|
Tiga hal mutlak bagi
seorang Mukmin, dalam segala keadaan, iaitu:
(1) harus menjaga
perintah-perintah Allah,
(2) harus menghindar
dari segala yang haram,
(3) harus redha dengan
takdir Yang Maha Kuasa. Jadi seorang Mukmin, paling tidak, memiliki tiga hal
ini. Bererti, ia harus memutuskan untuk ini, dan berbicara dengan diri sendiri
tentang hal ini serta mengikat organ-organ tubuhnya dengan ini.
Risalah 2
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani
|
Ikutilah (Sunnah Rasul)
dengan penuh keimanan, jangan membuat
bid'ah, patuhilah selalu
kepada Allah dan
Rasul-Nya, jangan
melanggar; junjung tinggilah
tauhid dan jangan menyekutukan
Dia;
sucikanlah
Dia
senantiasa dan jangan
menisbahkan sesuatu keburukan pun
kepada-Nya. Pertahankan
Kebenaran-Nya dan jangan ragu sedikit pun.
Bersabarlah
selalu dan jangan menunjukkan
ketidaksabaran. Beristiqomahlah; berharaplah kepada-Nya,
jangan kesal, tetapi
bersabarlah. Bekerjasamalah dalam
ketaatan dan jangan
berpecah-belah. Saling
mencintailah dan jangan saling
mendendam. Jauhilah
kejahatan dan jangan ternoda
olehnya. Percantiklah dirimu dengan
ketaatan kepada Tuhanmu; jangan menjauh dari pintu-pintu Tuhanmu; jangan
berpaling dari-Nya.
Segeralah bertaubat dan kembali
kepada-Nya. Jangan merasa
jemu dalam memohon ampunan
kepada Khaliqmu, baik siang mahupun malam; (jika kamu berlaku begini) niscaya
rahmat dinampakkan kepadamu, maka kamu bahagia, terjauhkan dari api neraka dan
hidup bahagia di syurga, bertemu Allah, menikmati rahmat-Nya, bersama-sama
bidadari di syurga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya; mengendarai
kuda-kuda putih, bersuka ria dengan hurhur bermata putih dan aneka aroma, dan
melodi-melodi hamba-hamba sahaya wanita, dengan kurnia-kurnia lainnya;
termuliakan bersama para nabi, para shiddiq, para syahid, dan para shaleh di
syurga yang tinggi.
Risalah 3
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani
|
Apabila seorang
hamba Allah mengalami kesulitan hidup, maka pertama-tama ia cuba mengatasinya
dengan upayanya sendiri. Bila gagal ia mencari pertolongan kepada sesamanya,
khususnya kepada raja, penguasa, hartawan; atau bila dia sakit, kepada doktor.
Bila hal ini pun gagal, maka ia berpaling kepada Khaliqnya, Tuhan Yang Maha
Besar lagi Maha Kuasa, dan berdo'a kepada-Nya dengan kerendah-hatian dan pujian.
Bila ia mampu mengatasinya sendiri, maka ia takkan berpaling kepada sesamanya,
demikian pula bila ia berhasil kerana sesamanya, maka ia takkan berpaling kepada
sang Khaliq.
Kemudian bila tak juga memperolehi pertolongan dari Allah,
maka dipasrahkannya dirinya kepada Allah, dan terus demikian, mengemis, berdo'a
merendah diri, memuji, memohon dengan harap-harap cemas. Namun, Allah Yang Maha
Besar dan Maha Kuasa membiarkan ia letih dalam berdo'a dan tak mengabulkannya,
hingga ia sedemikian terkecewa terhadap segala sarana duniawi. Maka kehendak-Nya
mewujud melaluinya, dan hamba Allah ini berlalu dari segala sarana duniawi,
segala aktiviti dan upaya duniawi, dan bertumpu pada rohaninya.
Pada
peringkat ini, tiada terlihat olehnya, selain kehendak Allah Yang Maha Besar
lagi Maha Kuasa, dan sampailah dia tentang Keesaan Allah, pada peringkat haqqul
yaqin (* tingkat keyakinan tertinggi yang diperolehi setelah menyaksikan dengan
mata kepala dan mata hati). Bahawa pada hakikatnya, tiada yang melakukan segala
sesuatu kecuali Allah; tak ada penggerak tak pula penghenti, selain Dia; tak ada
kebaikan, kejahatan, tak pula kerugian dan keuntungan, tiada faedah, tiada
memberi tiada pula menahan, tiada awal, tiada akhir, tak ada kehidupan dan
kematian, tiada kemuliaan dan kehinaan, tak ada kelimpahan dan kemiskinan,
kecuali kerana ALLAH.
Maka di hadapan Allah, ia bagai bayi di tangan
perawat, bagai mayat dimandikan, dan bagai bola di tongkat pemain polo, berputar
dan bergulir dari keadaan ke keadaan, dan ia merasa tak berdaya. Dengan
demikian, ia lepas dari dirinya sendiri, dan melebur dalam kehendak Allah. Maka
tak dilihatnya kecuali Tuhannya dan kehendak-Nya, tak didengar dan tak
dipahaminya, kecuali Ia. Jika melihat sesuatu, maka sesuatu itu adalah
kehendak-Nya; bila ia mendengar atau mengetahui sesuatu, maka ia mendengar
firman-Nya, dan mengetahui lewat ilmu-Nya. Maka terkurniailah dia dengan
kurnia-Nya, dan beruntung lewat kedekatan dengan-Nya, dan melalui kedekatan ini,
ia menjadi mulia, redha, bahagia, dan puas dengan janji-Nya, dan bertumpu pada
firman-Nya. Ia merasa enggan dan menolak segala selain Allah, ia rindu dan
senantiasa mengingati-Nya; makin mantaplah keyakinannya pada-Nya, Yang Maha
Besar lagi Maha Kuasa. Ia bertumpu pada-Nya, memperolehi petunjuk dari-Nya,
berbusana nur ilmu-Nya, dan termuliakan oleh ilmu-Nya. Yang didengar dan
diingatnya adalah dari-Nya. Maka segala syukur, puji, dan sembah tertuju
kepada-Nya.
Risalah 4
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani
|
Bila kamu abaikan
ciptaan, maka: "Semoga Allah merahmatimu," Allah melepaskanmu dari kedirian,
"Semoga Allah merahmatimu," Ia mematikan kehendakmu; "Semoga Allah merahmatimu,"
maka Allah mendapatkanmu dalam kehidupan (baru).
Kini kau terkurniai
kehidupan abadi; diperkaya dengan kekayaan abadi; dikurniai kemudahan dan
kebahagiaan nan abadi, dirahmati, dilimpahi ilmu yang tak kenal kejahilan;
dilindungi dari ketakutan; dimuliakan, hingga tak terhina lagi; senantiasa
terdekatkan kepada Allah, senantiasa termuliakan; senantiasa tersucikan; maka
menjadilah kau pemenuh segala harapan, dan ibaan pinta orang mewujud pada
dirimu; hingga kau sedemikian termuliakan, unik, dan tiada tara; tersembunyi dan
terahsia.
Maka, kau menjadi
pengganti para Rasul, para Nabi dan para shiddiq. Kaulah puncak wilayat, dan
para wali yang masih hidup akan mengerumunimu. Segala kesulitan terpecahkan
melaluimu, dan sawah ladang terpaneni melalui do'amu; dan sirnalah melalui
do'amu, segala petaka yang menimpa orang-orang di desa terpencil pun, para
penguasa dan yang dikuasai, para pemimpin dan para pengikut, dan semua ciptaan.
Dengan demikian kau menjadi agen polisi (kalau boleh disebut begitu) bagi
kota-kota dan masyarakat.
Orang-orang
bergegas-gegas mendatangimu, membawa bingkisan dan hadiah, dan mengabdi
kepadamu, dalam segala kehidupan, dengan izin sang Pencipta segalanya. Lidah
mereka senantiasa sibuk dengan doa dan syukur bagimu, di manapun mereka berada.
Tiada dua orang Mukmin berselisih tentangmu. Duhai, yang terbaik di antara
penghuni bumi, inilah rahmat Allah, dan Allahlah Pemilik segala
rahmat.
Risalah 5
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani
|
Bila kau melihat
dunia ini, berada di tangan mereka, dengan segala hiasan, dan tipuannya, dengan
segala bisa mematikannya, yang tampak lembut sentuhannya, padahal, sebenarnya
mematikan bagi yang menyentuhnya, mengecoh mereka, dan membuat mereka
mengabaikan kemudharatan tipu daya dan janji-janji palsunya - bila kau lihat
semua ini - berlakulah bagai orang yang melihat seseorang menuruti nalurinya,
menonjolkan diri, dan kerananya, mengeluarkan bau busuk. Bila (dalam situasi
semacam itu) kau enggan memerhatikan kebusukannya, dan menutup hidung dari bau
busuk itu, begitu pula kau berlaku terhadap dunia; bila kau melihatnya,
palingkan penglihatanmu dari segala kepalsuan, dan tutuplah hidungmu dari
kebusukan hawa nafsu, agar kau aman darinya dan segala tipu-dayanya, sedang
bahagianmu menghampirimu segera, dan kau menikmatinya. Allah telah berfirman
kepada Nabi pilihan-Nya: "Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada yang
telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan
dunia, untuk Kami uji mereka dengannya, dan kurnia Tuhanmu lebih baik dan lebih
kekal." (QS.20 -Thaaha :131).
Risalah 6
Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Jailani
|
Lenyaplah dari
(pandangan) manusia, dengan perintah Allah, dan dari kedirian, dengan
perintah-Nya, hingga kau menjadi bahtera ilmu-Nya. Lenyapnya diri dari manusia,
ditandai oleh pemutusan diri sepenuhnya dari mereka, dan pembebasan jiwa dari
segala harapan mereka. Tanda lenyapnya diri dari segala nafsu ialah, membuang
segala upaya memperolehi sarana-sarana duniawi dan berhubungan dengan mereka
demi sesuatu manfaat, menghindarkan kemudharatan; dan tak bergerak demi
kepentingan peribadi, dan tak bergantung pada diri sendiri dalam hal-hal yang
berkenaan dengan dirimu, tak melindungi atau membantu diri, tetapi memasrahkan
semuanya hanya kepada Allah, kerana Ia pemilik segalanya sejak awal hingga
akhirnya; sebagaimana kuasaNya, ketika kau masih disusui.
Hilangnya
kemahuanmu dengan kehendakNya, ditandai dengan ketak-pernahan menentukan diri,
ketakbertujuan, ketakbutuhan, kerana tak satu tujuan pun termiliki, kecuali
satu, iaitu Allah. Maka, kehendak Allah mewujud dalam dirimu, sehingga kala
kehendakNya beraksi, maka pasiflah organ-organ tubuh, hati pun tenang, fikiran
pun cerah, berserilah wajah dan rohanimu, dan kau atasi kebutuhan-kebutuhan
bendawi berkat berhubungan dengan Pencipta segalanya. Tangan Kekuasaan
senantiasa menggerakkanmu, lidah Keabadian selalu menyeru namamu, Tuhan Semesta
alam mengajarmu, dan membusanaimu dengan nurNya dan busana rohani, dan
mendapatkanmu sejajar dengan para ahli hikmah yang telah
mendahuluimu.
Sesudah ini, kau selalu berhasil menaklukkan diri, hingga
tiada lagi pada dirimu kedirian, bagai sebuah bejana yang hancur lebur, yang
bersih dari air, atau larutan. Dan kau terjauhkan dari segala gerak manusiawi,
hingga rohanimu menolak segala sesuatu, kecuali kehendak Allah. Pada maqam ini,
keajaiban dan adialami akan ternisbahkan kepadamu. Hal-hal ini tampak
seolah-olah darimu, padahal sebenarnya dari Allah.
Maka kau diakui
sebagai orang yang hatinya telah tertundukkan, dan kediriannya telah musnah,
maka kau diilhami oleh kehendak Ilahi dan dambaan-dambaan baru dalam kemaujudan
sehari-hari. Mengenai maqam ini, Nabi Suci saw, telah bersabda: "Tiga hal yang
kusenangi dari dunia - wewangian, wanita (isteri solehah) dan shalat - yang pada
mereka menyejukkan mataku." Sungguh, hal-hal dinisbahkan kepadanya, setelah
hal-hal itu sirna darinya, sebagaimana telah kami isyaratkan. Allah berfirman:
"Aku bersama orang-orang yang patah hati demi Aku."
Allah Yang Maha
Tinggi takkan besertamu, sampai kedirianmu sirna. Dan bila kedirianmu telah
sirna, dan kau abaikan segala sesuatu, kecuali Dia, maka Allah menyegarbugarkan
kamu, dan memberimu kekuatan baru, yang dengan itu, kau berkehendak. Bila di
dalam dirimu masih juga terdapat noda terkecil pun, maka Allah meremukkanmu
lagi, hingga kau senantiasa patah-hati. Dengan cara begini Ia terus menciptakan
kemahuan baru di dalam dirimu, dan bila kedirian masih maujud, maka Dia
hancurkan lagi, sampai akhir hayat dan bertemu (liqa') dengan Tuhan. Inilah
makna firman Allah: " Aku bersama orang-orang yang putus asa demi Aku, " Dan
makna kata: "Kedirian masih maujud" ialah kemasih-kukuhan dan kemasih puasan
dengan keinginan-keinginan barumu. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman
kepada Nabi Suci saw: "Hamba-Ku yang beriman senantiasa mendekatkan diri
kepada-Ku, dengan mengerjakan shalat-shalat sunnah yang diutamakan, sehingga Aku
mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya,
dengannya ia mendengar, dan menjadi matanya, dengannya ia melihat, dan menjadi
tangannya, dengannya ia bekerja, dan menjadi kakinya, dengannya ia berjalan."
Tak diragukan lagi, beginilah keadaan fana.
Maka Dia menyelamatkanmu dari
kejahatan makhluq-Nya, dan menenggelamkanmu ke dalam samudera kebaikanNya;
sehingga kau menjadi pusat kebaikan, sumber rahmat, kebahagiaan, kenikmatan,
kecerahan, kedamaian, dan kesentosaan. Maka fana (penafian diri) menjadi tujuan
akhir, dan sekaigus dasar perjalanan para wali. Para wali terdahulu, dari
berbagai maqam, senantiasa beralih, hingga akhir hayat mereka, dari kehendak
peribadi kepada kehendak Allah. Kerana itulah mereka disebut badal (sebuah kata
yang diturunkan dari badala, yang bererti: berubah). Bagi peribadi-peribadi ini,
menggabungkan kehendak peribadi dengan kehendak Allah, adalah suatu
dosa.
Bila mereka lalai, terbawa oleh tipuan perasaan dan ketakutan, maka
Allah Yang Maha Besar menolong mereka dengan kasih sayangNya, dengan
mengingatkan mereka sehingga mereka sedar dan berlindung kepada Tuhan, kerana
tak satu pun mutlak bersih dari dosa kehendak, kecuali para malaikat. Para
malaikat senantiasa suci dalam kehendak, para Nabi senantiasa terbebas dari
kedirian, sedang para jin dan manusia yang dibebani pertanggung jawaban moral,
tak terlindungi. Tentu, para wali terlindung dari kedirian, dan para badal dari
kekotoran kehendak. Kendati mereka tak bisa dianggap terbebas dari dua keburukan
ini, kerana mungkin bagi mereka berkecenderung kepada dua kelemahan ini, tapi
Allah melimpahi rahmatNya dan menyedarkan mereka.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar