Total Tayangan Halaman
901,425
Kamis, 27 Agustus 2020
Hari Kesepuluh
Adalah hari syahidnya Abu Abdillah Husain as, hari musibah dan kesedihan para imam suci as beserta pecinta mereka. Selayaknya bagi pecinta mereka meninggalkan urusan dunia pada hari ini, tidak menyimpan harta di rumahnya, bersedih, menangis, melakukan aza’ untuk Imam Husain as seperti aza’ yang mereka lakukan untuk anak dan keluarga mereka yang sangat dicintai, berziarah kepada Imam Husain as dengan ziarah Asyura yang akan disertakan kelak, insya Allah, melaknat para pembunuh beliau. Kemudian mengucapkan takziah berikut ini,
أَعْظَمَ اللهُ أُجُوْرَنَا بِمُصَابِنَا بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَ جَعَلَنَا وَ إِيَّاكُمْ مِنَ الطَّالِبِيْنَ بِثَارِهِ مَعَ وَلِيِّهِ اْلإِمَامِ الْمَهْدِيِّ مِنْ آلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِمُ (عَلَيْهِ) السَّلاَمُ.
Selayaknya, hari ini membaca sejarah terbunuhnya Imam Husain as dan memberitahukan kepada orang lain kesedihan beliau. Ketika Nabi Musa as diperintahkan untuk bertemu dengan Nabi Khidhir as untuk belajar, pertama kali yang beliau sampaikan kepada Nabi Musa as adalah musibah dan bencana yang menimpa keluarga Muhammad as. Keduanya menangis tersedu-sedu.
Ibnu Abbas berkata, “Aku bertemu dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as di Dzi Qar. Beliau mengeluarkan sahifah yang ditulis dengan tulisan tangannya yang dicatat dari ujaran Rasulullah saw. Beliau membacanya untukku, ternyata tulisan itu adalah sejarah terbunuhnya Imam Husain as (maqtal) yang menceritakan bagaimana beliau dibunuh, siapa pembunuhnya, siapa penolongya dan siapa yang syahid bersamanya. Beliau menangis terharu. Aku pun menangis.”
Ibnu Abbas berkata, “Seandainya di sini ada tempat untuk menulis sekilas dari sejarah tadi, aku akan menulisnya. Namun, tempat ini tidak mencukupi.”
Bagi siapa yang ingin tahu tentang maqtal itu, bacalah karya-karya kami yang yang berkenaan dengan hal itu. Sesiapa yang bisa hadir pada hari ini di makam Imam Husain as dan memberi air kepada orang lain, ibarat orang yang memberi minum kepada tentara-tentara beliau dan hadir bersama beliau di Padang Karbala.
Membaca seribu kali surah al-Tauhid pada hari ini mempunyai keutamaan yang sangat besar. Diriwayatkan bahwasanya Allah Swt memandang orang itu dengan pandangan rahmat. Sayid Ibnu Thawus menukil doa-doa yang mirip dengan Doa 'Asyarah, bahkan doa itu sendiri sesuai dengan sebagian riwayat. Syekh Thusi menukil dari Abdullah bin Sinan, dia menukil dari Imam Ja‘far Shadiq as bahwasa pada hari ini dianjurkan salat empat rakaat dan doa yang keduanya dilakukan pada pagi hari. Namun, kami tidak menyebutkan di sini (bagi siapa yang ingin tahu rujuklah buku Zad al-Ma‘ad).
Selayaknya bagi pecinta Ahlulbait pada hari ini tidak minum dan makan (imsak) tapi tidak dengan niat puasa hingga Asar, kemudian berbuka dengan makanan yang biasa dimakan oleh orang yang tertimpa musibah seperti yoghurt, susu dan semacamnya, bukan jenis makanan yang enak dan juga memakai pakaian yang bersih, ikat pinggangnya dilonggarkan dan lengan bajunya diangkat selayaknya orang yang terkena musibah. Allamah Majlisi dalam buku Zad al-Ma‘ad berkata, “Pada hari ke sembilan dan sepuluh lebih baik untuk tidak puasa, sebab Bani Umayah pada dua hari ini melakukan puasa sebagai permusuhan dan rasa syukur atas terbunuhnya Imam Husain as. Mereka telah berbohong kepada Rasulullah saw dengan membuat hadis-hadis palsu yang menjelaskan keutamaan dua hari ini dan keutamaan puasa di dalamnya. Banyak sekali hadis dari Ahlulbait as yang mencela puasa dua hari ini, khususnya hari Asyura. Bani Umayah di hari Asyura menyimpan bekal hidupnya untuk satu tahun di rumahnya. Karena itu, Imam Ali Ridha as bersabda, ‘Sesiapa pada hari ini meninggalkan urusan dunia, maka Allah Swt akan memenuhi kebutuhan dunia dan akhiratnya. Sesiapa menjadikan hari Asyura sebagai hari musibah, kesedihan dan hari tangis, maka Allah Swt akan menjadikan hari kiamat sebagai kebahagiaannya. Sesiapa menganggap hari Asyura adalah hari yang penuh berkah lalu menyimpan sesuatu (bekal hidup) di dalam rumahnya, maka Allah Swt tidak akan memberikan berkah dari simpanan tadi dan dia akan dikumpulkan bersama Yazid, Ubaidillah bin Ziyad dan Umar bin Sa‘d di hari Kiamat. Pada hari Asyura seharusnya seseorang meninggalkan pekerjaan yang bersifat keduniaan, menyibukkan diri dengan tangisan, menyertakan keluarganya untuk mendirikan ma’tam untuk Imam Husain as seperti ma’tam yang mereka lakukan untuk anak dan keluarganya yang paling dicintai, tidak minum atau makan (imsak) sampai waktu Ashar tapi tidak berniat puasa, lalu berbuka meskipun dengan air, tidak berpuasa kecuali telah wajib baginya karena nazar dan semacamnya, tidak menyimpan sesuatu di rumahnya, tidak tertawa dan tidak melakukan hura-hura, melaknat seribu kali para pembunuh beliau dengan mengatakan,
اللَّهُمَّ الْعَنْ قَتَلَةَ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ.
Penulis buku ini menjelaskan bahwa dari perkataan beliau bisa disimpulkan sesungguhnya hadis-hadis yang menjelaskan keutamaan hari Asyura adalah hadis buatan dan mengada-ada. Pengarang buku Syifa’ al-Shudur menganalisis potongan Ziarah Asyura ini, Allahumma Inna hadza yaumun tabarrakat bihi banu Umayyah (Ya Allah hari ini adalah hari dimana bani Umayyah mengambil barakah darinya). Artinya, barakah mereka dari hari ini memiliki berapa gambaran: pertama, bagi mereka adalah sunah menyimpan bekal hidup di hari ini sebab mendatangkan kebahagiaan, banyaknya rizki dan kemakmuran. Namun hal ini sangat ditentang dan dilarang oleh Ahlulbait as sebagaimana yang terdapat dalam banyak hadis. Kedua, mereka menganggap hari ini sebagai hari raya yaitu dengan memberi nafkah kepada keluarganya, memakai pakaian baru, memotong kumis dan kuku, bersalam-salaman satu sama lain dan mengadakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh bani Umayyah bersama pengikut mereka. Ketiga, berpuasa dengan bersandar kepada hadis-hadis buatan. Keempat, mereka meyakini bahwa berdoa pada hari ini adalah sunah. Karena itu, mereka membuat-buat manaqib dan keutamaan hari ini disertai dengan doa-doa, lalu mereka ajarkan doa-doa itu kepada para pelaku maksiat untuk mengaburkan masalah yang sebenarnya terjadi (pembantaian Imam Husain).
Dalam khotbah yang mereka baca pada hari ini, mereka sebutkan kemuliaan dan keutamaan setiap nabi di negeri mereka pada hari seperti dipadamkannya Api Namrud, kokohnya Bahtera Nuh, tenggelamnya Tentara Firaun dan selamatnya Nabi Isa as dari Salib Yahudi. Syekh Shaduq, dari Jaballah Makkiyah meriwayatkan bahwa dia mendengar Maitsam Tammar ra berkata, “Demi Allah! Pada hari ke sepuluh bulan Muharam, umat ini telah membunuh putra Nabinya sendiri dan setiap aliran yang memusuhi agama Allah menganggap hari ini adalah hari yang penuh berkah. Hal ini sudah terjadi dan diketahui oleh Allah Swt. Aku tahu hal itu dari imamku, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as ketika Jaballah berkata, ‘Wahai Maitsam! Bagaimana umat ini bisa menjadikan hari dibantainya Imam Husain as sebagai hari yang berkah?’ Maitsam ra menangis dan berkata, ‘Dengan hadis buatan tadi mereka beranggapan bahwa hari itu adalah hari diterimanya taubat Adam as oleh Allah swt, padahal hal itu terjadi di bulan Zulhijah. Mereka beranggapan bahwa hari itu adalah hari dikeluarkannya Yusuf as dari perut ikan, padahal hal itu terjadi pada bulan Zulqaidah. Mereka beranggapan bahwa hari itu adalah hari berlayarnya Bahtera Nuh as, padahal hal itu terjadi pada hari kesepuluh bulan Zulhijah. Mereka beranggapan bahwa hari itu hari dibelahnya laut bagi Musa as, padahal itu terjadi pada bulan Rabiul Awal.’”
Hadis Maitsam di atas menjelaskan dan menegaskan bahwa hadis-hadis tadi adalah hadis buatan yang mengada-ngada dan ditujukan kepada keluarga suci as. Hadis ini adalah salah satu bukti atas Kenabian dan Imamah dan dalil yang kuat atas kebenaran agama Muhammad dan yang ditempuh oleh pengikut mereka. Imam as mengetahui apa yang akan terjadi dari pemalsuan dan kebohongan tersebut. Mengherankan jika sebagian orang mengujarkan doa-doa yang memuat kebohongan itu kemudian menyebarkannya di kalangan orang awam. Tidak diragukan lagi bahwa membaca doa itu adalah bid’ah yang diharamkan. Doa itu berbunyi,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، سُبْحَانَ اللهِ مِلْأَ الْمِيْزَانِ وَ مُنْتَهَى الْعِلْمِ وَ مَبْلَغَ الرِّضَى وَ زِنَةَ الْعَرْشِ.
Beberapa baris setelahnya membaca shalawat sepuluh kali, lalu membaca,
يَا قَابِلَ تَوْبَةِ آدَمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، يَا رَافِعَ إِدْرِيْسَ إِلَى السَّمَاءِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، يَا مُسَكِّنَ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ عَلَى الْجُوْدِيِّ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، يَا غِيَاثَ إِبْرَاهِيْمَ مِنَ النَّارِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ... الخ.
Tidak diragukan lagi bahwa doa ini diciptakan oleh sekelompok Nawashib dari Madinah atau Khawarij dan semacamnya untuk melanjutkan kezaliman Bani Umayah. Itulah penjelasan dari penulis buku Syifa’ al-Shudur.
Selayaknya bagi kita pada hari ke-10 untuk mengingat kondisi Imam Husain as, para wanita dan anak-anak beliau yang pada waktu itu menjadi tawanan musuh Allah, menangis sedih dan kebingungan karena tertimpa musibah mahadahsyat di Karbala. Tiada ujung pena yang menggambarkan kisah itu. Sungguh tepat ucapan ini,
فَاجِعَهٌ إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَکْتُبَهَا مُجْمَلَهً ذِکْرَةً لِمُدَّکِرِ جَرَتْ دُمُوْعِيْ فَحَالَ حَائِلُهَا مَا بَيْنَ لَحْظِ الْجُفُوْنِ وَ الزُّبُرِ وَ قَالَ قَلْبِيْ بُقْيَا عَلَیَّ فَلاَ وَ اللهِ مَا قَدْ طُبِعْتُ مِنْ حَجَرٍ بَکَتْ لَهَا اْلأَرْضُ وَ السَّمَاءُ وَ مَا بَيْنَهُمَا فِيْ مَدَامِعٍ حُمُرٍ.
Berdirilah. Ucapkan salam kepada Rasulullah saw, Ali Murtadha, Fathimah Zahra, Hasan Mujtaba dan seluruh imam dari keturunan Sayyidu Syuhada, Imam Husain as, dan mengucapkan takziah kepada beliau, kemudian membaca ziarah ini,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ آدَمَ صَفْوَةِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ نُوْحٍ نَبِيِّ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ مُوْسَى كَلِيْمِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ عِيْسَى رُوْحِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ مُحَمَّدٍ حَبِيْبِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ عَلِيٍّ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلِيِّ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا وَارِثَ الْحَسَنِ الشَّهِيْدِ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا ابْنَ رَسُوْلِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا ابْنَ الْبَشِيْرِ النَّذِيْرِ وَ ابْنَ سَيِّدِ الْوَصِيِّيْنَ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا ابْنَ فَاطِمَةَ سَيِّدَةِ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا خِيَرَةَ اللهِ وَ ابْنَ خِيَرَتِهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا ثَارَ اللهِ وَ ابْنَ ثَارِهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا الْوِتْرُ الْمَوْتُوْرُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا اْلإِمَامُ الْهَادِي الزَّكِيُّ وَ عَلَى أَرْوَاحٍ حَلَّتْ بِفِنَائِكَ وَ أَقَامَتْ فِيْ جِوَارِكَ وَ وَفَدَتْ مَعَ زُوَّارِكَ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ مِنِّيْ مَا بَقِيْتُ وَ بَقِيَ اللَّيْلُ وَ النَّهَارُ، فَلَقَدْ عَظُمَتْ بِكَ الرَّزِيَّةُ وَ جَلَّ الْمُصَابُ فِيْ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ فِيْ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ أَجْمَعِيْنَ وَ فِيْ سُكَّانِ اْلأَرَضِيْنَ، فَإِنَّا للهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ وَ صَلَوَاتُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ وَ تَحِيَّاتُهُ عَلَيْكَ وَ عَلَى آبَائِكَ الطَّاهِرِيْنَ الطَّيِّبِيْنَ الْمُنْتَجَبِيْنَ وَ عَلَى ذَرَارِيِّهِمُ الْهُدَاةِ الْمَهْدِيِّيْنَ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا مَوْلاَيَ وَ عَلَيْهِمْ وَ عَلَى رُوْحِكَ وَ عَلَى أَرْوَاحِهِمْ وَ عَلَى تُرْبَتِكَ وَ عَلَى تُرْبَتِهِمْ. اللَّهُمَّ لَقِّهِمْ رَحْمَةً وَ رِضْوَانًا وَ رَوْحًا وَ رَيْحَانًا، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا مَوْلاَيَ، يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، يَا ابْنَ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، وَ يَا ابْنَ سَيِّدِ الْوَصِيِّيْنَ، وَ يَا ابْنَ سَيِّدَةِ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا شَهِيْدُ، يَا ابْنَ الشَّهِيْدِ، يَا أَخَا الشَّهِيْدِ، يَا أَبَا الشُّهَدَاءِ. اللَّهُمَّ بَلِّغْهُ عَنِّيْ فِيْ هَذِهِ السَّاعَةِ وَ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَ فِيْ هَذَا الْوَقْتِ وَ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ تَحِيَّةً كَثِيْرَةً وَ سَلاَمًا، سَلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ، يَا ابْنَ سَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ وَ عَلَى الْمُسْتَشْهَدِيْنَ مَعَكَ سَلاَمًا مُتَّصِلاً مَا اتَّصَلَ اللَّيْلُ وَ النَّهَارُ، السَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ الشَّهِيْدِ، السَّلاَمُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ الشَّهِيْدِ، السَّلاَمُ عَلَى الْعَبَّاسِ بْنِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ الشَّهِيْدِ، السَّلاَمُ عَلَى الشُّهَدَاءِ مِنْ وُلْدِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ، السَّلاَمُ عَلَى الشُّهَدَاءِ مِنْ وُلْدِ الْحَسَنِ، السَّلاَمُ عَلَى الشُّهَدَاءِ مِنْ وُلْدِ الْحُسَيْنِ، السَّلاَمُ عَلَى الشُّهَدَاءِ مِنْ وُلْدِ جَعْفَرٍ وَ عَقِيْلٍ، السَّلاَمُ عَلَى كُلِّ مُسْتَشْهَدٍ مَعَهُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ بَلِّغْهُمْ عَنِّيْ تَحِيَّةً كَثِيْرَةً وَ سَلاَمًا، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَحْسَنَ اللهُ لَكَ الْعَزَاءَ فِيْ وَلَدِكَ الْحُسَيْنِ، السَّلاَمُ عَلَيْكِ، يَا فَاطِمَةُ، أَحْسَنَ اللهُ لَكِ الْعَزَاءَ فِيْ وَلَدِكِ الْحُسَيْنِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، أَحْسَنَ اللهُ لَكَ الْعَزَاءَ فِيْ وَلَدِكَ الْحُسَيْنِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ، يَا أَبَا مُحَمَّدٍ الْحَسَنَ، أَحْسَنَ اللهُ لَكَ الْعَزَاءَ فِيْ أَخِيْكَ الْحُسَيْنِ، يَا مَوْلاَيَ، يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، أَنَا ضَيْفُ اللهِ وَ ضَيْفُكَ وَ جَارُ اللهِ وَ جَارُكَ وَ لِكُلِّ ضَيْفٍ وَ جَارٍ قِرًى وَ قِرَايَ فِيْ هَذَا الْوَقْتِ أَنْ تَسْأَلَ اللهَ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى أَنْ يَرْزُقَنِيْ فَكَاكَ رَقَبَتِيْ مِنَ النَّارِ، إِنَّهُ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar