Dalil Dalil Tentang Adanya Karamah Wali
Ketetapan adanya karamah para wali
dinyatakan oleh dalil-dalil dari Al-Qur'an, khabar, atsar, dan dalil aqli
(rasio).
1. Dalil Al-Qur'an
Ada banyak ayat yang dijadikan
pegangan mengenai hal ini:
Dalil 1
Kisah Maryam dalam QS Ali 'Imran [3]: 37 di atas, sebagaimana telah dijelaskan di muka maka tidak akan kami ulangi lagi di sini.
Dalil 2
Kisah ashabul kahfi yang tertidur selama 309 tahun, namun tetap selamat dari malapetaka. Allah melindungi mereka dari panas matahari, seperti termaktub dalam firman Allah, Dan kamu mengira mereka itu terjaga, padahal sebenarnya mereka tidur (QS Al-Kahfi [18]: 18). Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke arah kanan gua (QS Al-Kahfi [18]: 17).
Kisah ashabul kahfi yang tertidur selama 309 tahun, namun tetap selamat dari malapetaka. Allah melindungi mereka dari panas matahari, seperti termaktub dalam firman Allah, Dan kamu mengira mereka itu terjaga, padahal sebenarnya mereka tidur (QS Al-Kahfi [18]: 18). Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke arah kanan gua (QS Al-Kahfi [18]: 17).
Sebagian orang menetapkan adanya
karamah wali berdasarkan firman Allah, Berkatalah seorang yang memiliki ilmu
dari Al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip." Padahal orang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab dalam ayat
tersebut adalah Nabi Sulaiman a.s., maka tidak benar mengambil dalil dengan
ayat ini.
Al-Qadhi menanggapi masalah ini,
"Di antara ashabul kahfi atau pada zaman mereka pasti ada seorang nabi,
karena tidur mereka yang begitu lama bertentangan dengan kebiasaan manusia,
sebagaimana seluruh mukjizat yang ada." Menurut saya, tidurnya ashabul
kahfi yang begitu lama mustahil merupakan mukjizat salah seorang nabi, karena
tidur bukanlah kejadian yang luar biasa untuk disebut sebagai mukjizat. Banyak
orang tidak mempercayai kejadian ini, karena mereka tidak mengetahui bahwa
ashabul kahfi adalah orang yang jujur dalam pengakuannya kecuali bahwa mereka
tinggal di dalam gua selama itu. Orang-orang mengetahui bahwa mereka yang
datang pada masa itu telah tertidur selama 309 tahun. Keseluruhan syarat ini
tidak terpenuhi, jadi tidak mungkin mengklasifikasikan kejadian tersebut dalam
kategori mukjizat salah satu nabi, cukuplah dianggap sebagai karamah dan ihsan
para wali.
2. Khabar Nabi Saw.
Khabar 1
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw. bersabda,
"Hanya ada tiga bayi yang bisa
bicara, yaitu Isa a.s., bayi pada masa Juraij (seorang ahli ibadah), dan
seorang bayi lainnya." Kisah Nabi Isa a.s. telah diketahui secara luas.
Sementara Juraij adalah seorang ahli ibadah di kalangan Bani Israil yang
memiliki seorang ibu. Pada suatu hari ketika Juraij sedang shalat, sang ibu
mengetuk pintu dan memanggilnya, "Juraij!" Juraij kebingungan,
"Tuhan, manakah yang lebih baik, melanjutkan shalat atau menjawab
panggilan ibu?" Juraij memutuskan untuk tetap melanjutkan shalatnya. Sang
ibu lalu memanggil untuk kedua kalinya, tetapi Juraij tetap melanjutkan shalatnya.
Sampai panggilan ketiga, Juraij tetap kukuh melanjutkan shalatnya dan tidak
menghiraukan panggilan ibunya.
Sang ibu marah, lalu berdoa,
"Ya Allah, jangan biarkan dia mati, sampai ia bertemu seorang
pelacur." Di tempat Juraij tinggal, ada seorang pelacur yang berkata pada
beberapa orang, "Aku akan menggoda Juraij, sampai ia mau berzina
denganku." Pelacur itu mendatangi Juraij tetapi ia tidak mampu berbuat
apa-apa. Suatu malam, seorang penggembala beristirahat di gubugnya. Ketika
lelah, pelacur itu merayu penggembala, dan terjadilah perzinaan antara
keduanya. Pelacur itu kemudian melahirkan seorang bayi dan mengaku, "Ini
anak Juraij." Bani Israil lalu mendatangi Juraij, menghancurkan rumahnya
dan mencaci-makinya. Kemudian Juraij shalat dan memanjatkan doa, hingga
bergeraklah bayi itu.
Abu Hurairah berkata,
"Sepertinya aku melihat Nabi Saw. bercerita dengan mengacungkan tangan
ketika beliau berkata, "Hai bocah, siapa ayahmu?" Bayi itu menjawab,
"Penggembala itu." Akhirnya Bani Israil menyesali perbuatan mereka
terhadap Juraij dan mengucapkan janji, "Kami akan membangun rumahmu dari
emas atau perak." Akan tetapi Juraij menolak tawaran mereka dan membangun
rumahnya seperti semula.
Bayi lain yang bisa bicara adalah
seorang bayi yang sedang menyusu kepada ibunya. Lalu lewatlah seorang pemuda
tampan berparas elok. Sang ibu berdoa, "Ya Allah, jadikan anakku seperti
dia." Kemudian bayi itu menyahut, "Ya Allah, jangan jadikan aku
seperti dia." Lewat lagi seorang perempuan yang diisukan sebagai pencuri,
pezina, dan residivis. Sang ibu berdoa, "Ya Allah, jangan jadikan anakku
seperti dia." Bayi itu menimpali, "Ya Allah, jadikan aku seperti
dia." Sang ibu bertanya-tanya tentang celoteh anaknya. Si bayi berkata,
"Pemuda itu orang yang suka bertindak sewenang-wenang, aku tidak ingin
jadi seperti dia. Sementara perempuan yang diisukan sebagai pelacur itu
bukanlah seorang pelacur, ia diisukan sebagai seorang pencuri, padahal ia bukan
pencuri, dan ia hanya berkata, "Cukuplah Allah sebagai pelindungku."
Khabar 2
Khabar tentang sebuah gua yang
terkenal dalam kitab-kitab sahih. Al-Zuhri meriwayatkan dari Salim dari Ibnu
'Umar bahwa Rasulullah Saw. bercerita, "Dulu, ada tiga orang sedang
menempuh suatu perjalanan, kemudian mereka berlindung dan bermalam di dalam
gua. Lalu sebuah batu besar menggelinding dari atas gunung dan menutupi pintu
gua. Mereka berkata, 'Demi Allah, kami tidak akan selamat dalam gua ini,
kecuali kami memohon kepada Allah dengan perbuatan baik yang telah kami
lakukan'
Salah seorang di antara mereka berkata, 'Aku memiliki dua orang tua yang lanjut usia,
sebelumnya aku tidak pernah membuatkan mereka minuman. Suatu hari, mereka
tertidur di bawah sebatang pohon, aku tidak memindahkan mereka. Aku memerah
susu sebagai minuman sore hari untuk keduanya, aku membawakannya untuk mereka,
tetapi mereka tetap tidur. Aku tidak berniat membangunkan mereka juga tidak
mendahului meminumnya. Sambil berdiri dengan menenteng gelas di tangan, aku
tunggui mereka hingga terjaga sampai fajar merekah. Selanjutnya mereka bangun,
dan meminumnya.Ya Allah, apabila aku lakukan semua" itu karena mencari
ridha-Mu, maka keluarkan kami dari hadangan batu besar ini/' Kemudian batu itu
bergeser sedikit sehingga terbuka celah kecil, namun mereka belum bisa keluar
dari gua.
Orang kedua berkata, 'Aku memiliki sepupu perempuan yang sangat
mencintaiku. Kemudian ia merayuku, tetapi aku menolak, hingga aku menyakiti
dirinya selama beberapa tahun. Akhirnya ia menemuiku dan aku berikan harta yang
banyak agar dia mau meninggalkanku. Waktu itu ia berkata, 'Tidak mungkin kamu
bisa melepaskan cincin ini, kecuali dengan cara yang benar.' Lalu aku
meninggalkannya bersama hartanya. Ya Allah, apabila aku lakukan hal itu karena
mencari ridha-Mu, maka bebaskan kami dari pintu gua ini.' Bergeserlah batu
besar itu, tetapi mereka belum juga bisa keluar dari sana.
Orang ketiga berkata, 'Ya Allah, aku telah mempekerjakan orang. Aku beri
mereka upah, dan hanya ada satu orang yang belum kuberi karena ia meninggalkan
pekerjaannya, kemudian pergi. Aku membungakan upahnya hingga menjadi kekayaan
yang berlipat-lipat. Pada suatu saat, ia mendatangiku dan berkata, 'Hai
'Abdullah, saya mau minta upah.' Aku menjawab, 'Seperti apa yang kamu lihat,
semua upahmu berupa unta, kambing, dan budak.' Dia berkata, 'Hai'Abdullah,
engkau mengolok-olok saya?' Aku menjawab, 'Aku tidak mengolok-olokmu, ambillah
semua upahmu dan gunakan untuk makan/ Ya Allah, apabila hamba melakukan semua
itu karena mencari ridha-Mu, maka lepaskan kami dari padang pasir ini.'
Akhirnya terbukalah batu itu dari gua. Mereka keluar dan berjalan
bersama-sama." (HR Bukhari dan Muslim dengan kualitas hasan sahih)
Khabar 3
Sabda Rasulullah Saw., "Ya
Allah, aku sudah membuat kusut dan mengotori kain lusuh dengan debu. Jika aku
bersumpah dengan nama Allah, niscaya kain itu akan rapih dan bersih
kembali." Tidak ada sesuatu pun yang dapat menyangkal sumpah Nabi Muhammad
Saw. atas nama Allah.
Khabar 4
Sa'id bin Musayyab meriwayatkan dari
Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw., "Suatu hari, ada seorang laki-laki yang
sedang menggiring seekor sapi dengan beban berat. Sapi itu menoleh ke arah
laki-laki itu dan berkata, 'Aku diciptakan bukan untuk ini, tetapi untuk
membajak.' Beberapa orang berseru, 'Maha suci Allah, seekor sapi bisa bicara.'
Aku, Abu Bakar, dan 'Umar mempercayai kejadian itu."
Khabar 5
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa
Nabi Saw. bersabda, "Suatu hari seseorang mendengar petir, tanda musim
hujan, yang akan mengairi kebun Fulan. Aku bergegas menuju kebun itu, pada
waktu itu, ada seorang laki-laki berdiri di sana, dan aku bertanya, 'Siapa
namamu?' Dia menjawab, 'Fulan bin Fulan bin Fulan.' Aku bertanya lagi, 'Apa
yang kau kerjakan di kebun ketika panen tiba?' Dia balik bertanya, 'Kenapa kau
tanyakan hal itu?' Jawabku, 'Karena aku mendengar suara petir yang akan mengairi
kebun Fulan.' Dia berkata, 'Jika benar apa yang kau katakan, maka aku akan
membaginya menjadi tiga, sepertiga untukku dan keluargaku, sepertiga untuk
orang-orang miskin dan musafir, dan sepertiga lagi akan aku nafkahkan.'"
3. Atsar Sahabat
Kita mulai dengan mengutip beberapa
karamah yang muncul dari Khulafa'ur Rasyidin dan para sahabat Nabi Saw.
lainnya. Di sini saya mengutip sebagian karamah Khulafa'ur Rasyidin dari Al-
Razi, dan mengutip karamah para sahabat Nabi lainnya dari periwayat lain. Al-Razi berkata, "Beberapa kitab sufi membahas hal ini berupa riwayat-riwayat yang tak terhitung jumlahnya. Siapa yang ingin mempelajarinya, silakan mengkajinya."
Razi, dan mengutip karamah para sahabat Nabi lainnya dari periwayat lain. Al-Razi berkata, "Beberapa kitab sufi membahas hal ini berupa riwayat-riwayat yang tak terhitung jumlahnya. Siapa yang ingin mempelajarinya, silakan mengkajinya."
4. Dalil Aqli (rasio)
Di antara dalil aqli dan qat'i yang
berkaitan dengan kemungkinan munculnya karamah adalah:
Dalil 1
Sesungguhnya hamba Allah adalah
wali-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya,
- "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak merasa takut dan sedih" (QS Yunus [10]: 62).
Allah juga wali hamba-Nya, seperti
dinyatakan dalam firman-Nya,
- "Allah itu pelindung (wali) orang-orang beriman" (QS Al-Baqarah [2]: 257).
- "Dia terus-menerus melindungi orang-orang yang saleh" (QS al-A'raf [7]: 196).
- "Sesungguhnya penolong kalian (waliyyukum) adalah Allah dan Rasul-Nya" (QS Al-Maidah [5]: 55).
- "Engkaulah Penolong kami (maulana)" (QS Al-Baqarah [2]: 286).
- "Demikianlah, sesungguhnya Allah menjadi pelindung (maula) orang-orang beriman" (QS Muhammad [47]: 11).
Jadi, jelaslah bahwa Allah adalah
wali hambaNya dan hamba adalah wali Allah. Begitu juga Allah adalah kekasih
hamba, sebaliknya hamba adalah kekasih Allah, sebagaimana dinyatakan dalam
firman-Nya,
- "Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya" (QS Al-Maidah [5]: 54).
- "Orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah" (QS Al-Baqarah [2]: 165).
- "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri "(QS al-Baqarah [2]: 222).
Jadi, bisa dikatakan bahwa jika
seorang hamba telah mencapai ketaatan, maka ia akan terdorong untuk
melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan semua hal yang diridhai-Nya,
dan akan meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dicegah olehNya.
Bagaimana mungkin ia tidak melaksanakan perbuatan yang dikehendaki Tuhan Yang
Maha Penyayang lagi Maha Mulia sekali saja, padahal hanya Tuhanlah yang utama
baginya, karena hamba sesungguhnya tidak berdaya dan lemah ketika mengerjakan
semua hal yang dikehendaki dan dititahkan Allah, sedangkan Tuhan Yang Maha
Penyayang melakukan hal-hal utama yang dikehendaki hamba-Nya dalam sekali
hitungan saja. Hal ini berdasarkan pada firman Allah,
- "Penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu." (QS Al-Baqarah [2]: 40)
Dalil 2
Jika ketidakmunculan karamah membuat
manusia menuduh Allah tidak ahli melakukan perbuatan seperti itu, maka itu
termasuk mencela kekuasaan Allah dan dihukumi kufur. Atau jika ketidakmunculan
karamah membuat manusia menuduh seorang mukmin tidak patut dikaruniai karamah
oleh Allah, alasan ini tidak sah, karena mengetahui zat, sifat, perbuatan,
hukum-hukum dan nama-nama Allah, cinta dan ketaatan kepada-Nya, serta
terus-menerus menyucikan, mengagungkan, dan menyambut gembira nama-Nya dan
membacakan tahlil untuk-Nya itu jauh lebih mulia daripada hanya memberikan
sepotong kue untuk menundukkan ular atau harimau. Ketika Allah menganugerahi
seorang mukmin ma'rifat, mahabbah, zikir, dan syukur tanpa permohonan, hal itu
lebih utama daripada hanya memberi sepotong kue sebagai hidangan.
Dalil 3
Nabi Muhammad Saw. bersabda bahwa
Allah berfirman,
"Tidak ada yang lebih
mendekatkan seorang hamba kepada-Ku yang sebanding dengan menunaikan semua
kewajiban yang Kuperintahkan dan senantiasa mendekati-Ku dengan
perbuatan-perbuatan sunnah hingga Aku mencintainya. Dan jika Aku telah
mencintainya, maka aku menjadi pendengaran, penglihatan, lidah, hati, tangan,
dan kakinya. Ia mendengar melalui Aku, ia melihat melalui Aku, ia berbicara
melalui Aku, dan berjalan melalui Aku.'
Khabar ini menunjukkan tidak adanya
ruang dalam pendengaran mereka untuk selain Allah, tidak juga dalam penglihatan
dan keseluruhan anggota tubuhnya. Sebab kalau masih ada ruang untuk selain
Allah, tentunya Allah tidak akan berkata, "Aku mendengar dan
melihat-Nya." Maka tidak ada keraguan lagi bahwa inilah maqam yang lebih
mulia daripada kemampuan menundukkan ular dan binatang buas, atau memberi
sepotong roti, setangkai anggur dan segelas air kepada seseorang yang kelaparan
dan kehausan di padang tandus. Ketika Allah dengan rahmat-Nya mengantarkan hamba-Nya
sampai derajat yang tinggi, maka apa susahnya memberi sepotong roti atau air
minum di padang tandus kepada seseorang?
Dalil 4
Nabi Muhammad Saw. menceritakan
bahwa Allah berfirman, "Barangsiapa menyakiti wali-Ku, maka ia
benar-benar menyatakan peperangan dengan-Ku." Menyakiti wali sama
dengan menyakiti Allah, hal ini sesuai dengan firman-Nya:
- "Orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah" (QS Al-Fath [48]: 10).
- "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin (untuk memilih ketetapan lain), apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan" (QS Al-Ahzab [33]: 36).
- "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya akan dilaknat oleh Allah di dunia dan akhirat" (QS Al-Ahzab [33]: 57).
Berjanji setia (bai'at) kepada Nabi
Muhammad Saw. berarti berjanji setia kepada Allah, ridha kepada Nabi Muhammad
Saw. berarti ridha kepada Allah, menyakiti Nabi Muhammad Saw. berarti menyakiti
Allah. Tidak diragukan lagi, derajat Muhammad adalah derajat tertinggi. Inilah
arti dari firman Allah dalam sebuah hadis qudsi, "Barangsiapa menyakiti
wali-Ku, maka ia telah menyatakan peperangan dengan-Ku." Hadis qudsi
ini menunjukkan ketetapan Allah bahwa menyakiti wali sama dengan menyakiti-Nya.
Hal ini diperkuat dengan khabar
masyhur yang menyatakan bahwa pada hari kiamat nanti Allah Swt. berfirman,
"Aku sakit, tetapi kau tidak
menjengukku. Aku meminta minum tetapi kau tidak memberiku mimun. Aku meminta
makan kepadamu tapi kau tidak memberiku makan." Orang-orang bertanya,
"Ya Tuhan, bagaimana kami melakukan hal ini, sementara Engkau adalah Tuhan
Penguasa alam?" Allah menjawab, "Sesungguhnya hamba-Ku si Fulan
sedang sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Apakah kamu tidak tahu kalau saja
kamu menjenguknya, maka kamu akan menemukan Aku di sisinya."
Demikian juga ketika kita memberi
minum dam makan wali-Nya berarti kita juga memberi minum dan makan Allah.
Seluruh khabar di atas membuktikan bahwa para wali Allah telah mencapai derajat
ini.
Dalil 5
Kita melihat bahwa dalam kebiasaan,
seseorang yang diangkat sebagai pelayan khusus oleh seorang raja dan diizinkan
masuk ke ruang untuk bersenang-senang, maka ia juga diberi kekhususan untuk
melakukan apa yang tidak bisa dilakukan orang lain. Bahkan akal sehat juga
menyaksikan bahwa kedekatan dengan seorang raja akan menimbulkan naiknya
pangkat (kedudukan). Kedekatan adalah asal atau pokok, sementara kedudukan
adalah pengiring. Sedangkan Raja Paling Agung adalah Tuhan Penguasa alam. Jika
Allah memuliakan seorang hamba dengan mengantarkannya ke pintu pengabdian dan
derajat karamah, menganugerahinya rahasia ma'rifat dan kemampuan menyingkap
hijab antara Allah dan dirinya, serta mendudukkannya dalam kedekatan, maka
tidak ada kesulitan baginya untuk menampakkan sebagian karamah di dunia ini.
Dalil 6
Tidak diragukan lagi bahwa yang
menguasai perbuatan adalah ruh, bukan badan. Begitu juga penguasaan Allah atas
ruh sama dengan penguasaan ruh atas badan, berdasarkan penafsiran kami atas
firman Allah, "Dia menurunkan malaikat dengan (membawa) ruh (wahyu) berupa
perintah-Nya" (QS Al-Nahl [16]: 2). Rasulullah Saw. bersabda, "Aku
bermalam di sisi Tuhanku yang memberiku makan dan minum." Dari hadis ini,
kita tahu bahwa semakin banyak pengetahuan seseorang tentang alam gaib, maka
semakin kuat hatinya dan semakin sedikit kelemahannya. Karena itu, 'Ali bin Abi
Thalib berkata, "Demi Allah, gerbang Khaibar itu tidak aku dobrak dengan
kekuatan jasadiah, tetapi gerbang itu terlepas dengan kekuatan
rabbaniyyah." Hal tersebut karena pada waktu perang Khaibar, 'Ali memutus
pandangannya dengan alam jasad, dan malaikat memancarkan cahaya alam keagungan,
sehingga ruh 'Ali menjadi kuat dan menyerupai subtansi ruh malaikat serta
memancarkan kilauan cahaya alam kesucian dan keagungan. Maka 'Ali memiliki
kemampuan seperti malaikat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Demikian pula
hamba lain yang terus-menerus taat, ia akan tiba pada maqam yang difirmankan
Allah dalam sebuah hadis qudsi, "Aku menjadi pendengaran dan
penglihatannya." Ketika cahaya keagungan Allah menjadi pendengarannya,
maka ia mampu mendengar suara yang dekat maupun yang jauh. Ketika cahaya Allah
menjadi tangannya, maka ia memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan
yang sulit maupun mudah, jauh maupun dekat.
Dalil 7
Menurut hukum akal, subtansi ruh
bukanlah raga yang fana, rusak, dapat dipisah-pisah, dan dipotong-potong. Namun
ruh adalah substansi malaikat, penghuni langit, sesuatu yang kudus dan suci.
Hanya saja ketika ruh terikat dengan tubuh dan terbelenggu dengan kehendaknya,
maka ia akan melupakan negeri asal dan tempat tinggalnya yang lama, dan secara
keseluruhan ia serupa dengan tubuh yang rusak, kekuatannya melemah,
kekokohannya lenyap hingga ia tidak kuasa melakukan apa-apa. Ketika ruh senang
dengan ma'rifat dan mahabbah kepada Allah, serta jarang mengikuti kehendak
tubuh, maka ruh-ruh penghuni langit dan 'arsy akan memancarkan kilauan cahaya
mereka atasnya dan menyelubunginya, kemudian ia akan diberi kekuatan hingga
mampu menguasai alam materi, seperti ruh-ruh penghuni langit, dan inilah yang
disebut karamah.
Menurut mazhab kami, ruh manusia
berbeda dengan benda-benda cair. Ruh manusia mengandung kekuatan dan kelemahan,
cahaya dan kegelapan, kehormatan dan kehinaan, demikian juga ruh-ruh falakiyah
(wilayah langit). Tidakkah kau lihat Jibril, ketika Allah menyifatinya dalam
Al-Qur'an, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman Allah yang
dibawa oleh utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan dan kedudukan
tinggi di sisi Allah Pemilik 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat)
lagi dipercaya" (QS Al-Takwir [81]: 19-21). Allah berfirman tentang
sekelompok malaikat lainnya, dan berapa banyak malaikat di langit yang
syafa'atnya tidak berguna kecuali setelah Allah memberikan izin kepada yang
dikehendaki dan diridhai-Nya.
Demikianlah, ketika jiwa berpadu
dengan kekuatan yang suci dan mendasar, cahaya substansi, keluhuran tabiat,
ditambah dengan berbagai macam riyadhah (olah spiritual) yang membersihkan debu
dunia wujud dan kerusakan dari wajahnya, maka jiwanya akan bercahaya,
berkilauan, dan mampu menguasai alam nyata dan fana dengan bantuan cahaya
ma'rifat yang mulia dan kekuatan cahaya Sang Maha Perkasa lagi Maha Mulia.
Penjelasan yang mulia ini mengandung rahasia-rahasia terselubung dan
fenomena-fenomena yang mendalam, karenanya kita memohon pertolongan Allah agar
dapat memahaminya. Barangsiapa tidak bisa mencapainya, berarti ia tidak
meyakininya.
Para penyangkal adanya karamah
memiliki beberapa argumen:
- Para penyangkal karamah berlaku tidak adil dan menyesatkan karena berpendapat bahwa munculnya peristiwa luar biasa merupakan bukti kenabian, kalau muncul di tangan selain nabi, maka bukti ini menjadi batal. Adanya bukti tetapi tidak ada yang dibuktikan akan menodai eksistensi bukti tersebut dengan demikian bukti tersebut menjadi batal.
- Mereka berpegang pada sabda Rasulullah dalam sebuah hadis qudsi yang menceritakan tentang Allah, "Orang-orang yang mendekat kepada-Ku itu tidak akan pernah dekat kepada-Ku, hingga mereka menunaikan hal-hal yang Ku-wajibkan atas mereka." Mereka mengatakan hadis ini adalah bukti bahwa mendekat kepada Allah dengan cara menjalankan semua perintah-perintah-Nya yang wajib lebih agung daripada mendekat kepada-Nya dengan menjalankan perbuatan sunnah. Jika orang yang mendekat kepada-Nya karena menjalankan perbuatan wajib saja tidak memperoleh karamah apa pun, maka apalagi orang yang mendekat kepada Allah dengan menjalankan perbuatan sunnah tidak patut memperoleh karamah.
- Mereka berpegang pada firman Allah, "Dan dia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang tidak sanggup kamu capai kecuali dengan kesukaran-kesukaran yang memayahkan diri"(QS Al-Nahl [16]: 7). Pendapat mereka yang menyatakan bahwa wali itu pindah dari satu negeri ke negeri yang jauh tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ayat ini. Demikian juga. Nabi Muhammad Saw. tidak akan bisa berjalan dari Mekah ke Madinah kecuali dalam tempo yang lama dengan disertai kepayahan-kepayahan. Bagaimana mungkin dapat dipahami bahwa seorang wali meninggalkan negerinya untuk beribadah haji dalam waktu satu hari saja?
- Mereka bertanya apakah wali yang memperlihatkan karamah karena mengharapkan uang dari manusia bisa dituntut untuk menunjukkan bukti kewaliannya atau tidak? Kalau kita menuntutnya untuk menunjukkan bukti, maka itu sia-sia belaka, karena tampaknya karamah menunjukkan bahwa ia tidak berdusta. Sudah ada dalil meyakinkan mengapa harus mencari dalil perkiraan, tetapi kalau kita tidak menuntutnya untuk menunjukkan bukti, berarti kita telah mengabaikan Sabda Nabi SAW. yang berbunyi, "Bukti itu ada pada orang yang menyatakannya." Ini menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan adanya karamah itu batil.
- Apabila karamah bisa muncul pada sebagian wali, maka ia juga bisa terjadi pada orang lain. Jika karamah sudah begitu banyak sampai menjadi hal yang tak luar biasa lagi, maka akan sama dengan adat. Apabila kemunculan karamah begitu sering, maka karamah itu menjadi biasa saja, dan hal inilah yang akan menodai mukjizat dan karamah.
Jawaban atas argumen yang pertama:
Umat muslim berbeda pendapat tentang
apakah seorang wali boleh menyatakan kewaliannya?
Kelompok Al-Muhaqqiqun (orang-orang yang menyatakan kebenaran) tidak membolehkannya. Berdasarkan pendapat ini, kita bisa membedakan antara mukjizat dan karamah. Mukjizat muncul setelah pengakuan kenabian, sementara karamah tidak muncul setelah pengakuan kewalian. Karena perbedaan inilah, para nabi diutus kepada makhluk untuk menyeru dari kekufuran kepada keimanan, dari maksiat kepada ketaatan. Kalau pengakuan kenabian tidak dinyatakan, maka kaum mereka tidak akan beriman, dengan kata lain tetap kufur. Jika para nabi menyatakan kenabian dan menampakkan mukjizat mereka, maka kaum yang diserunya akan mempercayai mereka. Langkah-langkah Nabi Muhammad Saw. menyatakan kenabiannya bukan bertujuan untuk mengagungkan diri, tetapi untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada makhluk, agar mereka hijrah (beralih) dari kufur menuju iman. Adapun pernyataan kewalian seseorang tidak menyebabkan orang yang tidak mengakui kewalian-nya menjadi kafir atau menyebabkan orang yang mengakui kewalian-nya menjadi beriman. Jadi, pengakuan kewalian dinyatakan karena nafsu, oleh karenanya Nabi wajib menyatakan secara jelas pengakuan kenabiannya, sedangkan wali tidak diperkenankan menyatakan pengakuan kewaliannya, sehingga tampaklah perbedaan antara keduanya.
Sementara orang yang berpendapat
bahwa seorang wali boleh menyatakan pengakuan kewaliannya, menyebutkan
perbedaan mukjizat dan karamah ditinjau dari beberapa segi:
1) Kemampuan melakukan hal-hal luar
biasa menunjukkan pelakunya bebas dari maksiat. Adapun peristiwa luar biasa
yang diiringi dengan pengakuan kenabian menunjukkan pengakuan kenabiannya itu
benar, sedangkan peristiwa luar biasa yang diiringi dengan pengakuan kewalian
menunjukkan pengakuan kewaliannya itu benar. Dengan demikian, jelas bahwa
mengakui adanya karamah para wali tidak berarti menyangkal mukjizat para nabi.
2) Nabi Saw. menunjukkan mukjizatnya dan meyakinkan dirinya, sedangkan wali ketika menunjukkan karamahnya tidak untuk meyakinkan dirinya. Karena mukjizat wajib ditampakkan, sementara karamah tidak.
3) Melawan orang-orang yang menyangkal mukjizat itu wajib, sedangkan para penyangkal karamah tidak wajib dilawan.
4) Seorang wali tidak boleh memperlihatkan karamahnya ketika ia menyatakan pengakuan kewaliannya, kecuali jika untuk memper kuat dakwah agama Nabi Saw. Bila hal ini terjadi, maka karamah itu menjadi mukjizat bagi Nabi dan mengukuhkan risalahnya. Dengan demikian, tindakan memperlihatkan karamah tidak berarti menyangkal kenabian seorang nabi, tetapi justru menjadi penguat kenabiannya.
2) Nabi Saw. menunjukkan mukjizatnya dan meyakinkan dirinya, sedangkan wali ketika menunjukkan karamahnya tidak untuk meyakinkan dirinya. Karena mukjizat wajib ditampakkan, sementara karamah tidak.
3) Melawan orang-orang yang menyangkal mukjizat itu wajib, sedangkan para penyangkal karamah tidak wajib dilawan.
4) Seorang wali tidak boleh memperlihatkan karamahnya ketika ia menyatakan pengakuan kewaliannya, kecuali jika untuk memper kuat dakwah agama Nabi Saw. Bila hal ini terjadi, maka karamah itu menjadi mukjizat bagi Nabi dan mengukuhkan risalahnya. Dengan demikian, tindakan memperlihatkan karamah tidak berarti menyangkal kenabian seorang nabi, tetapi justru menjadi penguat kenabiannya.
Jawaban atas argumen yang kedua: Taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan melakukan
amalan-amalan wajib tentu lebih sempurna daripada taqarrub dengan amalan-amalan
sunnah. Seorang wali hanya akan menjadi wali ketika ia menunaikan ibadah fardhu
dan sunnah. Tidak diragukan lagi, kondisi ini lebih baik daripada orang yang
membatasi diri pada hal-hal yang fardhu semata. Jadi, jelaslah perbedaannya.
Jawaban atas argumen yang ketiga: Firman Allah dalam QS Al-Nahl [16]: 7 yang berbunyi,
"Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang tidak sanggup kamu
capai kecuali dengan kesukaran kesukaran yang memayahkan diri", mencakup
kebiasaan-kebiasaan umum. Sedangkan karamah para wali adalah fenomena yang
langka, pengecualian dari kebiasaan-kebiasaan umum.
Jawaban atas argumen yang keempat: Berpegang pada Sabda Nabi Saw. yang menyatakan,
"Bukti itu ada pada orang yang mengaku."
Jawaban atas argumen yang kelima: Orang-orang yang taat itu sedikit jumlahnya, sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah, "Dan sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang
bersyukur/taat"(QS Saba' [34]: 13). Dan seperti yang dikatakan iblis dalam
firman-Nya, "Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur/taat" (QS Al-A'raf [7]: 17). Jadi, ketika orang yang
memperlihatkan karamah sangat sedikit, maka itu berarti berbeda dengan
kebiasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar