Keteguhan
'Ali As
Pada kondisi yang wajar dan normal, seseorang akan dapat mengatasi jiwa dan menentukan sikapnya yang sesuai dengan kondisi tersebut. Akan tetapi pada kondisi dimana ia diterpa angin kencang kemarahan dan permusuhan, seseorang akan kehilangan keseimbangn dirinya hingga pada saat-saat seperti ini sulit sekali baginya untuk menguasai dirinya. Lain halnya dengan putra Abi Tâlib As, ia tetap teguh dan tegar pada setiap keadaan dan kondisi. Sikapnya sama sekali tidak terpengaruh dengan keadaan dirirnya, artinya sikap dan segala perbuatannya senantiasa terdapat rida Allah Swt. Tingkah lakunya di dalam rumah tangga, sikapnya dalam peperangan, pergaulan dan perlakuannya terhadap masyarakat senantiasa tunduk di bawah syari'at dan undang-undang Islam. Imam 'Ali As telah mendidik dirinya sedemikian rupa sehingga ia menjadi teladan yang baik bagi setiap muslim yang beriman kepada Tuhannya. Dalam perang "Khandaq", ketika kaum musyrikin hendak menyerang kota Madinah, atas perintah Rasulullah Saw kaum Muslimin menggali parit untuk melindungi kota Madinah dari serangan musuh. Situasi sangat genting dan membahayakan sekali bagi umat Islam, tetrlebih lagi ketika sebagian penunggang kuda kaum musyrikin berhasil melompati parit tersebut. Amr bin Abdi Wud, setelah berhasil melewati parit dengan kudanya yang besar dan gagah bersuara keras menantang kaum Muslimin untuk melakukan perang tanding dengannya. Amr bin Abdi Wud bukanlah orang biasa , ia seorang prajurit yang gagah berani. Ketika itu sebagian besar kaum Muslimin merasa ciut dan gentar hatinya untuk berhadapan dengannya, tanpa kecuali Abu Bakar, Umar dan Utsman. Pada kesempatan inilah Imam 'Ali As bangkit untuk melakukan duel dengannya. Beliau maju menuju ke arah musuh yang congkak itu dengan penuh keberanian tanpa sedikit pun ada rasa takut dalam hatinya. Rasulullah Saw dengan tenang menyaksikan peristiwa itu dan bersabda, "Kini keimanan murni bangkit untuk menyerang kemusyrikan yang murni". Akan tetapi Amr berusaha menghindar diri untuk melakukan duel dengan Imam 'Ali As, ia berkata kepada Imam 'Ali As, "Wahai 'Ali kembalilah, aku tidak ingin membunuhmu". Imam 'Ali As menjawab dengan penuh keimanan yang tinggi: "Akan tetapi aku ingin membunuhmu". Dengan seketika Amr bin Abdi Wud naik pitam dan marah, dengan cepat ia menghunuskan pedangnya dan melayangkannya ke arah Imam 'Ali As. Akan tetapi Imam 'Ali As dengan cepat dapat menghindar dari sabetan pedangnya itu. Kedua perajurit itu saling menyerang dan saling menangkis dan menghindar. Imam 'Ali As tidak memberikan kesempatan sedikit pun kepada lawannya untuk menarik nafas, sampai pada suatu kesempatan yang tepat, Imam Ali As dapat melayangkan pedang "Dzul Fiqar" nya tepat mengenai sasaran yang membuat Amr jatuh tersungkur ke tanah. Pemandangan dan peristiwa tersebut membuat kawan-kawan Amr ketakutan dan mundur teratur. Namun ketika Imam Ali As hendak menghabisi nyawanya, musuhnya yang congkak itu, meludahi wajahnya. Sesaat Imam Ali As merasa murka dengan perlakuannya seperti itu, akhirnya beliau As mengurungkan niatnya untuk membunuhnya sampai beliau As merasa tenang kembali agar sabetan pedangnya itu bukan sebagai balas dendam dan emosional, akan tetapi betul-betul karena Allah Swt dan demi membela Islam. Imam Ali As adalah merupakan teladan yang tinggi bagi seluruh prajurit dalam semua peperangan dan pertempuran. Sikap, perbuatan dan sepak terjang beliau As telah mengukir sejarah bangsa Arab dan Islam dengan baik. Setelah Amr bin Abdi Wud dapat dikalahkan, Imam 'Ali As kembali membawa kemenangan kepada Rasulullah Saw. Beliau menyambutnya degan penuh hangat, haru dan kebahagiaan. Beliau berkata, "Tebasan pedang Ali atas Amr menandingi pahala ibadahnya seluruh tsaqalain", artinya bahwa pukulan pedang Imam Ali As yang membinasakan nyawa Amr itu sama dengan ibadahnya seluruh jin dan manusia. Pada saat terjadinya duel antara Imam Ali As dengan Amr bin Abdi Wud, kaum musyrikin senantiasa mengamati dan memperhatikan peristiwa itu dengan penuh ketegangan. Tatkala mereka menyaksikan prajuritnya itu jatuh tersungkur ke tanah, mereka pun mendengar 'Ali As berteriak keras "Allahu Akbar", hati dan jiwa mereka pun menjadi lemah dan putus asa untuk melanjutkan peperangan. Akhirnya mereka mengakhiri penyerangan dan pengepungan kota Madinah dan kembali menarik diri dengan penuh kesedihan, kegagalan dan kekecewaan.
Imam Ali
As Dalam Perang Sifin
Kekesatriaan dan keprawiraan itu tidaklah ada artinya jika tidak diiringi dengan sifat belas dan kasih sayang. Manusia yang berjiwa pahlawan dan pemberani senantiasa menjaga kehormatan dirinya. Demikianlah Imam 'Ali As, beliau tidak mau membunuh musuhnya yang telah terluka parah atau tercekik karena kehausan. Beliau juga tidak mau mengusir orang yang kalah. Amirul Mu'minin As mempunyai rasa peri- kemanusiaan yang sangat tinggi sekalipun dalam peperangan. Beliau tidak pernah menggunakan lapar dan haus-dahaga sebagai senjatanya dalam peperangan melawan musuh-musuh Islam, walaupun mereka sama sekali tidak memperhatikan masalah itu. Bahkan sebaliknya, musuh-musuh Islam berani menggunakan cara yang paling buruk sekali pun demi meraih kemenangan. Dalam perang sifin misalnya, pasukan Muawiyah berhasil menguasai Sungai Furat dan ia mengumumkan kepada segenap pasukannya agar mencegah prajurit Imam 'Ali As untuk mendekati sungai tersebut. Imam 'Ali As mengingatkan mereka bahwa ajaran Islam, kemanusiaan dan kekesatriaan sangat mengecam perlakuan semacam itu. Akan tetapi Muawiyah tidak mempedulikannya, karena yang ia fikirkan hanyalah keuntungan pribadi dan tujuannya yang rakus dan hina. Pada saat itu Imam Ali As berkata kepada para prajuritnya dengan suara lantang, "Hilangkan dahaga pedang-pedang kalian dengan darah, demi menghilangkan rasa haus kalian dengan seteguk air, karena sesungguhnya kematian dalam kehidupan kalian akan dapat ditundukkan dan kehidupan dalam kematian kalian akan dapat berjaya". Dengan serentak para prajurit Imam Ali As menyerang musuh-musuh Islam yang tengah menjaga Sungai Furat tersebut dan dengan mudah Sungai Furat itu dapat diambil alih oleh pasukan Imam As. Kemudian para prajurit Imam Ali As pun segera mengumumkan bahwa mereka akan mencegah pasukan Muawiyah untuk meneguk air sungai tersebut. Akan tetapi Imam Ali As segera mengeluarkan perintahnya agar mengosongkan pinggiran sungai tersebut dan tidak menggunakan air sebagai senjata, karena yang demikian itu bertentangan dengan akhlak Islam Muhammadi.
