HAKIKAT BISMILLAH HURUF PER HURUf
Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau
bersabda, Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya
ada di dalam Al Quran.
Dan seluruh kandungan Al Quran ada
di datam Al Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al Fatihah ada di dalam Bismillah
hirrahmaan nirrahiim.
Bahkan disebutkan dalam hadits lain,
setiap kandungan yang ada dalam Bismillah hirrahmaan nirrahiim ada di dalam
huruf Baa, dan setiap yang terkandung di dalam Baa ada di dalam titik yang
berada dibawah Baa.
Sebagian para Arifin menegaskan,
Dalam perspektif orang yang makrifat kepada Allah, Bismillaah hirrahmaan
nirrahim itu kedudukannya sama dengan kun dari Allah.
Perlu diketahui bahwa pembahasan
mengenai Bismillah hirrahmaan nirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi,
baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) atau pun segi bahasa (etimologis),
disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya
serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al
Qur’an, kristalisasi dan spesifikasi huruf huruf yang ada dalam huruf Baa,
manfaat dan rahasianya. Tujuan kami bukan mengupas semua itu, tetapi lebih pada
esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan dengan segala hal di sisi Allah
swt, Pembahasannya akan saling berkaitan antara satu sama lainnya, karena
seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada Allah swt.
Kami memang berada di gerbangNya,
dan setiap ada limpahan baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam
kalbunya kertas.
Ketahuilah bahwa Titik yang berada
dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.
Sebab huruf itu sendiri tersusun
darititik, dan sudah semestinya setiap Surat ada huruf yang menjadi awalnya,
sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf.
Karena itu menjadi keniscayaan bahwa
titik itu sendiri adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.
Kerangka hubungan antara huruf Baa
dengan Tititknya secara komprehensif akan dijelaskan berikut nanti.
Bahwa Baa dalam setiap surat itu
sendiri sebagai keharusan adanya dalam Basmalah bagi setiap surat, bahkan di
dalam surat Al-Baqarah.
Huruf Baa itu sendiri mengawali ayat
dalam surat tersebut.
Karena itu dalam konteks inilah
setiap surat dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa sebagaimana dalam hadits
di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu ada dalam surah Al-Fatihah,
tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan tersimpul lagi dalam Huruf Baa, akhirnya
pada titik.
Hal yang sama , Allah SWT dengan
seluruh yang ada secara paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan
terpisah-pisah.
Titik sendiri merupakan
syarat-syarat dzat Allah Ta’ala yang tersembunyi dibalik khasanahnya ketika
dalam penampakkan-Nya terhadap mahlukNya.
Amboi, titik itu tidak tampak dan
tidak Layak lagi bagi anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan
kesuciannya dari segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya. Sebab ia
adalah jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf.
Maka,camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.
Misalnya anda membaca titik menurut
persekutuan, seperti huruf Taa’ dengan dua tik, lalu Anda menambah satu titik
lagi menjadi huruf Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain kecuali Titik itu
sendiri. Sebab Taa’ bertitik dua, dan Tsaa’ bertitik tiga tidak terbaca,karena
bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali titiknya belaka.
Seandainya Anda membaca di dalam
diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya.
Karena itu dengan titik itulah
masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali
titiknya saja.
Hal yang sama dalam perspektif
makhluk, bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah. Bahwa Anda mengenal-Nya
dari makhluk sesungguhnya Anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik
pada sebagian huruf lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah
yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik,
kelengkapannya pada ttik tersebut.
Ada sebagian yang tampak pada
kenyataannya seperti huruf Alif dan huruf-huruf tanpa Titik.
Karena huruf tersebut juga tersusun
dari titik-titik.
Oleh sebab itulah, Alif lebih mulia
dibanding Baa’,karena Titiknya justru menampakkan diri dalam wujudnya,
sementara dalam Baa’ itu sendiri tidak tampak (Titik berdiri sendiri).
Titik di dalam huruf Baa’ tidak akan
tampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan.
Karena Titik suatu huruf Merupakan
kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf
tersebut.
Sementara penyatuan itu sendiri
mengindikasikan adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara huruf
dengan titiknya.
Huruf Alif itu sendiri posisinya
menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Anda
bisa mengatakan bahwa Baa’ itu adalah Alif yang di datarkan Sedang Jiim,
misalnya, adalah Alif dibengkokkan’ dua ujungnya.
Daal adalah Alif yang yang ditekuk
tengahnya.
Sedangkan Alif dalam kedudukan
titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf
tersusun dari Titik.
Sementara Titik bagi setiap huruf
ibarat Neucleus yang terhamparan.
Huruf itu sendiri seperti tubuh yang
terstruktur. Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti kedudukan Titik.
Lalu huruf-huruf itu tersusun dari
Alif sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’ adalah Alif yang terdatarkan.
Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah
merupakan inti dimana seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat
Muhammadiyah itu.
Sebagaimana hadits riwayat Jabir,
yang intinya Allah swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan
seluruh alam dari Ruh Muhammad saw.
Sedangkan Muhammad saw. adalah Sifat
Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan wahana penampakan
Ilahiyah.
Anda masih ingat ketika Nabi saw.
diisra’kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman.
Sedangkan huruf Alif, —walaupun
huruf-huruf lain yang tanpa titik sepadan dengannya, dan Alif merupakan
manifestasi Titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya — Alif memiliki
nilai tambah dibanding yang lain.
Sebab yang tertera setelah Titik
tidak lain kecuali berada satu derajat.
Karena dua Titik manakala disusun
dua bentuk alif, maka Alif menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu
terdiri dari tiga: Panjang, Lebar dan Kedalaman.
Sedangkan huruf-huruf lainnya
menyatu di dalam Alif,seperti huruf Jiim.
Pada kepala huruf Jiim ada yang
memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang.
Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya
memanjang, tengahnya juga memanjang namun pada pangkalnya yang pertama lebar.
Masing-masing ada tiga dimensi.
Setiap huruf selain Alif memiliki
dua atau tiga jangkauan yang membentang.
Sementara Alif sendiri lebih
mendekati titik.
Sedangkan titik , tidak punya
bentangan.
Hubungan Alif diantara huruf-huruf
yang Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi
dan para pewarisnya yang paripurna.
Karenanya Alif mendahului semua
huruf.
Diantara huruf-huruf itu ada yang
punya Titik di atasnya, ada pula yang punya Titik dibawahnya,
Yang pertama (titik di atas)
menempati posisi “Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya) kecuali melihat Allah
di sana”.
Diantara huruf itu ada yang
mempunyai Titik di tengah, seperti Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu
serta sejenisnya, maka posisinya pada tahap, ”Aku tidak melihat sesuatu kecuali
Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlobang, sebab dalam lobang itu tampak
sesuatu selain titik itu sendiri Lingkaran kepada kepala Miim menempati tahap,
“Aku tidak melihat sesuatu” sementara Titik putih menempati “Kecuali aku
melihat Allah di dalamnya.”
Alif menempati posisi “Sesungguhnya
orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada
Alllah.”
Kalimat “sesungguhnya” menempati
posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat” kepadamu
tidaklah berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada
Allah.”
Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw.
dibaiat, lalu dia bersyahadat kepada bersyahadat kepada Allah pada dirinya
sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah.
Artinya, kamu sebenarnya tidak
berbaiat kepada Muhammad saw.
tetapi hakikat-nya berbaiat kepada
Allah swt. Itulah arti sebenarnya dari Khilafah tersebut. (disarikan dari
tafsir Al-Qur’an karya lbnu ‘Araby)
****HAKIKAT BISMILLAH (I)
Penjelmaan duniawi dari pola dasar
ilahi, yang disebut didalam Al-Qur’an dengan penulisan pena dan tempat tinta,
memiliki suatu pokok signifikasi spiritual.
Dapat dikatakan, bahwa Al-Qur’an
merupakan suara dari firman Tuhan yang diembuskan ke hati Nabi dan kemudian
kepada para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.
Sayyidina Ali Karamallahu Wadz’hahu
mengatakan : “ Bahwa seluruh Al-Qur’an itu terkandung didalam surat
Al-Fatihah”, sedangkan surat Al-Fatihah itu sendiri terkandung di dalam
Bismillah (basmallah).
Karena adanya suatu kehadiran ilahi
dalam teks Al-Qur’an , yakni Bismillah (Basmallah), maka kalimat Bismillah
inipun merupakan pengejawantahan yang dapat dilihat dari firman ilahi itu,
untuk membantu kaum muslim menembus kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi
yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang Islam.
Bismillah membantu manusia untuk
menembus selubung eksistensi material, sehingga memperoleh jalan masuk ke
barakah yang terletak didalam firman ilahi dan untuk mengenyam hakikat alam
spiritual, karena Bismillah itupun adalah suatu pengejawantahan visual dari
kristalisasi realitas-realitas spiritual (Al-Haqa’iq) yang terkandung didalam
wahyu Islam pertama : “Iqraa bismirabbikaal ladzii khalaq” : Dengan menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan (Q.S. : 96 : 1)
Kalimat “Bismillah” merupakan hasil
dari pengejawantahan ke-Esaan pada bidang keanekaragaman.
Kalimat suci ini merefleksikan
kandungan prinsip keEsaan ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada
Yang Esa, kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi
kosmos atau makhluk, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an:
“Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (Q.S. 3 : 191)
Allah Swt menurunkan kalimat suci
“Bismillah” dalam wujud fisik (yang tersurat) pada sebuah kitab suci
Al-Qur’anul Kariim yang secara langsung dapat dipahami oleh pikiran yang sehat.
Karena kalimat suci “Bismillah” itu sendiri, memiliki realitas-realitas dasar
dan perbuatan-perbuatan sebagai tangga bagi pendakian jiwa dari tingkat yang
dapat dilihat dan di dengar menuju ke Yang Gaib, yang juga merupakan keheningan
diatas setiap bunyi.
Wujud fisik (Bismillah) inipun
didasarkan pada ilmu pengetahuan tentang dunia batin yang tidak hanya berkaitan
dengan penampakan lahir semata, tetapi juga dengan realitas-realitas batin
“Bismillah” itu sendiri (yang
tersirat) Bismillah diilhami oleh spiritualitas Islam secara langsung yang
diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi, sedangkan wujudnya tentu saja dibentuk
oleh karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerima wahyu Al-Qur’an,
yaitu : “Qalbu” (hati), yang nilai-nilai positifnya diuniversalkan Islam.
Bentuk wahyu Islam yang pertama ini (Bismillah) tidaklah mengurangi kebenaran,
bahwa sumber religius dari “Bismillah” ini berasal dari kandungan batin dan
dimensi spiritual Islam pula. Hanya bagi orang yang mampu melihat
relitas-realitas tersebut ataupun orang yang telah dilatih untuk memperoleh
penglihatan “Al’Bashirah” (penglihatan batin) atas sesuatu yang tersembunyi
dibalik rahasia “Bismillah”, dan dikarenakan “Bismillah” ini merupakan pula
pesan dari ruang inti perbendaharaan yang gaib (khaza’in al-ghoybi), maka
siapapun yang menerima pesan kalimat suci ini didalam hatinya ia seakan
menikmati alunan nyanyian alam rahim yang membawa jiwanya sebelum episode
perjalanan duniawinya yang singkat.
Agama Islam tidak berdasarkan
ketegangan dramatis antara langit dan bumi, atau pengorbanan heroik dan
penyelamatan melalui campur tangan Tuhan, akan tetapi Agama Islam bertindak
untuk mengembalikan kesadaran manusia, bahwa alam semesta adalah kalam ilahi
dan pelengkap ayat-ayat suci tertulis yang diwahyukan dalam bahasa Arab.
Kesadaran ini diperkuat dengan tata
cara “shalat” yang secara naluriah mengembalikan manusia pada keadaan
primordialnya dengan menjadikan seluruh alam sebagai tempat ibadah.
Begitu pula halnya kalimat
“Bismillah” yang terucap saat bersujud menyentuh bumi (shalat), adalah ; untuk
mengembalikan manusia ke-kesucian primordial (al-fithrah) saat Yang Maha Esa menghadirkan
dirinya secara langsung didalam hati manusia dan “mengumandangkan sebuah
simfoni abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci”.
Kalimat suci “Bismillah” yang
terucap saat berdzikir, berarti sang pendzikir telah kembali kepusat alam, bukan
secara eksternal melainkan melalui hubungan batin yang menghubungkan dirinya
dengan prinsip-prinsip dan irama-irama alam primordial yang sakral dan teramat
luas sekaligus merupakan suatu perumpamaan dialog suci antara seorang Hamba
dengan Khaliqnya, yang menenangkan dan sekaligus mensucikan jiwanya, begitupun
“Bismillah” yang terucap disaat manusia hendak melakukan suatu
pekerjaan-pekerjaan yang halal, maka kesadaran dirinya akan terbangkit dari
keterlenaan, dalam dirinya melalui kesadaran akan realitas Yang Maha Esa.
“Sebuah kesadaran yang sesungguhnya merupakan substansi dari manusia primordial
dan sebab terbentuknya eksistensi manusia “.
Hati serta jiwa seluruh muslim
disegarkan oleh “keagungan, keselarasan dan kesucian” kalimat “Bismillah” dalam
pada bentuk-bentuk huruf Al-Hijaiyyah yang terdiri dari tujuh huruf (Ba Sin Mim
Alif Lam Lam Ha), yang mengelilingi kaum muslim yang hidup didalam masyarakat
Islam tradisional dan yang mengungkapkan keindahannya pada setiap
lembaran-lembaran suci Al-Qur’an.
Oleh karenanya “Bismillah” sebagai
induk suci Islam yang merupakan karunia dari “Haqiqah” yang terletak dalam hati
wahyu Islam.
Kalimat suci ini akan tetap demikian
bagi seluruh muslim, tak peduli apakah diri mereka sadar akan haqiqah ataukah
mereka yang sudah puas dengan bentuk-bentuk luarnya saja (kalimat Bismillah
yang tersurat).
Bagi mereka yang mengikuti jalan
menuju “haqiqah”, kalimat suci ini merupakan pembantu pertama yang sangat
diutamakan untuk merenungkan ke-Esaan Ilahi Rabbi, karena huruf “Ba” yang
dilambangkan oleh titik pengenal kesucian horizontal “Sin” dengan wujud
lengkungan vertikal yang menghadap langit dan “Mim” yang berporos pada suatu
tiang kepasrahan.
Tiga huruf-huruf suci ini secara
keseluruhan melambangkan eksistensi universal untuk menuntun manusia dalam
pembauran kualitas, kekuatan, dan aliran berbagai elemen agar setiap muslim
mengingatkan ajaran Tuhan, yaitu dalam bentuk alam semesta, yang benar-benar
muslim atau tunduk kepada kehendak Tuhan dengan mematuhi sifat dan hukum alamnya
sendiri-sendiri. Kesucian “Bismillah” membantu manusia untuk menembus selubung
eksistensi material sehingga memperoleh jalan masuk ke “Barakah” yang terletak
didalam firman illahi dan untuk mengenyam suatu “rasa”, bahwa setiap jiwa akan
mengenyam sesuai dengan kapasitas, keterbatasan, dan keabadiannya.
****HAKIKAT BISMILLAH (II)
Huruf “Alif” didalam kalimat
“Bismillah” dengan vertikalitasnya melambangkan kekuatan Tuhan dan prinsip
transenden yang darinya segala sesuatu itu berasal, sedangkan dua huruf “Lam”
dalam bentuk kail (mata kail), yang melambangkan suatu peringatan agar hamba
Allah berhati-hati dalam pancingan Iblis atau setan dan sekaligus merupakan
pengejawantahan yang dapat dilihat dari firman ilahi, untuk membantu kaum
muslim menembus kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan
kapasitas spiritual setiap orang Islam Hal ini pernah disinggung dalam salah
satu Hadits Rasul Saw, yang menyebutkan, bahwa “Barang siapa yang melakukan
sesuatu pekerjaan dengan tanpa diawali “Bismillah”, maka tidak akan ada
keberkahan didalam pekerjaannya itu”.
Karena didalam makan dan minumnya
manusia, Iblis akan turut andil didalamnya, jika tidak diawali dengan ucapan
“Bismillah”.
Sedangkan mengenai huruf “Ha” (Ha,
marbutoh), yang melambangkan realitas lingkaran kosmos sebagai wahyu primordial
Tuhan yang merupakan hasil dari pengejawantahan keEsaan pada bidang
keanekaragaman.
Keempat buah huruf suci ini
merefleksikan kandungan prinsip keEsaan ilahi, kebergantungan seluruh
keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas
positif dari eksistensi kosmos atau makhluk, sebagaimana difirmankan oleh Allah
Swt didalam Al-Qur’an: Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia”
Keempat huruf ini jika digabungkan
menjadi kalimat “Allah”.
Itulah alasan mengapa “Alif” menjadi
sumber abjad dan huruf pertama dari nama “Tuhan Yang Maha Kekal” ini, Allah,
yang bentuk visualnya benar-benar menyampaikan seluruh doktrin metafisik Islam
mengenai alam realitas.
Karena dalam bentuk tulisan dari
nama “Allah” dalam bahasa Arab, kita melihat dengan jelas suatu garis
horizontal, yakni gerak penulisannya, kemudian garis tegak lurus dari “Alif”
dan “Lam” semacam garis melingkar, yang secara simbolis dapat disamakan dengan
suatu lingkaran “Tauhid” yang mengelilingi jiwa orang Islam, “ dan sekaligus
merupakan suatu teofani dan refleksi dari ketakterbatasan kekayaan khazanah
Tuhan yang tercipta setiap saat tanpa pernah kehabisan
kemungkinan-kemungkinannya”.
Hal ini pula yang menegaskan peran
kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda), jalan menuju Tuhan.
“Al’Qur’an bagaikan sepercik cahaya yang
menyinari kegelapan eksistensi manusia di dunia ini”.
Misteri Zat yang menyatakan
identitas, yang sekaligus merupakan sifat Tuhan yang mutlak dan juga
transendensi, mencakup seluruh aspek ketuhanan yang mungkin termasuk dunia
dengan pembiasan pembiasan dari-Nya yang mengindividualisasi tak terkira
banyaknya.
Maka dari itu orang yang mencintai
Tuhan akan selalu “mengosongkan hatinya dari segala sesuatu selain-Nya” (ini
terapi yang sangat ampuh untuk mencapai puncak kekhusyuan didalam shalat);
karena “ Alif Lam Lam Ha” akan menyerbu hatinya dan tidak menyisakan ruang
sedikitpun untuk sesuatu yang lain, karena seseorang hanya perlu mengetahui dan
menyelami hakikat “Bismillah” ini untuk mengetahui semua yang dapat diketahui.
Nama “Allah” adalah kunci khazanah misteri
Tuhan dan pintu gerbang menuju Yang Gaib dan Yang Nyata.
Itulah realitas yang berdasarkan
identitas esensial Tuhan dan kesucian nama-Nya. Itulah alasan mengapa para
Ahlul Hukama selalu merenungi dan menyebutkan bahwa ; “Huruf-huruf didalam
“Bismillah” turun dari dunia spiritual ke dunia fisikal dan memiliki substansi
spiritual batin ketika mengenakan selubung dunia gaib yang mampu menembus
kedalam makna batinnya, dan dapat merenungkan simbol prinsip-prinsip realitas
maupun pedoman yang terwujud” Sebenarnya seluruh manifestasi berasal dari
ketujuh huruf ini (Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), karena bagaimana mungkin Yang
“Esa” melambangkan sesuatu yang lain dari huruf-huruf yang akan mengakui
keEsaan-Nya, apalagi penggabungan dari ketujuh huruf-huruf ini jika berbentuk
huruf Arab yang memanjang dari kanan ke kiri, akan merupakan lambang penerimaan
prinsip material dan pasif, dalam arti kata “ketaqwaan mutlak” serta dimensi
keindahan yang menyempurnakan ke-Agungan diri-Nya, dan sekaligus melambangkan
pusat teragung yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kemana segala
sesuatu itu kembali.
“Manusia harus percaya kepada yang
suci dan terlibat didalamnya, kalau tidak, maka Yang Suci akan menyembunyikan
dirinya dibelakang selubung yang tidak dapat diraba dan dilalui, yang pada
hakikatnya adalah, selubung jiwa rendah manusia “.
Kesucian “Bismillah” mampu
menciptakan sesuatu yang bersifat spiritual sekaligus sensual, menyingkap
keindahan dunia ini beserta sifat fananya, dan menjelma dalam bentuk alam
transendental yang indah melalui teofani Tuhan, karena hakikat Bismillah masih
suci dan dicari oleh sebagian masyarakat Islam, dan menjadi nilai universal
bagi seluruh dunia pada saat kebodohan mengancam untuk mencekik “spirit Bismillah”
itu sendiri.
*** AWAL PENCIPTAAN BISMILLAH
Sebutir debu serta kesekejapan hidup
diubah melalui tradisi menjadi sebuah bintang di cakrawala, yang diberkahi
dengan kemapanan dan merefleksikan keabadian Tuhan.
Menurut doktrin tradisional,
realitas batin alam semesta mengungkapkan dirinya melalui mata batin atau
penglihatan intelektual, “karena mata batin merupakan alat persepsi yang
berdasarkan keselarasan, sekalipun diatas bidang korporeal”.
Dalam makrokosmos, keselarasan alam
semesta terwujud pada taraf realitas yang lebih tinggi dan menjadi suram serta
semakin samar dalam tingkat kosmos yang semakin rendah, karena jauh sebelum
Tuhan menciptakan manusia pertama, yakni Adam As (Abul Basyar) Tuhan yang Maha
Agung lebih dulu menciptakan suatu alam yang disebut “Alam Jabbarut Malaakut”,
dan dihuni oleh para malaikat-malaikat Allah yang tak terbilang banyaknya.
Sebagian dari kelompok para
Malaikat-Malaikat Allah tersebut adalah kelompok Malaikat Muqarrabin, Malaikat
Kurubiyyin, Malaikat Kiraman Katibin, Malaikat Arsyi, Malaikat Hafadzah dan
Malaikat Aran Jabaniyyah, Malaikat Arsyi.
Dan masih banyak lagi golongan
Malaikat-malaikat lainnya yang tidak dapat disebutkan disini. Para
malaikat-malaikat ini masing-masingnya mempunyai sayap, yang sayapnya saja
secara langsung melambangkan “Hakikat realitas penerbangan dan pendakian
melawan seluruh hal yang merendahkan derajat serta menurunkan kekuatan atas
dunia ini, yang akhirnya mengantar pada kebebasan dari kungkungan duniawi yang
serba terbatas”.
Seperti tersebut didalam Firman-Nya
: “ Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi yang menjadikan malaikat
sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai urusan) yang mempunyai sayap
masing-masing (ada yang) dua, tiga empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya
apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu”.
(Q.S. 35 : 1).
Menurut doktrin tradisional, “Alam
Jabbarut Malakut” terdiri dari tujuh lembah pegunungan kosmik “Qaf” yang pada
puncaknya terdapat singgasana Tuhan (Al-Arsy).
Tuhan yang menciptakan singgasana
(Al-Arsy) dari jambrud hijau dan keempat tiangnya terbuat dari batu merah
delima, yang dibawa oleh delapan Malaikatul Arsy, yang selalu bertasbih memuji
Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya.
Ketujuh lembah “Qaf” itu sendiri,
adalah Lembah Thalab (pencarian), Lembah Isyq (cinta), Lembah Istighna
(kepuasan), Lembah Hayrat (kekaguman), Lembah Faqr (kemiskinan), Lembah
Ma’rifah (gnosis), dan Lembah Fana (lebur).
Dimasing-masing ketujuh lembah
pegunungan kosmik “Qaf” ini terdapat (tersimpan) tujuh buah huruf Al-Hijaiyyah,
yakni huruf-huruf yang ada pada kalimah suci “Bismillah”.
Pegunungan kosmik “Qaf” merupakan
pesona spiritual dari keindahan dan keAgungan Tuhan, yang selalu menjadi pintu
gerbang untuk masuk kedalam lautan rahasia Tuhan, yang dimulai dengan kerinduan
kepada-Nya, dan bergerak secara perlahan menuju penyingkapan “hakikat
Bismillah” yang suci dan mensucikan, dan akhirnya mencapai peleburan (Fana)
dengan melintasi horizon esoterisme “Qaf” yang sangat luas dan tanpa batas.
“Qaf, demi Al-Qur’an yang sangat
mulia” (Q.S. : 50 : 1)
Ekspresi universal kehidupan “Alam
Jabbarut Malaakut” dan jalan inisiatik, dimungkinkan oleh tingginya tingkatan
spiritual (maqam) yang sekaligus menjadi awal cikal bakal penciptaan langit dan
bumi yang pada waktu itu (di alam jabbarut malakut), langit masih berupa asap,
asap yang keluar dari ketujuh lembah “Qaf”, kemudian Allah satukan dan dari
asap tersebut dijadikannya tujuh lapis langit.
Seperti tersebut dalam firman-Nya: “
Yang menciptakan tujuh lapis langit “ (Q.S. : 67 : 3).
Dan firman-Nya lagi : “Kemudian Dia
menuju kepada penciptaan langit yang kala itu masih berupa asap” (Q.S. : 41 :
11).
Setelah tujuh lapis langit
terbentuk, kemudian Allah Swt menciptakan tujuh lapis bumi yang diambil dari
pegunungan kosmik “Qaf” pula.
“ Allah-lah yang mnciptakan tujuh
langit dan seperti itu pula bumi” (Q.S. : 65 : 12) Catatan : Pengertian
mengenai penciptaan langit dan bumi ini adalah “langit akhirat dan bumi
akhirat”, karena setelah penciptaan langit dan bumi akhirat ini, Allah Swt
menciptakan tujuh surga dan tujuh neraka, barulah langit dan bumi dunia Allah
ciptakan dalam masa yang pada saat itu bumi masih dalam keadaan gelap gulita.
Seperti yang Allah Swt firmankan
didalam Al-Qur’an :
“Dan sesungguhnya telah Kami
ciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan
kami sedikitpun tidak ditimpa kelelahan “ (Q.S. : 50 : 38)
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan
dunia setelah DIA (Allah) menciptakan surga dan neraka berikut wildan dan
bidadari.
Dunia saat itu masih dalam keadaan
gelap gulita, dan setelah Nabi Adam As dan Siti Hawa terusir dari surga,
kemudian turun ke dunia, barulah Allah Swt menciptakan cahaya yang menerangi
dunia (matahari-bulan-dan bintang), walau sebenarnya penciptaan cahaya (cahaya
Muhammad) ini lebih dulu dari pada penciptaan Alam Jabbarut Malaakut, yakni
“Nur Muhammad”
Tuhan adalah “cahaya langit dan
bumi”.
Demikian penegasan Al-Qur’an yang
kemudian dimensi kosmogonis dan kosmologisnya diperkuat oleh Rasul Saw. Dengan
sabdanya :
“Yang pertamakali diciptakan oleh
Tuhan adalah cahaya”. “Cahaya bagaikan kutub-kutub spiritual yang menyala,
laksana norma dan teladan-teladan yang hidup dan menjadi perhatian para pencari
kebenaran dimana dan kapanpun yang sekaligus merupakan realitas surgawi dibalik
bentuk keduniawian”.
“Hakikat Bismillah adalah gema
panggilan Tuhan kepada manusia untuk kembali ke sumber spiritualnya“ (Faridhal
Attros Al’Kindhy)***
Semoga bermanfaat bagi kita
semua,dan merupakan sedekah dari saya kepada semua masyarakat (umumnya ) semoga
alloh swt,menerima amal ibadah kita semua amin……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar