya, seolah ia tersenyum kepadaku, penuh malu dan ketakutan. Hal
ini terjadi pada malam Ahad, 12 Zulhijjah 401 H.
Risalah 22
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Allah menguji hamba beriman-Nya menurut kadar imannya. Jika iman
seseorang kuat, maka cubaannya pun kuat. Cubaan seorang Rasul lebih besar
daripada cubaan seorang Nabi, kerana iman Rasul lebih tinggi daripada
iman Nabi. Cubaan Nabi lebih besar daripada cubaan seorang badal. Cubaan
seorang badal lebih besar daripada cubaan seorang wali. Setiap orang
diuji menurut kadar iman dan keyakinannya. Tentang ini Nabi Suci saw.
Bersabda: "Sesungguhnya kami, para Nabi, adalah orang yang paling
banyak diuji. Oleh kerana itu, Allah terus menguji pemimpin-peminpin mulia
ini, agar mereka senantiasa berada di sisi-Nya dan tak lengah sedikit
pun. Dia SWT mencintai mereka, dan mereka adalah orang-orang yang penuh
cinta dan dicintai oleh Allah, dan pencinta takkan pernah ingin
menjauhkan diri dari yang dicintainya.
Maka, cubaan-cubaan memperkukuh hati dan jiwa mereka dan menjaganya dari
kecenderungan terhadap sesuatu yang bukan tujuan hidup mereka, dari
merasa senang dan cenderung kepada sesuatu selain Pencipta mereka. Nah,
bila hal ini merasuk ke dalam diri mereka, maka hawa nafsu mereka
meleleh, kedirian mereka hancur lebur dan kebenaran menjadi
terang-benderang. Maka, kehendak mereka terhadap segala kesenangan hidup
ini dan akhirat tertambat di sudut jiwa mereka. Dan kebahagiaan mereka
berlabuh pada janji Allah, keredhaan mereka kepada takdir-Nya, dan
kesabaran mereka dalam cubaan-Nya. Maka, selamatkanlah mereka dari
kejahatan makhluk-Nya dan keinginan hati mereka.
Maka, hati menjadi kukuh dan mengendalikan anasir tubuh. Sebab cubaan dan
musibah memperkuat hati, keyakinan, iman dan kesabaran, dan melemahkan
haiwani dan hawa nafsu. Sebab bila penderitaan datang, sedang sang
beriman bersabar, redha, pasrah kepada kehendak Allah dan bersyukur
kepada-Nya, maka Allah menjadi redha dengannya, dan turunlah kepadanya
pertolongan, kurnia dan kekuatan. Allah SWT berfirman: "Jika kau
bersyukur tentu akan Kutambahkan."
Bila diri manusia berhasil membuat hati memperturutkan keinginan tanpa
adanya perintah dan izin dari Allah, kesyirikan dan dosa. Maka, Allah
menimpakan kepada jiwa dan hati noda, musibah, luka, kecemasan, kepedihan
dan penyakit. Hati dan jiwa terpengaruh oleh penderitaan ini. Namun, bila
hati tak mempedulikan panggilan ini, sebelum Allah mengizinkannya melalui
ilham, bagi wali, dan wahyu, bagi Rasul dan Nabi, maka Allah menganugerahi
jiwa dan hati kasih-sayang, rahmat, kebahagiaan, kecerahan, kedekatan
dengan-Nya, keterlepasan dari kebutuhan dan bencana. Ketahui dan
camkanlah hal ini.
Selamatkanlah dirimu dari cubaan dengan penuh kewaspadaan, dengan tak
segera menimpali panggilan jiwa dan keinginannya. Tapi, tunggulah dengan
sabar izin dari Allah agar kau senantiasa selamat di dunia ini dan di
akhirat.
|
Risalah 23
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Pegang teguh dan redhalah atas sedikit yang kau miliki, hingga ketentuan
nasib mencapai puncaknya, dan kau dibawa ke keadaan yang lebih tinggi.
Kau akan ditempatkan di dalamnya, dan terjaga dari kekerasan duniawi ini,
akhirat, kekejian dan kesesatan. Kemudian kau akan dibawa kepada yang
mengenakan matamu. Ketahuilah bahawa bahagianmu takkan lepas darimu
dengan pengupayaanmu terhadapnya, sedang yang bukan bahagianmu takkan kau
raih walau kau berupaya keras. Maka dari itu, bersabarlah dan redhalah
dengan keadaanmu. Jangan mengambil atau memberikan sesuatu pun sebelum
diperintahkan.
Jangan bergerak atau diam semahumu, sebab jika kau berlaku begini, kau
akan diuji dengan keadaan yang lebih buruk daripada keadaanmu. Sebab,
dengan kekeliruan seperti itu kau bererti berbuat aniaya terhadap diri
sendiri dan Allah mengetahui yang berbuat aniaya. Allah berfirman:
"Dan demikianlah Kami dijadikan sebahagian orang yang zalim sebagai
teman bagi sebahagian yang lain disebabkan oleh yang mereka
upayakan." (QS.6:129)
Sebab kau berada di rumah Raja, yang perintah-Nya berdaulat, yang Maha
kuat, yang tentera-Nya amat besar, yang kehendak-Nya berdaulat, yang
aturan-Nya sempurna, yang kerajaan-Nya abadi, yang kedaulatan-Nya
menyeluruh, yang pengetahuan-Nya tinggi, yang kebijakan-Nya dalam, yang
Maha adil, yang dari-Nya tak zarah pun tersembunyi baik di bumi mahupun
di langit dan tak kezaliman para zalim pun tersembunyi dari-Nya. Allah
berfirman: "Sesungguhnya Allah takkan mengampuni siapa pun yang
menyekutukan-Nya, dan Ia akan mengampuni selain itu yang
dikehendaki-Nya." (QS.4:48)
Berupayalah sekuat daya untuk senantiasa tak menyekutukan Allah. Jangan
mendekati dosa ini dan jauhilah ia dalam segala gerak dan diammu siang
dan malam baik sendirian mahupun bersama manusia. Waspadalah terhadap
segala bentuk dosa dalam anasir tubuhmu dan dalam hatimu. Hindarilah dosa
yang tampak ataupun tersembunyi. Jangan menjauh dari Allah, sebab Ia akan
mencengkaumu. Jangan bersitegang dengan-Nya atas takdir-Nya, sebab Ia
akan melumatkanmu; jangan salahkan aturan-Nya, agar kau tak
dihinakan-Nya; jangan melupakan-Nya agar kau tak dilupakan-Nya dan tak
mengalami kesulitan; jangan mereka-reka di dalam rumah-Nya agar kau tak
dibinasakan-Nya; jangan memperkatakan tentang agama-Nya dengan hawa nafsu
agar kau tak binasa, agar hatimu tak gelap, agar iman dan pengetahuanmu
tak tercabut darimu, agar kau tak dikuasai oleh kekejianmu, haiwanimu,
hawa nafsumu, keluargamu, tetanggamu, sahabatmu, ciptaan termasuk
kalajengking, ular serta jin rumahmu dan makhluk-makhluk melata lainnya,
sehingga dengan demikian hidupmu di dunia ini akan gelap dan kau akan
disiksa di akhirat terus-menerus.
|
Risalah 24
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jauhilah sekuat daya ketakpatuhan kepada Allah, yang Maha mulia lagi Maha
agung. Bertumpulah kepada Pintu-Nya dengan kebenaran. Berupayalah sekuat
daya mematuhi-Nya dengan taubat dan doa, dengan menunjukkan kebutuhanmu
atas kepatuhan dan kerendah hatian, dengan khusuk dan menunduk, dengan
tak memandang orang atau mengikuti haiwani, atau mengupayakan balasan
duniawi atau ukhrawi, tak mengharapkan maqam yang lebih tinggi. Camkanlah
bahawa kau adalah hamba-Nya, dan bahawa sang hamba serta segala miliknya
adalah milik tuannya, sehingga ia tak dapat mengakui apa pun terhadapnya.
Berperilaku baiklah dan jangan salahkan Tuhanmu. Segala suatu ditentukan
oleh-Nya. Segala yang Ia majukan, tak satu pun dapat memundurkannya.
Segala yang dimundurkan-Nya, tak satu pun dapat memajukannya. Beginilah
Allah memperlakukan Sendiri segala keadaanmu. Ia menganugerahimu tempat
tingggal nan abadi di akhirat dan sekaligus menjadikanmu pemiliknya dan
akan menganugerahkan kepadamu kurnia-kurnia yang tiada mata pernah
melihat, tiada telinga pernah mendengar dan tiada hati manusia pernah
merasakan. Allah berfirman: "Tiada jiwa pun yang tahu apa yang
disembunyikan bagi mereka, iaitu yang akan mengenakkan mata, sebagai
balasan atas apa yang telah mereka perbuat." (QS 32:17) Iaitu
balasan atas kepatuhan dan kepasrahan mereka kepada Allah dalam segala hal.
Mengenainya, yang Allah telah anugerahkan hal duniawi, menjadikannya
pemiliknya, merahmatinya dan melimpahkan kurnia-Nya, Ia melakukan yang
demikian ini lantaran keimanan orang ini bagai padang tandus, yang di
dalamnya tak memungkinkan air, pohon, tetumbuhan dan bebuahan mewujud.
Maka Ia tebarkan di dalamnya rabuk dan segala yang serupa itu, yang
menumbuhkan tetumbuhan dan pepohonan, dan inilah dunia dan segala isinya,
untuk menjaga segala yang telah ditumbuhkan-Nya di dalamnya, yang berupa
pohon iman dan tanaman amal. Andaikata hal-hal ini pupus darinya, maka
tanah, tetumbuhan dan pepohonan akan menjadi kering, buahnya luruh dan
keseluruhan pedusunan akan menjadi sunyi, dan Yang Maha kuasa lagi Maha
agung menghendakinya dihuni dan ceria.
Maka pohon iman seorang kaya lemah akarnya dan hampa akan yang mengisi
pohon imanmu. Wahai darwis, sesungguhnya kekuatan lainnya dan
kesinambungan kemaujudannya tergantung pada dunia dan aneka nikmatnya
yang kau lihat pada pemiliknya, dan tiada padanya yang lebih disukai selain
yang telah kulukiskan bagimu. Semoga Allah menganugerahi kita daya untuk
menggapai yang dicintai-Nya. Jadi, kekuatan dan kesinambungan kurnia
duniawi, yang kau dapati padanya, - andaikata semua ini tercerabut
darinya, sedang pohonnya lemah, maka pohon itu akan menjadi kering dan si
orang kaya ini akan menjadi kafir, munafik dan murtad, - jika Allah tak
mengirimkan bagi orang kaya ini tentera kesabaran, keteguhan, pengetahuan
dan aneka ketercerahan ruhani, yang memperkukuh imannya, maka ia takkan
merasa kehilangan dengan merasa kehilangan dengan lenyapnya kekayaan dan
kurnia.
|
Risalah 25
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jangan berkata, wahai orang yang malang! Yang darinya dunia dan
orang-orangnya telah memalingkan muka mereka, yang hina, yang lapar dan
yang dahaga, yang telanjang, yang hatinya terpanggang, yang merambah ke
setiap sudut dunia, di setiap masjid dan tempat-tempat sunyi, yang
terjauhkan dari setiap pintu, yang terhancurkan, yang jemu dan yang
kecewa dengan segala keinginan dan kerinduan hati - jangan berkata bahawa
Allah telah membuatmu miskin, menjauhkan dunia darimu, telah
menjatuhkanmu, telah menjadi musuhmu, telah membuatmu kacau, tak
mengukuhkan jiwamu, telah menghinakanmu, dan tak mencukupimu di dunia
ini, telah menggelapimu, tak memuliakan namamu di tengah-tengah manusia,
sedangkan kepada selianmu Ia anugerahkan banyak rahmat-Nya siang dan
malam, memuliakan mereka atasmu dan keluargamu, padahal kamu sama-sama
muslim dan mukmin dan nenek moyangmu sama-sama Hawa dan Adam, sang manusia
terbaik.
Ya, Allah telah mempelakukanmu begini, sebab fitrahmu suci dan kesejukan
kasih-sayang Allah terus-menerus melimpahimu dalam bentuk kesabaran,
kepasrah-ikhlasan dan pengetahuan. Dan cahaya iman serta tauhid
menimpamu. Maka pohon imanmu, akarnya dan benihnya menjadi kuat, penuh
dedaunan, buah, cabang dan rantingnya merambah ke mana-mana sehingga
menimbulkan keteduhan. Setiap hari kian besar sehingga tak perlu lagi
pertumbuhannya dibantu. Allah tentukan bagimu akan kau peroleh tepat pada
waktunya, entah kau suka atau tak suka. Maka dari itu, janganlah serakah
terhadap yang menjadi milikmu dan jangan cemas akannya. Jangan merasa
menyesal atas yang dimaksudkan bagi selainmu.
Yang bukan milikmu tentu:
1) Ia akan menjadi milikmu, atau
2) Ia akan menjadi milik orang lain.
Jika ia milikmu, ia akan datang kepadamu dan kau
akan dibawa kepadanya sehingga pertemuan antara kau dan ia terjadi
segera. Sedang yang bukan milikmu, maka kau akan dijauhkan darinya dan ia
pun akan menjauh darimu, sehingga kau dan ia takkan bertemu. Allah
berfirman: "Dan jangan kamu tujukan kedua matamu kepada yang telah
Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan
duniawi ini, agar Kami cubai mereka dengan-nya. Dan kurnia Tuhanmu lebih
baik dan lebih kekal." (QS 20:131) Nah, Allah telah melarangmu
memerhatikan yang bukan hakmu.
Ia telah memperingatkanmu bahawa yang selain ini adalah cobaan, yang
dengan-nya Ia menguji mereka dan bahawa keredhaanmu dengan bahagianmu
lebih baik bagimu, lebih suci dan lebih disukai; maka jadikanlah ini
sebagai jalanmu, yang melaluinya kau akan memperoleh segala kebaikan,
rahmat, kegembiraan dan keindahan. Allah berfirman:
"Tiada jiwa pun yang tahu apa yang disembunyikan bagi mereka,
iaitu yang akan mengenakan mata, sebagai balasan atas yang telah mereka
perbuat." (QS 32:17)
Nah, tiada kebajikan selain kelima jalan pengabdian, penghindaran dari
segala dosa, dan tiada lebih besar, lebih mulia dan lebih disukai oleh
Allah selain yang Kami sebutkan kepadamu. Semoga Allah mengurniaimu dan
kami kemampuan untuk melakukan yang disukai-Nya.
|
Risalah 26
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Tabir penutup dirimu takkan tersingkap, selama kau belum lepas dari
ciptaan dan tak memalingkan hatimu darinya dalam segala keadaan hidup,
selama hawa nafsumu belum pupus, begitu pula maksud dan kerinduanmu,
selama kau belum lepas dari kemaujudan dunia ini dan akhirat, dan yang
maujud dalam dirimu hanyalah kehendak Tuhanmu, dan kau terisi dengan nur
Tuhanmu, dan tiada tempat di dalam hatimu, kecuali bagi Tuhanmu, sehingga
kau menjadi penjaga pintu kalbumu, dan kau dikurniai pedang tauhid,
keagungan dan kekuatan. Maka, segala yang kau lihat, yang mendekati pintu
kalbumu dari benakmu, akan kau pisahkan kepalanya dari bahunya, sehingga
tiada tersisa bagi dirimu, dambaanmu dan kerinduanmu akan dunia ini dan
akhirat sesuatu yang berkepala, dan tiada dunia yang diperhatikan, tiada
pendapat yang diikuti, kecuali kepatuhan kepada Allah dan penerimaan
penuh ikhlas akan takdir-Nya, bukannya peluruh penuh dalam takdir dan
kurnia-Nya. Dengan demikian, kau menjadi hamba Allah, bukan hamba manusia
atau pendapat. Bila hal ini mengekal dalam hidupmu, tirai-tirai
hormat-diri akan menyelimuti kalbumu, parit-parit keluhuran dan daya
keagungan akan mengitarinya, dan hatimu akan dijaga oleh tentera
kebenaran, tauhid, dan pengawal-pengawal kebenaran akan ditempatkan di
dekatnya, sehingga orang tak dapat mendekatinya melalui kekejian,
dambaan-dambaan hampa, kepalsuan-kepalsuan yang timbul dalam benak-benak
manusia, dan melalui kesesatan yang tumbuh dari keinginan-keinginan. Jika
ditakdirkan bahawa orang akan datang kepadamu terus-menerus dan mereka
tak mengetahui kemuliaanmu, sehingga mereka mendapatkan cahaya yang
menyilaukan, tanda-tanda yang jelas, kebijakan yang dalam, dan melihat
keajaiban-keajaiban yang terang dan kejadian-kejadian sebagai sosok
kehidupanmu, sehingga meningkatkan upaya mereka untuk mendekat kepada
Allah, untuk patuh kepada-Nya, dan untuk mengabdi kepada Tuhan mereka.
Meski semua ini terjadi, kau akan aman dari semua itu, dari kecenderungan
jiwa manusiawimu kepada keinginan, dari puji-diri, kesombongan
orang-orang yang datang kepadamu dan perhatian mereka kepadamu. Juga,
seandainya kau akan beristeri cantik, bertanggung jawab atas dirinya dan
atas perilakunya, maka kau akan aman dari keburukannya, akan diselamatkan
dari memikul bebannya, dan ia, bagimu, akan menjadi kurnia Allah,
terahmati dan berlaku baik, bersih dari ketaktulusan, kekejian dan
penghianatan. Maka ia akan melepaskanmu dari beban perilakunya dan akan
menjauhkan darimu segala kesulitan kerananya. Seandainya ia melahirkan
anak, maka ia akan menjadi anak yang saleh dan suci, yang akan
menyenangkan pandanganmu.
Allah berfirman:
"Dan Kami jadikan
isterinya patut baginya." (QS
21:90)
"Ya Tuhan kami!
Kurniakanlah pada isteri-isteri kami dan keturunan kami kesenangan mataku
dan jadikanlah kami imam bagi mereka yang mencegah dari keburukan." (QS 25:74)
"Dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, orang yang Kau redhai." (QS
19:6)
Maka doa-doa ini akan mewujud dan diterima, tak
soal kau menyampaikan doa-doa ini kepada Allah, sebab doa-doa itu
dimaksudkan bagi mereka yang layak begini, yang termatangkan dalam
keadaan ini, dan yang kepada mereka dilimpahkan nikmat dan kedekatan
Allah.
Begitu pula, andaikata sesuatu dari dunia ini mendatangimu, ia takkan
merugikanmu. Maka yang datang kepadamu merupakan bahagianmu dari-Nya,
yang tersucikan, demi kamu, oleh tindakan Allah, kehendak-Nya dan dengan
perintah-Nya ia mencapaimu. Ia akan mencapaimu dan kau akan terpahalai,
asalkan kau memperolehinya dalam kepatuhan kepada-Nya; persis sebagaimana
akan dipahalainya kamu kerana menunaikan salat dan puasa. Dan kau akan
diperintahkan, tentang yang bukan hakmu, untuk memberikannya kepada para
sahabat, tetangga dan peminta yang layak memperoleh wang zakat sesuai
dengan kebutuhan. Maka urusan-urusan akan diberikan kepadamu, sehingga
kau tak mampu membezakan antara yang layak dan yang tak layak, dan antara
khabar burung dengan pengalaman sejati. Maka urusanmu akan menjadi putih
bersih, yang tiada kegelapan dan keraguan.
Maka dari itu, bersabarlah, senantiasa bertakwalah, perhatikanlah masa
kini, tenanglah, tenanglah! Waspadalah! Selamatkanlah dirimu!
Selamatkanlah dirimu! Segeralah! Segeralah! Takwalah kepada Allah! Takwalah
kepada Allah! Tundukkanlah pandanganmu! Tundukkanlah pandanganmu!
Palingkanlah matamu! Palingkanlah matamu! Berlaku baiklah! hingga datang
takdir dan kau kami bawa ke depan .
Maka akan lenyap darimu segala yang memberatkanmu, kemudian kau
dimasukkan ke dalam samudera nikmat, kelembutan dan kasih sayang, dan
dipakaikan dengan pakaian nur dan rahsia-rahsia Ilahiah. Lalu kau
didekatkan, diajak bicara, diberi kurnia, dilepaskan dari keperluan,
dikukuhkan, dimuliakan dan dilimpahi kata-kata: "Sesungguhnya kamu
pada sisi Kami adalah orang yang berkedudukan tinggi lagi
dipercaya." (QS 12:54) Lalu tersingkaplah keadaan Yusuf
dan para shiddiq ketika disapa dengan kata-kata ini dari lidah Raja
Mesir, Raja dari Fir'aun. Jelaslah, itulah lidah Raja yang menyatakannya,
yang adalah Allah, yang berbicara melalui lidah pengetahuan. Kepada Yusuf
dianugerahkan kerajaan bendawi, iaitu kerajaan Mesir, juga kerajaan jiwa,
iaitu kerajaan pengetahuan, ruhani, nalar, kedekatan dengan-Nya dan
kedudukan tinggi di hadapan-Nya.
Allah berfirman:
"Dan demikianlah Kami
anugerahkan kepada Yusuf kekuasaan atas negeri (ia berkuasa penuh) ke
mana pun ia suka." (QS
12:56)
Negeri di sini ialah Mesir. Mengenai kerajaan ruhani, Allah berfirman:
"Demikianlah, agar Kami
palingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya ia termasuk
hamba-hamba pilihan kami." (QS
12:24)
Mengenai kerajaan pengetahuan, Allah berfirman:
"Yang demikian ini adalah
sebahagian dari yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku
telah meninggalkan agama orang-orang yang tak beriman kepada Allah." (QS 12:37)
Bila kau disapa, wahai orang saleh, bererti kau dianugerahi banyak
pengetahuan nan agung, kekuatan, kebaikan, kewalian biasa, dan perintah
yang mempengaruhi ruhani dan yang bukan ruhani, dan teranugerahi daya
cipta, dengan izin Allah, segala yang di dunia ini, mesti akhirat belum
tiba. Di akhirat kau akan berada di tempat damai dan di syurga yang
tinggi.
|
Risalah 27
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Anggaplah kebaikan dan keburukan sebagai dua buah dari dua cabang sebuah
pohon. Cabang yang satu menghasilkan buah yang manis, sedang cabang yang
satunya lagi, buah yang pahit. Maka dari itu, tinggalkanlah kota-kota,
negeri-negeri yang menghasilkan buah-buah pohon ini dan penduduknya.
Dekatilah pohon itu sendiri dan jagalah. Ketahuilah kedua cabang ini,
kedua buahnya, sekelilingnya, dan senantiasa dekatlah dengan cabang yang
menghasilkan buah yang manis; maka ia akan menjadi makananmu, sumber
dayamu, dan waspadalah agar kau tak mendekati cabang yang lain, makan
buahnya, dan akhirnya rasa pahitnya membinasakanmu. Jika kau senantiasa
berlaku begini, kau akan selamat dari segala kesulitan, sebab kesulitan
diakibatkan oleh buah pahit ini. Bila kau jatuh dari pohon ini, berkelana
di berbagai negeri, dan buah-buah ini dihadapkan kepadamu, lalu dibaurkan
sedemikian rupa, sehingga tak jelas antara yang manis dan yang pahit, dan
kau mulai memakannya, bila tanganmu mengambil buah yang pahit, sehingga
lidahmu merasakan pahitnya, kemudian tenggorokanmu, otakmu, lubang
hidungmu, sampai anasir tubuhmu, maka kau terbinasakan. Pembuanganmu akan
sisanya dari mulutmu dan pencucianmu akan akibatnya tak dapat menghapus
yang telah tertebar di sekujur tubuhmu, dan sia-sia.
Tapi, jika kau makan buah yang manis dan rasa manisnya menebar ke seluruh
anggota tubuhmu, maka kau beruntung dan bahagia, meski hal ini tak
mencukupimu. Tentu, bila kau makan buah yang lain, kau takkan tahu bahwa
buah yang ini pahit. Maka, kau akan mengalami yang telah disebutkan
bagimu. Maka, tak baik menjauh dari pohon itu dan tak tahu buahnya.
Keselamatan terletak pada kedekatan dengannya. Jadi kebaikan dan
keburukan berasal dari Allah yang Mahakuasa dan Mahaagung. "Allah
telah menciptakanmu dan yang kau lakukan." (QS 37:96) Nabi saw.
Bersabda: "Allah telah menciptakan penyembelih dan binatang yang
disembelih." Segala tindakan hamba Allah adalah ciptaan-Nya, begitu
pula buah upayanya. Allah yang Mahakuasa lagi Mahaagung berfirman:
"Masuklah ke dalam surga disebabkan yang telah kau lakukan."
(QS 16:32)
Mahaagung Dia, betapa pemurah dan penyayang Dia! Ia berfirman bahwa
masuknya mereka ke dalam surga disebabkan oleh amal-amal mereka, sedang
kemaujudan amal-amal mereka adalah berkat pertolongan dan kasih-sayanng-Nya.
Nabi saw. Bersabda: "Tiada seorang pun yang masuk ke dalam surga
lantaran amal-amalnya sendiri." Ia ditanya: "Termasuk Anda, Ya
Rasulullah?" Ia berkata: "Ya, termasuk aku, jika Allah tak
mengasihiku." Dalam berkata begini ia meletakkan tangannya di atas
kepalanya. Ini diriwayatkan oleh Aisyah r.a. Nah, jika kau mematuhi
perintah-perintah-Nya dan menghindari larangan-Nya, maka Dia akan
melindungimu dari keburukan-Nya, menambah kebaikan-Nya bagimu, dan akan
melindungimu dari segala keburukan, yang agamis dan duniawi. Mengenai
keduniawian, Allah berfirman: "Demikianlah agar Kami palingkan
darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba
pilihan Kami," (QS 12:24)
Dan mengenai agama, Ia berfirman: "Mengapa Allah akan menyiksamu,
jika kamu bersyukur lagi beriman." (QS 4:147)
Adakah bencana yang akan menimpa orang yang beriman lagi bersyukur? Sebab
ia lebih dekat kepada keselamatan daripada bencana, sebab ia berada dalam
kelimpahan, lantaran kebersyukurannya. Allah berfirman: "Jika kamu
bersyukur, tentu akan Kami lipatgandakan (nikmat-nikmat Kami)
bagimu." (QS 14:7)
Dengan demikian, keimananmu akan memadamkan api neraka, api siksaan bagi
setiap pendosa. Adakah hal itu takkan memadamkan api bencana di kehidupan
ini, Ya Tuhanku? Dengan begini, segala musibah hanya akan melepaskannya
dari kekejian hawa nafsu, dari kebertumpuan pada kehendak jasmani, dari
kecintaan kepada orang, dan dari hidup bersama mereka. Maka dia diuji,
hingga segala kelemahan ini lenyap darinya, dan hatinya tersucikan oleh
ketiadaan semuanya itu, sehingga yang tertinggal di hati hanyalah keesaan
Tuhan dan pengetahuan tentang kebenaran, dan menjadilah ia tempat curahan
rahasia kegaiban, pengetahuan dan nur kedekatan. Sebab ia adalah sebuah
rumah yang tiada ruang bagi selainnya. Allah berfirman:
"Allah tak menciptakan bagi manusia dua hati." (QS 33:5)
"Sesungguhnya para raja, bila mereka memasuki sebuah kota,
menghancurleburkannya, dan menghinakan penduduknya." (QS 27:34)
Lalu mereka menghasilkan kemuliaan dari kebaikan mereka. Kedaulatan atas
hati berada (di awal) kekejian hawa nafsu. Anasir tubuh selalu digerakkan
oleh perintah mereka demi berbagai dosa dan kesia-siaan.
Kedaulatan ini kini pupus, anasir tubuh merdeka, rumah raja dan
pelatarannya, yaitu dada, menjadi bersih. Kini hati telah bersih, telah
dihuni oleh tauhid, dan pelataran telah menjadi arena kecerahan dari
kegaiban. Semua ini adalah akibat dari musibah, cobaan dan buahnya. Nabi
saw. Bersabda:
"Kami, para nabi, adalah yang paling banyak diuji di antara manusia,
sedang yang lain sesuai dengan kedudukannya."
"Aku lebih tahu tentang Allah daripada kamu, dan lebih takwa
kepada-Nya daripada kamu."
Siapa pun yang dekat dengan raja harus semakin berhati-hati, sebab ia
berada di hadapan Sang Raja Yang Mahamelihat lagi Mahamengetahui akan
gerak-geriknya.
Nah, jika kau berkata bahwa seluruh makhluk yang terlihat oleh Allah,
adalah seperti satu orang, sehingga tiada yang tersembunyi dari-Nya, maka
apa yang baik atau pernyataan apa ini? Mesti dikatakan kepadamu, bahwa bila
kedudukan seseorang tinggi dan mulia, bahaya juga semakin besar, sebab
perlu baginya bersyukur atas karunia-Nya bagimu. Sehingga sedikit pun
menyimpang dari pengabdian kepada-Nya akan merusak kebersyukurannya dan
kepatuhannya kepada-Nya. Allah berfirman: "Hai istri-istri Nabi,
barangsiapa di antaramu berbuat keji yang nyata, niscaya akan
dilipatgandakan siksaan kepada mereka." (QS 33:30)
Allah berfirman demikian tentang istri-istri ini, karena telah
disempurnakan-Nya nikmat-Nya atas mereka dengan menghubungkanmereka
kepada Nabi. Bagaimanakah kiranya kedudukan orang yang dekat kepada-Nya?
Allah adalah Mahatinggi atas ciptaan-Nya.
"Tiada menyerupai-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi
Mahamelihat." (QS 42:11)
|
Risalah 28
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Engkau menginginkan agar kebahagiaan dan kedamaian terlimpahkan kepadamu,
padahal kau masih berupaya membinasakan haiwanimu, harapan akan balasan
di dunia ini dan di akhirat, dan hal ini masih bersemayam dalam dirimu?
Wahai yang terburu-buru! Berhenti dan berjalanlah perlahan-lahan; wahai
yang berharap! Pintu tertutup selama keadaan ini masih berlangsung.
Sesungguhnya beberapa sisa dari hal-hal ini masih ada padamu, dan
beberapa butir kecilnya masih bersemayam dalam dirimu. Itulah kontrak kebebasan
seorang hamba sahaya; selagi masih ada satu penny pun padanya, kau
tertutup darinya. Selama kau masih menghisap biji kurma dari dunia ini,
dari hawa nafsu, maksud dan kerinduanmu, dari memperhatikan sesuatu dari
dunia ini, dari mengupayakan sesuatu pun darinya, atau mencintai sesuatu
keuntungan duniawi atau akhirat - selama hal-hal ini masih bersemayam
dalam dirimu, kau masih berada di pintu peluruhan diri. Berhentilah di
sini, sampai peluruhan dirimu sempurna, lalu kau dikeluarkan dari tempat
peleburan, dan kau terpakainkan, terhiasi dan menjadi harum, lalu kau
dibawa kepada Raja nan agung dan berkata:
"Sesungguhnya kamu pada sisi Kami menjadi
seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya." (QS 12:54)
Maka kau dianugerahi limpahan nikmat, dibelai dengan rahmat-Nya, diberi
minuman, didekatkan, dan diberi pengetahuan tentang yang rahsia. Kemudian
kau terbebaskan dari keperluan, kerana yang diberikan kepadamu berasal
dari hal-hal ini dan terbebaskan dari keperluan segala suatu. Tidakkah
kau lihat kepingan emas, yang beraneka ragam yang beredar pagi dan
petang, di tangan para penjual ubat, tukang jagal, penjual makanan,
penyamak, tukang minyak, pembersih dan lain-lain, baik yang bagus, rendah
ataupun yang kotor? Kemudian kepingan-kepingan in dikumpulkan dan
memasukkan ke dalam tempat peleburan logam; lalu kepingan-kepingan ini
meleleh dalam kobaran api, dikeluarkan darinya, ditempa dan dijadikan
hiasan-hiasan, diperhalus, diperintah, dan kemudian ditempatkan di
tempat-tempat terbaik, rumah-rumah, di balik kunci, dalam kotak-kotak,
tempat-tempat gelap, atau dijadikan hiasan sebuah jambatan, dan kadang
jambatan seorang raja besar. Dengan demikian, kepingan-kepingan emas itu
berlalu dari tangan para penyamak ke hadapan para raja dan istana setelah
dilebur dan ditempa. Dengan begini, duhai yang beriman, jika kau
senantiasa bersabar dengan kurnia-Nya, dan berpasrah terhadap takdir-Nya,
maka kau akan didekatkan kepada Tuhanmu di dunia ini, dikurniai
pengetahuan tentang-Nya dan segala pengetahuan serta rahsia, dan akan
dikurniai tempat damai di akhirat bersama dengan para Nabi, shiddiq,
syahid dan shalih dalam kedekatan Allah, dalam rumah-Nya, dan dekat
dengan-Nya, sembari mereguk kasih-sayang-Nya. Maka dari itu, bersabarlah,
jangan terburu-buru, redhalah senantiasa dengan takdir-Nya, dan jangan
mengeluh terhadap-Nya. Jika kau lakukan yang demikian, ,maka kau akan
merasakan kesejukan ampunan-Nya, lazatnya pengetahuan tentang-Nya,
kelembutan dan kurnia-Nya.
|
Risalah 29
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Nabi Suci saw. bersabda: "Kefakiran mendekatkan kepada
kekafiran."
Hamba yang beriman kepada Allah dan memasrahkan segala urusannya
kepada-Nya, diberi kemudahan oleh Allah dan keyakinan teguh bahawa apapun
yang akan datang kepadanya, akan sampai kepadanya, dan apa pun yang tak
mencapainya, takkan datang kepadanya, dan bahawa: "Barangsiapa patuh
kepada Allah, Ia berikan baginya jalan keluar dan rezeki yang tak
disangka-sangkanya dan barangsiapa bertawakal kepada Allah nescaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)-nya." (QS 65:2-3)
Ia berkata begini kala ia dalam kemudahan dan kesenangan; lalu Allah
mengujinya dengan musibah dan kemiskinan; maka ia berdoa dengan penuh
kerendah dirian; tapi Ia tak mengabulkannya. Maka sabda Nabi saw.:
"Kefakiran mendekatkan kepada kekafiran," berlaku. Maka Allah
bermurah kepadanya. Ia sirnakan darinya segala yang merundungnya, terus
memberinya kesenangan, kelimpah-ruahan, dan daya untuk bersyukur serta
memuji Allah, hingga ia menghadap-Nya. Bila Allah ingin mengujinya, Ia kekalkan
musibah-Nya padanya dan memutuskan darinya pertolongan iman. Maka ia
menunjukkan kekafiran dengan menyalahkan dan menuduh Allah, dan dengan
meragukan janji-Nya. Sehingga ia mati dalam keadaan tak beriman kepada
Allah, mengingkari ayat-ayat-Nya, dan merasa marah kepada Tuhannya.
Mengenai orang semacam ini, Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya orang
yang paling sengsara, pada Hari Kebangkitan, ialah orang yang telah
diberi kemiskinan oleh Allah di kehidupan ini, dan disiksa di akhirat.
Kami berlindung kepada Allah dari hal semacam itu."
Kemiskinan yang diperbincangkan ini ialah kemiskinan yang membuat manusia
lupa kepada Allah, dan kerana inilah, ia berlindung kepada-Nya. Orang
yang hendak dipilih oleh Allah, yang telah dijadikan pilihan-Nya dan
pengganti para Nabi-Nya, dan yang telah dijadikan pilihan-Nya dan
pengganti para Nabi-Nya, dan yang telah dijadikan sebagai penghulu para
wali-Nya, manusia agung dan berilmu, perantara dan pembimbing ke arah
Tuhan - kepada orang ini, Ia anugerahkan limpahan kesabaran, kepatuhan
dan keterleburan dalam kehendak-Nya. Kemudian Ia kurniakan kepadanya
limpahan rahmat-Nya sepanjang siang dan malam, sendiri atau bersama,
kadang nampak, kadang tak nampak; dan menyertai inilah berbagai
kelembutan, hingga akhir hayatnya.
|
Risalah 30
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Betapa sering kau berkata, apa yang mesti kulakukan, apa yang mesti
kugunakan (untuk mencapai tujuanku)? Tetaplah di tempatmu. Jangan
melampaui batasmu, sampai jalan keluar dikurniakan bagimu dari-Nya yang telah
memerintahkanmu untuk tinggal di tempatmu. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang beriman, bersabarlah,
senantiasa berteguhlah dan jagalah kewajibanmu terhadap Allah." (QS
3:199)
Ia telah memerintahkanmu untuk bersabar, wahai orang-orang beriman, untuk
berlumba-lumba dalam kesabaran, untuk berteguh, untuk senantiasa ingat
dan untuk menjadikan hal ini sebagai kewajiban. Ia kemudian
memperingatkanmu terhadap ketaksabaran, sebagaimana firman-Nya,
"Jagalah senantiasa kewajibanmu terhadap Allah," dan ini berkenaan
dengan pengabaian kebajikan ini. Ini bererti bahawa kau harus senantiasa
bersabar. Kebaikan dan keselamatan ada dalam kesabaran. Nabi Suci saw.
bersabda:
"Kesabaran dan keimanan serupa dengan
kepala dan tubuh."
Bagi segala suatu ada balasannya sesuai dengan kadarnya, tetapi balasan
bagi kesabaran tak terhingga. Sebagaimana Allah berfirman:
"Sesungguhnya kesabaran akan diberi pahala
yang tak terhingga." (QS 39:10)
Nah, jika kau jaga kewajibanmu terhadap-Nya dengan sabar, dan
memerhatikan batas-batas yang telah ditentukan oleh-Nya, maka Ia akan
membalasmu sebagaimana yang dijanjikan-Nya kepadamu dalam kitab-Nya:
"Barangsiapa menjaga kewajibannya terhadap
Allah, maka Ia akan membuatkan baginya tempat, dan memberinya rezeki yang
tak diduganya." (QS 65:123)
Bersabarlah dengan mereka yang beriman kepada Alah, hingga jalan keluar
terbentang bagimu, sebab Allah telah menjanjikanmu kecukupan dalam
firman-firman-Nya:
"Barangsiapa beriman kepada Allah, maka Ia
mencukupi-Nya." (QS 65:3)
Bersabarlah selalu dan berimanlah kepada Allah bersama mereka yang
berbuat kebajikan terhadap orang lain, sesungguhnya Allah telah
menjanjikan kepadamu balasan untuk ini, sebagaimana firman-Nya:
"Demikianlah Kami balasi mereka yang
berbuat kebajikan terhadap yang lain." (QS 6:85)
Allah akan mencintaimu lantaran kebajikan ini, sebab Ia berfirman:
"Sesungguhnya Allah mencintai orang yang
berbuat kebajikan terhadap orang lain." (QS 3:133)
Jadi, kesabaran adalah sumber segala kebajikan dan keselamatan di dunia
ini dan di akhirat, dan melaluinya para mukmin mencapai kepasrah-ikhlasan
terhadap kehendak Allah, dan kemudian melebur dalam tindakan-tindakan
Allah, yang adalah keadaan para badal atau ghaib. Maka jangan sampai
gagal meraih keadaan seperti ini, agar kau tak hina di dunia ini dan di
akhirat, agar di akhirat, agar kekayaan keduanya ini tak berlalu darimu.
|
Risalah 31
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jika kau dapati hatimu membenci atau mencintai seseorang, telaahlah
perilakunya dengan Kitabullah dan sunnah Nabi. Kalau perilakunya dibenci
oleh kedua pewenang ini, berbahagialah dengan keselarasan dengan Allah
dan Nabi-Nya. Jika perilakunya sesuai dengan keduanya, sedangkan kau
memusuhinya, maka ketahuilah bahawa kau adalah pengikut hawa nafsumu. Kau
membencinya lantaran kebencianmu kepadanya dan menentang Allah, Yang Maha
kuasa lagi Maha agung, menentang Nabi-Nya, dan menentang kedua pewenang
ini. Maka berpalinglah kepada Allah, bertaubat dan mohonlah kepadanya
kecintaan kepada orang itu dan para pilihan Allah, para wali-Nya dan para
saleh, bersesuaianlah dengan Allah dalam mencintainya. Berlaku serupalah
terhadap yang kau cintai. Iaitu, menelaah perilakunya dengan cahaya
Kitabullah dan sunnah Nabi. Jika ia ternyata disenangi oleh kedua
pewenang ini, maka cintailah dia. Tapi, jika perilakunya tak disenangi
oleh keduanya, maka bencilah ia, agar kau tak mencintai dan membencinya
kerana hawa nafsumu. Allah berfirman: "Dan jangan ikuti hawa
nafsumu, agar kau tak menyimpang dari jalanAllah." (QS 38:26)
|
Risalah 32
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Betapa sering kau berkata, "Siapa pun yang kucintai, cintaku
kepadanya tak abadi. Perpisahan memisahkan kita, baik melalui
ketakhadiran, kematian, permusuhan, kebinasaan ataupun lenyapnya
kekayaan." Tidakkah kau tahu, wahai yang beriman kepada Allah, yang
kepadanya Allah menganugrahkan karunia-karunia-Nya, yang diperhatikan
oleh Allah, yang dilindungi oleh Allah. Tidakkah kau tahu bahwa
sesungguhnya Allah cemburu. Ia telah menciptakanmu demi Diri-Nya sendiri.
Kenapa kau ingin menjadi milik selain-Nya. Belumkah kau denganr
firman-Nya:
"Ia mencintai mereka, mereka pun mencintai-Nya." (QS 5:54)
"Dan tak Kuciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka
mengabdi-Ku." (QS 51:56)
Atau, belumkah kau dengar sabda Nabi: "Bila Allah mencintai seorang
hamba, maka ia mengujinya; bila ia sabar, maka Ia memeliharanya." Ia
ditanya: "Ya Rasulullah (saw.), bagaimana pemeliharaan-Nya?" Ia
berkata: "Ia tak menyisihkan baginya kekayaan atau anak."
Karena bila ia memiliki kekayaan atau anak yang dicintainya, maka
cintanya kepada Tuhannya terbagi, kemudian sirna, kemudian terbagikan
antara Allah dan selain-Nya. Ia cemburu. Ia Mahakuasa atas segala suatu.
Lalu ia dibinasakan-Nya, untuk menguasai hati hamba-Nya demi Diri-Nya
Sendiri. Maka kebenaran firman Allah akan terbukti: "Ia akan
mencintai mereka, dan mereka akan mencintaiNya." (QS 5:54)
Sampai akhirnya hati menjadi bersih dari segala selain Allah dan
berhala-berhala seperti istri, harta, anak, kesenangan dan kerinduan akan
kekuasaan, kerajaan, keajaiban, keadaan ruhani, taman-taman surga, maqam
ruhani dan kedekatan dengan Allah - tiada tujuan dan kehendak di hatinya.
Maka, hatinya akan menjadi seperti sebuah bejana berlubang, yang di
dalamnya tiada cairan pun bisa tinggal. Sebab, ia kini telah
diremuk-redamkan oleh tindakan Allah dan kecemburuan-Nya. Maka,
tirai-tirai keluhuran, kekuatan dan kehebatan menyelubunginya, dan parit-parit
keagungan mengitarinya. Maka, tiada kehendak akan sesuatu mampu mendekati
hatinya. Tiada harta, anak, istri, sahabat, keajaiban, wewenang dan daya
tafsir, mampu merusak hatinya. Karenanya, semua itu takkan membangkitkan
kecemburuan Allah, tapi akan menjadi tanda kemuliaan dari-Nya bagi
hamba-Nya, kelembutan-Nya terhadapnya, rahmat dan karunia-Nya, dan hal
yang bermanfaat bagi mereka yang menuju kepada-Nya. Dengan demikian,
orang-oang ini termuliakan oleh ini dan dilindungi melalui kemuliaan dari
Allah ini, yang akan menjadi penjaga, pelindung dan perantara mereka
dalam kehidupan ini dan di akhirat.
|
Risalah 33
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Ada empat jenis manusia. Yang pertama, tak berlidah dan tak berhati. Mereka adalah manusia biasa, bodoh
dan hina. Mereka tak pernah ingat kepada Allah. Tiada kebaikan dalam diri
mereka. Mereka bagai sekam tak berbobot, jika Allah tak mengasihi mereka,
membimbing hati mereka kepada keimanan pada-Nya Sendiri. Waspadalah,
jangan menjadi seperti mereka. Inilah manusia-manusia sengsara dan
dimurkai oleh Allah. Mereka adalah penghuni-penghuni neraka. Kita
berlindung kepada Allah dari mereka.
Hiasilah dirimu dengan ma'rifat. Jadilah guru kebenaran, pembimbing ke
jalan agama, pemimpinnya dan penyerunya. Ingat, bahawa kau mesti
mendatangi mereka, mengajak mereka kepada ketaatan kepada Allah dan
memperingatkan mereka akan dosa terhadap Allah. Maka, kau akan menjadi
pejuang di jalan Allah dan akan dipahalai, sebagaimana para nabi dan
utusan Allah. Nabi Suci saw. berkata kepada Ali r.a.:
"Jika Allah membimbing seseorang melalui
pembimbingmu atasnya, adalah lebih baik bagimu daripada tempat matahari
terbit."
Yang kedua, berlidah tapi tak berhati. Mereka berbicara bijak, tapi tak berbuat
bijak. Mereka menyeru orang kepada Allah, tapi mereka sendiri jauh
dari-Nya. Mereka jijik terhadap noda orang lain, tapi mereka sendiri
tenggelam dalam noda. Mereka menunjukkan kepada orang lain kesalehan
mereka, tapi mereka sendiri berbuat dosa besar terhadap Allah. Bila sendirian,
mereka bagai serigala berpakaian. Inilah manusia yang tentangnya Nabi
memperingatkan. Ia bersabda:
"Hal yang paling mesti ditakuti, yang aku
takuti, oleh pengikut-pengikutku, iaitu orang berilmu yang jahat."
Kita berlindung kepada Allah dari orang semacam itu. Maka dari itu,
menjauhlah selalu dari orang seperti itu, agar kau tak terseret oleh
manisnya lidahnya, yang kemudian api dosanya akan membakarmu, dan
kebusukan ruhani serta hatinya akan membinasakanmu.
Yang ketiga, berhati tapi tak berlidah, dan beriman. Allah telah memberinya dari
makhluk-Nya, menganugerahinya pengetahuan tentang noda-noda dirinya
sendiri, mencerahkan hatinya dan membuatnya sedar akan mudharatnya
berbaur dengan manusia, akan kekejian berbicara dan yang telah yakin
bahawa keselamatan ada dalam ke-diam-an serta keberadaan dalam sebuah
sudut, sebagaimana sabda Nabi saw.: "Barangsiapa senantiasa diam,
maka ia memperolehi keselamatan." "Sesungguhnya pengabdian
kepada Allah terdiri atas sepuluh bahagian, yang sembilan bahagian ialah
ke-diam-an." Maka, orang ini adalah wali Allah dalam hal rahsia-Nya,
terlindungi, memiliki keselamatan dan banyak pengetahuan, terahmati dan
segala yang baik ada padanya. Nah, ingatlah, bahawa kau mesti senantiasa
bersama dengan orang semacam ini, layanilah ia, cintailah ia dengan
memenuhi kebutuhan yang dirasakannya, dan berilah ia hal-hal yang akan
menyenangkannya. Bila kau melakukan yang demikian ini, maka Allah akan
mencintaimu, memilihmu dan memasukkanmu ke dalam kelompok sahabat dan
hamba saleh-Nya disertai rahmat-Nya.
Yang keempat ialah manusia yang diundang ke dunia ghaib, yang dipakaikan
kemuliaan.
"Barangsiapa mengetahui dan bertindak berdasarkan pengetahuannya dan
memberikannya kepada orang lain, maka ia diundang ke dunia ghaib dan
menjadi mulia."
Orang semacam itu memiliki pengetahuan tentang Allah dan tanda-Nya.
Hatinya menjadi penyimpan pengetahuan yang langka tentang-Nya, dan Ia
menganugerahkan kepadanya rahsia-rahsia yang disembunyikan-Nya dari yang
lain. Ia memilihnya, mendekatkannya kepada-Nya Sendiri, membimbingnya,
memperluas hatinya agar bisa menerima rahsia-rahsia dan
pengetahuan-pengetahuan ini, dan menjadikannya seorang pekerja
dijalan-Nya, penyeru hamba-hamba-Nya kepada jalan kebajikan, pengingat
akan siksaan perbuatan-perbuatan keji, dan hujjatullah di tengah-tengah
mereka, pemandu dan yang terbimbing, perantara, dan yang perantaraannya
diterima, seorang shiddiq dan saksi kebenaran, wakil para nabi dan utusan
Allah, yang bagi mereka limpahan rahmat Allah.
Maka, orang ini menjadi puncak umat manusia. Tiada maqam di atas ini,
kecuali maqam para nabi. Adalah kewajipanmu untuk berhati-hati, agar kau
tak memusuhi orang semacam itu, tak menjauhinya dan tak melecehkan
ucapan-ucapannya. Sesungguhnya keselamatan terletak pada ucapan dan kebersamaan
dengan orang itu. Sedang kebinasaan dan kesesatan terletak pada
selainnya; kecuali orang yang dikurniai oleh Allah daya dan pertolongan
yang membawa kepada kebenaran dan kasih sayang. Nah, telah kupaparkan
bagimu bahawa manusia dibahagi menjadi empat bahagian. Maka,
perhatikanlah dirimu sendiri jika kau punya jiwa yang terus-mata.
Selamatkanlah dirimu dengan sinarnya, jika kau ingin sekali
menyelamatkannya dan mencintainya.
Semoga Allah membimbing kita kepada yang dicintainya di dunia ini dan di
akhirat!
|
Risalah 34
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Betapa aneh kau marah kepada Tuhanmu, menyalahkan-Nya dan menganggap-Nya,
Yang Maha kuasa lagi Maha agung, tak adil, menahan rezeki, tak menjauhkan
musibah. Tidakkah kau tahu bahawa setiap kejadian ada waktunya, dan
setiap musibah ada akhirnya? Keduanya tak bisa dimajukan atau ditunda.
Masa-masa musibah tak berubah, sehingga datang kebahagiaan. Masa-masa
kesulitan tak berlalu, sehingga datang kemudahan. Berlaku paling baiklah,
diamlah senantiasa, bersabar, berpasrah dan redhalah kepada Tuhanmu.
Bertaubatlah kepada Allah.
Di hadapan Allah tiada tempat untuk menuntut atau membalas dendam
seseorang tanpa dosa dorongan nafsu, sebagaimana yang terjadi dalam
hubungan antara hamba-Nya. Ia, Yang Maha kuasa lagi Maha agung,
sepenuhnya esa. Ia menciptakan hal-hal dan menciptakan manfaat dan
mudharat. Maka, Ia mengetahui awal, akhir dan akibat mereka. Ia, Yang
Maha kuasa lagi Maha agung, bijak dalam bertindak dan tiada
ketakselarasan dalam tindakan-Nya. Ia tak melakukan sesuatu pun tanpa
erti dan main-main. Adalah tak layak menisbahkan kecacatan atau kesalahan
kepada tindakan-Nya. Lebih baik menunggu kemudahan, jika kau merasakan
kepudaran kepatuhanmu terhadap-Nya, hingga tibanya takdir-Nya, sebagaimana
datangnya musim panas setelah berlalunya musim dingin, dan sebagaimana
datangnya siang setelah berlalunya malam.
Nah, jika kau memohon tibanya cahaya siang selama kian memekatnya malam,
maka permohonanmu sia-sia; tapi kepekatan malam kian memuncak hingga
mendekati fajar, siang datang dengan kecerahannya, entah kau kehendaki
atau tidak. Jika kau kehendaki kembalinya malam pada saat itu, maka doamu
takkan dikabulkan. Sebab kau telah meminta sesuatu yang tak layak. Kau
akan dibiarkan meratap, longlai, jemu dan enggan. Tinggalkanlah semua
ini, senantiasa beriman dan patuhlah kepada Tuhanmu dan bersabarlah.
Maka, segala milikmu takkan lari darimu, dan segala yang bukan milikmu
takkan kau perolehi. Demi imanku, begitulah, mohonlah pertolongan kepada
Allah, dengan mematuhi-Nya. "Mohonlah kepada-Ku, maka akan Kuterima
permohonanmu." (QS 40:60). "Mintalah kepada Allah
kurnia-kurnia-Nya." (QS 4:32). Mohonlah kepada-Nya, maka Ia akan
menerima permohonanmu pada saatnya, bila dikehendaki-Nya, dan bila hal
itu bermanfaat bagimu dalam kehidupan duniawimu dan akhirat.
Jangan salahkan Ia bila Ia menangguhkan penerimaan doamu. Jangan jemu
berdoa. Sebab, sesungguhnya jika kau tak memperolehi, kau juga tak rugi.
Jika Ia tak segera menerima doamu di kehidupan duniawi ini, maka Ia akan
menyisihkan bagimu pahala di kehidupan kelak. Nabi bersabda bahawa pada
Hari Kebangkitan hamba-hamba Allah akan mendapati dalam kitab amalannya
amal-amal yang tak dikenalinya. Lalu, kepadanya dikatakan bahawa itu
adalah balasan dari doa-doanya di kehidupan duniawinya yang tak
dikabulkan. Maka dari itu, ingatlah selalu Tuhanmu, esakanlah Ia selalu
dalam memohon sesuatu dari-Nya. Jangan memohon kepada selain-Nya. Maka,
setiap saat, baik siang mahupun malam, sihat atau sakit, suka atau duka,
kau berada dalam keadaan:
1) Tak meminta, redha dan pasrah kepada kehendak-Nya, seperti jasad mati
di hadapan orang yang memandikannya, atau seperti bayi di tangan perawat,
atau seperti bola polo di depan pemain polo, yang menggulirkannya dengan
tongkat polonya. Dan Allah berbuat sekehendak-Nya. Bila hal itu adalah
rahmat, rasa syukur dan puja-puji meluncur darimu, dan limpahan rahmat
datang dari-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya jika kau bersyukur, tentu
akan Kuberikan kepadamu lebih banyak lagi" (QS 14:7)
Tapi, jika hal itu adalah musibah, maka
kesabaran dan kepatuhan meluncur darimu dengan pertolongan kekuatan yang
dianugerahkan oleh-Nya, keteguhan hati, pertolongan rahmat dan
kasih-sayang dari-Nya, sebagaimana firman-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha
agung:
"Sesungguhnya Allah bersama orang yang
sabar." (QS 2:153)
"Jika kau menolong Allah, maka Ia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS 47:7)
Bila kau telah membantu (jalan) Allah, dengan menentang hawa nafsumu, tak
menyalahkan-Nya, menghindari ketaksenangan dirimu terhadap kehendak-Nya,
menjadi musuh diri demi Allah, siap menyerangnya dengan pedang bila ia
bergerak dengan kekafiran dan kesyirikannya, menebas kepalanya dengan
kesabaran dan keselarasanmu dengan Tuhanmu, dengan keredhaan terhadap
kehendak dan janji-Nya, - jika kau berlaku demikian, maka Allah akan
menjadi penolongmu. Mengenai rahmat dan kasih-sayang Ia berfirman:
"Berilah khabar baik kepada orang-orang yang sabar, mereka, yang
bila ditimpa musibah, berkata: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
kepada-Nya kami kembali. Mereka adalah yang dikurniai rahmat dan
kasih-sayang Tuhan mereka, dan mereka adalah pengikut-pengikut jalan
kebenaran." (QS 2:156-157). Atau
2) Memohon kepada Allah dengan kerendah dirian, dengan mengagungkan-Nya,
dan patuh kepada perintah-perintah-Nya. Ya, berdoalah kepada Allah, hal
itu adalah layak, sebab Ia sendirilah yang memerintahkanmu untuk memohon
kepada-Nya, berpaling kepada-Nya, telah membuat hal itu sebagai sarana
kesenanganmu, semacam utusan darimu kepada-Nya, sarana penghubung
dengan-Nya, dan sarana pendekatan kepada-Nya, asalkan, tentu saja, kau
tak menyalahkan-Nya, marah kepada-Nya, kerana ditangguhkan-Nya penerimaan
doamu. Nah, perhatikanlah perbezaan antara dua keadaan ini. Jangan berada
di luar keduanya, sebab tiada keadaan selain keduanya. Berhati-hatilah
agar kau tak berbuat aniaya, yang melanggar batas. Sehingga Ia akan
membinasakanmu dan Ia takkan memerhatikanmu, sebagaimana dibinasakan-Nya
orang-orang yang telah berlalu di dunia ini, dengan menambah
bencana-bencana-Nya, dan di akhirat, dengan siksa yang amat pedih.
Maha besar Allah! Wahai yang tahu keadaanku! Kapada-Mu lah aku beriman.
|
Risalah 35
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Berpantang dari segala yang haram adalah wajib bagimu, kalau tidak, maka
tali kehancuran akan menjeratmu. Kau takkan lepas darinya, kecuali dengan
kasih-sayang-Nya. Nabi Suci saw. bersabda bahawa asas agama adalah
keberpantangan dari segala yang haram, sedang kebinasaannya adalah
kerakusan. Umar ibn Khaththab as. Pernah berkata:
"Kami biasa berpantang dari sembilan per
sepuluh dari hal-hal yang halal, sebab kami khawatir kalau-kalau kami
jatuh ke dalam hal-hal yang haram."
Abu Bakar as. Pernah berkata:
"Kami biasa menghindari tujuh puluh pintu
dari hal-hal yang halal, kerana kami khawatir akan keterlibatan dalam
dosa."
Peribadi-peribadi ini berlaku demikian hanya untuk menjauh dari segala
yang haram. Mereka bertindak berdasarkan sabda Nabi saw.:
"Ingatlah! Sesungguhnya setiap raja
memiliki sebuah padang rumput yang terjaga. Sedang padang rumput Allah
ialah hal-hal yang dilarang-Nya."
Maka, orang yang berbeza di sekitar padang itu, boleh memasukinya. Namun,
orang yang memasuki benteng raja, melewati gerbang pertama, kedua dan
ketiga, hingga sampai di singgasana, adalah lebih baik berbanding orang
yang berada di pintu pertama. Maka, bila pintu ketiga tertutup baginya,
hal itu takkan merugikannya, sebab ia tetap berada di balik dua pintu
istana, dan ia memiliki milikan raja, dan tenteranya dekat dengannya.
Tapi, bagi orang yang berada di pintu pertama, jika pintu ini tertutup
baginya, maka ia tetap sendirian di padang terbuka, bisa-bisa diterkam
serigala dan musuh, bisa-bisa diterkam serigala dan musuh, bisa-bisa ia
binasa. Begitu pula, orang yang menunaikan perintah-perintah Allah akan
dijauhkan darinya pertolongan daya dan keleluasaan, dan ia akan terbebas
dari kedua hal ini. Dan ia tetap berada di dalam hukum. Bila kematian
merenggutnya, maka ia berada dalam kepatuhan dan pengabdian. Dan amal
kebajikannya akan menjadi saksi baginya.
Orang yang diberi kemudahan, sedang ia tak menunaikan
kewajiban-kewajibannya, jika kemudahan itu dicabut darinya dan ia
terputus dari pertolongan-Nya, maka hawa nafsu akan menguasainya, dan ia
akan tenggelam dalam hal-hal yang haram, keluar dari hukum, bersama
dengan para setan, yang adalah musuh-musuh Allah, dan akan menyimpang
dari jalan kebenaran. Maka, jika kematian merenggutnya, sedang ia belum
bertaubat, maka ia akan binasa, jika Allah tak mengasihinya. Jadi, bahaya
terletak pada keterlengahan, sedang keselamatan terletak pada pemenuhan
kewajiban.
|
Risalah 36
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jadikanlah kehidupan setelah matimu sebagai modal dan kehidupan duniawimu
sebagai keberuntungan. Jika masih ada waktu lebih, habiskanlah demi
kehidupan duniawimu, yakni dengan mencari nafkah. Jangan kau buat
kehidupan duniawimu sebagai modalmu, dan kehidupan setelah matimu sebagai
keuntunganmu, dan sisa waktumu kau habiskan untuk memperolehi kehidupan
setelah mati dan memenuhi kewajiban salat lima waktu. Kau diperintahkan
untuk mengendalikan kedirianmu, agar ia mematuhi Tuhannya. Tetapi kau
bertindak tak layak terhadapnya, dengan menuruti dorongan-dorongannya dan
kau serahkan kendalinya kepadanya, kau ikuti keinginan-keinginan
rendahnya, kau bersekutu dengan iblis dan nafsunya, sehingga kau tak
memiliki yang terbaik dari kehidupan ini dan kelak, sehingga kau masuki
Hari Pengadilan sebagai orang paling miskin kebajikan, dan tak memperolehi,
dengan mengikutinya, sebahagian besar bahagianmu dalam kehidupan duniawi
ini. Tapi, jika kau melalui jalur akhirat dengannya, dan menggunakannya
sebagai modalmu, maka kau akan memperolehi kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Sedang bahagian duniawimu akan kau terima dengan segala kenikmatannya,
dan kau akan terhormat. Nabi bersabda:
"Sesungguhnya Allah menyelamatkan di dunia
ini demi akhirat, sedang keselamatan di akhirat tak dimaksudkan demi
kehidupan duniawi ini."
Nah, begitulah. Dan niat untuk akhirat ialah kepatuhan kepada Allah.
Sebab niat merupakan ruh pengabdian dan kemaujudannya. Bila kau mematuhi
Allah dengan berpantang di dunia ini, dan dengan mengupayakan tempat di
akhirat, maka kau menjadi pilihan Allah, dan kehidupan akhirat akan kau
perolehi, iaitu syurga dan kedekatan dengan-Nya. Maka, dunia akan
mengabdi kepadamu, dan bahagianmu darinya akan sepenuhnya kau perolehi,
sebab segala suatu patuh kepada Penciptanya, iaitu Tuhannya. Bila kau
diliputi kehidupan duniawi dan berpaling dari akhirat, maka Allah akan
murka kepadamu; kau akan kehilangan akhirat, dunia takkan patuh kepadamu,
dan akan menghalangi datangnya bahagianmu, kerana murka Allah kepadamu,
sebab ia adalah milik-Nya. Nabi bersabda:
"Dunia dan akhirat adalah ibarat dua
isteri; jika kau menyenangkan yang satu, maka yang lain akan marah
kepadamu."
Allah, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, berfirman:
"Sesungguhnya sebahagian darimu menyukai
kehidupan duniawi ini, dan sebahagiannya lagi mencintai akhirat."
(QS 2:151)
Kesemua ini disebut anak-anak dunia dan anak-anak akhirat. Nah, anak
siapakah kau. Bila kau berada di kehidupan lain, akan kau lihat satu
kelompok di neraka. Maka sebahagian orang senantiasa berada di tempatnya,
pada satu hari yang, kata Allah, sama dengan lima belas ribu tahun. Sedang
sebahagian yang lain berada di meja makan yang di atasnya makanan,
bebuahan dan madu yang lebih putih, yang sangat lezat, daripada es,
sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis:
"Mereka akan melihat tempat mereka di
syurga, sampai Allah selesai meminta pertanggungjawaban manusia, dan
mereka akan memasuki syurga sebagaimana mereka memasuki rumah mereka di
dunia ini."
Meraka meraih hal ini kerana telah mencampakkan dunia dan berupaya
mencapai akhirat dan Tuhannya. Sedang mereka yang tenggelam dalam berbagai
kesulitan dan kehinaan disebabkan tenggelamnya mereka dalam hal-hal
duniawi, dan pengabaian mereka akan akhirat, Hari Pengadilan dan yang
akan terjadi pada mereka kelak sebagaimana disebutkan dalam Kitabullah
dan Sunnah Nabi. Maka pandanglah dirimu dengan pandangan penuh
kasih-sayang, pilihkanlah baginya yang lebih baik di antara kedua
kelompok ini dan jauhkanlah ia dari kekejian, pembangkangan dan jin.
Jadikanlah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya sebagai pembimbingmu,
renungkanlah dua pewenang ini, berlakulah dengan keduanya, dan jangan
terkecoh oleh perkataan kosong dan keberlebihan. Allah berfirman:
"Segala yang dibawa oleh Nabi kepadamu,
terimalah, dan segala yang dilarangnya, jauhilah dan bertakwalah kepada
Allah." (QS 48:7)
"Dan mereka mengada-adakan ruhbaniyyah
(kepaderian-penyunting), padahal Kami tak mewajibkannya kepada
mereka." (QS 57:27)
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut
hawa nafsunya, dan ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan." (QS 53: 3-4)
Maknanya: "Segala yang ia sampaikan kepadamu berasal dari-Ku, bukan
dari kediriannya, maka ikutilah."
"Jika kau mencintai Allah ikutilah aku,
maka Allah akan mencintaimu." (QS 3:30)
Jelaslah, bahawa jalur cinta ialah mengikuti kata dan perilakunya.
Nabi Suci saw bersabda: "Berupaya adalah
jalanku dan beriman kepada Allah adalah keadaanku."
Maka, kau berada di antara upaya dan keadaannya. Jika imanmu lemah, kau
mesti berupaya, dan jika imanmu teguh, kau mesti menggunakan keadaanmu,
yang adalah kebergantungan kepada-Nya. Allah Yang Maha kuasa lagi Maha
agung berfirman:
"Dan kepada Allah lah kau mesti
berharap." "Barangsiapa beriman kepada Allah, maka Ia
mencukupinya." (QS 65:3)
"Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang
beriman kepada-Nya." (QS 3:158)
Nah, Ia memerintahkanmu untuk senantiasa beriman kepada-Nya, sebagaimana
Nabi juga diperintahkan. Nabi saw. bersabda: "Barangsiapa berbuat
sesuatu yang tak kami perintahkan, maka perbuatannya itu tertolak."
Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita
ikuti, dan hanya berdasarkan Quranlah kita berbuat. Maka, jangan
menyimpang dari keduanya ini, agar kau tak binasa, dan agar hawa nafsu
serta setan tak menyesatkanmu. "Jangan ikuti hawa nafsu, kerana ia
akan memalingkanmu dari jalan Allah." (QS 38:26)
Adapun keselamatan terletak pada Kitabullah dan sunnah Nabi. Sedang
kebinasaan terletak di luar keduanya, dan dengan pertolongan keduanya
ini, hamba Allah mencapai keadaan wali, badal dan ghauts.
|
Risalah 37
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kau iri terhadap tetanggamu yang
hidup senang, yang memperolehi rahmat-rahmat dari Tuhannya? Tidakkah kau
tahu bahawa yang demikian ini melemahkan imanmu, mencampakkanmu di
hadapan Tuhanmu dan membuatmu dibenci oleh-Nya? Sudahkah kau dengar sabda
Nabi bahawa Allah berfirman: "Seorang yang iri hati adalah musuh
rahmat Kami"?
Belumkah kau dengar sabda Nabi: "Sesungguhnya, keiri-hatian melahap
habis kebajikan, sebagaimana api melahap habis bahan bakar"? Lantas,
kenapa kau iri terhadapnya. Duhai orang yang malang? Baginyakah atau
bagimu? Nah, jika kau iri terhadapnya, lantaran kurnia Allah baginya,
maka bererti kau tak selaras dengan firman-Nya:
"Kami kurniakan di antara mereka rezeki
mereka rezeki mereka di kehidupan duniawi ini." (QS 43:32)
Bererti kau benar-benar zalim terhadap orang ini, yang menikmati kurnia
Tuhannya, yang khusus Dia kurniakan kepadanya, yang telah dijadikan-Nya
sebagai bahagiannya dan yang tidak diberikan-Nya sedikit pun dari
bahagian itu kepada orang lain. Nah, siapakah yang lebih zalim, serakah
dan bodoh selainmu? Allah bebas dari kecacatan seperti itu. Firman-Nya:
"Firman Kami takkan berubah, dan Kami tak
menzalimi hamba-hamba Kami." (QS 1:29)
Sesungguhnya Allah takkan mencabut darimu segala yang telah
ditentukan-Nya bagimu dan takkan memberikannya kepada selainmu. Maka,
lebih baik bagimu iri terhadap bumi yang menyimpan aneka harta kekayaan,
seperti emas, perak dan batu-batu mulia, yang telah dipendam oleh
raja-raja terdahulu, seperti 'Ad, Tsamud, para raja serta kaisar Persia
dan Romawi - daripada iri terhadap saudaramu.
Hal ini seperti seorang yang melihat seorang raja yang memiliki
kekuasaan, tentera, kehormatan dan kerajaan, yang menguasai
negeri-negeri, memungut pajak, memeras mereka demi keuntungan peribadi
dan menikmati aneka kesenangan, tapi tak iri terhadap raja ini, sedang
terhadap seekor anjing buas yang tunduk kepada salah seekor anjing raja
itu, yang bersamanya siang dan malam, dan diberi sisa-sisa makanan dari
dapur kerajaan, dan hidup dengannya: orang ini mulai iri terhadap anjing
ini, memusuhinya, menghendaki kematiannya, dan ingin menggantikan
kedudukannya sepeninggalnya, tanpa merasa enggan terhadap dunia, atau
membina sikap agamis dan redha dengan nasibnya. Adakah manusia, di sepanjang
masa, yang lebih bodoh daripada orang ini?
Maka, ketahuilah. Duhai orang yang malang! Apa yang mesti dihadapi oleh
tetanggamu kelak pada Hari Kebangkitan, jika ia tak mematuhi Allah,
padahal ia menikmati kurnia-kurnia-Nya dan tak memanfaatkan kurnia-kurnia
itu untuk mengabdi kepada-Nya?
Belumkah kau dengar keterangan ini:
"Sesungguhnya akan ada kelompok-kelompok orang yang menghendaki,
pada Hari Kebangkitan, agar daging mereka dipisahkan dari tubuh mereka
dengan gunting, kerana mereka melihat pahala bagi penderita-penderita
kesulitan."
Maka tetanggamu akan menginginkan , pada Hari kebangkitan, kedudukanmu di
dunia ini, kerana pertanggungjawabannya, kesulitan-kesulitannya,
keberdiriannya selama lima puluh ribu tahun di terik matahari masa itu,
atas kenikmatan hidup duniawi yang telah direguknya.
Sedang kau akan selamat dari hal ini di bawah naungan Arsy Allah, sembari
makan, minum, bersenang-senang kerana kesabaranmu dalam menghadapi
nasibmu dan keselarasanmu dengan perintah Tuhanmu. Semoga Allah menjadikanmu
orang yang sabar dalam menghadapi musibah, bersyukur atas rahmat-Nya dan
memasrahkan segala urusannya kepada Tuhan bumi dan langit.
|
Risalah 38
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Barangsiapa menunaikan perintah Tuhannya dengan ikhlas dan
sungguh-sungguh, bererti ia mencampakkan segala selain-Nya siang dan
malam. Wahai manusia , jangan mengaku kepunyaanmu segala yang tak kau
miliki. Esakanlah Allah, jangan sekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan
jadikanlah dirimu sasaran kehendak-Nya, yang takkan mematikanmu, tapi
melukaimu. Dan siapa pun yang memfanakan diri demi Allah, maka ia akan
memperoleh ganti dari-Nya.
|
Risalah 39
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Melakukan sesuatu kerana nafsu, bukan kerana perintah Allah, bererti
menyimpang dari kewajiban dan menentang kebenaran. Melakukan sesuatu,
bukan kerana nafsu, bererti selaras dengan kebenaran, sedang
mencampakkannya, bererti kemunafikan.
|
Risalah 40
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jangan berharap menjadi saleh, jika kau belum menjadi musuh kedirianmu,
dan benar-benar terlepas dari semua organ tubuhmu, dan terlepas dari
semua hubungan dengan kemaujudanmu, dengan gerak-gerimu dan kediamanmu,
dengan pendengaranmu dan penglihatanmu, dengan pembicaraan dan dengan
diammu, dengan upaya, tindakan dan pemikiranmu, dan dengan segala yang
berasal darimu, sebelum kemaujudan ruhanimu mewujud dalam dirimu. Dan
semua itu akan kau dapat setelah kemaujudan ruhani bersemayam di dalam
dirimu, sebab ini menjadi tabir antara kau dan Tuhanmu. Bila kau menjadi
seorang yang suci jiwanya, bersahaja, rahsia dari segala rahsia dan yang
ghaib dari segala yang ghaib, maka kau benar-benar berbeza dengan segala
yang rahsia, dan mengakui segala suatu sebagai musuh, penghalang dan kegelapan,
sebagaimana Ibrahim as berkata:
"Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku,
kecuali Tuhan semesta alam." (QS 26:77)
Dia berkata begini terhadap berhala-berhala. Maka pandanglah segala
kemaujudanmu sebagai berhala, begitu pula ciptaan lainnya, jangan
mematuhi mereka dan jangan mengikuti mereka. Maka kau akan dikurniai
hikmah, ma'rifat, daya cipta dan keajaiban, seperti yang dimiliki para
beriman di syurga.
Keberadaanmu dalam kondisi begini bak terbangkitkan dari kematian di
akhirat. Menjadilah kau perwujudan kuasa Allah; kau mendengar
melalui-Nya, melihat melalui-Nya, berbicara melalui-Nya, diam
melalui-Nya, senang dan damai melalui-Nya. Dengan demikian, kau akan tuli
terhadap segala suatu selain-Nya: sehingga kau tak mendapati kemaujudan
selain-Nya, sehingga kau mengetahui hukum dan selaras dengan kewajiban
dan larangan. Maka bila sesuatu kekeliruan ada padamu, ketahuilah bahawa
kau sedang diuji, digoda dan dipermainkan oleh setan-setan. Maka
kembalilah kepada hukum dan pegang teguhlah ia, dan jagalah dirimu agar
senantiasa bersih dari keinginan-keinginan rendah, sebab segala yang tak
dikukuhkan oleh hukum adalah kekafiran.
|
Risalah 41
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan, dan kami
berkata, "Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang
biasa sebagai gabenor kota tertentu, memberinya pakaian kehormatan,
bendera, panji-panji dan tentera, sehingga ia merasa aman mulai yakin
bahawa hal itu akan kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan
sebelumnya. Ia terseret oleh kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan.
Maka, datanglah perintah pemecatan dari raja. Dan sang raja meminta
penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya dan
pelanggarannya atas perintah dan larangannya. Lalu sang raja
memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta
memperlama pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhina dan
sengsara, akibat ketakabburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur, api
kehendaknya padam, dan semua ini terjadi di depan mata sang raja dan
diketahuinya. Setelah itu ia menjadi kasihan terhadap orang itu, dan
memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara, disertai kelembutan
terhadapnya, dianugerahkan kembali pakaian kehormatan, dan dijadikannya kembali
ia sebagai gabenor. Ia menganugerahkan semua ini kepada orang itu sebagai
kurnia percuma. Kemudian ia menjadi teguh, bersih, berkecukupan dan
terahmati.
Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan dan dipilih-Nya.
Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang, kemurahan
dan pahala. Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tak pernah melihat,
yang telinga tak pernah mendengar, yang hati manusia tak tahu akan
hal-hal ghaib dari kerajaan lelangit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya,
akan kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan
diterimanya doa dan kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata
bijak bagi hatinya, yang menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan
semua ini Ia sempurnakan bagi orang ini kurnia-kurnia-Nya pada tubuhnya,
yang berupa makanan, minuman, pakaian, isteri yang halal, hal-hal lain
yang halal dan pemerhati terhadap hukum dan tindak pengabdian. Lalu,
Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya yang didekatkan
kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya
sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan percaya
bahawa hal itu kekal. Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu musibah,
aneka kesulitan hidup, milikan, isteri, anak, dan mencabut darinya segala
kurnia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia
terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya.
Bila ia melihat keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang
buruk baginya. Bila ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal
yang menyedihkannya. Jika ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan
kesulitannya, maka permohonannya itu tak diterima. Jika ia memohon janji
baik, ia tak segera mendapatkannya. Jika ia berjanji, ia tak tahu tentang
pemenuhannya. Bila ia bermimpi, ia tak bisa menafsirkannya dan tak tahu
tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali kepada manusia, ia tak
mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan baginya dan ia
bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan
orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya.
Bila ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada
keadaan sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikurniakan
pengabdian, ketercerahan dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang
dialaminya, permohonannya itu pun tak diterima.
Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna, maksud-maksud
serta kerinduan-kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala suatu
menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang
hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia
mendengar panggilan jiwa kepadanya:
"Hentamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan
minum." (QS 38:42)
Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu Allah mengalirkan
samudera kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya,
menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang
hakikat dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu
nikmat dalam segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya,
menyempurnakan baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan ruhaniah,
menyempurnakan lahiriahnya melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya,
menyempurnakan ruhaninya dengan kelembutan dan kurnia-Nya, dan membuat
keadaan ini berkesinambungan baginya, hingga ia menghadap-Nya. Kemudian
Ia memasukkannya ke dalam yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak
pernah mendengar dan yang tak pernah tersirat dalam hati manusia,
sebagaimana firman-Nya:
"Tiada jiwa yang tahu yang disembunyikan
bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang telah
mereka perbuat." (QS 32:17)
|
Risalah 42
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Keadaan ruhani manusia itu: bahagia dan duka. Bila duka, maka timbul kecemasan,
keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap perilaku buruk,
dosa kerana menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana
duniawi, dan akhirnya kekafiran. Bila bahagia, ia menjadi korban
kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun
menginginkan yang lainnya dan meremehkan kurnia yang dimilikinya; maka ia
tak menghargai kurnia-kurnia ini dan meminta kurnia yang lebih baik lagi,
sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak
berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan:
"Sesungguhnya siksaan paling pedih iaitu
bagi pengupayaan yang bukan bahagiannya."
Maka, bila ia dirundung kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya
kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala kurnia, dan tidak menghendaki
sesuatupun dari hal ini. Bila ia dikurniai kebahagiaan hidup, maka ia
kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap Tuhannya dan
tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan bencana,
yang korbannya adalah dia.
Maka segeralah ia menjadi lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka
musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas dosa-dosanya, agar ia
terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan dosa di
kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi
keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan.
Andai ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam
kepatuhan, bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal
itu lebih baik baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan
kian bahagia.
Nah, barangsiapa menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di
akhirat, maka ia harus senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari
mengeluh kepada orang, dan memperolehi kebutuhannya dari Tuhannya, Yang
Maha kuasa lagi Maha agung, dan membuatnya sebagai kewajiban untuk
mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya mengabdi
kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung. Ia, betapa pun, lebih baik
ketimbang seluruh makhluk-Nya.
Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi kurnia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat,
musibah dari-Nya menjadi ubat, janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya
merupakan kenyataan yang ada. Kata-Nya merupakan suatu kebajikan. Tentu,
firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan terhadapnya
"Jadi," maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak
dan tepat, kecuali bahawa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang
ketepatan-Nya dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka,
lebih baik dan layak bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi
kepada-Nya, iaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari
larangan-larangan-Nya, menerima ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian
makhluk - sebab hal ini merupakan sumber segala ketentuan, menguatnya
mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab dan masa
(kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya.
Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah
bin Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas.
Katanya:
"Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau berkata
kepadaku, "Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka
Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka
kau akan mendapati-Nya di depanmu.' "
Nah, jika kau memerlukan pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi
kering setelah menuliskan segala yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba
Allah berupaya keras memberimu sesuatu yang tak Allah tentukan bagimu,
maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika hamba-hamba Allah berupaya
keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya, maka mereka takkan
berhasil.
Nah, jika kau dapat bertindak berdasarkan perintah-perintah Allah dengan
sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak mampu melakukan yang
demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang tak kau sukai,
sembari mengingat bahawa di dalamnya banyak kebaikan. Ketahuilah, bahawa
pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keredhaan, dan dalam
kesulitan itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis
ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai pakaian lahiriah dan ruhaniah,
sebagai slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan
diamnya, agar selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan
kemuliaan darinya, dengan kasih-sayang Allah, Yang Maha mulia.
|
Risalah 43
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Barangsiapa meminta sesuatu dari manusia, bererti ia tak tahu akan Allah,
lemah iman, lemah pengetahuan tentang hakikat, dan tak sabar; sedang
barangsiapa tak meminta, bererti ia amat tahu akan Allah, Yang Maha kuasa
lagi Maha agung, kuat imannya, kian bertambah pengetahuan tentang-Nya dan
ketakwaan kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung.
|
Risalah 44
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Sesungguhnya doa orang yang berpengetahuan ruhani kepada Allah Yang Maha
kuasa lagi Maha agung, tak dikabulkan, dan setiap janji yang dibuat
kepadanya tak dipenuhi, agar ia tak hancur kerana keterlalu-optimisan.
Sebab setiap keadaan atau maqam ruhani mempunyai ketakutan dan harap.
Dengan demikian, orang yang berpengetahuan ruhani mengalami kedekatan
dengan-Nya, sehingga ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah. Maka
permohonan (sang pengabdi) agar doanya diterima dan janji kepadanya
dipenuhi, bertentangan dengan jalan dan keadaannya.
Ada dua sebab untuk ini. Pertama ia tak diatasi oleh harapan dan khayal
diri melalui rencana tinggi Allah, dan lupa akan kebaikannya dalam
penghampirannya kepada Allah, sehingga ia hancur. Kedua, hal itu sama
dengan menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sebab tak satu pun di dunia ini
sepenuhnya bebas dari dosa, kecuali para Nabi. Kerana inilah, Ia tak
selalu mengabulkan doanya dan tak memenuhi janji kepada sang pengabdi,
agar ia tak meminta sesuatu pun atas dorongan hawa nafsunya tanpa
mematuhi perintah-perintah-Nya, yang di dalamnya terletak kemungkinan
kesyirikan, dan dalam setiap keadaan, langkah dan maqam sang salik banyak
kemungkinan berbuat kesyirikan. Tetapi bila doanya selaras dengan
perintah, maka hal itu mendekatkan manusia kepada Allah, semisal salat,
puasa, kewajiban-kewajiban lainnya, sunnah serta kewajiban tambahan,
sebab dalam hal-hal ini ada kepatuhan kepada perintah.
|
Risalah 45
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Ketahuilah bahawa ada dua macam manusia. Yang pertama ialah manusia yang
dikurniai kebaikan-kebaikan duniawi. Yang kedua ialah manusia yang diuji
dengan ketentuan-Nya. Manusia yang mendapatkan kebaikan duniawi, tak
bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka dapatkan
itu.
Manusia semacam itu bermewah-mewah dengan kurnia duniawi ini. Bila
ketentuan Allah datang, yang menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah
yang berupa penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, sehingga ia hidup
sengsara, dan tampak seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun. Ia
lupa akan kesenangan dan kelazatannya. Dan jika kecerahan menimpanya,
maka seolah-olah ia tak pernah mengalami musibah. Sedang jika ia
mengalami musibah, maka seolah-olah tiada kebahagiaan. Semua ini
disebabkan oleh pengabdian terhadap Tuhannya.
Nah, jika ia telah tahu bahawa Tuhannya sepenuhnya bebas bertindak
sekehendak-Nya, mengubah, memaniskan, memahitkan, memuliakan,
menghinakan, menghidupkan, mematikan, memajukan dan memundurkan - jika ia
telah tahu semua ini, maka ia tak merasa bahagia di tengah-tengah
kebahagiaan duniawi dan tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan
duniawi dan tak merasa bangga kerananya, juga tak berputus asa akan
kebahagiaan di kala duka. Perilaku salahnya ini disebabkan juga oleh
ketaktahuannya akan dunia ini, yang sebenarnya tempat ujian, kepahitan,
kejahilan, kepedihan dan kegelapan. Jadi kehidupan duniawi itu bak pohon
gaharu, yang rasa pertamanya pahit, sedang rasa akhirnya manis seperti
madu, dan tiada seorang pun dapat merasakan manisnya, sebelum ia
merasakan pahitnya. Tak seorang pun dapat mengecap madunya, sebelum ia
tabah atas kepahitannya. Maka, barangsiapa tabah atas cubaan-cubaan
duniawi, maka ia berhak mengecap rahmat-Nya.
Tentu, seorang pekerja mesti diberi upah setelah keningnya berkeringat,
tubuh dan jiwanya letih. Maka, bila orang telah merasa semua kepahitan
ini, maka datang kepadanya makanan dan minuman lazat, pakaian yang bagus
dan kesenangan meski sedikit. Jadi, dunia adalah sesuatu, yang bahagian
pertamanya ialah kepahitan, bagai pucuk madu di sebuah bejana yang
berbaur dengan kepahitan, sehingga si pemakan tak mungkin mencapai dasar
bejana, dan yang dimakannya hanyalah madu murninya sampai ia mengecap
pucuknya.
Nah, bila hamba Allah telah berupaya keras menunaikan perintah Allah,
Yang Maha kuasa lagi Maha agung, menjauh dari larangan-Nya, dan pasrah
kepada-Nya, maka bila ia telah merasa kepahitannya, menahan bebannya,
berupaya melawan kehendaknya sendiri dan mencampakkan maksud-maksud
peribadinya, maka Allah mengurniainya, sebagai hasil dari ini, kehidupan
yang baik, kesenangan, kasih-sayang dan kemuliaan. Maka menjadilah Ia
walinya dan menyuapinya persis seperti seorang bayi yang disuapi, yang
tak berdaya, yang tak berupaya keras di dunia ini dan di akhirat, yang
juga seperti pemakan pucuk pahit madu yang mengecap dengan lahapnya
bahagian bawah isi bejana. Nah, patutlah bagi sang hamba yang telah
dikurniai oleh Allah, untuk tak merasa aman dari cubaan-Nya, untuk tak
merasa yakin akan kekekalannya, agar tak lupa bersyukur atasnya. Nabi
Suci saw. berkata:
"Kebahagiaan duniawi merupakan sesuatu yang
ganas; maka jinakkanlah ia dengan kesyukuran."
Jadi, mensyukuri rahmat bererti mengakui sang Pemberinya, Yang Maha
pemurah, iaitu Allah, senantiasa mengingatnya, tak mengklaim atas-Nya,
tak mengabaikan perintah-Nya, dan diiringi dengan penunaian kewajiban
terhadap-Nya, yakni mengeluarkan zakat, membersihkan diri, bersedekah,
berkorban sebagai nazar, meringankan beban penderitaan kaum lemah dan
membantu mereka yang memerlukan , yang mengalami kesulitan dan yang
keadaannya berubah dari baik menjadi buruk, iaitu, yang masa-masa bahagia
dan harapannya telah berubah menjadi kedukaan. Bersyukurnya anasir tubuh
atas rahmat berupa digunakannya anasir tubuh itu untuk menunaikan
perintah-perintah Allah dan mencegah diri dari hal-hal yang haram, dari
kekejian dan dosa.
Inilah cara melestarikan rahmat, mengairi tanamannya dan memacu tubuhnya
dedahanan dan dedaunannya; mempercantik buahnya, memaniskan rasanya,
memudahkan penelanannya, mengenakkan pemetikannya dan membuat rahmatnya
mewujud di seluruh organ tubuh lewat berbagai tindak kepatuhan
kepada-Nya, seperti lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan senantiasa
mengingat-Nya, yang kemudian memasukkan sang hamba, di akhirat, ke dalam
kasih-sayang-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, dan menganugerahinya
kehidupan abadi di taman-taman syurga bersama dengan para Nabi Suci,
shiddiq, syahid dan shalih - inilah suatu kebersamaan yang indah.
Namun, jika tak berlaku begini, mencintai keindahan lahiriah kehidupan
semacam itu, asyik menikmatinya dan puas dengan gemerlapnya
fatamorgananya, yang kesemuanya bagai embusan sepoi angin dingin di pagi
musim panas, dan bagai lembutnya kulit naga dan kalajengking; dan menjadi
lupa akan bisa mautnya dan tipuannya - kesemuanya ini akan
menghancurkannya - orang seperti itu mesti diberi khabar-khabar gembira
tentang penolakan, kehancuran yang segera, kehinaan di dunia ini dan
siksaan kelak dalam api neraka nan abadi.
Cubaan atas manusia - kadang berupa hukuman atas pelanggaran terhadap
hukum dan atas dosa yang telah diperbuatnya. Kadang berupa pembersihan
noda, dan kadang pula berupa pemuliaan maqam ruhani manusia, yang baginya
rahmat Tuhan semesta terkurniakan sebelumnya, yang melalukannya dari
bencana dengan kelembutan, sebab cubaan semacam itu tak dimaksudkan untuk
menghancurkan dan mencampakkannya ke dasar neraka, tapi, dengan begini,
Allah mengujinya untuk dipilih dan mewujudkan darinya hakikat iman,
mensucikannya dan bersih dari kesyirikan, kebanggaan diri, kemunafikan, dan
membuat kurnia cuma-cuma, sebagai pahala baginya, dari berbagai
pengetahuan, rahsia dan nur.
Nah, bila orang ini menjadi bersih ruhani dan jasmani, dan hatinya
menjadi suci, bererti Ia telah memilihnya di dunia ini dan di akhirat -
di dunia ini yakni melalui hatinya, sedang di akhirat yakni melalui
jasmaninya. Maka segala bencana menjadi pencuci noda kesyirikan dan
pemutus hubungan dengan manusia, sarana duniawi dan dambaan-dambaan, dan
menjadi pelebur kesombongan, ketamakan dan harapan akan imbalan syurga
atas penunaian perintah-perintah.
Cubaan yang berupa hukuman menunjukkan adanya kekurang sabaran atas
cubaan-cubaan ini, dengan mengaduh dan mengeluh kepada orang. Cubaan yang
berupa penyucian dan penyirnaan kelemahan menunjukkan maujudnya
kesabaran, ketak-mengeluhan kepada sahabat dan tetangga, penunaian
perintah-perintah, ketak engganan dan kepatuhan. Cubaan yang berupa
pemuliaan maqam menunjukkan adanya keredhaan, kedamaian dengan kehendak
Allah, Tuhan bumi dan langit, dan penafian diri sepenuhnya dalam cubaan
ini, hingga saat berlalunya.
|
Risalah 46
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Nabi Suci saw. bersabda dari Rabnya:
"Barangsiapa senantiasa mengingat-Ku dan tak sempat minta sesuatu
pun dari-Ku, maka akan Kuberikan kepadanya yang lebih baik daripada yang
Kuberikan kepada mereka yang meminta."
Hal ini dikeranakan bila Allah menghendaki seorang mukmin bagi
maksud-maksud-Nya sendiri, maka Ia melalukannya melalui aneka keadaan
ruhani, dan mengujinya dengan aneka upaya dan musibah. Lalu Ia membuatnya
sedih setelah senang, dan membuatnya hampir minta kepada orang, sedang
tiada jalan terbuka baginya; lalu menyelamatkannya dari meminta dan
membuatnya hampir meminjam kepada orang.
Lalu Ia menyelamatkannya dari meminjam, dan membuatnya bekerja mencari
nafkah dan memudahkan baginya. Maka hiduplah ia dengan perolehannya, dan
hal ini selaras dengan sunnah Nabi.
Tapi, kemudian, Ia membuatnya sulit mendapatkan rezeki dan
memerintahkannya, lewat ilham, untuk meminta kepada manusia. Inilah
sebuah perintah tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang yang
bersangkutan. Dan Ia membuat permintaan ini sebagai pengabdiannya dan
berdosa melecehkannya, sehingga keangkuhannya pupus, kediriannya hancur,
dan inilah pembinaan ruhani. Permintaannya kerana dipaksa oleh Allah,
bukan kerana kesyirikan. Lalu Ia menyelamatkannya dari keadaan begini,
dan memerintahkannya untuk meminjam kepada orang, dengan perintah yang
kuat yang tak mungkin lagi dielakkan, sebagaimana halnya dengan keadaan
meminta.
Lalu Ia mengubahnya dari keadaan ini, menjauhkannya dari orang dan hanya
bertumpu pada permintaannya kepada-Nya. Maka ia meminta kepada Allah
segala yang diperlukannya. Ia memberinya, dan tak memberinya jika ia tak
memintanya.
Lalu Ia mengubahnya dari meminta lewat lidah menjadi meminta lewat hati.
Maka ia meminta kepadanya segala yang dibutuhkannya, sehingga bila ia
memintanya dengan lidah, Ia tak memberinya, atau bila ia meminta kepada
orang, mereka juga tak memberinya.
Lalu Ia menafikannya dari dirinya dan dari meminta baik secara terbuka
mahupun tersembunyi. Maka Ia mengurniainya segala yang membuat orang
menjadi baik, - segala yang dimakan, diminum, dipakai dan keperluan hidup
tanpa upaya atau tanpa diduganya. Maka menjadilah Ia walinya, dan ini
sesuai dengan ayat: "Sesungguhnya waliku adalah Allah yang telah
menurunkan Al-Kitab dan Ia adalah wali para saleh." ("S 7:196)
Maka firman Allah yang diterima oleh Nabi saw. menjadi kenyataan, yakni,
"Barangsiapa tak sempat meminta sesuatu dari-Ku, maka Aku akan
memberinya lebih dari yang Kuberikan kepada mereka yang meminta,"
dan inilah keadaan fana dalam Tuhan, suatu keadaan yang dimiliki oleh para
wali dan badal. Pada peringkat ini, ia dikurniai daya cipta, dn segala
yang dibutuhkannya mewujud atas izin Allah, sebagaimana firman-Nya di
dalam Kitab-Nya: "Wahai anak Adam! Aku adalah Tuhan, tiada tuhan
selain-Ku; bila Kukatakan kepada sesuatu "jadilah", maka jadilah
ia. Patuhilah Aku, sehingga bila kau berkata kepada sesuatu
"jadilah", maka juga, jadilah sesuatu itu.
|
Risalah 47
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Seorang tua bertanya kepadaku dalam mimpiku: "Apa yang membuat
seorang hamba Allah dekat kepada Allah?"
Aku berkata: "Proses ini berawal dan
berakhir, awalnya iaitu kesalehan dan akhirnya iaitu keredhaan kepada
Allah dan kepasrahan diri sepenuhnya kepada-Nya."
|
Risalah 48
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Seorang mukmin, pertama-tama, menunaikan yang wajib. Bila ia telah
menunaikan yang wajib, maka ia menunaikan yang sunnah. Bila ia telah
menunaikan keduanya, maka ia menunaikan yang tambahan. Nah, bila
seseorang belum melaksanakan yang wajib, sedang ia melaksanakan yang
sunnah, maka hal itu merupakan kebodohan, takkan diterima dan ia akan
hina. Ia seperti orang yang diminta untuk mengabdi kepada raja, namun ia
tak mengabdi kepadanya, tapi ia mengabdi kepada hamba sang raja yang
berada di bawah kekuasaannya. Diriwayatkan oleh Ali, putera Abu Thalib
(as), bahawa Nabi Suci saw. berkata: "Ibarat tentang orang yang
menunaikan yang sunnah, padahal ia belum menunaikan yang wajib, ialah
seperti wanita hamil yang keguguran di kala akan melahirkan. Dengan
demikian, ia tak hamil lagi dan tak jadi menjadi ibu."
Begitu pula dengan orang yang beribadah, yang Allah tak menerima
penunaiannya akan yang sunnah, sebelum ia menunaikan yang wajib. Hal ini
juga seperti usahawan yang takkan mendapatkan keuntungan apa pun sebelum
ia mengelola modalnya. Begitu pula dengan orang yang menunaikan yang
sunnah, yang takkan diterima jerih payahnya itu, sebelum ia menunaikan
yang wajib. Begitu pula dengan orang yang mengabaikan yang sunnah, dan
menunaikan hal-hal yang tak ditentukan oleh aturan apa pun. Nah, di
antara kewajiban-kewajiban itu ialah penjauhan dari yang haram, dari
mengabaikan ketentuan-Nya, dari dari menimpali suara manusia, dari
mengikuti kehendak mereka, dari berpaling dari perintah Allah, dan dari
Ketakpatuhan kepada-Nya. Nabi saw. bersabda: "Tiada kepatuhan,
selagi masih berbuat dosa terhadap Allah."
|
Risalah 49
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Barangsiapa lebih menyukai tidur daripada salat malam, yang membawa ke
arah ketakwaan, bererti ia memilih sesuatu yang buruk, sesuatu yang
mematikannya dan membuatnya acuh tak acuh terhadap segala keadaan. Sebab,
tidur adalah saudara kematian. Kerananya, Allah tak tidur, sebab Ia
bersih dari segala kecacatan. Begitu pula dengan para malaikat, sebab
mereka senantiasa amat dekat dengan Allah Yang Maha kuasa lagi Maha
agung. Begitu pula dengan penghuni langit, sebab mereka sangat mulia dan
suci, sebab tidur akan menghancurkan keadaan hidup mereka. Jadi, kebaikan
terletak pada keberjagaan, sedang keburukan terletak pada ke-tidur-an dan
ketak acuhan terhadap upaya.
Nah, barangsiapa makan, minum dan tidur berlebihan, maka lenyaplah
kebaikan dari dirinya. Barangsiapa makan sedikit dari yang haram, maka ia
serupa dengan orang yang makan banyak dari yang halal. Sebab sesuatu yang
haram menggelapi iman. Bila iman gelap, maka doa, ibadah dan jihad tak
maujud. Barangsiapa makan banyak dari yang halal berdasarkan perintah
Allah, maka ia menjadi seperti orang yang makan sedikit dengan penuh
pengabdian. Jadi, sesuatu yang halal ialah cahaya yang ditambahkan pada
cahaya, sedang sesuatu yang haram ialah kegelapan yang ditambahkan pada
kegelapan, yang didalamnya tiada kebaikan; maka makan sesuatu yang halal
dengan berlebihan, tak merujuk kepada perintah, adalah seperti makan
sesuatu yang haram, dan hal itu menyebabkan tidur, yang di dalamnya tiada
kebaikan.
|
Risalah 50
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kau mungkin dekat kepada Allah atau jauh dari-Nya.
Jika kau jauh dari-Nya, kenapa berlengah diri, tak berupaya mendapatkan
rahmat, kemuliaanmu, keamanan dan kecukupan diri di dunia ini dan di
akhirat. Segeralah terbang kepada-Nya dengan dua sayap. Sayap pertama
berupa penolakan akan kesenangan, keinginan-keinginan tak halal; sayap
kedua berupa penanggungan kepedihan, hal-hal tak menyenangkan dan
menjauhkan diri dari keinginan duniawi dan ukhrawi, agar bisa menyatu
dengan-Nya dan dekat kepada-Nya. Maka kau perolehi segala yang diidamkan
dan diraih orang. Kau menjadi demikian terhormat dan mulia. Jika kau
termuliakan dengan kelembutan-Nya, menerima cinta-Nya, dan menerima kasih
sayang-Nya, maka tunjukkanlah perilaku terbaik dan jangan berbangga diri
dengan semua itu, agar kau tak lalai mengabdi, tak angkuh, tak lazim dan
tak tergesa-gesa. Allah berfirman:
"Sesungguhnya manusia itu amat lazim dan
bodoh." (QS. 33:72)
"Dan manusia itu bersifat
tergesa-gesa." (QS. 17:11)
Lindungilah hatimu dari kecondongan kepada orang dan keinginan-keinginan
yang telah kau campakkan, dari ketidak-sabaran, dari ketak-selarasan dan
dari ketak-redhaan kepada Allah di kala ditimpa musibah. Campakkanlah
dirimu ke hadapan-Nya dengan sikap seperti bola di kaki pemain polo yang
menggelekkannya dengan stiknya, bagai jasad mati di hadapan orang yang
memandikannya, dan bagai bayi di pangkuan ibu. Butalah terhadap segala
selain-Nya agar tak kau lihat sesuatu pun selain-Nya - tiada kemaujudan,
kemudharatan, manfaat, kurnia dan penahan kurnia. Anggaplah orang dan
sarana duniawi di kala menderita dan ditimpa musibah sebagai
cambuk-cambuk-Nya yang dengan keduanya Ia mencambukmu. Dan anggaplah
keduanya di kala suka sebagai tangan-Nya yang menyuapimu.
|
Risalah 51
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Orang saleh menerima pahala dua kali lipat. Pertama, kerana penolakannya
akan dunia, sehingga ia tak terpesona olehnya, bertentangan dengan
kedirian, dan memenuhi perintah Allah, sehingga ia terpilahkan darinya.
Bila ia menjadi musuh diri, maka ia menjadi pentahkik kebenaran, pilihan
Allah, badal dan arif (yang tahu kebenaran). Maka ia diperintahkan untuk
berhubungan dengan dunia, sebab kini dalam dirinya maujud sesuatu yang
tak dapat dibuang dan tak tercipta dalam orang lain. Setelah hal itu
tertulis, pena takdir menjadi kering, dan tentangnya Allah telah tahu
sebelumnya. Bila perintah telah dipenuhi, maka ia mengambil bahagian
duniawinya atau, dengan menerima ma'rifat, ia berhubungan dengan dunia
dengan berlaku sebagai wahana takdir dan tindakan-Nya, tanpa
keterlibatannya, tanpa keinginannya dan tanpa upayanya - ia diberi pahala
kerana hal ini untuk kedua kalinya, kerana ia melakukan semua ini demi
mematuhi perintah Allah.
Bila dikatakan - bagaimana mungkin kau menyatakan tentang pahala orang
yang telah berada pada maqam ruhani yang sangat tinggi dan yang,
menurutmu, telah menjadi badal dan arif, telah lepas dari orang,
kedirian, kesenangan, kehendak dan harapan akan pahala atas kebajikannya,
orang yang hanya melihat di dalam semua kepatuhan dan penyembahannya
kehendak Allah, kasih-Nya, rahmat-Nya, pemudahan-Nya dan pertolongan-Nya,
dan orang yang percaya bahawa ia hanyalah hamba hina Allah, tak berhak
menentang-Nya, dan melihat bahawa dirinya, gerak-geriknya dan
upaya-upayanya sebagai milik-Nya. Bisakah dikatakan, tentang orang
semacam itu bahawa ia diberi pahala, mengingat ia tak meminta upah atau
sesuatu yang lain sebagai balasan bagi tindakannya, dan tidak melihat
sesuatu tindakan sebagai berasal darinya, tapi memandang dirinya sebagai
orang yang hina dan miskin akan kebajikan? Jika dikatakan demikian, maka
jawabannya adalah: "Kamu telah berkata benar, tapi Allah
menganugerahkan rahmat-Nya baginya, membelainya dengan rahmat-Nya dan
membesarkannya dengan kasih, kelembutan dan kurnia-Nya; bila ia telah
menahan tangannya dari hal-hal, dari dirinya, dari meminta
kenikmatan-kenikmatan yang disisihkan bagi kehidupan dan dari menepis
kemudharatan yang timbul darinya, maka ia menjadi seperti bayi yang tak
berdaya dalam hal-hal dirinya, yang diasuh dengan kelembutan rahmat-Nya
dan rezeki dari-Nya lewat tangan kedua orang tuanya, yang menjadi
pembimbing dan penjaminnya."
Bila telah Dia jauhkan darinya segala ketertarikan dalam hal-halnya, maka
Ia membuat hati orang condong kepadanya dan melimpahkan kasih dan
sayang-Nya di hati orang, sehingga mereka lembut terhadapnya, condong
kepadanya dan memperlakukannya dengan baik. Dengan begini segala selain
Allah menjadi tak berdaya kecuali dengan kehendak-Nya dan, menimpali
rahmat-Nya, menghamba kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat untuk
menjaganya dari segala musibah. Nabi Saw, bersabda:
"Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang
telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi orang-orang
saleh."
|
Risalah 52
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Allah menguji sekelompok mukmin yang menjadi khalifah-khalifah-Nya dan
yang memiliki ilmu ruhani, agar mereka berdoa kepadanya, dan Dia senang
menerima doa-doa mereka. Bila mereka berdoa, Ia senang menerima doa
mereka, agar bisa Ia anugerahi kemurahan haknya, sebab ia memohon kepada
Allah Yang Maha perkasa lagi Maha agung di kala mereka berdoa untuk
menerima doa mereka, dan kadang-kadang tidak segera diterima, bukan
kerana ditolak. Maka sang hamba Allah mesti menunjukkan sikap baik di
kala ditimpa musibah, dan menelaah apakah ia telah mengabaikan perintah
atau melanggar hal-hal terlarang, secara nyata atau tersembunyi, atau
menyalahkan ketentuan-Nya, kerana lebih sering ia diuji sebagai hukuman
atas dosa-dosa semacam itu. Bila musibah berlalu, dia mesti selalu
berdoa, berendah diri, meminta maaf dan memohon kepada Allah, kerana
mungkin ujian itu dimaksudkan untuk membuatnya terus berdoa dan memohon;
dan ia tak boleh menyalahkan Allah kerana penundaan pengabulan doanya
sebagaimana telah kami bicarakan.
|
Risalah 53
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Mintalah kepada Allah keredhaan akan ketentuan-Nya, atau kemampuan
meluruh dalam kehendak-Nya. Sebab di dalam hal ini terletak kesenangan
dan keunikan besar di dunia ini, dan juga gerbang besar Allah dan sarana
untuk dicintai-Nya. Barangsiapa dicintai-Nya, maka Ia tak menyiksanya di
dunia ini dan di akhirat. Dalam dua kebajikan ini terletak hubungan
dengan Allah, kebersatuan dengan-Nya dan keintiman dengan-Nya. Jangan
bernafsu berupaya meraih kenikmatan hidup ini, kerana hal ini tak
dimaksudkan bagimu. Bila hal itu tak dimaksudkan, maka bodohlah bila
berupaya mendapatkannya, dan hal itu juga sangat dikutuk, sebagaimana
dikatakan: "Di antara siksa paling besar ialah berupaya meraih yang
tak ditentukan oleh-Nya."Dan bila hal itu dimaksudkan, hal itu hanyalah
kesetiaan yang dibolehkan dan tersendiri dalam pengabdian, cinta dan
kebenaran. Berupaya kerana meraih segala selain Allah Yang Maha Perkasa
lagi Maha agung adalah syirik. Orang yang berupaya mendapatkan kenikmatan
duniawi, tak tulus dalam cinta dan persahabatannya dengan Allah, siapa
pun yang menyekutukan-Nya, maka ia pendusta.
Begitu pula, orang yang mengharapkan balasan bagi tindakannya adalah tak
ikhlas. Keikhlasan ialah mengabdi kepada Allah hanya untuk memberi
Rabubiyyah, iaitu sifat Allah yang mengatur alam semesta, pembuluhnya.
Orang seperti itu mengabdi kepada-Nya kerana Ia adalah Tuhannya dan patut
diabdi, dan wajib baginya berbuat kebajikan dan patuh kepada-Nya,
mengingat bahawa ia sepenuhnya milik-Nya, begitu pula gerak-geriknya, dan
upayanya. Hamba dan segala miliknya milik Tuannya. Bukankah harus begitu?
Sebagaimana telah kami nyatakan, semua pengabdian merupakan rahmat Allah
dan kurnia-Nya atas hamba-Nya, kerana Dialah yang memberinya daya
bertindak dan daya mengatasinya.
Maka, senantiasa bersyukur kepada-Nya lebih baik daripada meminta balasan
dari-Nya atas kebajikannya. Kenapa kau berupaya keras meraih kenikmatan
duniawi, bila telah kau lihat sejumlah besar orang, bila kenikmatan
duniawi berlimpah tak berkeputusan, mereka kian sedih, cemas dan haus
akan hal-hal yang tak dimaksudkan bagi mereka? Bahagian duniawi mereka
nampak tempang, kecil dan menjijikkan,dan bahagian duniawi yang lain
nampak indah dan agung bagi hati dan mata mereka, dan mulailah mereka
berupaya meraihnya meski hal itu bukan hak mereka. Dengan begini,
kehidupan mereka berlalu dan daya mereka menjadi sirna, dan mereka
menjadi tua, kekayaan mereka menjadi habis, tubuh mereka menjadi renta,
kening mereka berkeringat, dan catatan kehidupan mereka menjadi gelap
oleh dosa-dosa mereka, upaya keras mereka dalam meraih hak orang lain,
dan oleh pengabaian mereka terhadap perintah-Nya. Mereka gagal
mendapatkannya, menjadi miskin dan merugi dalam kehidupan ini dan di
akhirat, kerana itu, mereka berupaya mendapatkan pertolongan-Nya untuk
mengabdi kepada-Nya. Mereka tak mendapatkan yang mereka upayakan, tapi
hanya membazirkan kehidupan duniawi dan akhirat mereka; merekalah
seburuk-buruk orang, sebodoh-bodoh orang, sekeji-keji orang dalam lahir
dan batin.
Mereka menjadi redha kepada takdir-Nya, puas dengan kurnia-Nya dan patuh
kepada-Nya. Bahagian duniawi mereka datang kepada mereka tanpa diupayakan
dan dicemaskan; mereka menjadi dekat dengan Allah yang Maha mulia, dan
menerima dari-Nya segala yang mereka dambakan. Semoga Allah menjadikan
kita orang-orang yang redha dengan ketentuan-Nya, yang meluruh dalam
kehendak-Nya dan yang mendapatkan kesihatan dan kekuatan ruhani untuk
melakukan yang dikehendaki-Nya.
|
Risalah 54
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya mengabaikan
dunia. Barangsiapa menghendaki Allah, maka wajib baginya mengabaikan
kehidupan akhirat. Ia harus mencampakkan kehidupan duniawinya demi
Tuhannya. Selama keinginan, kesenangan dan upaya duniawi dan di dalam
hatinya seperti makan, minum, berpakaian, menikah, tempat tinggal,
kenderaan, jabatan, ketinggian dalam pengetahuan tentang lima pilar
ibadah dan hadis dan penghafalan Al-Quran dengan segala bacaan, bahasa
dan retorikanya, begitu pula keinginan akan lenyapnya kemiskinan,
maujudnya kekayaan, berlalunya musibah, datangnya kesenangan, hilangnya
kesulitan dan datangnya kemudahan - jika keinginan semacam itu masih
bersemayam di dalam benak orang, maka itu tentu bukan seorang saleh,
kerana dalam segala hal ini ada kenikmatan bagi diri manusia dan
keselarasan dengan kehendak jasmani, kesenangan jiwa dan kecintaannya.
Hal-hal ini merupakan kehidupan duniawi, yang di dalamnya orang senang
kebaikan, dan dengannya orang mencuba mendapatkan kepuasan dan
ketentraman jiwa.
Orang harus berupaya meniadakan hal-hal ini dari hatinya, dan
mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan mensirnakannya dari
jiwa, dan berupaya bersenang dalam peluruhan dan kemiskinan, sehingga
tiada lagi di dalam hatinya kesenangan mengisap biji korma, sehingga
pematangannya dari kehidupan duniawi menjadi suci.
Bila ia telah menyempurnakannya, segala dukacita hatinya dan kecemasan
benaknya akan sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan, kehidupan yang
baik dan keintiman dengan Allah, sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw.:
"Mengabaikan dunia menimbulkan kebahagiaan hati dan jasmani."
Tapi selama masih ada di dalam hatinya
kesenangan kepada dunia ini, maka dukacita dan ketakutan tetap bersemayam
di dalam hatinya, dan kehinaan mengiringnya, begitu pula keterhijaban
dari Allah Yang Maha perkasa lagi Maha agung, oleh tabir tebal yang
berlipat-lipat. Semua ini tak beranjak, kecuali melalui kecintaan akan
dunia ini dan pemutusan darinya.
Ia harus mengabaikan kehidupan akhirat, agar tak menghendaki kedudukan
dan darjat tinggi, pembantu-pembantu cantik, rumah-rumah, kenderaan,
pakaian, hiasan, makanan, minuman, dan hal-hal lain sejenisnya, yang
disediakan oleh Allah Yang Maha besar bagi hamba-hamba beriman-Nya.
Maka janganlah cuba mendapatkan balasan, atas sesuatu tindakan, dari
Allah Yang Maha perkasa lagi Maha agung di dunia ini atau di akhirat.
Dengan demikian Allah akan memberi balasan sebagai rahmat dan
kemurahan-Nya. Maka Ia kan mendekatkan kepada-Nya dan melimpahkan
kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai kurnia dan
kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap para Nabi dan utusan-Nya,
terhadap kekasih-kekasih-Nya. Maka setiap hari, dalam hidupnya, urusannya
kian sempurna, dan di bawalah ia ke akhirat untuk mengecap yang tak
terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak
terpikirkan oleh manusia, yang sungguh tak dapat difahami dan tak dapat
dijelaskan.
|
Risalah 55
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kesenangan hidup dicampakkan tiga kali. Pada awalnya sang hamba Allah
berada dalam kegelapan, kejahilan dan kekacauan, bertindak berdasarkan
dorongan-dorongan alaminya dalam segala keadaan, tanpa sikap pengabdian
terhadap Tuhannya dan tanpa memerhatikan hukum agama. Dalam keadaan
begini, Allah memandangnya penuh kasih, maka dianugerahkan-Nya kepadanya
pengingat dari sesamanya, seorang hamba saleh-Nya. Dan kawan pengingat
ini juga terdapat dalam dirinya sendiri. Kedua pengingat ini jaya atas
dirinya, dan peringatan menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang
ada padanya, seperti memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya
terhadap kebenaran, sirna. Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam
segala gerak-gerinya.
Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim
di hadapan hukum-Nya, lepas dari alamnya, membuang hal-hal haram duniawi,
begitu pula hal-hal yang meragukan dan pertolongan orang. Maka ia
melakukan hal-hal yang halal dalam makan, minum, berpakaian, menikah,
bertempat tinggal dan lain-lain: dan semua ini sangat muhim bagi
kesihatan jasmani dan bagi mendapatkan kekuatan untuk mengabdi
kepada-Nya, agar ia bisa memperolehi bahagian dan orang tak bisa
melampauinya - takkan luput dari kehidupan duniawi ini sebelum meraih dan
menyempurnakannya. Maka ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam keadaan
hidupnya, sehingga hal ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan
menjadikannya pembukti kebenaran dan orang pilihan, yang memiliki
pernyataan yang kukuh, yang haus akan hakikat, iaitu Allah. Maka ia makan
dengan perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara Allah di dalam
dirinya berkata, "Campakkanlah dirimu dan campakkanlah kesenangan
dan ciptaan, jika kau menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu dunia
dan akhiratmu. Nafilah dari segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud
dan segala dambaan. Lepaslah dari segala suatu. Berbahagialah dengan
Allah, campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan dalam kehendak. Mendekatlah
kepada-Nya dengan hormat, dan jangan memandang kehidupan akhirat,
kehidupan duniawi, orang-orang dan kesenangan." Bila ia meraih maqam
ini, maka ia menerima pakaian kemuliaan dan aneka kurnia. Dikatakan
kepadanya, pakailah dirimu dengan rahmat dan kurnia, jangan berburuk-laku
menilai dan menampik keinginan-keinginan, kerana penolakan terhadap
kurnia raja sama dengan menekannya dan meremehkan kekuasaannya. Maka ia
terselimuti kurnia dan anugerah-Nya tanpa berupaya.
Sebelumnya ia terkuasai oleh keinginan-keinginan
dan dorongan-dorongan dirinya. Maka dikatakan kepadanya,
"Selimutilah dirimu dengan rahmat dan kurnia Allah." Maka
baginya empat keadaan, dalam meraih kenikmatan dan kurnia. Yang pertama ialah
dorongan alami, ini tak halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang ketiga adalah
perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan keinginan. Yang keempat ialah
kurnia Allah, ini adalah keadaan lenyapnya tujuan dan tercapainya
badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang berdiri di atas
ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tahu dan keadaan memiliki kesalehan,
dan tak seorang pun bisa disebut saleh, jika ia belum meraih maqam ini.
Hal ini sesuai dengan firman Allah: "Sesungguhnya Waliku adalah
Allah yang telah menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang saleh
(baik)."(QS. 12:196).
Menjadilah ia seorang hamba yang tertahan dari
menggunakan sesuatu, memanfaatkan diri dan dari menolak sesuatu yang
mudharat baginya. Ia menjadi seperti bayi di tangan perawat dan seperti
jasad mati yang sedang dimandikan orang. Maka Allah membesarkannya tanpa
kehendaknya dan tanpa upayanya, ia lepas dari segala hal ini, tak
berkeadaan atau bermaqam, tak berkehendak melainkan berada di atas
ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang
membuatnya kaya dan kadang membuatnya miskin. Ia tak punya pilihan, dan
tak menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia
menunjukkan keredhaan abadi. Inilah keadaan ruhani terakhir yang dicapai
oleh para badal dan wali.
|
Risalah 56
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bila hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan
kehendak akan dunia dan akhirat, maka ia tak menghendaki sesuatu pun
selain Allah yang Maha perkasa lagi Maha agung, dan segala suatu sirna
dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat
kepada-Nya dan menerima kurnia-Nya melalui rahmat-Nya. Dibukakan-Nya
baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup
pintu-pintu itu terhadapnya. Maka sang hamba memilih Allah Yang Maha
kuasa lagi Maha agung, berkehendak melalui kehendak-Nya, redha dengan
keredhaan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan tak melihat suatu kemaujudan
pun selain kemaujudan-Nya yang Maha kuasa lagi Maha agung. Maka Allah
menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan
sama hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, kerana keterpisahan lenyap
dengan lenyapnya kehendak, tujuan dan pengupayaan kenikmatan. Maka
keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Maha kuasa lagi Maha
agung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, kerana
hal ini ada pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini, janji Allah
Yang Maha kuasa lagi Maha agung terhadap orang semacam itu, dapat
digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya
sendiri untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu
yang lain. Begitu pula, Allah Yang Maha kuasa lagi Maha agung telah
menurunkan kepada Nabi Muhammad saw wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang
terbatalkan, sebagaimana firman-Nya: "Wahyu yang kami hapuskan atau
jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau
tahu bahawa Allah berkuasa atas segala-nya?"" (QS.2:106)
Ketika Nabi saw. lepas dari keinginan dan
kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan
oleh Allah di dalam Al-Quran Suci, sehubungan dengan tawanan perang
Badar, sebagai berikut: " Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia
ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat; dan Ia Maha kuasa lagi Maha
bijaksana. Andaikan bukan kerana hukum Allah yang telah berlaku,
sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau
lakukan."(QS.8:67-68)
Nabi saw adalah kekasih Allah, yang Ia
senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya
kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuan-Nya dan
senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya:
"Tidakkah kau tahu bahawa Allah Mahakuasa
atas segalanya?" (QS.2:106) Dengan kata lain, kamu berada di
samudera ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu,
kadang ke sini, kadang ke sana. Dengan demikian setelah wali ialah Nabi.
Tiada maqam setelah wali dan badal selain maqam Nabi.
|
Risalah 57
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Segala pengalaman spiritual merupakan pengekangan, sebab sang wali
diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu. Segala yang diperintahkan untuk
dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam ketentuan Allah merupakan kemudahan,
sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan diri dalam ketentuan-Nya.
Sang wali tak boleh bersitegang dalam masalah ketentuan-Nya. Ia harus
selaras dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada
dirinya, entah manis atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu
diperintahkan untuk menjaga pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak
Allah, yang merupakan ketentuan, tak terbatas.
Isyarat bahawa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya dan kemudahan
ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan setelah
diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya, sebab bila
ruhaninya hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah
Tuhan, maka ia dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan
dan menginginkan hal-hal yang menjadi haknya dan yang bisa ia peroleh
melalui permintaannya akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata
Allah, kedudukannya dan kurnia Allah Yang Maha perkasa lagi Maha agung,
dengan diterimanya doanya, menjadi kenyataan. Menggunakan lidah untuk
meminta kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar
dari segala pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas.
Bila ditolak bahawa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum ini
menyebabkan ateisme dan keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya:
"Abdilah Tuhanmu sampai kematian datang
kepadamu." (QS.15:99)
Jawabku ialah bahawa hal ini tak bererti begitu dan takkan begitu, tetapi
bahawa Allah amat pemurah dan wali-Nya amat dicintai-Nya, sehingga Dia
tak dapat mengizinkannya untuk menduduki suatu kedudukan hina di mata
hukum dan agama-Nya. Sebaliknya, Dia menyelamatkannya dari semua itu,
menjauhkannya dari semua itu, melindunginya dan menjaganya di dalam
batas-batas hukum. Maka ia terlindung dari dosa dan senantiasa berada di
dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari dirinya, sedang
ia tak sedar akan keadaan ini dikeranakan oleh kedekatannya kepada
Tuhannya. Allah berfirman:
"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya
kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari
hamba-hamba terpilih kami." (QS.12:24)
"Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau
tak berkuasa." (QS.15:42)
"Kecuali hamba-hamba Allah yang
dibersihkan." (QS.37:40)
Duhai orang yang malang! Orang semacam itu dijauhkan oleh Allah dan ia
adalah curahan-Nya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan
kasih-sayang-Nya. Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. Bagaimana bisa
kekejian mendekatinya. Semoga kekejian terhancurkan oleh daya dan
kelembutan sempurnanya! Semoga Dia melindungi kita dengan perlindungan
dan kasih-sayang sempurna sehingga kita senantiasa mampu menjauhkan diri
dari dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan
kurnia-kurnia sempurna-Nya melalui tindak kasih-sayang-Nya!
|
Risalah 58
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Butalah terhadap segala hal. Tutuplah matamu terhadap sesuatu pun dari
hal-hal itu. Bila kau lihat sesuatu pun dari hal-hal itu, maka kurnia dan
kedekatan Allah SWT akan tertutup bagimu. Oleh kerana itu, tutuplah
segala hal dengan kesedaranmu akan keesaan Allah dan dengan peniadaan
diri. Maka akan tampak oleh mata hatimu hal Allah SWT, dan kau akan
melihatnya dengan kedua mata hatimu ketika hal itu tersinari oleh nur
hatimu, nur imanmu dan nur keyakinan teguhmu. Pada saat itu cahaya
ruhanimu akan mewujud pada lahiriahmu bak cahaya sebuah lampu di malam
pekat yang mencuat melalui lubang-lubangnya sehingga sisi luar rumah
menjadi cerah oleh cahaya dari dalam. Maka diri dan anasir tubuh akan
merasa redha dengan janji Allah dan kurnia-Nya.
Maka dari itu, kasihanilah diri kita. Jangan berbuat aniaya terhadapnya.
Jangan campakkan ia di kegelapan ketak-acuhan dan kebodohanmu, agar ia
tak melihat ciptaan, daya, perolehan, sarana dan tak bertumpu pada
hal-hal itu. Sebab jika kau lakukan hal itu, maka segala hal akan
tertutup bagimu dan kurnia Allah akan tertutup pula bagimu lantaran
kesyirikanmu. Nah, bila telah kau sedari keesaan-Nya, telah kau lihat
kurnia-Nya, kau hanya berharap kepada-Nya dan telah kau butakan dirimu
terhadap segalanya selain-Nya, maka Dia akan membuatmu dekat dengan
Diri-Nya, akan mengasihimu, akan menjagamu, akan memberimu makanan,
minuman dan perawatan, akan membuatmu bahagia, akan menganugerahimu
kurnia-kurnia, akan menolongmu, akan menjadikan kau penguasa, akan
menafikanmu dari ciptaan serta dari dirimu sendiri, dan akan membuatmu
tiada, sehingga kau takkan melihat baik kemiskinanmu mahupun kekayaanmu.
|
Risalah 59
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jika kau ditimpa musibah, berupayalah bersabar - ini merupakan hal yang
rendah - dan bersabarlah, ini merupakan hal yang lebih tinggi dari yang
lain. Mintalah agar kau bisa redha dengan takdir-Nya, bersesuaianlah
dengan kehendak-Nya, dan akhirnya luruhlah di dalam kehendak-Nya; inilah
keadaan para badal dan ruhaniwan, orang yang tahu perihal Allah yang Maha
kuasa lagi Maha agung. Bila kau mendapat rahmat, bersyukurlah, baik
melalui lidah, hati mahupun anasir tubuh.
Bersyukurlah lidah berupa pengakuan bahawa rahmat berasal dari Allah dan
penghindaran dari menisbahkannya kepada orang lain, yang melalui
tangan-tangan mereka rahmat sampai. Sebab kau sendiri dan mereka hanyalah
sarana-sarana sampainya rahmat. Pemberi dan pencipta sejati rahmat iaitu
Allah, Yang Maha kuasa lagi maha agung. Maka Dia lebih patut disyukuri
daripada yang lain. Misal, orang tak memandang budak yang membawa sebuah
hadiah, sebagai pengirim hadiah itu, tetapi orang memandang pengirimnya
adalah tuannya. Allah berfirman tentang orang yang tak bersikap
selayaknya:
"Mereka mengetahui lahiriah kehidupan
duniawi, sedang mengenai akhirat, mereka sungguh lalai." (QS 30:7)
Barangsiapa memandang lahiriah dan penyebab, sedang pengetahuannya tak
melebihi ini, adalah jahil dan rosak fikiran. Istilah fikiran' digunakan
untuk orang yang memahami akhir sesuatu. Bersyukurnya hati terletak pada
keyakinan kukuh bahawa segala rahmat, kesenangan dan milikan yang kau
punyai, berasal dari Allah Yang Maha kuasa lagi Maha agung, bukan dari
selain-Nya. Dan rasa-syukurmu melalui lidah menyatakan isi hatimu, sebagaimana
firman-Nya:
"Dan apa pun nikmat yang ada padamu,
berasal dari Allah." (QS 16:53)
"Dan (Ia) telah menyempurnakan nikmat-Nya
padamu lahir dan batin." (QS 31:20)
"Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat
Allah, kamu takkan mampu menghinggakannya." (QS 14:34)
Nah, dengan semua pernyataan ini, maka tiada pemberi kurnia selain Allah.
Dan bersyukurnya anasir tubuh terletak pada penggunaan anasir tubuh untuk
mematuhi perintah-perintah-Nya guna menjauhi dari ciptaan-Nya. Maka
janganlah menimpali makhluk, sebab di situ terdapat penentangan terhadap
Allah; ciptaan termasuk dirimu sendiri, keinginanmu, maksudmu, kehendakmu
dan segalanya. Patuhlah kepada Allah sepatuh-patuhnya. Jika kau bertindak
lain, bererti kau menyimpang dari jalan lurus, menjadi aniaya, berperilaku
tanpa perintah Allah yang diturunkan bagi hamba-hamba beriman-Nya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan para saleh. Allah Yang Maha kuasa lagi
Maha agung berfirman:
"Barangsiapa tak menentukan dengan yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."
(QS 5:45)
Dengan begitu, kau menuju neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu.
Bila kau tak tahan demam, untuk satu jam, di dunia ini, maka bagaimana
kau bisa tahan, untuk selamanya, neraka bersama penghuni-penghuninya?
Menjauhlah, menjauhlah; segeralah, segeralah, berlindunglah kepada Allah.
Jagalah keadaan-keadaan di atas dengan segala kondisinya, sebab kau tak
bisa lepas dari keduanya sepanjang hayat --baik keadaan ditimpa musibah
mahupun keadaan bahagia. Bersabarlah dan bersyukurlah dalam kedua keadaan
itu, sesuai dengan yang telah kuterangkan kepadamu. Nah, jangan mengeluh,
bila ditimpa musibah, kepada sesamamu, jangan menunjukkan kegundahanmu
kepada siapa pun, jangan salahkan Tuhanmu di dalam benakmu, dan jangan
ragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya akan yang terbaik bagimu di dalam
kehidupanmu di dunia dan di akhirat. Dan jangan lari kepada orang guna
mendapatkan jalan keluar, sebab, dengan begitu, kau bererti
menyekutukan-Nya.
Tak satu pun berhak atas milikan-Nya, tak satu pun mampu memberikan
mudharat, manfaat, atau menjauhkan kesulitan, menyebabkan sakit dan
bencana, menyembuhkan dan memberi sesuatu kebaikan, kecuali Dia. Jangan
menjerat oleh ciptaan, baik secara lahiriah mahupun batiniah, sebab
mereka takkan menguntungkanmu. Bersabar dan redhalah selalu kepada Allah,
dan luruhlah ke dalam kehendak-Nya.
Jika rahmat tercabut darimu, maka wajib bagimu minta tolong kepada-Nya,
menunjukkan kerendah-dirian, mengakui dosa-dosamu, mengeluh kepada-Nya
akan kejahatan dirimu dan akan penjauhkanmu dari kebenaran,
mengesakan-Nya, mengakui rahmat-rahmat-Nya dan menyatakan keselarasanmu,
sampai berakhirnya musibah dan berganti dengan kurnia-Nya, kemudahan dan
kebahagiaan, sebagaimana hal itu terjadi pada diri Nabi Ayub; bak
berlalunya gelapnya malam dan datangnya cerahnya siang, dan berlalunya
dingin musim dingin, diganti sepoi musim semi dengan aroma harumnya.
Sebab bagi segalanya ada pertentangan dan akhir. Maka kesabaran adalah
kuncinya, awalnya, akhirnya dan jaminan kebahagiaannya. Inilah yang
terungkap dalam Sunnah Nabi saw. "Kesabaran adalah keseluruhan
iman."
Ambillah pelajaran dari yang telah kusebutkan kepadamu, jika Allah Yang
Maha mulia menghendaki, maka kau akan terbimbing.
|
Risalah 60
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Awal kehidupan ruhani berupa keterlepasan dari kedirian, keberadaan dalam
arena hukum, dan kembali kepada kedirian setelah mampu menjaga hukum.
Lepaslah dari kedirian, semisal makan, minum, berpakaian, menikah,
tempat-tinggal, dan kecenderungan-kecenderungan dan masuklah ke dalam
hukum. Ikutilah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, sebagaimana Allah
berfirman:
"Ambillah yang dibawa nabi kepadamu, dan
hindarilah yang dilarangnya."
"Katakanlah: jika kau mencintai Allah,
ikutilah aku, maka Allah akan mencintaimu." (QS.3:31)
Bila telah terlepas dari kedirian dan ketakpatuhan, baik lahiriah mahupun
batiniah, maka yang ada padamu hanyalah keesaan Allah, dan yang ada pada
lahiriahmu hanyalah kepatuhan dan pengabdian kepada Allah. Hal ini kemudian
menjadi sikap, pakaian, gerak dan diammu, di kala malam, siang, dalam
perjalanan, di rumah, dalam kesulitan, dalam kemudahan, dan dalam segala
keadaan. Maka dibawalah kau ke lembah-Nya, dan dikendalikan oleh-Nya.
Berlepaslah dari segala upaya, perjuangan dan dayamu, maka dibawa
kepadamu yang pena tak kuasa menuliskannya, dan kamu menjadi begini,
terlindung dan terselamatkan di tengah-tengahnya. Hukum terlestarikan
padanya, kesesuaian dengan kehendak-Nya diperoleh di dalamnya, dan hukum
takkan dilanggar. Allah berfirman:
"Sesungguhnya, telah Kami turunkan
pengingat, dan sesungguhnya Kami yang menjaga." (QS.15:90)
"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya
kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan
Kami." (QS.12:24)
Maka perlindungan Allah menyertaimu, hingga kau menghadap-Nya dengan
kasih-Nya.
|
Risalah 61
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Setiap mukmin ragu dan waspada di kala menerima sesuatu, hingga hukum
membolehkannya, sebagaimana Nabi Suci bersabda:
"Sesungguhnya, si mukmin itu waspada,
sedang si munafik menyambar (segala yang datang kepadanya)."
"Seorang mukmin ragu-ragu, campakkanlah
segala penyebab keragu-raguan, dan ambillah segala yang tak menimbulkan
keragu-raguan."
Seorang mukmin ragu-ragu terhadap segala makanan, minuman, pakaian,
perkahwinan dan segala hal, sebelum dikukuhkan oleh hukum, bila ia saleh;
dikukuhkan oleh perintah batin, bila ia seorang wali; dikukuhkan oleh
ma'rifat, bila ia seorang badal dan ghauts; dikukuhkan oleh tindakan-Nya,
bila ia dalam keadaan fana.
Lalu datanglah keadaan, yang di dalamnya didapat segala yang datang
kepada orang, perintah batin atau ma'rifat; tapi bila hal-hal ini
bertentangan dengan keadaan sebelumnya, yang di dalamnya berkuasa
keragu-raguan dan pemudahan, sedang pada keadaan kedua, berkuasa
penerimaan dan penggunaan hal-hal yang dibutuhkan.
Datanglah keadaan ketiga, yang di dalamnya penerimaan dan penggunaan
hal-hal yang diperlukan menjadi rahmat. Inilah hakikat ka-fana-an. Pada
keadaan ini, sang mukmin menjadi kebal terhadap segala bencana dan
pelanggaran hukum, dan segala kejahatan terjauhkan darinya, sebagaimana
Allah yang Maha mulia berfirman: "Demikianlah, agar Kami palingkan
darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba pilihan
Kami." (QS.12:24)
Maka sang hamba menjadi terlindung dari segala pelanggaran hukum. Segala
yang datang kepadanya telah terbersihkan dari segala kesulitan di dunia
dan akhirat, dan demikian selaras dengan kehendak dan redha-Nya. Tiada
keadaan melebihi ini. Inilah tujuannya. Inilah yang dimaksudkan bagi
kepala-kepala para wali besar, yang tersucikan, yang memiliki hikmah -
orang yang telah mencapai ambang pintu kenabian.
|
Risalah 62
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Sungguh aneh, kenapa sering berkata, si fulan dekat kepada Allah, si
fulan teranugerahi, si fulan menjadi kaya, si fulan menjadi miskin, si
fulan senantiasa sihat, si fulan sakit, si fulan mulia, si fulan hina, si
fulan terpuji, si fulan tercela, si fulan terpercaya dan si fulan tak
bisa dipercaya! Tidakkah kau tahu, bahawa Dia Esa, yang mencintai
keesaan, dan mencintai yang hanya mencintai-Nya? Jika Dia mendekatkanmu
kepada-Nya melalui selain Diri-Nya, cintamu kepada-Nya menjadi tak benar
dan sia-sia. Akibatnya, cinta kepada-Nya melalui di dalam hatimu menjadi
rusak. Maka Dia menahan tangan orang lain dari membantumu, dan lidah
mereka dari memujimu, dan kaki mereka dari mengunjungimu, agar mereka tak
memalingkanmu dari-Nya. Sudah dengarkah kamu sabda Nabi Suci saw?
Hati mencintai yang berbuat kebaikan, dan benci kepada yang berbuat
keburukan.
Maka Dia tahan orang dari berbuat kebaikan kepadamu, hingga kau sedari
keesaan-Nya, mencintai-Nya dan sepenuhnya menjadi milik-Nya, sehingga kau
tak melihat kebaikan, kecuali yang berasal dari-Nya, kau lepas dari
ciptaan, kedirian dan dari segala selain Allah.
Melimpahlah kurnia dan pujian kepadamu, hingga kau termuliakan di dunia
dan di akhirat.
Janganlah berburuk-laku: Lihatlah yang melihatmu, perhatikan yang
memerhatikanmu, cintailah yang mencintaimu, hulurkanlah tanganmu kepada
yang menjagamu dari kejatuhan, yang mengeluarkanmu dari kegelapan
kejahilanmu, yang menyelamatkanmu dari kehancuran, yang mensucikanmu dari
noda dan kekejian, yang akan melepaskanmu dari kebusukan iri, dari
kedirian, dan teman-teman sesatmu, dari penggalang jalan menuju Allah,
dan dari segala yang hina dan mempesona.
Berapa lama kau 'kan jijik dengan haiwanimu, ciptaan, ketakpatuhan,
dunia, kehidupan setelah mati, dan segala selain Allah; Kenapa kau begitu
jauh dari sang Pencipta segalanya, yang telah memaujudkan segalanya, yang
awal dan yang akhir, tempat, kembali, yang milik-Nyalah hati dan
kesenangan jiwa, yang memberi kurnia?
|
Risalah 63
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kuberkata dalam mimpi: "Wahai yang menyekutukan Tuhan di dalam benak
dengan diri sendiri, dalam sikap lahiriah dengan ciptaan-Nya, dan dalam
tindakan dengan kedirian!" Bertanyalah seorang di sampingku,
"Pernyataan apakah ini?" "Itulah suatu pengetahuan ruhani,"
jawabku.
|
Risalah 64
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Suatu hari, suatu masalah mengusik benakku Jiwaku tertekan. Kuberkata:
"Aku menginginkan kematian, yang di dalamnya tiada kehidupan, dan
kehidupan, yang di dalamnya tiada kematian."
Aku ditanya, kematian apakah yang di dalamnya tiada kehidupan, dan
kehidupan apakah yang didalamnya tiada kematian yang tiada memiliki
kehidupan ialah kematianku dari sesamaku, sehingga aku tak melihat
manfaat dan mudharat mereka, dan kematianku dari diriku, dari
keinginanku, dari tujuanku di dalam kehidupan duniawi dan kehidupan
setelah matiku, sehingga aku tak berada di dalam kehidupan setelah
matiku, sehingga aku tak berada di dalam ini semua. Kehidupan yang tak
memiliki kematian ialah kehidupanku dengan kehendak-Nya, sehingga aku tak
maujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya ialah kemaujudanku
dengan-Nya.
Kerana aku telah mengerti, maka hal ini telah menjadi tujuan paling
muliaku.
|
Risalah 65
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kenapa marah kepada Tuhan, kerana doa-doa belum diterima? Kau bilang
bahawa tak boleh meminta kepada orang, dan diperintahkan meminta
kepada-Nya, tapi permohonanmu kepada-Nya tak dikabulkan-Nya. Jawabku:
Bebas atau terikatkah engkau? Jika kau berkata bahawa kau seorang bebas,
bererti kau tidak beriman. Jika kau bilang bahawa kau seorang budak,
kubertanya, salahkah Tuhan menunda penerimaan doamu. Ragukah kau akan
kearifan dan kasih-Nya kepadamu dan kepada seluruh ciptaan, dan akan
pengetahuan-Nya tentang segala hal mereka? Kau salahkankah Dia? Jika kau
tak menyalahkan-Nya dan menerima kearifan-Nya dalam menangguhkan
penerimaan doamu, maka wajib bagimu bersyukur kepada-Nya, sebab Ia telah
memilihkan yang terbaik bagimu. Jika kau salahkan Dia, bererti kau tak beriman,
sebab kau menisbahkan kepada-Nya ketak-adilan, dan mustahil Dia tak adil.
Ingat, Dia adalah Pemilikmu, Pemilik segalanya. Sang pemilik berkuasa
penuh atas milik-Nya. Maka "Ketak-adilan" tak layak bagi-Nya.
Sebab ketak-adilan ialah keikut-campuran dalam milikan orang lain, tanpa
seizin pemiliknya.
Nah, jangan kesal terhadap-Nya, kerana kehendak-Nya yang mewujud
melaluimu meski tak kau sukai dan, secara lahiriah, merugikanmu, maka
wajib bagimu bersyukur, bersabar, redha kepada-Nya, dan mencampakkan kekesalan
dan ketak-patuhan benak dan kedirianmu - hal-hal yang akan menyesatkanmu
dari jalan Allah. Wajib pula bagimu senantiasa berdoa, berbaik sangka
terhadap-Nya, menanti saat-saat yang baik, yakin akan janji-Nya,
menunjukkan sikap baik terhadap-Nya, bersesuaian dengan perintah-Nya,
senantiasa mengesakan-Nya, segera melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauh dari melakukan hal-hal yang dilarang-Nya.
Dan, salahkan dirimu sendiri, yang berbuat kekejian dan ketak-patuhan
terhadap-Nya, hal ini lebih baik. Nisbahkanlah ketak-adilan kepada dirimu
sendiri, hal ini lebih layak. Waspadalah akan keserasian dengan diri,
sebab hal ini adalah musuh Allah dan kawan musuhmu, yakni si Iblis nan
terlaknat.
Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah. Waspadalah, waspadalah.
Kutuklah dirimu sendiri, nisbahkanlah ketak-adilan kepadanya, bacakanlah
kepadanya firman Allah:
"Adakah Allah menyiksamu, jika kamu
bersyukur lagi beriman?" (QS.4:147)
"Ini dikeranakan perbuatan-perbuatanmu sebelumnya, sesungguhnya
Allah adil terhadap hamba-hamba-Nya." (QS.3:181)
"Sesungguhnya Allah tak menzalimi, tapi merekalah yang menzalimi
diri mereka sendiri." (QS.10:44)
Bacakanlah bagi dirimu kata-kata ini, ayat-ayat lain Al-Quran dan
sabda-sabda Nabi. Berperanglah melawan dirimu demi Allah. Jadilah
komandan pasukan-Nya, sebab kedirianmu adalah musuh terbesar di antara
musuh-musuh terbesar Allah.
|
Risalah 66
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Jangan berkata: "Aku tak mahu memohon sesuatu kepada Allah, sebab
bila yang kumohon itu telah ditentukan bagiku, tentu akan datang
kepadaku, entah diminta atau tidak. Bila hal itu bukan bahagianku, Dia
takkan memberikannya kepadaku, walau kuminta." Jangan. Mintalah
kepada-Nya segala yang kau inginkan, asalkan yang kau minta itu tak
terlarang dan tak merosak, sebab Allah telah memerintahkan kita untuk
memohon kepada-Nya. Dia berfirman:
"Mintalah kepada-Ku, nescaya akan
Kukabulkan permintaanmu." (QS.40:60)
"Mintalah Kepada-Nya kurnia-Nya." (QS.4:32)
Nabi bersabda:
"Mintalah kepada Allah dengan penuh
keyakinan bahawa doamu diterima."
"Berdoalah kepada Allah dengan kedua tapak
tanganmu."
Masih banyak sabda Nabi seperti ini. Jangan berkata: "Sesungguhnya
aku telah memohon kepada-Nya, tapi Ia tak mengabulkannya, maka kutakkan
lagi memohon sesuatu pun kepada-Nya." Berdoalah selalu kepada-Nya.
Jika sesuatu telah ditentukan bagimu, Dia anugerahkan sesuatu itu
kepadamu, setelah kau minta. Maka hal itu akan menambah keimananmu akan
keesaan-Nya, akan menolongmu menjauh dari meminta kepada orang, kepada
ciptaan, dan dari berpaling kepada-Nya dalam segala keadaan, dan
menolongmu meyakini bahawa segala kebutuhanmu terpenuhi oleh-Nya.
Jika sesuatu tak ditentukan bagimu, Dia mencukupimu dan membuatmu redha
kepada-Nya, meski kau miskin dan sakit, Dia membuatmu senang dengan
kesulitan yang menimpamu itu. Bila berhutang, Dia buat hati si pemberi
hutang tersebut lembut terhadapmu, hingga kau lunasi hutang itu. Bila
permohonanmu tak dikabulkan di dunia ini, Dia akan memberimu di akhirat.
Dia takkan mengecewakan pendoa kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat.
Nabi bersabda bahawa si mukmin akan melihat pada catatan amalnya, pada
Hari Pengadilan, amal-amal yang tak dilakukannya. "Tahukah kamu
amal-amal itu?" "Aku tak tahu," jawab si mukmin. Maka
dikatakan kepadanya: "Sesungguhnya, amal-amal itu adalah balasan
bagi permohonanmu di dunia, sebab dalam berdoa kepada Allah Maha kuasa
lagi Maha agung, kau senantiasa mengingat-Nya, mengEsakan-Nya,
menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbuat kebajikan kepada sesamamu,
tak menisbahkan daya kepada diri sendiri dan tak pongah. Semua ini
menjadi amal-amal saleh, untuk itulah ada balasannya dari Allah Yang Maha
kuasa lagi Maha agung."
|
Risalah 67
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bila kau bertanya melawan dan berhasil mengatasi diri, maka Allah
membangkitkannya kembali, dan ia menuntut darimu pemuasan keinginan, baik
yang diharamkan mahupun yang dihalalkan, hingga kau berupaya lagi
mengatasi diri, sampai pahala tertulis bagimu begitu kau berupaya
kembali. Inilah makna sabda Nabi saw:
"Kita telah kembali dari jihad kecil, dan
menuju jihad besar."
Ia berkata bahawa kembali berupaya mengatasi diri senantiasa terjadi. Dan
inilah makna firman Allah:
"Mengabdilah kepada Tuhanmu, hingga
kepastian (kematian) datang kepadamu." (QS.15:99)
Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini
bertentangan dengan diri. Sebab semua pengabdian ditolak oleh diri yang
menginginkan sebaliknya, hingga datang kepastian (kematian). Bila
ditanya: "Bagaimana mungkin diri Nabi menolak pengabdian, padahal ia
tak punya kedirian?" Allah berfirman: "Ia tak berbicara dengan
kehendaknya sendiri, tapi dengan wahyu." (QS.53:84)
Ia mengalamatkan kepada nabi-Nya kata-kata ini, untuk mengukuhkan hal
ini, dan berlaku pula bagi pengikut-pengikutnya, hingga hari Kiamat. Dia
menganugerahi nabi-Nya daya mengatasi diri, hingga hal ini tak
merugikannya, tak pula mendorongnya berupaya mengatasi diri. Inilah
pembeza antara dia dan pengikut-pengikutnya. Bila seorang mukmin teguh
dalam upaya spiritual, hingga datang kematian, dan menemui Tuhannya,
dengan pedang terhunus berlumuran darah kedirian, maka Ia memberinya
Syurga yang dijaminkan-Nya baginya, dengan firman-Nya:
"Bagi yang takwa kepada Tuhannya, dan
mencegah diri dari hawa nafsunya, maka Syurgalah tempat tinggalnya."
(QS.79:41)
Nah, bila Dia telah memasukkannya ke dalam syurga, maka Ia menjadikan
syurga itu tempat tinggal, tempat beristirehat dan tempat kembalinya,
yang membuatnya aman dari pemalingan kepada duniawi; dan Ia senantiasa
melimpahkan baginya, dari hari ke hari dan dari jam ke jam, rezeki dan
akan mengurniainya segala macam pakaian dan hiasan yang abadi,
sebagaimana Ia memperbaharui, di dalam dunia ini setiap hari setiap jam
dan setiap detik, perjuangan melawan kedirian.
Sedang orang kafir, orang munafik dan pendosa, bila mereka telah berhenti
berjuang melawan kedirian mereka di dunia ini, kemudian mengikuti,
bersekutu dengan setan dan berbaur dengan aneka macam kekafiran,
kemusyrikan dan hal-hal seperti itu sampai kematian datang kepada mereka,
sebelum mereka menjalankan Islam dan bertaubat, maka Allah memasukkan
mereka ke dalam neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir,
sebagaimana firman-Nya:
"Peliharalah dirimu dari neraka, yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir."
(QS.2:24)
Setelah Dia memasukkan mereka ke dalamnya dan menjadikannya tempat
kembali dan tempat berteduh mereka, maka neraka itu membakar kulit dan
daging mereka, dan Ia mengganti kulit dan daging mereka dengan yang baru,
sesuai dengan firman-Nya:
"Setiap kali kulit mereka hangus, kami
ganti kulit mereka dengan kulit mereka dengan kulit yang lain."
(QS.4:56)
Ia, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, senantiasa memperlakukan mereka
demikian, disebabkan oleh penyekutuan mereka dengan kedirian mereka
sendiri, di dunia ini, dalam berbuat dosa. Penghuni-penghuni neraka
senantiasa berganti kulit dan daging, agar mereka tersiksa dan kesakitan.
Sedang penghuni syurga senantiasa dilimpahi rezeki, agar mereka
senantiasa bersyukur. Hal ini dikeranakan perjuangan mereka melawan
kedirian mereka sendiri demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah dalam
kehidupan di dunia ini, dan inilah yang dimaksud dalam sabda Nabi saw:
"Dunia ini adalah tanah garapan bagi akhirat."
|
Risalah 68
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bila Allah mengabulkan dia hamba-Nya dan memberinya yang dimintanya,
maksud-Nya sendiri, dengan demikian, tak terpatahkan dan telah
diketahui-Nya sebelumnya. Tapi, doa itu sesuai dengan kehendak Allah dan
terjadi pada saat yang telah ditentukan-Nya. Nah, diterimanya dia dan
dipenuhinya kebutuhan, terjadi pada saat yang telah ditentukan, dan
sesuai dengan rencana-Nya sebelumnya pada awal masa, dan yang bakal
dipenuhi pada saat yang telah ditentukan. Inilah yang telah dikatakan
oleh seorang alim dalam menerangkan firman-Nya:
"Setiap saat, Dia dalam kesibukan."
(QS.55:29)
Ini bererti bahawa Allah mengurniakan pada saat-saat yang telah
ditentukan. Dengan demikian, Allah tak memberi seseorang sesuatu di dunia
ini kerana semata-mata, begitu pula Ia tak menjauhkan sesuatu darinya
hanya kerana doanya, dan dikatakan, Nabi saw bersabda bahawa takdir tak
bisa dihindari kecuali dengan doa tertentu. Juga tak seorang pun masuk
syurga melalui kasih-sayang Allah, dan hamba-hamba Allah akan diberi
kedudukan di syurga sesuai dengan amal-amal mereka. Aisyah r.a berkata
bahawa ia bertanya kepada Nabi saw: "Akankah seseorang masuk syurga
hanya kerana amal-amalnya? Tidak, tetapi dengan kasih-sayang Allah,"
jawab Nabi, sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya.
Ia melakukan hal ini untuk menunjukkan bahawa tak seorang pun berhak
menentang Allah. Juga Ia tak wajib memenuhi janji. Tapi Ia berbuat
sekehendak-Nya, menyiksa yang dikehendaki-Nya, mengampuni yang
dikehendaki-Nya, mengasihi yang dikehendaki-Nya dan mengurniakan nikmat
bagi yang dikehendaki-Nya, dan Ia Maha kuasa atas segalanya. Ia tak
ditanya tentang yang dilakukan-Nya, sedang hamba-hamba-Nya akan ditanya.
Ia memberikan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dengan kurnia dan
kasih-Nya, dan menahan kurnia-kurnia-Nya dari yang dikehendaki-Nya.
Begitulah adanya, kerana ciptaan, sejak dari arasy-Nya hingga dasar bumi
di lapisan ketujuh bawah langit ini, adalah milik-Nya dan ciptaan-Nya.
Pencipta mereka adalah Allah, dan pemilik mereka adalah Allah, dan Allah
berfirman:
"Adakah pencipta selain-Nya?"
(QS.35:3). "Adakah Tuhan selain Allah?" (QS.27:63). "Dan
tahukah kau, adakah yang menyamai-Nya?" (QS.29:65)
"Katakanlah: "Ya Allah! Pemilik kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari
yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan yang Engkau kehendaki. Di
tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala
suatu." (QS.3:26)
|
Risalah 69
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bagaimana baik bagimu berbangga akan kebajikanmu, padahal kau mengatakan
bahawa hal ini berasal dari kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah,
melalui pertolongan, daya, kehendak dan kurnia-kurnia-Nya? Begitu pula
dengan pencampakan dosa, hal ini dikeranakan oleh perlindungan dan
pertolongan dari-Nya. Bagaimana kau bisa tak bersyukur atas hal itu dan
tak mengakui semua rahmat ini yang berasal dari-Nya? Kenapa semangat
ketakpatuhan dan ketakacuhan ini, iaitu perasaan banggamu akan keberanian
yang adalah milik orang lain? Bila kau tak dapat membunuh musuhmu tanpa
bantuan beberapa orang yang gagah-berani, yang menyerang musuhmu, sedang
kau hanya menimbrunginya, maka kau akan terbunuh bukannya musuhmu; juga
kau takkan bermurah bila tak ada yang patut diberi kemurahan - jika
demikian, kenapa kau bangga akan kebajikanmu?
Jalan terbaik bagimu ialah bersyukur dan memuji sang penolong, senantiasa
memuji-Nya, dan menisbahkan segala pencapaianmu kepada-Nya dalam segala
keadaan kehidupanmu. Jika tidak, hal itu akan menjadi keburukan dan dosa.
Bila demikian, maka kau harus menisbahkan keburukan dan dosa kepada
dirimu sendiri. Kau harus menisbahkan kepada dirimu sendiri kezaliman,
perilaku buruk dan kesalahan untuk hal-hal ini daripada orang lain, sebab
dirimu adalah tempat keburukan dan ia memerintahkan segala keburukan dan
ketakbergunaan. Jika Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha agung, adalah
pencipta kebajikan dan upayamu, maka kau adalah pembuat upaya, sedang Dia
adalah Penciptanya. Inilah yang dimaksudkan oleh perkataan orang-orang
yang memperolehi ma'rifah: "Tindakan akan datang, sedang kau tak
dapat mengelakkannya."
Nabi saw. bersabda:
"Berbuat baiklah, mendekatlah kepada Allah,
dan luruskanlah dirimu, sebab bagi semua orang ada kemudahan."
|
Risalah 70
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bagaimana baik bagimu berbangga akan kebajikanmu, padahal kau mengatakan
bahawa hal ini berasal dari kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah,
melalui pertolongan, daya, kehendak dan kurnia-kurnia-Nya? Begitu pula
dengan pencampakan dosa, hal ini dikeranakan oleh perlindungan dan
pertolongan dari-Nya. Bagaimana kau bisa tak bersyukur atas hal itu dan
tak mengakui semua rahmat ini yang berasal dari-Nya? Kenapa semangat
ketakpatuhan dan ketakacuhan ini, iaitu perasaan banggamu akan keberanian
yang adalah milik orang lain? Bila kau tak dapat membunuh musuhmu tanpa
bantuan beberapa orang yang gagah-berani, yang menyerang musuhmu, sedang
kau hanya menimbrunginya, maka kau akan terbunuh bukannya musuhmu; juga
kau takkan bermurah bila tak ada yang patut diberi kemurahan - jika
demikian, kenapa kau bangga akan kebajikanmu?
Jalan terbaik bagimu ialah bersyukur dan memuji sang penolong, senantiasa
memuji-Nya, dan menisbahkan segala pencapaianmu kepada-Nya dalam segala
keadaan kehidupanmu. Jika tidak, hal itu akan menjadi keburukan dan dosa.
Bila demikian, maka kau harus menisbahkan keburukan dan dosa kepada
dirimu sendiri. Kau harus menisbahkan kepada dirimu sendiri kezaliman,
perilaku buruk dan kesalahan untuk hal-hal ini daripada orang lain, sebab
dirimu adalah tempat keburukan dan ia memerintahkan segala keburukan dan
ketak-bergunaan. Jika Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha agung, adalah
pencipta kebajikan dan upayamu, maka kau adalah pembuat upaya, sedang Dia
adalah Penciptanya. Inilah yang dimaksudkan oleh perkataan orang-orang
yang memperolehi ma'rifah: "Tindakan akan datang, sedang kau tak
dapat mengelakannya."
Nabi saw. bersabda:
"Berbuat baiklah, mendekatlah kepada Allah,
dan luruskanlah dirimu, sebab bagi semua orang ada kemudahan."
|
Risalah 71
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kau tentu berada dalam salah satu dari kedua hal ini: pengupaya atau yang
diupayakan. Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggung
beban yang memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini dikeranakan kau
adalah seorang pengupaya. Seorang pengupaya mesti bekerja keras dan
disalahkan, hingga ia memperolehi yang dikehendakinya. Tak patut bagimu
mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna.
Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian,
kehinaan, rasa sakit, derita dan kertergantungan kepada orang. Maka kau
akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah.
Namun, bila kau adalah yang diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia
menimpakan musibah atasmu. Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di
hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi.
Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal. Sukakah
kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila pakaian
kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti pakaian kemuliaan, nur dan rahmat
mereka? Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, tapi Allah SWT tak
menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman:
"Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui."
(QS.2:232)
Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah,
lebih baik dan lebih mulia, sedang kau menampiknya,
Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang
kau berkata bahawa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan
Allah adalah orang yang dicintai-Nya? Pertama kami sebutkan aturannya,
kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahawa Nabi saw.
adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji. Nabi saw.
bersabda:
"Aku telah demikian takut kerana Allah,
tiada seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian
menderita kerana Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah
datang padaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya
makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal."
"Sesungguhnya kami, para nabi, adalah yang paling banyak diuji;
kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya."
"Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut
kepada-Nya di antara kamu semua."
Nah, bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah
orang pilihan dan pengabdi sempurna? Hal ini dikeranakan Dia hendak
membuat mereka meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan,
kedudukan-kedudukan kehidupan syurgawi takkan meningkat kecuali melalui
amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini. Kehidupan duniawi merupakan
tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para Nabi dan wali,
setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan,
berada dalam kesabaran dan keredhaan di tengah-tengah cubaan. Kemudian
cubaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugerahi rahmat-rahmat Allah,
kurnia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di
akhirat yang abadi.
|
Risalah 72
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Ada beberapa macam orang agama yang pergi ke pasar-pasar. Ada yang
terkesima, ketika melihat aneka barang di sana, dan hal ini menyebabkan
kehancuran dan pencampakan mereka akan agama mereka, dan membuat mereka
mengikuti hawa nafsu mereka jika Allah tak memelihara mereka dengan kasih
sayang, perlindungan dan penganugerahan kesabaran oleh-Nya untuk melawan
godaan-godaan ini; dengan inilah mereka tetap selamat.
Ada yang, ketika melihat hal-hal ini dan hampir terhancurkan, kembali
kepada nalar agama mereka, mengendalikan diri dengan sekuat daya dan
menelan pahitnya mencampakkan hal-hal itu. Mereka ini seperti
perajurit-perajurit gagah berani di jalan agama yang ditolong oleh Allah
untuk mengendalikan diri. Allah menganugerahi mereka kelimpahan pahala
dan kehidupan ukhrawi.
Nabi saw. bersabda:
"Tujuh puluh tindak kebajikan dicatat untuk seorang mukmin yang
mencampakkan dorong hawa nafsunya ketika ia dikuasai olehnya atau ia
menguasainya"
"Dan ada di antara mereka yang mendapatkan kenikmatan-kenimatan
ini dan kurnia serta rahmat Allah dalam bentuk kelimpahan kekayaan
duniawi dan bersyukur kepada Allah Swt atas hal-hal itu"
Namun mereka tetap tak memerhatikan kenikmatan-kenikmatan ini: mereka
buta terhadap segala suatu selain Allah Swt; maka mereka tak melihat
sesuatu pun selain-Nya dan tuli terhadap sesuatu pun selain-Nya. Bila kau
lihat orang-orang semacam ini memasuki pasar, mereka akan berkata:
"Kami tak melihat sesuatu pun". Ya mereka melihat hal-hal
dengan mata mereka, bukan dengan mata hati. Mereka melihat semua itu,
tapi bukan dengan mata nafsu. Pandangan itu adalah pandangan wujud, bukan
pandangan hakikat. Itu adalah pandangan lahiriah, bukan pandangan
ruhaniah. Mereka melihat secara lahiriah apa yang ada di pasar, tapi hati
mereka melihat Tuhan --kadang keagungan-Nya dan kadang Kemurahan-Nya.
Ada yang, ketika mereka memasuki pasar, hati mereka penuh dengan kasih
sayang kepada orang di dalamnya kerana Allah Swt. Rasa kasih sayang ini
membuat mereka bertafakkur dalam melihat hal-hal milik orang-orang ini
dan yang di hadapan mereka. Orang-orang semacam ini senantiasa, sejak
masuk hingga keluar dari pasar, berdoa dan memohon perlindungan dari
Allah serta menjadi perantara bagi orang-orang di pasar dengan sikap
penuh kasih sayang. Hati-hati mereka berupaya menguntungkan mereka dan
mencegah kerugian mereka. Lidah-lidah mereka diberikan senantiasa memuji
Allah atas semua yang telah mereka berikan kepada mereka dari rahmat dan
kurnia-Nya. Orang-orang semacam ini disebut pengawal-pengawal kota dan
abdi-abdi Allah. Bila kau mahu kau dapat menyebut mereka orang berilmu, badal,
penyayang dan penahan yang tersembunyi dan yang tampak, yang dicintai-Nya
dan khalifah-Nya di bumi bagi hamba-hamba-Nya, duta-Nya dan pelaksana
kebajikan-Nya. Orang-orang semacam ini, dapat dikatakan, sebagai batu
filosof. Redha dan rahmat Allah ada pada orang-orang semacam ini dan pada
orang yang telah menghadapkan wajahnya kepada Allah dan yang mencapai
puncak singkapan ruhani.
|
Risalah 73
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kadang Allah memberitahu para wali-Nya, tentang
kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan
palsunya tentang tindakan, kata, fikiran dan tujuannya. Para waliullah
dibuat amat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan
batiniah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh fikirannya. Bagaimana bisa
senang, bila mempunyai penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman
akan keEsaan Tuhan, bila berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan
bila masih berpihak kepada musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik
yang kelak dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya?
Menyebut kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan
pengakuannya sebagai shiddiq, keberasingannya dengan mereka yang
telah meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.
Kadang dikeranakan kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Maha kuasa lagi
Maha agung. Kadang kerana menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai
teguran baginya; kadang kerana Kemaha kuasaan kehendak dan kemurkaannya
terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para wali
mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan "bolehkah para wali
mengumpat seseorang? Bisakah mereka memerhatikan seseorang, tak hadir
atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang
berkedudukan?" Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak melebihi
firman Allah:
"Dosa keduanya lebih besar daripada manfaat
keduanya" (QS. 2:219)
Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan
berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkeberatan terhadap
kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan-pernyataan si palsu.
Jika ia bersikap demikian, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari
dirinya dan dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan
kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama sang wali, dan
juga menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang kehancuran,
kerana kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah menunjuki yang
dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran.
|
Risalah 74
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Masalah yang pertama yang patut diperhatikan oleh orang yang berakal
ialah keadaan dan suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat
atau memerhatikan seluruh makhluk dan ciptaan. Dari semua itu , dapatlah
difahami dari mana sumber semua itu dan siapa yang menciptakan semua itu.
Sebab, makhluk itu tanda Al-khaliq (yang mencipta), tanda yang
menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahawa yang
menciptakan itu tentu Maha Bijaksana. Adanya makhluk menunjukkan adanya
Al-Khalik, kerana keberadaan semua makhluk itu lantaran ada yang
menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. dalam
ulasannya tentang firman Allah :
"Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan yang di
bumi".
Diriwayatkan bahawa ulasan ayat tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam setiap sesuatu itu tersirat satu sifat di antara sifat-sifat Allah
dan dalam setiap nama itu tersirat satu tanda untuk salah satu di antara
nama-namaNya. Dengan demikian, pasti kamu ada dalam salah satu di antara
nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Batin-Nya nampak
melalui kuasa-Nya dan zahir-Nya nampak melalui kebijaksanan-Nya. Dia nampak
di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam
perbuatan-perbuatan-Nya . Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan
Dia menyatakan iradat-Nya didalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan kemahiran
dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya
melalui iradat-Nya. Maka, Dia tersembunyi di dalam ghaib-Nya dan tampak
di dalam kebijaksanaan dan kekuasaanNya.
Firman Allah :
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (QS, 42:11)
Sesungguhnya banyak rahsia-rahsia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini
yang tidak diketahui oleh orang-orang yang tidak memiliki sinar
kerohanian di dalam hatinya. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu itu dikeranakan
doa Nabi Muhammad saw, untuknya. Nabi mendoakannya, " Ya Allah,
berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia pengertian tentang
Al-Quran".
Semoga kita mendapatkan limpahan kurniaNya dan dimasukkan ke dalam
orang-orang yang mendapatkan rahmatNya di hari kebangkitan kelak.
|
Risalah 75
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bertakwalah kepada Allah, taatilah Dia, milikilah kesucian hati, kendali
diri, kebiasaan memberikan hal-hal bermanfaat. Jauhkanlah penderitaan dan
kemiskinan, jagalah kesucian ruhaniwan, bergaullah dengan sesamamu,
nasihatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhan dengan
sahabat, jauhilah pula mereka yang salik, dan bertolong-tolonganlah dalam
hal-hal agamis dan duniawi. Hakikat kemiskinan agamis berupa ketakbolehan
menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kepada sesamanya. Hakikat kekayaan
agamis berupa ketakbutuhan akan ciptaan, semisal diri. Tasawuf dicapai
lewat kelaparan dan pematangan diri dari hal-hal yang disukai dan
dihalalkan. Jangan berpintar-diri di hadapan seorang darwis, sebab unjuk
pengetahuan membuatnya tak senang. Bersikap lembutlah terhadapnya, sebab
kelembutan membuatnya senang. Tasawuf didasarkan pada delapan hal:
1. Kemurahan Nabi Ibrahim;
2. Kepasrahan Nabi Ishak;
3. Kesabaran Nabi Ya'kub;
4. Doa Nabi Zakaria;
5. Kemiskinan Nabi Yahya;
6. Berpakaian Wool seperti Nabi Musa;
7. Berlanglang Buana seperti Nabi Isa;
8. Kesahajaan Nabi Muhammad saw.
|
Risalah 76
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Punyailah kekayaan, harga diri, kemiskinan dan kerendah-hatian. Wajib
bagimu berendah hati dan bersungguh-sungguh terhadap Sang Pencipta.
Jangan salahkan Dia, kerana sarana duniawi. Jangan kau rosak hak
saudaramu kerana kau dan dia adalah kawan. Berkawanlah selalu dengan para
darwis, dengan rendah hati, sikap baik dan keterbukaan. Bunuhlah kedirian
hingga tercapai kehidupan dalam ruhani. Yang terdekat dengan Allah ialah
yang paling besar hati dalam berperilaku. Amal terbaik ialah menjaga diri
dari selain-Nya. Nasihatilah selalu orang agar berteguh pada kebenaran
dan kesabaran. Cukuplah bagimu bergaul dengan para darwis, dan mengabdi
kepada para wali.
Darwis adalah orang yang acuh-tak-acuh terhadap selain Allah. Menyerang
yang di bawahmu adalah pengecut. Berbuat serupa dengan yang di atasmu
adalah memalukan, dan menyerang yang sejajar denganmu adalah tak baik.
Menjalani kehidupan darwis dan sufi membutuhkan upaya serius. Semoga
Allah mengurniai kita kekuatan. Duhai Wali! Dikau senantiasa
mengingat Allah, sebab hal ini membawa kebaikan dan juga kewajibanmu
untuk berpegang teguh pada perjanjian-Nya, sebab hal ini menjauhkan
segala kemudharatan. Juga kewajibanmu untuk senantiasa menghadapi segala
ketentuan-Nya, sebab hal-hal itu mesti terjadi.
Ketahuilah bahawa kau akan ditanya tentang gerak-gerimu. Selamatkanlah
anasir tubuhmu dari ketak-bergunaan. Wajiblah bagimu mentaati Allah,
Rasul-Nya dan mereka yang mesti ditaati. Fikirkanlah kaum Muslim, dan
jangan berburuk niat kepada mereka, entah entah dalam hati, ucapan atau
tindakan.
Doakanlah orang yang telah menzalimimu, dan takwalah kepada Allah Yang
Maha kuasa lagi Maha agung. Wajib bagimu makan segala yang dihalalkan,
dan bertanyalah, tentang yang tak kau ketahui, kepada orang yang memiliki
ma'rifat. Berbaiklah senantiasa terhadap Allah Yang Maha kuasa lagi Maha
agung. Bersamalah dengan-Nya. Bersamalah dengan selain-Nya, sepanjang
dibutuhkan untuk bersama-Nya.
Bersedekahlah di kala pagi. Berdoalah di malam hari bagi Muslim yang
meninggal. Ucapkanlah tujuh kali di pagi hari dan petang hari. Allahumma
ajirna minan nar, yang maknanya, "Ya Allah! Lindungilah kami
dari api neraka." Berdoalah selalu: A'udzubillahi-is-sma'i-il-'alim
minasy-syaithan-ir-rajim, yang maknanya, "Aku berlindung kepada
Allah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari setan yang
terkutuk."
Lalu agungkanlah Dia dengan ayat-ayat terakhir Surah Hasyr:
"Dialah Allah, yang tiada
Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah yang
Maha pemurah lagi Maha penyayang. Dialah Allah, yang tiada Tuhan selain
Dia, Raja, Yang Maha suci, Yang Maha sejahtera, yang mengurniakan
keamanan, Yang Maha memelihara, Yang Maha perkasa, Yang Maha kuasa, yang
memiliki segala keagungan. Maha suci Allah dari segala yang mereka
persekutukan. Dialah Allah, Pencipta, Pewujud, Pembentuk, Pemilik
nama-nama terbaik. Bertasbihlah kepada-Nya segala yang di langit dan di
bumi. Dan Dialah yang Maha kuasa lagi Maha bijaksana."
|
Risalah 77
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Bersamalah dengan Allah, seolah-olah tiada ciptaan. Bersamalah dengan
ciptaan seolah-olah tiada diri. Bila bersama Allah, Yang Maha kuasa lagi
Maha agung, tanpa ciptaan, Dia tercapai, dan jauh dari selain-Nya. Bila
bersama ciptaan, tanpa diri, keadilan tergapai, kebajikan terbantu, dan
selamatlah dari kekerasan kehidupan. Tinggalkanlah segala suatu di luar
pintu, bila memasuki pintu uzlah. Maka terlihat oleh mata batinmu
temanmu dalam uzlah-mu, terasakan hal di luar ciptaan, lenyaplah
diri, dan digantikan oleh perintah-Nya dan kedekatan-Nya. Maka
ketak-tahuanmu menjadi ketahuanmu, kejauhanmu menjadi kedekatanmu,
kediamanmu menjadi pengingatanmu akan-Nya, dan kebuasanmu menjadi
kekaribanmu. Duhai! Tiada lagi tersisa di sana, selain Sang Pencipta dan
ciptaan. Maka jika Sang Pencipta telah dipilih, ucapkanlah:
"Sesungguhnya mereka
adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam." (QS.26:77)
Barangsiapa telah merasakannya, ia telah
mengetahuinya.
Ia ditanya, "Bagaimana kepahitan mengatasi kemanisan?"
"Mesti berupaya menjauhkan kedirian. Duhai! Bila seorang mukmin
berbuat kebajikan, maka haiwaninya tunduk kepada hati. Bila diri mencapai
kesedaran hati, maka berubahlah hati menjadi suatu rahsia; rahsiapun
berubah menjadi kemusnahan; kemusnahan berubah menjadi kemaujudan
lain," jawabnya. "Kawan bisa mencapai lewat setiap pintu.
Duhai! Peluruhan diri ialah mengingkari semua ciptaan, merubah sifat
menjadi sifat malaikat; lenyap dari sifat malaikat dan kembali ke semula.
Maka Tuhan menyiramimu sesuka-Nya, dan membajakmu sesuka-Nya. Bila menghendaki
peringkat ini, pilihlah Islam, dan tunduklah kepada ketetapan-Nya, maka
tergapailah ma'rifat, tersedarilah Ia, termaujudlah diri di dalam-Nya,
dan menjadilah diri milik-Nya. Kesalehan ialah karya satu jam dan
kebertarakan dua jam, sedang pengetahuan Allah adalah karya abadi,"
lanjutnya.
|
Risalah 78
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Ada sepuluh sifat pada salik,
pemawas-diri dan peraih tujuan ruhani.
- Tak bersumpah dengan-Nya, entah benar atau tidak, entah sengaja
atau tidak. Sebab bila hal ini termapankan, dan lidah terbiasa
dengannya, maka hal ini membawanya kepada suatu kedudukan, yang di
dalamnya ia mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak.
Nah, bila ia menjadi begini, Allah membukakan baginya pintu nur-Nya.
Hatinya tahu manfaat ini, kedudukannya termuliakan, langkah dan
kesabarannya terkuatkan. Maka, dipujilah dan dimuliakanlah ia di
tengah-tengah tetangga dan sahabatnya, sehingga yang tahu dia,
menghormatinya, dan yang melihatnya, takut kepadanya.
- Menghindar dari berbicara tak benar, entah serius atau bercanda.
Sebab bila ia melakukan dan mengukuhkan hal ini pada dirinya
sendiri, dan lidahnya terbiasa dengannya, maka Allah membuka dengannya
hatinya, dan menjernihkan dengannya pengetahuannya, sehingga ia
nampak tak tahu kepalsuan. Bila ia mendengarnya dari orang lain, ia
memandangnya sebagai noda besar, dan termalukan olehnya. Bila ia
memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka baginya pahala.
- Menjaga janji. Sungguh, hal ini demikian menguatkannya, sebab
mengingkari janji termasuk kepalsuan. Maka terbukalah baginya pintu
kemurahan, dan baginya kemuliaan, dan dicintailah ia oleh para shiddiq
dan mulialah ia di hadapan Allah.
- Tak mengutuk sesuatu makhluk pun, tak merosak sesuatu pun, meski
sekecil atom pun, dan bahkan yang lebih kecil darinya. Sebab hal ini
termasuk tuntutan kebenaran dan kebaikan. Berlaku berdasarkan
prinsip ini, memperolehi husnul khatimah di bawah naungan-Nya,
Ia meninggikan kedudukannya, Ia melindunginya dari kehancuran, dan
mengurniainya kasih sayang dan kedekatan dengan-Nya.
- Tak mendoakan keburukan bagi seorang pun, meski ia telah
dizalimi. Lidah dan geraknya tak mendendam, tapi bersabar demi
Allah. Hal ini membawanya kepada kedudukan mulia di dunia dan di
akhirat. Ia menjadi dicintai dan disayangi oleh semua penerima
kebenaran, baik dekat mahupun jauh.
- Tak berpihak kepada kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan
mereka yang se-kiblat. Sifat ini menciptakan kesempurnaan dalam
mengikuti Sunnah, dan amat jauh dari mencampuri pengetahuan Allah
dan juga dari penyiksaan-Nya, dan amat dekat dengan redha dan kasih
sayang-Nya. Inilah pintu kemuliaan dan keagungan dari Allah Yang
Maha mulia, yang menganugerahkannya kepada hamba beriman-Nya sebagai
balasan atas kasih sayangnya terhadap semua orang.
- Tak melihat sesuatu kedosaan, baik lahiriah mahupun batiniah.
Mencegah anasir tubuhnya darinya, sebab hal ini merupakan suatu
tindakan tercepat dalam membawa balasan bagi hati dan anasir tubuh
di dunia dan pahala di akhirat. Semoga Allah menganugerahi kita daya
untuk berlaku begini, dan menjauhkan kedirian (penting diri)
dari hati kita.
- Tak membebani seorang pun, entah dengan beban ringan atau berat.
Tapi, melepaskan orang dari beban, entah diminta atau tidak. Hal ini
menjadikan hamba-hamba Allah dan para saleh mulia, dan memacu orang
untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini menciptakan
kemuliaan penuh bagi hamba-hamba Allah dan para saleh, dan baginya
segenap makhluk nampak sama. Maka Allah membuat hatinya tak butuh,
yakin dan bertumpu pada Allah. Allah tak meninggikan seorang pun,
bila masih terikat kedirian. Bagi orang semacam ini, semua makhluk
memiliki hak yang sama, dan mesti diyakini bahawa inilah pintu kemuliaan
bagi para mukmin dan para saleh, dan pintu terdekat kepada
keikhlasan.
- Bersih dari segala harapan insan, dan tak merasa tergoda hatinya
oleh milikan mereka. Sungguh, inilah kemuliaan besar, ketakbutuhan
sejati, kerajaan besar, pujian agung, kepastian nan tegar kepasrahan
sejati kepada-Nya. Inilah pintu segala pintu kepasrahan kepada-Nya,
yang memampukan orang meraih ketakwaan kepada-Nya, dan pencipta
ketertarikan sempurna dengan-Nya.
- Rendah hati. Dengan ini, sang hamba termuliakan dan sempurna di
hadapan Allah (Maha agung Dia) dan insan. Inilah sifat penyempurna
kepatuhan, dan dengannya sang hamba meraih kebajikan di kala suka
dan duka, dan inilah kesalehan nan sempurna. Rendah hati membuat
sang hamba merasa rendah daripada orang lain. Ia berkata,
"Mungkin orang ini lebih baik dariku di hadapan Allah, dan
lebih tinggi kedudukannya." Mengenai orang kecil, sang hamba
berkata, "Orang ini tak menentang Allah, sedang aku
menentang-Nya; sungguh ia lebih baik dariku." Mengenai orang
tua, sang hamba berkata, "Orang ini telah mengabdi kepada-Nya
sebelum aku." Mengenai orang alim, sang hamba berkata,
"Orang ini telah dianugerahi yang tak ada padaku, ia telah
memperoleh yang tak kuperoleh, ia mengetahui yang tak kuketahui, dan
ia bertindak dengan pengetahuan." Mengenai orang bodoh, sang
hamba berkata, "Orang ini tak mematuhi-Nya kerana tak tahu, dan
aku tak mematuhi-Nya meski aku tahu, dan ku tak tahu akhir hayatku
dan akhir hayatnya." Mengenai orang kafir, sang hamba berkata,
"Entahlah, mungkin ia akan menjadi seorang Muslim, dan mungkin
aku akan menjadi tak beriman."
Inilah pintu kasih sayang dan ketakutan.
Bila hamba Allah telah menjadi begini, maka Allah menyelamatkannya dari
segala bencana, dan menjadikannya pilihan-Nya, dan menjadilah ia musuh Iblis,
sang musuh Allah. Keadaan ini menciptakan pintu kasih. Dengan
mencapainya, pintu kebanggaan tertutup dan tali kesombongan diri
terputus, dan cita keunggulan diri, agamis, duniawi dan ruhani
tercampakkan. Inilah hakikat pengabdian kepada-Nya; Tiada sebaik ini.
Dengan meraih keadaan ini, lidah terhenti menyebut insan dunia dan yang
sia-sia, dan karyanya tak sempurna tanpa hal ini; kebencian, kepongahan
dan keberlebihan terhapus dari hatinya pada segala keadaan, lidahnya
sama; orang baginya sama. Ia tak menegur seseorang dengan keburukan,
sebab hal ini membencanai hamba-hamba Allah dan pengabdi-pengabdi-Nya,
dan menghancurkan kezuhudan.
|
Risalah 79
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Kala sang wali menghadapi sakaratul maut,
puteranya, Abdul Wahab berkata kepadanya, "Apa yang mesti kulakukan
sepeninggal ayah?" "Kamu mesti takut kepada-Nya, jangan takut
kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya, dan berpasrahlah
hanya kepada-Nya," jawabnya.
Selanjutnya ia berkata, "Aku adalah biji tak berkulit. Orang lain
telah datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka.
Inilah manfaat nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan
ini. Atas mu kedamaian, kasih dan rahmat Allah. Semoga Dia melindungiku
dan kamu, dan mengasihiku dan kamu. Ku mulai senantiasa dengan asma
Allah."
Ia terus berkata begini satu hari satu malam, "Celakalah kau, aku
tak takut sesuatu pun, baik malaikat mahupun malakul maut. Duhai malakul
maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku yang bermurah kepadaku."
Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan kata kedua
puteranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan kedua
tangannya lalu berkata, "Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah.
Bertaubatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu."
Dia berkata, "Tunggu". Dan, meninggallah dia.
|
Risalah 80
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir
Jailani
|
Antara aku, kau dan ciptaan hanya ada Dia,
sebagaimana antara langit dan bumi. Maka, jangan memandangku sebagai
mereka, jangan pula memandang mereka sebagai aku.
Bertanyalah Abdul Aziz, puteranya, kepadanya tentang keadaannya.
"Hendaknya jangan bertanya kepadaku tentang sesuatu pun. Aku sedang
mengalami perubahan ma'rifat," jawabnya.
Selanjutnya dikatakan, Abdul Aziz bertanya kepadanya tentang penyakitnya.
"Tak satu insan pun, tak satu jin pun, tak satu malaikat pun tahu
penyakitku. Pengetahuan-Nya tak terhapus oleh perintah-Nya. Perintah
berubah, sedang pengetahuan tak berubah. Allah Maha berkehendak, dan
oleh-Nya Kitab Suci mewujud.
"Dia tak ditanya tentang yang dilakukan-Nya, tapi merekalah yang
ditanya." (QS.21:23)
Puteranya, Abdul Jabbar, bertanya kepadanya, "Mana yang sakit?"
"Sekujur tubuhku sakit, kecuali hatiku," jawabnya.
Ia berkata, "Aku mencari pertolongan Allah dengan, 'Tiada sesembahan
selain Dia, Maha agung, Maha mulia lagi Maha abadi Dia, dan Muhammad
adalah Rasul-Nya."
Puteranya, Musa, berkata bahawa ia berupaya mengucapkan kata Taazzaza,
tapi lidahnya tak mampu mengucapkannya dengan benar. Maka, dia
ulang-ulang kata Taazzaza ini, diperpanjangnya bunyinya dan
ditekannya, sehingga ia bisa mengucapkannya dengan benar. Lalu ia
berkata, "Allah, Allah, Allah," suaranya melemah, lidahnya
melekat pada langit-langit mulut, dan pergilah jiwa mulianya dari
jasadnya -redha Allah atasnya. Semoga Dia menganugerahi kita dan semua
Muslim husnul khatimah, dan semoga Dia memampukan kita menjadi saleh.
Amin! Amin! Amin!
|
|