Imam Fakir
Miskin
Ketika Imam Ali As menduduki jabatan sebagai hakim dan khalifah bagi kaum Muslimin, berbagai tantangan, bencana dan kesedihan datang menimpa beliau As. Walaupun demikian, beliau sendiri yang terjun langsung menangani masalah kemiskinan umat Islam dan rakyatnya. Beliau sama sekali tidak memiliki dendam pribadi kepada siapa pun, sehingga orang-orang yang sebelumnya memusuhi beliau dan menyimpan kedengkian dan kebencian yang mendalam sekalipun tetap dapat menerima bagian dari Baitul Mal. Bahkan beliau tidak membeda-bedakan dalam membagikan harta Baitul Mal itu di antara para sahabat, kerabat, famili dan orang-orang yang dekat dengan beliau dengan yang lainnya. Pada suatu hari seorang wanita yang bernama Saudah datang mengunjungi Imam As untuk mengadu kepada beliau tentang perlakuan buruk yang dilakukan terhadapnya oleh seorang petugas penarik pajak. Ketika itu beliau sedang melaksanakan salat. Ketika beliau mengetahui adanya bayangan seorang wanita yang datang menghampirinya beliau mempercepat salatnya tersebut. Seusai salat beliau menoleh kepada wanita itu dan berkata kepadanya dengan penuh santun dan lembut, "Apa yang bisa saya lakukan untukmu?". Saudah menjawab sambil menangis, "Aku ingin megadukan tentang keburukan petugasmu dalam mengambil pajak dariku". Mendengar hal itu Imam As terkejut dan menangis, kemudian megangkat kepalanya ke langit dan berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menyuruh mereka untuk berbuat aniaya terhadap hamba-Mu". Setelah itu beliau megambil sepotong kulit dan menuliskan sebuah perintah untuk memecat petugas biadab tersebut dari pekerjaannya dan surat tersebut beliau serahkan kepada Saudah. Dengan gembira wanita itu menerimanya untuk selanjutnya ia sampaikan kepada yang bersangkutan. Pada suatu hari Imam Ali As menerima laporan dari kota Basrah bahwa gubernur kota itu yang bernama Utsman bin Hanif telah menghadiri acara walimah dan pesta perkawinan undangan seorang kaya raya. Mendengar informasi tersebut Imam As segera mengirimkan sehelai surat untuknya. Dalam surat itu Imam As menegur dan memberikan peringatan kepadanya tentang adanya sesuatu di balik undangan tersebut. Karena sesungguhnya orang-orang kaya apabila mengadakan pesta perkawinan bukanlah sekedar menyajikan jamuan makanan semata. Akan tetapi acara semacam itu mereka jadikan sebagai alat pelicin dan sogokan terhadap penguasa kota tersebut untuk dapat menembus dan melicinkan tujuan mereka. Di dalam surat itu pula Imam As menyampaikan berbagai saran dan nasihatnya yang perlu direnungkan dan dicamkan baik-baik. Surat Imam As yang ditulis itu berisi sebagai berikut: "Wahai Ibnu Hanif, telah sampai informasi kepadaku bahwa ada orang kaya raya yang mengundangmu untuk menghadiri acara walimah, lalu dengan segera dan senang hati engkau menyambut undangan tersebut dengan jamuan makanan yang berwarna warni. Sungguh aku tidak mengira bahwa engkau sudi menghadiri makanan seseorang yang hanya dihadiri oleh orang-orang kaya sedang orang-orang miskin tidak mereka hiraukan. Ketahuilah sesungguhnya setiap pengikut mempunyai imam yang harus ditaati dan diikuti petujuk cahaya ilmunya. Ketahuilah sesungguhnya Imammu mencukupkan dirinya hanya dengan dua helai jubah yang kasar dan makanannya hanya dengan dua buah roti kering". Salah seorang sahabat Imam As yang berrnama Ady bin Hatim Atta'i pernah ditanya orang tentang politik Amirul Mu'minin As, ia berkata, "Aku saksikan orang yang kuat di sisinya menjadi lemah karena haknya diambil dan orang yang lemah menjadi kuat disisinya karena hak-haknya terpenuhi". Beliau pernah berkata, "Bagaimana mungkin aku ini sebagai seorang Imam jika aku sendiri tidak merasakan duka-nestapa mereka". Pada suatu kesempatan beliau bertanya kepada Ibnu 'Abbâs sambil menjahit sandalnya, "Menurutmu berapa harga sandalku ini?". Setelah memandang dan mengamati beberapa saat, Ibnu 'Abbâs berkata, "Sangat murah, bahkan tidak ada harganya". Kemudian Imam 'Ali As berkata, "Sesungguhnya sandal ini bagiku sangat tinggi nilainya dibandingkan sebuah kekuasaan dan jabatan sampai aku dapat menegakkan yang hak dan menghancurkan kebatilan".
Menghapus
keistimewaan
Ketika Imam Ali As menduduki kursi khilafah, maka sejak hari pertama beliau mengumumkan sikap politiknya yang berlandaskan keadilan dan persamaan hak antara manusia, tidak ada perbedaan antara orang Arab dengan yang bukan Arab ('ajam) selain taqwa, dan antara sadat dengan budak. Sebagian orang mengecam jalan politik beliau tersebut dan memberikan usulan agar beliau kembali kepada cara-cara politik lama yang telah dijalankan oleh para khalifah sebelumnya. Ketika itu Imam As menolak dengan jawaban, "Apakah kalian menyuruhku untuk meraih kemenangan dengan jalan kezaliman?". Beliau melanjutkan, "Seandainya harta itu milikku, maka akan aku bagi rata kepada seluruh masyarakat , apalagi harta itu adalah milik Allah Swt". Pada suatu hari saudara As yang bernama 'Aqil datang kerumah beliau. Imam As menyambut gembira kedatangannya itu. Ketika tiba waktu makan malam, ternyata 'Aqil tidak melihat apa-apa di atas sufrah (alas makanan) selain roti dan garam, ia terkejut dan berkata kepada Imam As, "Hanya inikah yang aku lihat?". Imam As menjawab, "Bukankah ini adalah nikmat Allah yang patut disyukuri?". Kedatangan 'Aqil adalah untuk meminta bantuan kepada beliau demi menutupi hutangnya. Imam As berkata, "Tunggu sebentar aku akan ambilkan harta milikku". 'Aqil mulai merasa kesal dan berkata, "Bukankah Baitul Mal ada di tanganmu? Kenapa engkau memberikanku dari harta milikmu sendiri?". Imam As berkata kepadanya, "Kalau kau mau ambillah pedangmu dan aku akan mengambil pedangku, lalu kita keluar bersama-sama menuju ke satu perkampungan yang terdapat para pedagang yang kaya- raya, kita masuki rumah salah seorang dari mereka dan kita ambil harta kekayaannya". 'Aqil menolak dan berkata: "Memangnya aku datang untuk merampok!". Imam As menjawab, "Engkau mencuri harta kekayaan seorang dari mereka itu masih lebih baik daripada engkau mencuri harta milik semua kaum Muslimin". Demikianlah Imam 'Ali As hidup pada masa kekuasaannya, beliau makan makanan fakir miskin dan hidup dengan penuh kesederhanaan. Ketika orang-orang berkata kepada beliau, "Muawiyah membagi-bagikan harta kekayaan kepada orang-orang untuk menggalang pendukung. Akan tetapi mengapa engkau tidak melakukan hal yang serupa?". Imam As menjawab, "Apakah kalian ini hendak menyuruhku untuk mencapai kemenangan dengan cara yang zalim?". |
Membela
Wanita
Pada suatu hari di musim panas yang sangat menyengat, seorang wanita diusir dari rumah oleh suaminya. Wanita itu datang dan minta tolong kepada Imam 'Ali As. Dengan segera Imam As keluar menuju rumah suami wanita yang malang tersebut. Setibanya beliau di rumah itu, beliau mengetuk pintunya. Seorang pemuda yang tidak mengenal Imam membuka pintu tersebut. Ketika Imam mengecam perlakuan buruknya itu, pemuda tersebut berteriak dengan suara keras dengan penuh kemarahan, ia mengancam akan menyiksa isterinya itu lebih dahsyat lagi akibat ia mengadukan halnya kepada Imam. Pada saat itu beberapa orang yang mengenal Imam melewati jalan di hadapan rumah tersebut, mereka mengucapkan salam kepada Imam As, "Salam sejahtera bagimu Wahai Amirul Mu'minin". Mendengar ucapan salam mereka kepada Imam, tahulah pemuda itu bahwa orang yang kini berada di hadapannya adalah Khalifah kaum Muslimin. Pemuda terebut gemetar ketakutan, kemudian ia menundukkan diri dan segera mencium tangan Imam seraya memohon maaf dengan penuh ketakutan. Pemuda itu berjanji kepada Imam untuk tidak mengulanginya lagi perbuatan buruknya tersebut. Imam menasihati kedua suami- isteri tersebut dan memberikan bimbingan agar kehidupan rumah tangganya tentram dan hidup dengan penuh kedamaian.
Ghadir
Khum
Pada tahun 10 H, Rasulullah Saw melaksanakan ibadah haji wada'. Haji wada' adalah haji terakhir dan merupakan haji perpisahan bagi beliau Saw. Beliau merasa sudah semakin dekat perjumpaannya dengan Allah Swt. Sejak awal masa risalah sering kali beliau menyampaikan tentang seseorang yang bakal menjadi pengganti beliau sebagai khalifah bagi kaum Muslimin. Beliau senantiasa berfikir bagaimana caranya membuka jalan untuk kesuksesan khalifah dan wasyi Nabi, 'Ali bin Abi Tâlib As. Sudah sering kali para sahabat mendengar sabda beliau yang menegaskan bahwa, "Ali senantiasa bersama haq dan haq senantiasa bersama Ali". Dan juga sabdanya yang lain, "Aku adalah kota ilmu sedang Ali adalah pintunya". Jabir bin Abdillah Al-Ansari Ra pernah berkata, "Kami tidak dapat mengenali orang-orang munafik kecuali dengan mengetahui kedengkian mereka terhadap Ali As". Para sahabat pernah mendengar wasiat Nabi yang menyatakan, "Ayyuhannas, aku berwasiat kepada kalian agar mencintai saudaraku, putra pamanku 'Ali bin Abi Tâlib, karena sesungguhnya tidak ada yang mencintainya selain mu'min dan tidak ada yang mendengkinya selain munafik". Pada tanggal 18 bulan Dzul Hijjah Rasulullah Saw kembali dari melaksanakan haji wada'nya yang diikuti oleh lebih dari seratus ribu kaum Muslimin. Saat itulah Jibril As turun membawa pesan langit untuk beliau. Rasulullah Saw menghentikan perjalanannya di suatu tempat yang dikenal dengan nama Ghadir Khum. Beliau memerintahkan semua kaum Muslimin agar menghentikan perjalanan mereka di tempat yang mulia dan bersejarah itu. Di tengah padang pasir dan di tengah panas terik matahari yang membakar itu beliau menyampaikan khutbahnya di hadapan kaum Muslimin dan seluruh para sahabatnya. Dalam khutbahnya itu beliau bersabda, "Ayyuhannas, sesungguhnya aku ini sebentar lagi akan dipanggil oleh Tuhanku dan aku akan memenuhi panggilan-Nya itu. Sesungguhnya aku akan dimintai tanggung jawab dan kalian pun demikian pula, maka apakah yang akan kalian katakan?". Kaum Muslimin dengan serentak menjawab, "Sesungguhnya kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah Tuhan dengan baik, engkau telah berjihad dan memberikan nasihat, semoga Allah akan membalasmu dengan kebaikan". Nabi Saw bersabda, "Bukankah kalian telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Sesungguhnya surga adalah hak, neraka adalah hak, kematian adalah hak, kebangkitan adalah hak, hari akhirat itu tidak diragukan lagi akan kejadiannya dan sesungguhnya Allah Swt akan membangkitkan orang-orang yang berada di dalam kubur". Kaum Muslimin menjawab lagi dengan serempak, "Ya, kami bersaksi akan hal itu semua". Rasulullah Saw melanjutkan sabdanya, "Ya Allah saksikanlah kesaksian mereka itu!". Kemudian beliau bersabda lagi, "Ayyuhannas sesungguhnya Allah Swt adalah pembimbingku sedang aku adalah pemimpin kaum Mu'minin dan sesungguhnya aku lebih utama daripada diri-diri kalian. Maka barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka inilah 'Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah cintailah orang-orang yang mencintai 'Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Dan sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian dua pusaka (tsaqalain) yang sangat berharga yaitu, "Kitâbullah (Al-Qur'an)" dan "Ithrati (Ahlu Baitku)". Ketika itu puluhan ribu kaum Muslimin melihat dan menyaksikan beliau mengangkat tangan 'Ali bin Abi Tâlib As. Seusai pengangkatan 'Ali As sebagai khalifah bagi seluruh kaum Muslimin dan Muslimat yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri, para sahabat Nabi Saw yang kemudian diikuti oleh seluruh kaum Muslimin dan Muslimat melakukan bai'at dan mengucapkan selamat kepada Imam 'Ali As seraya berucap, "Salam Sejahtera Bagimu Wahai Wali dan Pemimpin Kaum Mu'minin".
Khilafah
Rasulullah Saw telah berangkat meninggalkan dunia yang fana ini untuk selamanya demi memenuhi panggilan dan undangan Tuhannya sebagaimana yang telah beliau katakan. Seluruh kaum Muslimin merasa terkejut dengan kepergiannya itu. Ditengah-tengah duka dan kesedihan yang mendalam, jauh di seberang sana ada sekelompok umat Islam yang tengah berkumpul untuk memilih seorang khalifah yang akan menggantikan kedudukan Rasul sebagai pemimpin umat. Mereka telah merampas khilafah dari pemiliknya yang sah. Mereka membiarkan Imam 'Ali As sendirian. Beliau lebih memilih berdiam-diri demi menjaga agama dan maslahat bagi seluruh kaum Muslimin. Setelah kemelut panjang penuh keributan, akhirnya Abu Bakar dinyatakan terpilih sebagai khalifah pertama yang tidak sah bagi kaum Muslimin, dan dilanjutklan dengan khalifah yang kedua yaitu 'Umar bin Khattab. Ketika tiba saatnya kekuasaan jatuh di tangan khalifah yang ketiga, Utsman bin Affan, maka keluarga Bani Umayyah mulai ikut duduk di kursi kekuasaan tersebut. Mereka memegang kendali khilafah dengan penuh ketamakan dan kerakusan. Maka tersebarlah kerusakan dimana-mana. Keluarga Umayyah berlaku sewenang-wenang dan memerintah dengan penuh kezaliman. Ketika kaum Muslimin melihat bahwa Utsman hanya memilih dan mengutamakan keluarganya yang duduk dalam kursi kekuasan itu dan bahkan menyingkirkan sebagian sahabat Nabi Saw yang terkemuka seperti Abu Dzar, bahkan lebih dari itu ia berani memecut seorang sahabat Nabi Saw yang sangat dekat dan mukhlis terhadap beliau yaitu Ammar bin yasir tanpa kesalahan yang jelas, maka mereka segera mengadakan demo dan unjuk rasa, mereka mendatangi kota Madinah untuk menuntut Utsman agar turun dari kursi khilafahnya. Api amarah masyarakat Muslim terhadap Utsman semakin membara. Imam 'Ali As berusaha untuk mendamaikan dan menentramkan mereka serta menasihati Khalifah Utsman agar segera bertaubat dan berbuat adil serta jangan menuruti bisikan dan bujuk rayu orang-orang munafik seperti Marwan bin Hakam. Akan tetapi segala upaya Imam 'Ali As tidak ia pedulikan. Kemurkaan dan kedengkian kaum Muslimin mencapai puncaknya. Mereka mengadakan pengepungan terhadap istana khilafah, nyawa Utsman terancam bahaya. Mengetahui hal itu Imam 'Ali As segera mengutus kedua puteranya Al-Hasan dan Al-Husain As ke istana khilafah dan memerintahkan kedua putranya itu agar berdiri di depan pintu untuk menjaga khalifah dari serangan orang-orang yang akan membunuhnya. Dalam kondisi dan posisi yang sudah sangat genting seperti itu Khalifah Utsman tetap berkeras kepala pada pendirian dan politik kotornya, sementara kemarahan para demonstran sudah mencapai titik-didihnya. Puncak kemarahan tersebut meledak ketika sebagian mereka memanjat naik ke istana dan masuk lewat belakang dan akhirnya mereka berhasil mendekati Utsman. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, mereka segera menghabisi nyawa Utsman yang keras kepala itu. Khalifah Utsman pergi meninggalkan dunia fana ini dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Dan kaum Muslimin beramai-ramai pergi menuju ke rumah Amirul Mu'minin 'Ali As , mereka memohon kepada Imam As agar menerima kedudukan khilafah dan memimpin umat Islam dengan penuh keadilan. Pada awalnya Imam 'Ali As menolak permohonan mereka itu, namun karena masyarakat Islam memaksa terus, akhirnya beliau terpaksa menerima tawaran tersebut. Mulailah beliau As menjalankan roda khilafahnya dan mengatur negara berdasarkan keadilan dan undang-undang Islam. Panji kebenaran dan keadilan kembali berkibar di bawah kepemimpinan Imam 'Ali As. Kaum Muslimin pun kembali menikmati ketentraman setelah masa 25 tahun.
Pemerintahan
'Ali As
Setelah masa jabatan dan khilafah ketiga orang itu berlalu (Abu Bakar, Umar dan Utsman), barulah Amirul Mu'min 'Ali Bin Abi Tâlib As mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan dan menjalankan amanat yang dibebankan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya ke atas pundaknya yaitu memimpin dan membimbing segenap umat manusia, menuntun mereka ke jalan yang hak, menyelamatkan mereka dari kesesatan dan menegakkan keadilan serta menciptakan kedamaian. Sejak masa awal khilafah dan imamahnya Imam 'Ali As mengumumkan sistim politiknya yaitu menegakkan keadilan, menjalankan undang-undang Allah Swt dan menindak segala macam kezaliman dan kejahatan. Masyarakat muslim telah terbiasa menghadapi kezaliman dan ketidakadilan pada masa-masa khalifah sebelumnya. Ketika itu mereka menyaksikan perlakuan khalifah yang tanpa didasari oleh hukum-hukum Allah Swt, mengistimewakan sebagian dan menghinakan sebagian lainnya, harta kekayaan negara hanya tercurah kepada keluarga Umayyah dan orang-orang yang setia kepada kekuasaannya saja. Sementara sebagian besar kaum Muslimin hidup dalam keadan miskin dan penuh dengan penderitaan. Ketika Amirul Mu'minin 'Ali bin Abi Tâlib As menjabat sebagai khalifah dan beliau berjanji akan menegakkan keadilan bagi kaum Muslimin, terutama bagi yang keadaan ekonominya lemah, mereka menyambutnya dengan baik. Lain halnya dengan para jutawan dan orang-orang kaya yang biasa hidup mewah dan suka berfoya-foya. Mereka sangat khawatir kekayaan, kemewahan dan kepentingan mereka terusik dengan keadilan 'Ali As. Orang-orang kaya dan orang-orang yang tidak suka dengan sistem hukumah Allah serta orang-orang munafik segera bergerak cepat membuat kelompok tandingan untuk menentang 'Ali As. Mereka mengobarkan api permusuhan dan peperangan di dalam negara antara sesama kaum Muslimin. Maka terjadilah peperangan antara dua kelompok yang sama-sama menyembah Allah Swt dan Al-Qur'an, Nabi serta Ka'bahnya pun satu dan sama. Perang Jamal adalah perang yang pertama yang meletus di kota Basrah, Irak. Kemudian selanjutnya perang Sifin dan berikutnya terjadi perang Nahrawan.
Syahadah
Imam 'Ali As
Setelah kaum Khawarij mengalami kekalahan telak dalam perang Nahrawan, tiga orang durjana berkumpul untuk mengambil mufakat demi membunuh beberapa orang yang mereka anggap sebagai musuh-musuh mereka dan sebagai penghalang dalam meluluskan tujuan-tujuan mereka. Ketiga orang terkutuk itu adalah, Ibnu Muljam, Hajjaj bin Abdillah dan Umar bin Bakar At-Tamimi. Mereka bertiga telah sepakat dan bertekad untuk membunuh Muawiyah, Amr bin Ash dan Imam 'Ali As. Sedang Ibnu Muljam bertekad untuk membunuh Imam 'Ali As ketika beliau sedang shalat. Ibnu muljam telah menyiapkan diri dan pedangnya yang beracun jauh-jauh hari sebelumnya. Maka pada tanggal 19 Ramadan 40 H ia berhasil membacokkan pedangnya yang beracun itu di bagian atas kepala yang mulia 'Ali As. Ketika itu Imam 'Ali As sedang melakukan salat. Beliau memimpin salat subuh berjamaah bersama kaum Mu'minin di Masjid Kufah, Irak. Ketika itulah Ibnu Muljam terkutuk menghunuskan pedangnya, dengan sembunyi-sembunyi ia mendekati Imam Ali As yang sedang sujud kepada Tuhannya. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud, Ibnu Muljam melayangkan pedang beracunnya itu tepat di bagian kepala beliau As. Darah suci beliau pun muncrat dan berhamburan memerahi mihrab dan pakaian beliau As Amirul Mu'minin As meratap dan berucap, "Fuztu wa Rabbil Ka'bah" (Demi Tuhan ka'bah, sungguh aku telah berjaya). Jamaah Shalat mendengar suara dari langit berucap: "Demi Allah, sungguh tonggak petunjuk telah roboh, orang yang paling takwa telah terbunuh, orang yang paling celaka telah membunuhnya. Ibnu Muljam berusaha untuk melarikan diri dari kota Kufah, akan tetapi ia berhasil dibekuk. Ketika ia dibawa kehadapan Imam 'Ali As, beliau berkata kepadanya: "Bukankah aku selalu berbuat baik kepadamu?". Ia menjawab : "Ya betul". Sebagian orang berusaha untuk melakukan balas dendam terhadap Ibnu Muljam yang terkutuk itu, akan tetapi beliau mencegahnya. Bahkan Imam 'Ali As berpesan kepada putranya Al-Hasan As agar senantiasa berbuat baik kepadanya selama beliau As masih hidup. Ketika Imam 'Ali As menjemput kesyahidannya dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang fana ini, Imam Hasan As segera melaksanakan syari'at Islam terhadap pembunuh ayahnya itu. Nyawa Ibnu muljam pun segera melesat cepat ke neraka jahannam yang paling bawah untuk menyusul para pendahulunya yang mendengki Ahlu Bait Nabi Saw. Imam Ali As mencapai syahada pada usia 63 tahun sama dengan usia Rasulullah Saw. Jenazah beliau dimakamkan di luar kota Kufah pada tengah malam karena khawatir akan kejahatan orang-orang munafik yang mempunyai dendam kesumat. Hanyalah beberapa orang tertentu yang sempat menyaksikan dan turut serta menghadiri pemakaman beliau. Kini "Haram" beliau tidak pernah sepi dan kosong dari para penziarah yang datang dari segenap penjuru dunia, baik orang-orang yang bermadzhab Sunni maupun orang-orang yang bermadzhab Syi'ah. Wahai Imam yang agung dan mulia, janganlah engkau biarkan kami tenggelam dalam kesesatan dan kemaksiatan. Bimbinglah kami menuju jalan yang hak dan kesempurnaan. Dan janganlah engkau haramkan kami untuk sedikit meneguk air syafa'atmu di alam barzakh dan alam akhirat kelak. |
Mutiara Hadits Imam 'Ali As
Janganlah engkau mencari kehidupan hanya sekedar untuk makan. Akan tetapi carilah makan agar engkau dapat hidup.
Sesuatu yang paling merata manfaatnya adalah kematian orang-orang jahat.
Janganlah engkau mengecam Iblis secara terang-terangan, padahal engkau adalah temannya dalam kesunyian.
Akal seorang penulis itu terletak pada penanya.
Kawan sejati adalah belahan ruh, sedangkan saudara adalah belahan badan.
Janganlah engkau mengucapkan sesuatu yang engkau sendiri tidak suka jika orang lain mengucapkannya atasmu.
Biadab adalah penyebab segala keburukan.
Galilah ilmu pengetahuan sejak kecil, pasti engkau akan beruntung ketika besar.
Lebih baik engkau memilih kalah (mengalah) sedang engkau sebagai orang yang bijak daripada engkau memilih menang, akan tetapi engkau sebagai pelaku kezaliman.
*****
Riwayat Hidup Imam Ali As
Nama : Ali As
Gelar : Amirul Mu'minin
Panggilan : Abul Hasan
Lahir : Tahun 23 H
Syahadah : Tahun 40 H
Masa Imamah : Tahun 35 H
Masa Khilafah : 5 tahun
Usia : 63 tahun
Marqad : Najaf Asyraf Iraq
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat:
1. Dimanakah 'Imam Ali As dilahirkan?
2. Apa yang diucapkan oleh Rasulullah Saw tentang keagungan 'Ali As ?
3. Mengapa Imam 'Ali As menghentikan ayunan pedangnya terhadap musuhnya dalam perang Khandaq?
4. Ceritakanlah peristiwa "Ghadir Khum"?
Seri Pemuka Manusia Suci
Muhammad bin 'Abdullâh
'Alî bin Abî Tâlîb
Fâtimah binti Muhammad
Hasan bin 'Alî bin Abî Tâlîb
Huseîn bin 'Alî bin Abî Tâlîb
'Alî bin Huseîn Zainal Abidin
Muhammad bin 'Alî al-Bâqir
Ja'far bin Muhammad Bâqir
Mûsâ bin Ja'far al-Kâzim
'Alî bin Mûsâ ar-Ridâ
Muhammad bin 'Alî al-Jawâd
'Alî bin Muhammad al-Hâdî
Hasan bin 'Alî al-'Askarî
Muhammad bin Hasan al-Mahdî.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar