|
HAL-HAL YANG DISUNAHKAN SEBELUM BERWUDHU
Wudhu seorang muslim batal karena hal-hal berikut ini:
TATACARA
BERWUDHU
Apabila
seorang muslim mau berwudhu, maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya,
kemudian membaca Basmalah
بِسْمِ اللهِ
HR.
Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Ghalil 1/122
Sebab
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah"
[Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al Albani di dalam
kitab Al Irwa' (81)]
Dan
apabila ia lupa, maka tidaklah mengapa.
Adapun
bacaan niat ...usholli... dst sama sekali tida ada dalil shahih yg
menerangkannya, wallahu a'lam.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Kemudian
disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum
memulai wudhu
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Kemudian
berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu memutarnya di dalam dan kemudian
membuangnya).
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Lalu
menghirup air dengan hidung (mengisap air dengan hidung) lalu
mengeluarkannya.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Disunnahkan
ketika menghirup air di lakukan dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan
berpuasa maka ia tidak mengeraskannya, karena dikhawatirkan air masuk ke
dalam tenggorokan. Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Keraskanlah di dalam menghirup air dengan
hidung, kecuali jika kamu sedang berpuasa". [Riwayat Abu Daud dan
dishahihkan oleh Albani dalam shahih Abu Dawud (629)]
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Lalu
mencuci muka. Batas muka adalah dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian
atas sampai dagu, dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Dan
jika rambut yang ada pada muka tipis, maka wajib dicuci hingga pada kulit
dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja, namun
disunnahkan mencelah-celahi rambut yang tebal tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam selalu
mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu. [Riwayat Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa (92)]
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Kemudian
mencuci kedua tangan sampai siku, karena Allah Tabaroka wata'ala berfirman :
"dan kedua tanganmu hingga siku". [Surah Al-Ma'idah : 6]
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Kemudian
mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali, dimulai dari bagian depan
kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan
kepala.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Setelah
itu langsung mengusap kedua telinga dengan air yang tersisa pada tangannya.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Lalu
mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki, karena Allah Tabaroka wata'ala
berfirman: "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki". [Surah
Al-Ma'idah : 6]. Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yang ada di sebelah
bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dengan kaki.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Orang
yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang
wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup
mencuci bagian ujungnya saja.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Setelah
selesai berwudhu mengucapkan :
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
[Diriwayatkan
oleh Muslim. Sedangkan redaksi "Allahummaj`alni minat- tawwabina...
adalah di dalam riwayat At Turmudzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al
Irwa (96)]
"Aku
bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
sebagai bagian dari orang-orang yang bersuci".
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Ketika
berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan, tidak
menunda pencucian salah satunya hingga yang sebelumnya kering.
|
||||||||||||||||||||||||||
-
|
Boleh
mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu
|
Apabila seorang muslim berhadats kecil (tidak berwudhu), maka
haram melakukan hal-hal berikut ini:
-
|
Mengerjakan shalat. Orang yang berhadats tidak boleh melakukan
shalat kecuali setelah berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda:"Allah tidak menerima
shalat yang dilakukan tanpa wudhu". [Riwayat Muslim]
Boleh bagi orang yang tidak berwudhu melakukan sujud tilawah
atau sujud syukur, karena keduanya bukan merupakan shalat, sekalipun lebih
afdhalnya adalah berwudhu sebelum melakukan sujud.
|
-
|
Melakukan thawaf. Orang yang berhadats kecil tidak boleh
melakukan thawaf di Ka`bah sebelum berwudhu, karena Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam telah bersabda : "Thawaf di
Baitullah itu adalah shalat". [Riwayat Turmudzi dan dinilai shahih oleh
Al Albani dalam Al Irwa' (121)]
Dan juga karena Nabi berwudhu terlebih dahulu sebelaum
melakukan thawaf. [Muttafaq 'alaih]
|
MANDI
JUNUB/ MANDI BESAR
Adapun yang berkaitan dengan mandi besar yaitu menyiram sekujur tubuh dengan air. Dasarnya dalah firman Allah Ta’ala : "Dan jika kamu junub maka mandilah" (Al Maidah : 6).
Dan firman Allah : "(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (An Nisa : 43).
Mandi besar itu terbagi kepada wajib dan sunnah :
1) Adapun mandi besar yang diwajibkan, adalah mandi yang dilakukan setelah bersetubuh, baik mani keluar atau tidak keluar, maka wajib baginya mandi disebabkan hanya semata masuknya (tenggelam) kepala zakar (ke vagina) walaupun sesaat, berdasarkan kepada hadits Abi Harairah Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apabila laki-laki telah duduk diantara anggota tubuhnya yang empat kemudian ia bersungguh- sungguh (memasukkan kemaluannya), maka wajiblah mandi" [HR Bukhari dan Muslim, ditambah Muslim : Walaupun tidak keluar mani]
Wanita dalam hal itu (wajibnya mandi setelah setubuh) seperti laki-laki.
Begitu juga, wajib mandi dikarenakan seseoarang mimpi setubuh, lalu mendapati bekas mani, berdasarkan kepada hadits Ummu Salamah bahwasanya Ummu Sulaim istri Abi Thalhah, bertanya kepada Rasulullah, ia berkata: Sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah mandi diwajibkan atas wanita bila ia bermimpi? Beliau bersabda: "Ya, apabila ia mendapati air (air mani/ basah)" [H.R. Bukhari dan Muslim]
2) Adapun mandi besar yang disunnahkan (mandi besar yang dianjurkan) diantaranya :
Mandi hari Jum’at, mandi untuk shalat Jum’at ini hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan), kecuali bagi orang yang punya bau yang tidak enak dan menusuk hidung, maka wajiblah untuk mandi, berdasarkan hadits Abi said Al Khudri Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Mandi hari Jum’at adalah wajib atas setiap orang yang telah mimpi (baligh)" [H.R. Bukhari dan Muslim]
Dan berdasarkan hadits Samurah bin Jundub Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang wudhu pada hari Jum’at maka itu adalah bagus, dan barangsiapa mandi, maka mandi itu adalah yang lebih afdhal' [H.R. Tirmizi dan dihasankanya]
Adapun yang berkaitan dengan mandi besar yaitu menyiram sekujur tubuh dengan air. Dasarnya dalah firman Allah Ta’ala : "Dan jika kamu junub maka mandilah" (Al Maidah : 6).
Dan firman Allah : "(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (An Nisa : 43).
Mandi besar itu terbagi kepada wajib dan sunnah :
1) Adapun mandi besar yang diwajibkan, adalah mandi yang dilakukan setelah bersetubuh, baik mani keluar atau tidak keluar, maka wajib baginya mandi disebabkan hanya semata masuknya (tenggelam) kepala zakar (ke vagina) walaupun sesaat, berdasarkan kepada hadits Abi Harairah Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Apabila laki-laki telah duduk diantara anggota tubuhnya yang empat kemudian ia bersungguh- sungguh (memasukkan kemaluannya), maka wajiblah mandi" [HR Bukhari dan Muslim, ditambah Muslim : Walaupun tidak keluar mani]
Wanita dalam hal itu (wajibnya mandi setelah setubuh) seperti laki-laki.
Begitu juga, wajib mandi dikarenakan seseoarang mimpi setubuh, lalu mendapati bekas mani, berdasarkan kepada hadits Ummu Salamah bahwasanya Ummu Sulaim istri Abi Thalhah, bertanya kepada Rasulullah, ia berkata: Sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah mandi diwajibkan atas wanita bila ia bermimpi? Beliau bersabda: "Ya, apabila ia mendapati air (air mani/ basah)" [H.R. Bukhari dan Muslim]
2) Adapun mandi besar yang disunnahkan (mandi besar yang dianjurkan) diantaranya :
Mandi hari Jum’at, mandi untuk shalat Jum’at ini hukumnya sunnah muakkadah (ditekankan), kecuali bagi orang yang punya bau yang tidak enak dan menusuk hidung, maka wajiblah untuk mandi, berdasarkan hadits Abi said Al Khudri Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Mandi hari Jum’at adalah wajib atas setiap orang yang telah mimpi (baligh)" [H.R. Bukhari dan Muslim]
Dan berdasarkan hadits Samurah bin Jundub Radhiallahu'anhu ia berkata : telah bersabda Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang wudhu pada hari Jum’at maka itu adalah bagus, dan barangsiapa mandi, maka mandi itu adalah yang lebih afdhal' [H.R. Tirmizi dan dihasankanya]
Adapun tata-tata cara mandi, maka ada dua macam :
- Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala dan seluruh badannya.
- Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam hadits 'Aisyah di Bukhari dan Muslim ia berkata :
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika ia melakukan mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu, kemudian mengambil air, lalu beliau memasukkan jari jemarinya ke pangkal rambut, kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya tiga tuangan, kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya."
Hadits ini adalah lafaz yang dikeluarkan oleh Muslim. Hadits yang senada dengan ini ada di Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah Radhiallahu'anha, tata cara mandi yang sempurna itu didahului oleh wadhu, cuma saja mencuci kedua kakinya diakhirkan saat selesai memandikan sekujur tubuh.
Adapun tata cara mandi yang sah dan diterima (minimal) tidak didahului wadhu.
Kedua cara itu sah.
- Tata cara yang mencukupi dan diterima (sah) ialah mencuci kepala dan seluruh badannya.
- Adapun tata cara yang sempurna adalah sesuai yang tercantum dalam hadits 'Aisyah di Bukhari dan Muslim ia berkata :
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika ia melakukan mandi junub, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu, kemudian mengambil air, lalu beliau memasukkan jari jemarinya ke pangkal rambut, kemudian beliau menuangkan air atas kepalanya tiga tuangan, kemudian beliau menyiramkan air ke sekujur tubuhnya kemudian mencuci kedua kakinya."
Hadits ini adalah lafaz yang dikeluarkan oleh Muslim. Hadits yang senada dengan ini ada di Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah Radhiallahu'anha, tata cara mandi yang sempurna itu didahului oleh wadhu, cuma saja mencuci kedua kakinya diakhirkan saat selesai memandikan sekujur tubuh.
Adapun tata cara mandi yang sah dan diterima (minimal) tidak didahului wadhu.
Kedua cara itu sah.
Tidaklah wajib bagi wanita untuk menguraikan kepang rambutnya
saat mandi, berdasarkan hadits Ummu Salamah di shahih Muslim ia berkata : saya
bertanya, wahai Rasulullah sesungguhnya saya adalah wanita yang kepang rambut
saya tebal, apakah saya menguraikannya untuk mandi junub dan haid, beliau
menjawab, "Tidak. Cukuplah bagimu untuk menuangkan air ke atas kepalamu
tiga kali tuangan".
TAYAMUM
Adapun
yang berkaitan dengan bersuci tayamum, maka tayamum itu adalah pengganti air.
Dalilnya adalah firman Allah Tabaroka wata'ala: "Maka jika kamu tidak
mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci." (Al Maidah :
6).
Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Telah dijadikan bagiku bumi
sebagai masjid dan alat untuk bersuci." [H. R. Bukhari dan Muslim]
Maka
bertayamaum dibolehkan dalam dua kondisi : saat tidak mendapati air dan saat
tidak mampu untuk memakai air disebabkan sakit atau semisalnya.
Bertayamum
dilakukan untuk kedua macam hadats, hadats kecil seperti kencing, berak atau
buang angin, dan hadats besar seperti bersetubuh atau keluar mani.
Dan
dibolehkan bertayamum dengan setiap apa menjadi pemukaan bumi, seperti tanah,
pasir dan selainnya, sampai-sampai kalau seandainya bumi itu terdiri dari batu yang
tidak ada dipermukaannya sedikit tanah dan tidak juga pasir, maka ia boleh
bertayamum dengannya.
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Jabir Radhiallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Telah dijadikan bagiku bumi
sebagai masjid dan sebagai yang mensucikan, maka siapa saja dari umatku
mendapatkan waktu sholat maka shalatlah, maka disisinya didapatkan masjidnya
dan alat untuk bersuci, dan terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah
pasir atau terkadang waktu shalat masuk sedangkan ia di daerah batu, maka dalam
kondisi ini diperintahkan untuk bertayamum dengan (permukaan) bumi (daerah
ini)."
Ia
boleh melakukan shalat dengan bersuci pakai tayamum berapapun yang ia inginkan,
baik shalat fardhu atau sunat, karena hukumnya adalah hukum air.
YANG
MEMBATALKAN TAYAMUM
Tayamum batal dengan perkara-perkara yang membatalkan wudhu, dan ditambah dari itu adalah kalau ada air. Jika ada air, maka wajiblah baginya untuk berwudhu, walaupun tayamumnya tidak batal disebabkan oleh hal-hal yang membatalkan wudhu.
Berdasarkan hadits Abi Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "As sha'iid adalah wudhunya muslim, walaupun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, jika air ada, maka bertakwalah (takutlah) kepada Allah, dan basahilah air itu ke kulitnya." [H.R Bazzar dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abi Dzar semisalnya]
Maka dengan hadits Abi Dzar ini maka hadits Abu Harairah menjadi shaih, hanya saja shalat-shalat yang sudah dilakukan dengan tayamum tidak diulang lagi.
Tayamum batal dengan perkara-perkara yang membatalkan wudhu, dan ditambah dari itu adalah kalau ada air. Jika ada air, maka wajiblah baginya untuk berwudhu, walaupun tayamumnya tidak batal disebabkan oleh hal-hal yang membatalkan wudhu.
Berdasarkan hadits Abi Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "As sha'iid adalah wudhunya muslim, walaupun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, jika air ada, maka bertakwalah (takutlah) kepada Allah, dan basahilah air itu ke kulitnya." [H.R Bazzar dan hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abi Dzar semisalnya]
Maka dengan hadits Abi Dzar ini maka hadits Abu Harairah menjadi shaih, hanya saja shalat-shalat yang sudah dilakukan dengan tayamum tidak diulang lagi.
TATA CARA TAYAMUM
Cara melaksanakan tayamum adalah:
-
|
Orang
yang ingin bertayamum berniat berdasarkan hadits "Hanya saja amal-amal
itu tergantung kepada naitnya"
|
-
|
Membaca
bismillah
|
-
|
Memukulkan
tangannya ke tanah (permukaan bumi) satu kali pukulan
|
-
|
Menyapu
mukanya
|
-
|
Menyapukan
tangan kirinya ke telapak tangan kanan serta menyapu kedua punggung telapak
tangannya
|
|
|
Berdasarkan hadits Amar bin Yasir, "Kemudian Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam Memukulkan
tangannya ke bumi satu kali kemudian menyapukan tangan kiri ke telapak tangan
kanan dan kedua punggung kedua tangannya serta wajahnya". [Muttafaq
'alaih]
KHUF/MENYAPU SEPATU
Adapun yang berhubungan dengan menyapu atas kedua khuff
sesungguhnya menyapunya itu pengganti dari mencuci atau membasuh kedua kaki,
apabila kaki tertutup oleh khuff atau kaus kaki, meskipun khuff atau kaus kaki
itu sedikit robek atau bolong, selama ia dinamakan khuff atau kaus kaki dan
bisa dipakai untuk berjalan.
Adapun kalau bolongnya atau robeknya besar sekali, dimana kakinya lebih kelihatan maka tidaklah boleh untuk menyapunya, karena keberadaannya dan kondisi ini seakan-akan tidak diakui keberadaan khuff atau kaus kaki.
Syaratkan untuk menyapu khuff adalah hendaklah memakai kedua khuff itu setelah bersuci (wudhu sempurna), berdasarkan kepada hadits Al Mughirah bin syu’bah Radhiallahu'anhu berkata :adalah aku bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu beliau berwudhu lantas aku membungkukkan badan untuk membuka kedua khuff beliau, lalu beliau bersabda: "Biarkanlah kedua khuff itu, sesungguhnya saya memasukkan dua kaki saya dalam keadaan suci, lantas beliau menyapu atas keduanya." [Muttafaq 'alaih]
Menyapu itu dilakukan di atas khuff saja berdasarkan kepada hadits Ali Radhiallahu'anhu ia berkata: "Kalaulah agama ini berdasarkan logika niscaya alas/telapak khuff lebih utama untuk disapu daripada atasnya (punggungnya), dan sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyapu atas punggung kedua khuffnya (sepatunya)" [HR Abu Daud dengan sanad yang baik]
Bagi orang yang mukim (tidak safar) tidak dibolehkan untuk menyapunya lebih dari satu hari satu malam (24 jam), berdasarkan hadits Ali Radhiallahu'anhu ia berkata: "Rasulullah menentukan tiga hari tiga malam untuk orang musafir dan satu hari satu malam untuk yang mukim". [H.R. Muslim]
Permulaan manyapu dihitung dari sapuan yang pertama, contoh kalau seandainya seseorang memakai kedua khuffnya untuk shalat fajar, dan dia tidak menyapu atas khuff tadi kecuali saat ingin mengerjakan shalat zhuhur maka waktu atau masa berlaku untuk menyapu akan habis besoknya saat ingin mengerjakan shalat zhuhur. Maka ia telah menyapu pada lima waktu, zhuhur, ashar, maghrib, isya dan fajar.
Kemudian dengan menyapu ini, dibolehkan baginya untuk mengerjakan apa yang dikehendakinya dari mengerjakan shalat sunat sampai waktu zhuhur berikutnya, dimana pada waktu seperti itu kemarennya ia menyapu sepatu untuk pertama kali, barulah ia melakukan wudhuk lagi dan membasuh kakinya.
Apa bila ia datang dari berjalan ke negerinya, jikalau masih tersisa waktu dari masa satu hari satu malam, maka ia melanjutkan waktu yang msih tersisa itu di negerinya, tapi jika waktu satu hari satu malam itu sudah berlalu dalam memakai khuff, maka wajiblah baginya untuk mencopot (membuka) dan membasuh kakinya hanya disebabkan sampainya (ke rumah), karena safar telah habis dan hukum- hukumnya pun sudah hilang, sebagiamana kalau seandainya ia menyapu khuffnya dalam keadaan mukim (tidak bersafar) kemudian ia safar, maka ia akan melanjutkan hukum menyapu itu hukum musafir.
Adapun kalau bolongnya atau robeknya besar sekali, dimana kakinya lebih kelihatan maka tidaklah boleh untuk menyapunya, karena keberadaannya dan kondisi ini seakan-akan tidak diakui keberadaan khuff atau kaus kaki.
Syaratkan untuk menyapu khuff adalah hendaklah memakai kedua khuff itu setelah bersuci (wudhu sempurna), berdasarkan kepada hadits Al Mughirah bin syu’bah Radhiallahu'anhu berkata :adalah aku bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu beliau berwudhu lantas aku membungkukkan badan untuk membuka kedua khuff beliau, lalu beliau bersabda: "Biarkanlah kedua khuff itu, sesungguhnya saya memasukkan dua kaki saya dalam keadaan suci, lantas beliau menyapu atas keduanya." [Muttafaq 'alaih]
Menyapu itu dilakukan di atas khuff saja berdasarkan kepada hadits Ali Radhiallahu'anhu ia berkata: "Kalaulah agama ini berdasarkan logika niscaya alas/telapak khuff lebih utama untuk disapu daripada atasnya (punggungnya), dan sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyapu atas punggung kedua khuffnya (sepatunya)" [HR Abu Daud dengan sanad yang baik]
Bagi orang yang mukim (tidak safar) tidak dibolehkan untuk menyapunya lebih dari satu hari satu malam (24 jam), berdasarkan hadits Ali Radhiallahu'anhu ia berkata: "Rasulullah menentukan tiga hari tiga malam untuk orang musafir dan satu hari satu malam untuk yang mukim". [H.R. Muslim]
Permulaan manyapu dihitung dari sapuan yang pertama, contoh kalau seandainya seseorang memakai kedua khuffnya untuk shalat fajar, dan dia tidak menyapu atas khuff tadi kecuali saat ingin mengerjakan shalat zhuhur maka waktu atau masa berlaku untuk menyapu akan habis besoknya saat ingin mengerjakan shalat zhuhur. Maka ia telah menyapu pada lima waktu, zhuhur, ashar, maghrib, isya dan fajar.
Kemudian dengan menyapu ini, dibolehkan baginya untuk mengerjakan apa yang dikehendakinya dari mengerjakan shalat sunat sampai waktu zhuhur berikutnya, dimana pada waktu seperti itu kemarennya ia menyapu sepatu untuk pertama kali, barulah ia melakukan wudhuk lagi dan membasuh kakinya.
Apa bila ia datang dari berjalan ke negerinya, jikalau masih tersisa waktu dari masa satu hari satu malam, maka ia melanjutkan waktu yang msih tersisa itu di negerinya, tapi jika waktu satu hari satu malam itu sudah berlalu dalam memakai khuff, maka wajiblah baginya untuk mencopot (membuka) dan membasuh kakinya hanya disebabkan sampainya (ke rumah), karena safar telah habis dan hukum- hukumnya pun sudah hilang, sebagiamana kalau seandainya ia menyapu khuffnya dalam keadaan mukim (tidak bersafar) kemudian ia safar, maka ia akan melanjutkan hukum menyapu itu hukum musafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar