Ali bin Abi
Thalib ketika menetapkan dan membuktikan keberadaan Allah swt berkata, ‘Segala
puji syukur hanyalah milik Allah yang menunjukkan keberadaannya dengan
ciptaan-Nya, penciptaan makhluk menunjukkan keazalian-Nya dan kesalahan yang
makhluk-Nya perbuat menunjukkan bahwa tidak ada yang menyerupai-Nya. Ia
berkata, ‘Aku heran kepada orang yang ragu dengan Allah sementara ia melihat
ciptaan-Nya bahkan bagi akal ditampakkan kepada kita tanda-tanda pengaturan
yang rapi dan kepastian yang tidak berubah.
Ketika Ali
bin Abi Thalib ditanya, ‘Apakah engkau melihat Tuhanmu? Ali menjawab,
‘Bagaimana mungkin aku menyembah Tuhan yang tidak kulihat? Kemudian beliau
melanjutkan, ‘Allah tidak dapat dilihat dengan mata panca indera akan tetapi
hati yang melihatnya dengan hakikat iman. Allah lebih agung dari penetapan
pengaturannya dengan hati.
Dalam doanya
yang terkenal dengan nama doa Shabah beliau berkata, ‘Wahai Zat yang
menunjukkan diri-Nya dengan Zat-Nya. Zat yang suci dari penyerupaan dengan
makhluk-Nya. Zat yang lebih mulia dari kesamaan dengan makhluknya dalam
kualitas. Wahai Zat yang lebih dekat dari persangkaan yang terbetik dalam benak
seseorang dan lebih jauh dari sekelebatan pandangan dan mengetahui sesuatu yang
belum terjadi.
Ali bin Abi
Thalib memuat khotbah-khotbahnya dengan pengertian-pengertian yang tinggi yang
diambil dari ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan kekuatan ilahiah; langit dan
bumi. Beliau menjelaskan dengan panjang lebar bagaikan ilmuwan yang tahu betul
apa yang diucapkannya. Ia menjelaskan dengan detil ayat-ayat kekuasaan Allah
yang membuat siapa yang mendengarnya akan bertambah keimanan, kekhusyukan dan
ketundukkannya kepada Allah swt. Karena begitu mendengar ucapan Ali seseorang
dapat merasakan langsung apa yang dibicarakannya. Sebagaimana Ali berkata,
‘Demi Allah! Seandainya disingkap segala penutup dari diriku aku tidak akan
bertambah yakin’.
Ali bin Abi
Thalib memberikan penggambaran yang detil tentang sifat-sifat Allah yang
membuat para filsuf menjadikan ucapan-ucapannya sebagai bahan kajian yang dapat
membuka pembahasan lebih luas. Tanpa ucapan-ucapan Ali pembahasan sifat ilahi
para pembahas dapat tersesat karena ucapan beliau bersumber dari hidayah
rabbani.
Beliau
berkata, ‘Kesempurnaan tauhid dan pengesaan Allah adalah ikhlas kepada-Nya.
Kesempurnaan keikhlasan kepada Allah swt adalah menafikan sifat dari-Nya. Hal
itu dikarenakan setiap sifat pasti bukan zat yang disifati dan setiap zat yang
disifati pasti bukan sifat. Oleh karenanya, barang siapa yang menyifati Allah
swt berarti ia telah menjadikan teman bagi-Nya. Dan barang siapa yang berpikir
bahwa Allah memiliki teman itu berarti ia telah menduakan-Nya. Barang siapa
yang menduakan-Nya berarti ia telah membagi-Nya. Dan barang siapa yang membagi-Nya
berarti ia tidak mengerti tentang-Nya. Dan barang siapa yang tidak
mengetahui-Nya berarti ia telah menunjukkan-Nya. Barang siapa yang
menunjuki-Nya berarti ia telah membatasi-Nya. Dan barang siapa yang
membatasi-Nya berarti telah menganggap-Nya berbilang. Allah ada tanpa
diciptakan, wujud-Nya tidak diperoleh setelah sebelumnya tidak ada. Allah
senantiasa bersama dengan segala sesuatu tapi tidak menemani mereka dan tidak
bersama segala sesuatu tapi tidak sirna.
Ali bin Abi
Thalib berargumentasi tentang keesaan Allah dengan ucapannya, ‘Ketahuilah wahai
anakku, Seandainya Allah memiliki sekutu niscaya utusannya telah mendatangimu
dan engkau akan melihat bekas-bekas kerajaan dan kekuasannya. Ketahuilah wahai
anakku, tidak ada seseorang pun yang memberikan kabar berita tentang Allah swt
sebagaimana kabar berita yang dibawakan oleh Rasulullah saw maka relakanlah ia
menjadi penuntunmu’.
Ali bin Abi
Thalib membuktikan keadilan Allah swt dengan ucapannya, ‘Keadilan membuat Allah
tidak berbuat kezaliman kepada hamba-Nya dan berbuat keadilan terhadap semua
makhluk-Nya. Allah berbuat keadilan kepada semua makhluk-Nya dalam hukum dan
menghukumi segala sesuatunya dengan keadilan. Ali kebudian berkata,
‘Sesungguhnya Allah tidak memerintahkanmu kecuali ada kebaikan dibaliknya dan
tidak akan melarangmu kecuali ada kejelekan dibalik larangannya. Hukum-Nya satu
tidak pilih kasih baik untuk penghuni langit atau bumi. Allah tidak akan
memasukkan seseorang ke dalam surga karena perbuatan yang membuatnya seharusnya
berada di neraka’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar