perbedaan wudhu’ syiah
dengan sunni
Wudhu syi’ah
Syi’ah Ja’fariyah berwudhu dengan membasuh kedua
tangan; dari siku-siku sampai ujung jari-jari, bukan kebalikannya, karena
mereka mengambil cara berwudhu para imam Ahlul Bait yang telah mengambilnya
dari Nabi saw. Tentunya, para imam lebih mengetahui dari pada yang lainnya
terhadap apa yang dilakukan oleh kakek mereka. Rasulullah saw. Telah berwudhu
dengan cara demikian itu, dan tidak menafsirkan kata (Ilaa/ الی) dalam
ayat wudhu (Al-Maidah [5]: 6) dengan kata (ma’a/ مع) hal ini juga ditulis Imam
Syafi’i dalam kitabnya, Nihâyatul Muhtaj. Begitu juga, mengusap kaki dan
kepala mereka atau tidak membasuhnya ketika berwudhu, dengan alasan yang sama
yang telah dijelaskan di atas. Juga karena Ibnu Abbas mengatakan: “Wudhu itu
dengan dua basuhan dan dua usapan”.
Sebagaimana
diketahui, pada tertib ritual wudhu, madzhab ahlusunnah mewajibkan membasuh
kaki.
Sementara, madzhab syi’ah mewajibkan mengusap kaki (bukan membasuh kaki), berdasarkan ayat al-Qur’an :
Sementara, madzhab syi’ah mewajibkan mengusap kaki (bukan membasuh kaki), berdasarkan ayat al-Qur’an :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta usaplah kepalamu dan kakimu
sampai dengan kedua mata kaki.” [5]
Sedang
hadits-hadits seputar hal itu juga diriwayatkan, baik dari jalur ahlusunnah
maupun syi’ah. Namun, larangan sebagian ulama ahlusunnah untuk mengusap kaki
dikarenakan hadits-hadits yang memerintahkan membasuh kaki; yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, Khalid bin Walid, Amr bin al-‘Ash, Urwah, dan lain-lain [6].
Dan sejarah membuktikan bahwa keempat orang tersebut adalah orang-orang yang
tidak menyukai, bahkan memerangi Ahlul Bait as. Sementara hadits-hadits dari
jalur ahlusunnah, yang memerintahkan untuk mengusap kaki, sebagai berikut :
1. Baihaqi
meriwayatkan dalam Sunan-nya, dari Rifa’ah bin Rafi’, yang mengatakan bahwa
Rasulullah (saww) bersabda : “Sungguh tidaklah kalian mengerjakan sholat,
hingga kalian mengerjakan wudhu sebagaimana perintah Allah, yakni “basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta usaplah kepalamu dan kakimu
sampai dengan kedua mata kaki”.” [7]
2. Ibn Abi
Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas, yang berkata bahwa ayat “usaplah kepalamu
dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki” mengandung makna “mengusap”. [8]
3.
Abdurrazzaq, Ibn Abi Syaibah, dan Ibn Majah meriwayatkan dari Ibn Abbas, yang
berkata : “Orang-orang telah membasuh, padahal tidak aku jumpai dalam
Kitabullah kecuali mengusap.” [9]
dan
lain-lain.
Sementara
dari jalur Ahlul Bait as (syi’ah), terdapat banyak sekali riwayat yang
memerintahkan untuk mengusap kaki, seperti :
1. Imam
Muhammad al-Baqir as, ketika menerangkan wudhu Rasulullah saww, mengatakan
bahwa Rasul saww mengusap kakinya sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan : “Usaplah
kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. [10]
2. Imam Ali
bin Abi Thalib as mengatakan bahwa ayat : “basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, serta usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
termasuk ayat muhkam, yang tidak memerlukan takwil lagi. Adapun batasan (hukum)
wudhu adalah membasuh muka dan kedua tangan, serta mengusap kepala dan kedua
kaki. [11]
3. Imam Ali
al-Ridha as, ketika ditanya seseorang, mengatakan bahwa surat al-Maidah
tersebut sudah jelas, yaitu mengusap kepala dan kedua kaki. [12]
4. Imam
Muhammad al-Baqir as, ketika ditanya tentang darimana perintah untuk mengusap
kepala dan kedua kaki, maka beliau menjawab bahwa perintah tersebut tercantum
dalam al-Qur’an : “basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta
usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. [13]
Referensi:
[5] QS.
al-Maidah: 6
[6]
Al-Syaukani, “Nailul Authar”, jilid 1, bab “Sifat Wudhu”; Suyuthi, “Durr
al-Mantsur”, jilid 3, tentang (QS. al-Maidah: 6).
[7] Suyuthi,
“Durr al-Mantsur”, jilid 3, tentang (QS. al-Maidah: 6).
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Al-Hurr
al-Amili, “Wasail al-Syi’ah”, jilid 1, hal. 389, riwayat 1022.
[11] Ibid,
hal. 399, riwayat 1042.
[12]
Al-Majlisi, “Bihar al-Anwar”, jilid 80, hal. 283, riwayat 32.
[13]
Al-Kulaini, “Al-Kafi”, jilid 3, hal. 30, riwayat 4.
PERBAHASAN WUDHU’
يا أَيُّهَا
الَّذينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَ
أَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرافِقِ وَ امْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ وَ أَرْجُلَكُمْ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ وَ إِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا وَ إِنْ كُنْتُمْ مَرْضى
أَوْ عَلى سَفَرٍ أَوْ جاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ
النِّساءَ فَلَمْ تَجِدُوا ماءً فَتَيَمَّمُوا صَعيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا
بِوُجُوهِكُمْ وَ أَيْديكُمْ مِنْهُ ما يُريدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ
حَرَجٍ وَ لكِنْ يُريدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَ لِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepala dan kakimu sampai
dengan kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit,
berada dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau
menyetubuhi perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan menggunakan tanah yang baik (bersih); usaplah muka dan tanganmu dengan
tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkanmu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Maidah:6)
Di dalam
ayat di atas, dua bentuk ayat perintah digunakan:
(i)
“faghsilu” yang berarti “basuh”
(ii) “wamsuhu” yang berarti “sapu/usap”.
(ii) “wamsuhu” yang berarti “sapu/usap”.
Adalah jelas
bahawa bentuk ayat perintah “basuh” merujuk pada dua objek iaitu mukamu
(wujuhakum) dan kedua tanganmu (aidiyakum) manakala bentuk perintah kedua pula
(sapu/usap) merujuk pada dua objek lainnya iaitu bagian kepalamu (bi ru’usikum)
dan kedua kakimu (arjulakum)
Perkataan
“muka” berarti bagian depan kepala, bermula dari bagian dahi dan bawah dagu,
dan dari telinga ke telinga. Dalam artinya yang sah, sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadis2 para A’immah as,ia merangkumi bagian muka dari batas
anak rambut ke bagian hujung dagu, dan sebatas sejengkal dari sisi ke sisi.
Perkataan
tangan berarti organ yang digunakan untuk menggenggam, dan merangkumi bagian atas
antara bahu dan hujung jari. Maka, dari sudut bahasa, perkataan “yad” adalah
umum bagi lengan,lengan bawah dan tangan. Apabila sesuatu perkataan itu
digunapakai secara umum dalam lebih dari satu maksud, adalah penting untuk
pembicara menjelaskan maksud katanya…dengan ini, kita lihat perkataan ‘ill ‘l
marafiq “sehingga dengan siku” dalam ayat ini, menjelaskan hingga batas manakah
wudu’ itu harus dilakukan.
( Wasa’il, jilid 1. hlm.283-286 bahagian 17-19 pada bab wudu’)
( Wasa’il, jilid 1. hlm.283-286 bahagian 17-19 pada bab wudu’)
Kini kita
sampai pada satu perbedaan utama antara Syiah dan Sunni dalam cara melakukan
wudu’. Sunni membasuh lengan mereka dari hujung jari ke siku, manakala Syiah
pula, membasuh lengan mereka dari siku ke hujung jemari. Seperti yang
dinyatakan di atas, perkataan “hingga dengan siku” tidak menjelaskan kepada
kita untuk membasuh lengan dari hujung jari hingga ke siku, malah, perkataan
ini semata mata memberitahu bagian tangan yang manakah yang termasuk dalam
bagian wudu’.
Lalu,
bagaimana kita melakukan wudu’ dari siku ke hujung jemari? Jawaban pada
persoalan ini terkandung di dalam sunnah. Salah satu dari tanggungjawab Rasul
saaw adalah untuk menjelas dan menunjukkan tatacara sebenar berwudu’, dan ini
kita peroleh lewat hadis para A’immah as.
Zurarah bin
A’yan meriwayatkan hadis berikut:
“Imam Muhammad al-Baqir (a.s) berkata “Mahukah aku perlihatkan pada kalian cara wudu’nya Rasulullah saaw?” Kami menjawab, “Ya”. Apabila air dibawakan ke hadapan Imam, Imam lalu membasuh tangannya, setelah itu beliau menyingsing lengan bajunya. Beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana, menceduk air dgn tangannya dan mencurahkannya ke dahinya. Beliau membiarkan air itu mengalir hingga ke janggutnya kemudian membasuh mukanya sekali. Kemudian, beliau memasukkan tangan kirinya ke dalam air dan menceduknya dengan tangannya dan menuangkannya ke ke siku tangan kanannya turun ke hujung jemarinya. Beliau mengulangi hal yang sama dengan tangan kanannya dan menuangkannya ke siku kirinya hingga ke hujung jemarinya.
“Imam Muhammad al-Baqir (a.s) berkata “Mahukah aku perlihatkan pada kalian cara wudu’nya Rasulullah saaw?” Kami menjawab, “Ya”. Apabila air dibawakan ke hadapan Imam, Imam lalu membasuh tangannya, setelah itu beliau menyingsing lengan bajunya. Beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana, menceduk air dgn tangannya dan mencurahkannya ke dahinya. Beliau membiarkan air itu mengalir hingga ke janggutnya kemudian membasuh mukanya sekali. Kemudian, beliau memasukkan tangan kirinya ke dalam air dan menceduknya dengan tangannya dan menuangkannya ke ke siku tangan kanannya turun ke hujung jemarinya. Beliau mengulangi hal yang sama dengan tangan kanannya dan menuangkannya ke siku kirinya hingga ke hujung jemarinya.
Lalu setelah
itu, beliau megusap bagian depan kepalanya dan muka kakinya dengan sisa air
dari tangan kanan dan kirinya”( Wasa’il jilid 1 hlm 272)
Dalam hadis
yang lain Imam Muhammad al-Baqir (a.s) meriwayatkan cara berwudu yang serupa
dari Amirul Mukminin as yang menunjukkan cara berwudu Rasulullah saaw saat diminta
seseorang (Wasa’il jilid 1 hlm 272)
Kata
perintah “wamsahu “usap/sapu” berarti menyapukan tangan dsb pada sesuatu. Bila
perkataan seperti ini digunakan dalam bentuk kata transitif, ia menandakan
penyempurnaan dan keseluruhan perbuatan (sebagai contoh maksudnya “basuh
seluruh kepalamu”)
Namun,
setiap kali verb ini diikuti oleh huruf “ba”, ia menandakan sebagian darinya
(bermakna, “basuhlah sebagian dari kepalamu”) Dalam ayat wudu’ ini, huruf “ba”
telah digunakan dalam ayat perintah wudu’ yang berarti, terjemahannya yang
tepat adalah “basuhlah sebagian dari kepalamu”
Bagian
kepala yang manakah yang harus dibasuh saat berwudu’? Al Quran tidak
menyebutkannya, namun hal ini bisa kita temukan di dalam sunnah Rasul saaw.
Terdapat banyak hadis dari para A’immah as yang menjelaskan hal ini, bahawa
“sebagian dari kepala” adalah bagian depannya (Wasa’il jilid 1 hlm 289)
Perkataan
“arjulukum ” berarti “kaki, keseluruhan kaki”. Untuk mengkhususkan maksudnya,
adalah penting untuk menambahkan perkataan “illa ‘l-ka’bayn”, “hingga kedua
mata kaki”. Kata “ar-julakum” adalah berhubung kepada “bi ru’usikum” “sebagian
dari kepalamu” oleh kata sendi “wa=dan “. Dengan ini, ayat tersebut berarti
“usap/sapu sebagian dari kakimu”
Sekali lagi,
di sini, kita temukan perbedaan di antara Syiah dan Sunni. Sunni membasuh
keseluruhan kaki mereka sedangkan Syiah hanya mengusap bagian atas kaki mereka
hingga ke mata kaki. Sekaitan hal ini, al Quran dan hadis hadis para A’immah
as, menjelaskan bahawa “mengusap sebagian dari kakimu” itulah yang benar, dan
tafsir inilah yang juga diterima oleh mufassir kenamaan Sunni Imam Fakhru
‘d-Din ar-Razi in his Tafsir al-Kabir.( ar-Razi, Tafsir al-Kabir, vol.3, p.370)
Satu satunya
asas bagi Sunni dalam “membasuh kaki” adalah sebagian hadis yang terakam dalam
kitab2 hadis mereka.
Hadis2 ini
tidak valid karena:
Pertamanya,
terdapatnya percanggahan dengan perintah al Quran. Rasul saaw bersabda “Jika
hadisku disampaikan padamu, maka letakkannya di hadapan al Quran, jika ia
sejalan dengan kitab Allah, ambillah, dan jika sebaliknya, tolaklah”
Keduanya,
mereka menentang sunnah Rasul saaw, sebagaimana yang dijelaskan oleh para
A’immah as, yang diterima oleh semua kaum Muslimin. Bahkan sebagian dari
sahabat yang mengatakan adalah salah untuk menisbahkan “membasuh kaki” kepada
Rasul saaw.
Sebagai
contohnya, sahabat Ibn Abbas berkata, “Allah telah menetapkan dua basuh dan dua
usap dalam berwudu’. Tidakkah engkau perhatikan, saat Allah memerintahkan
bertayyamum, Allah telah meletakkan duausapan pada dua basuhan (muka dan
tangan) dan menghilangkan dua usapan (kepala dan kaki) ( Muttaqi al-Hindi,
Kanzu ‘l-Ummal, jil. 5, hlm. 103 (hadith 2213).Juga Musnad Ibn Hanbal, jil. 1,
hlm.108).
Ketiga,
hadis Sunni dalam hal ini (wudu’) adalah saling bertentangan. Sebagian hadis menyebutkan
“membasuh kaki” seperti hadis Humran yang dikutip oleh Bukhari dan oleh Ibn
‘Asim yang dikutip oleh Muslim. Manakala sebagian dari hadis pula mengatakan
bahawa Nabi saaw “mengusap kaki”, seperti hadis Ibad bin Tamim yang berkata,
“Aku melihat Rasulullah saaw melakukan wudu’, dan Baginda mengusap kakinya”.
Hadis ini diriwayatkan di dalam Ta’rikh of al-Bukhari, Musnad Ahmad ibn Hanbal,
Sunan Ibn Abi Shaybah, dan Mu’jamu ‘l-Kabir at-Tabarani; dan semua perawinya
adalah tsiqah. ( al-’Asqalani, al-’lsabah, jil. 1, hlm. 193; juga Tahdhib
at-Tahdhib).
Dan adalah
suatu kesepakatan bahawa di dalam kaedah (usulu ‘l-fiqh) jika ada hadis2 yang
bertentangan, maka yang sejalan dengan al Quran diterima dan selainnya ditolak
Diriwayatkan
dari Rifa’ah Ibn Rafi’ bahawa beliau bersama dengan Rasul saaw lalu Baginda
saaw bersabda, “Hakikatnya, tiada solat yang diterima sehinggalah seseorang itu
menyempurnakan wudu’nya sebagaiman yang ditetapkan oleh Allah yang Maha
Perkasa, iaitu membasuh muka dan tangan hingga ke siku dan mengusap kepala dan
kedua kaki hingga ke mata kaki” . (Sunan Ibn Majah. jil. 1, bag 57, hadis 460,
No. 453; Sunan Abi Dawud, No. 730; Sunan Al-Nisa’i, No. 1124; Sunan Al-Darimi
1295)
Al-Bukhari,
Ahmad, Ibn Abi Shaybah, Ibn Abi Umar, Al-Baghawi, Al-Tabarani, Al-Bawirdi dan
yang lainnya meriwayatkan dari Abbad Ibn Tamim Al-Mazani yang meriwayatkan
bahawa bapanya berkata, “Aku melihat Rasulullah saaw berwudu’ dan mengusap
kakinya dengan air”(Al-Isaba, jil. 1, hlm. 185, No. 843)
Abu Malik
Ash’ari memberitahu kerabatnya, “Mari, biar aku tunjukkan cara berwudu’nya
Rasulullah saaw” Beliau meminta air untuk berwudu’. Beliau menghidu air
tersebut lalu membasuh mukanya tiga kali dan membasuh tangannya dari siku tiga
kali dan mengusap kepala dan muka atas kakinya. Kemudian mereka solat (Musnad
Ahmad Ibn Hanbal, No. 21825)
Diriwayatkan
dari Rubayyi’ bahawa dia berkata, “Ibn Abbas datang kepadaku dan bertanyakan
tentang hadis yang aku riwayatkan dari Rasul saaw yang menceritakan tentang
Nabi saaw membasuh kakinya saat berwudu’. Lalu Ibn Abbas berkata, “Manusia
mengelak apa sahaja kecuali basuh, sedang aku tidak melihat di dalam kitab
Allah kecuali menyapu” (Sunan Ibn Majah, jil. 1, hlm. 156, No. 458, No. 451;
Musnad Ahmad, No. 25773 )
Ulama Syi’ah
berkeyakinan bahwa dalam berwudhu diwajibkan membasuh kedua tangan dari atas ke
arah bawah. Sementara kaum Ahlusunnah berpendapat bahwa manusia (mukallaf)
bebas memilih antara membasuh kedua tangannya dari atas ke bawah atau
sebaliknya. Tetapi disunatkan membasuhnya dari ujung jari-jari ke arah
atas.(Al-Fiqhu ‘ala al-madzâhibil khamsah, hal. 80, al-Fiqhu ‘ala al-madzâhibil
arba’ah, jilid 1, hal. 65 pada pembahasan jumlah sunat-sunat dan lain-lain;
Shalat al-mukmin al-qahthani, jilid 1, hal. 41, 42.)
Fukaha
Syi’ah mendasari pandangannya dengan sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa
Rasululah Saw membasuh kedua tangannya dari atas ke bawah.( Wasâ’il as-Syi’ah,
jilid 1, hal. 387 pada abwâbul wudhu, bab 15, bâbu kayfiyati al-wudhu wa
jumlatin min ahkamihi).
Dan
berdasarkan riwayat sahih lainnya sebagai penafsiran yang disampaikan oleh para
Imam makshum As atas ayat yang berkaitan dengan wudhu.(. Surat al-Maidah (5):
6).
Riwayat
tersebut berbunyi: “Kalian harus membasuh kedua tanganmu dari atas ke bawah”(
Wasa’il as-Syi’ah, jilid 1, abwâbu al-wudhu, bab 19, h 1.)
Adapun
mengenai redaksi “ila” yang terdapat di dalam ayat Al-Qur’an, yaitu: “Wahai
orang-orang yang beriman, ketika kamu ingin melakukan shalat, maka basuhkan
wajahmu dan kedua tanganmu hingga bagian siku” (Qs. Al-Maidah [5]:6) dapat
dikatakan bahwa ayat tersebut hanya menjelaskan batasan-batasan basuhan dan
kadarnya, bukan menjelaskan tata cara membasuh. Dengan kata lain bahwa ayat
tersebut menentukan batasan dan kadar tangan yang harus dibasuh dalam berwudhu
itu hingga bagian siku.( Kata “marâfiq” adalah bentuk plural dari kata “mirfaq”
yang bermakna siku)
Untuk
memperjelas maksud apa yang disebutkan di atas kami akan sampaikan contoh
sebagai berikut. Misalnya ada seseorang berkata kepada pembantu masjid: “Uknus
al-masjid min al-bâb ila al-mihrâb” (sapulah masjid dari pintu sampai ke
mihrab). Dalam kalimat tersebut seseorang ingin menjelaskan kadar dan batasan
yang harus di sapu. Dia tidak bermaksud mengatakan dari mana memulainya dan
sampai dimana kesudahannya. Terlebih dalam ayat wudhu tersebut tidak terdapat
kata “min” (dari). Dengan demikian bahwa kata “ila” yang terdapat pada ayat di
atas itu tidak juga menunjukkan dianjurkannya (sunah) membasuh kedua tangan
dari ujung jari-jari ke arah siku. Sebagai bukti terbaik atas maksud ayat
tersebut adalah kebiasaan dan sunnah Rasulullah Saw yang telah dijelaskan oleh
para Imam suci Ahlulbait As.
Dengan
demikiian bahwa makna kata “ila” adalah ghayat ( Maknanya: ke, hingga), tetapi
menunjukkan tangan yang dibasuh ( Yakni bahwa batas tangan yang harus dibasuh
adalah sampai siku). dan bukan untuk cara membasuhnya.( Yakni bukan berarti
basuhannya itu sampai siku sehingga menimbulkan dugaan bahwa tata cara
membasuhnya itu harus ke arah siku). Atau bermakna “min” ( Bermakna: dari) atau
bermakna “ma’a” ( Bermakna: beserta, bersama). sebagaimana pandangan Syaikh
Thusi.( Wasâil as-Syi’ah, jilid 1, hal. 406).
Tatacara
berwudu’ dalam mazhab Ahlul Bayt as
Wudu’
dilaksanakan secara empat tahap:
1. Membasuh
muka. Selepas berniat, curahkan air dari atas arah anak rambut. Dengan
menggunakan tangan kanan, basuhlah muka itu dari atas ke bawah, hingga air itu
sampai ke seluruh wajah dari anak rambut ke dagu dan dari sisi ke sisi(bagian
yg tidak ditumbuhi janggut)
Bacalah doa
ini sebelum mulakan wudu’:
Bis
mail-lahi wa bil-lahi ; wal hamdu lil-lahi lazi ja’ala ma’a tahuran wa lam
yaj’alu najisa
dan doa ini
saat membasuh muka:
Allahumma
bayyiz wajhiy yawma tusawwidul wujuh; wa la tusawwid wajhiy yawma tubyyizul
wujuh
2. Membasuh
tangan dari siku ke hujung jemari. Lurutkan tangan ke bawah dan tidak boleh
naik ke atas saat membasuh tangan ke bawah. Mulakan pada tangan kanan dahulu
baru diikuti oleh tangan kiri.
Bacalah doa
ini saat membasuh tangan kanan:
Allahumma
‘atiniy kitabi bi yaminiy, wal khuda fil jinani bi yasariy, wa hasibniy hisaban
yasira
Bacalah doa
ini saat membasuh tangan kiri:
Allahumma la
tu’tiniy kitabiy bi shimaliy, wa la min wara’i zahriy, wa la taj’alha
maghluqatan ila ‘unuqi; wa a ‘uzu bika min muqatta ‘atin niyran
3. Mengusap
kepala. Dengan sisa air wudu’ itu (tidak perlu mengambil air lagi), usapkan
kepala dari bagian atas kepala turun ke anak rambut. Gunakan tangan kanan, bisa
dgn satu jari sahaja, namun sebaik baiknya 3 jari.
Bacalah doa
ini saat mengusap kepala:
Allahumma
ghash-shiniy bi rahmatika wa barakatika wa ‘afwika
4. Mengusap
muka kaki. Seperti kepala tadi, air yg masih tersisa pada tangan tadi di
usapkan pada kaki, bermula dari hujung jari kaki hingga ke atas (menggunakan
tapak tangan), iaitu pada mata kaki(pergelangan kaki). Kaki tidak boleh
digerakkan saat mengusap, hanya tangan sahaja yg digerakkan (kaki juga bisa
diusap dari mata kaki ke hujung jari) Gunakan tapak tangan kanan utk kaki kanan
dan tapak tangan kiri utk kaki kiri.
Bacalah doa
ini saat mengusap kaki:
Allahumma
thab-bitniy ‘alas sirati yawma tuzillu fiyhil aqdam ; waj’al sa’iy fi ma
urziyka ;anniy ; ya zul jalali wal ikram
**Adalah
penting utk memperhatikan bahawa saat menyapu kepala dan kaki, kedua dua bagian
itu harusnya tidak basah, pastikan keduanya tidak berair.
_______________________________________________________________
di sunni
-ketika membahas nasikh-mansukh-ayat wudlu ini dijadikan dalil bolehnya sunnah
mengapus hukum qur’an. Di antara dalilnya adalah berikut ini:
Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahi, telah menceritakan
kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan
kepada kami Asim al-Ahwal, dari Anas yang mengatakan bahwa Al-Qur’an
menurunkan perintah untuk mengusap (kaki), sedangkan sunnah memerintahkan untuk
membasuh(nya). Ibnu Katsir berkata Sanad atsar ini sahih.
Ibn Katsir
berkata “Memang diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf hal yang memberikan
pengertian adanya wajib mengusap kaki ini.” kemudian ia membawakan
dalil-dalilnya, di antaranya:
1. Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya’qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Humaid
yang mengatakan bahwa Musa ibnu Anas berkata kepada Anas, sedangkan kami saat
itu berada di dekat¬nya, “Hai Abu Hamzah, sesungguhnya Hajaj pernah berkhotbah
ke pada kami di Ahwaz, saat itu kami ada bersamanya, lalu ia menyebutkan
masalah bersuci (wudlu). Maka ia mengatakan, ‘Basuhlah wajah dan kedua tangan
kalian dan usaplah kepala serta basuhlah kaki kalian. Karena sesungguhnya tidak
ada sesuatu pun dari anggota tubuh anak Adam yang lebih dekat kepada kotoran
selain dari kedua telapak kakinya. Karenanya basuhlah bagian telapaknya dan
bagian luarnya serta mata kakinya’.” Maka Anas berkata, “Mahabenar Allah dengan
segala firman-Nya dan dustalah Al-Hajaj. Allah Swt. telah berfirman, ‘Dan
usaplah kepala kalian dan kaki kalian’
2. Ibnu
Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Qais Al-Khurrasani, dari Ibnu Juraij , dari Amr ibnu
Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa wudu itu terdiri
atas dua basuhan dan dua sapuan.
3. Hal yang
sama diriwayatkan oleh Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah. Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami Abu Ma’mar Al-Minqari, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mihran, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya “dan sapulah kepala kalian dan kaki kalian sampai
dengan kedua mata kaki.”(al-Maidah: 6). Makna yang dimaksud ialah mengusap
kedua kaki (bukan membasuhnya).
Yang aneh,
kenapa ia justeru menyerang syi’ah dengan pernyataan: “Orang-orang yang
menganggap wajib mengusap kedua kaki seperti mengusap sepasang khuf dari
kalangan ulama Syi’ah, sesungguhnya pendapat ini sesat lagi menyesatkan.”
Apa
hubungannya dengan syi’ah, kenapa ia tidak mengkritik salaf yang berpendapat
demikian tapi malah syi’ah yang disesatkan? aneh…
Ada 3 Amalan
Bersuci (QS. 4: 43 dan QS. 5: 6) dengan perintah mandi, membasuh dan mengusap:
1.Basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
2.Sapulah
kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
3. Sapulah
mukamu dan tanganmu.(tayamum)
Perbedaan
qira’at tidak mempengaruhi arti dan maksudnya. Membasuh kaki karena mengikuti
perintah “membasuh muka” bertentangan dengan susunan kalimat yang fasih seperti
dicontohkan pada perintah “mengusap muka”
Sunni
sendiri umumnya mengakui bahwa ayat tersebut menyuruh mengusap kaki, hanya saja
ada sunnah yang mewajibkan membasuh kaki. Sehingga ada yang membawa dalil
sunnah tsb sebagai penjelas dan ada juga sebagai penghapus hukum ayat tersebut.
Bagi saya
ayat-ayat perintah dalam al-Quran adalah penting. semoga kita tidak termasuk
orang yang diadukan oleh Rasul SAW:
“Berkatalah
Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang
tidak diacuhkan.” (QS. 25: 30)
SHALAT DALAM MAZHAB AHLUL BAIT
Seorang
profesor bidang studi Islam di Turki memicu kontroversi, setelah mengeluarkan
fatwa bahwa umat Islam boleh sholat hanya tiga kali dalam sehari, dan bukan
lima kali asalkan memperbanyak doa.Fatwa itu dikeluarkan oleh Profesor Muhammad
Nour Dugan, dan ia mendapat dukungan dari sejumlah profesor bidang hukum Islam
lainnya, sehingga menimbulkan perdebatan yang panas di media massa Turki.Para
cendekiawan Islam yang mendukung fatwa tersebut antara lain Dr. Ali Kusa. Ia
beralasan, Nabi Muhammad Saw dalam kasus-kasus khusus menggabungkan dua waktu
sholat
.
SHALAT DALAM MAZHAB AHLULBAIT
Jika anda
membaca Qs. 17:78 dan Qs. 11:114 maka jelaslah maka shalat 5 kali sehari dalam
3 waktu :
* Zuhur dan
ashar
* Maghrib
dan isya
* Subuh
.
How many prayer times are mentioned? THREE, NOT five. Count them: the
“Sun’s Decline, Darkness of the Night, and the Morning Prayer.” That’s
THREE, not FIVE.
How many prayer times are mentioned? THREE, NOT five. Count them: the
“Sun’s Decline, Darkness of the Night, and the Morning Prayer.” That’s
THREE, not FIVE.
Now, what
did the Prophet (PBUH&HF) do? Here’s what Ibn Abbas, one of the
most famous narrators, says according to the Musnad of Ibn Hanbal (One of
the books of tradition):
most famous narrators, says according to the Musnad of Ibn Hanbal (One of
the books of tradition):
“The Prophet
(PBUH&HF) prayed in Madina, while residing there,
NOT TRAVELING, seven and eight (this is an indication to the seven
Raka’t of Maghrib and Isha combined, and the eight Raka’t of Zuhr and
`Asr combined).”
NOT TRAVELING, seven and eight (this is an indication to the seven
Raka’t of Maghrib and Isha combined, and the eight Raka’t of Zuhr and
`Asr combined).”
Musnad
al-Imam Ibn Hanbal, vol. 1, page 221.
Also, in the
Muwatta’ of Malik (Imam of Maliki sect), vol. 1, page 161, Ibn
Abbas says:
Abbas says:
“The Prophet
(PBUH&HF) prayed Zuhr and `Asr in combination and Maghrib
and Isha in combination WITHOUT a reason for fear or travel.”
and Isha in combination WITHOUT a reason for fear or travel.”
As for Sahih
Muslim, see the following under the chapter of “Combination of
prayers, when one is resident”:
prayers, when one is resident”:
Ibn Abbas
reported: The messenger of Allah(may peace be upon him)
observed the noon and the afternoon prayers together, and the sunset
and Isha prayers together without being in a state of fear or in a
state of journey
observed the noon and the afternoon prayers together, and the sunset
and Isha prayers together without being in a state of fear or in a
state of journey
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1515
Ibn Abbas
reported that the messenger of Allah(may peace be upon him)
combined the noon prayer with the afternoon prayer and the sunset
prayer with the Isha prayer in Medina without being in a state of
danger or rainfall. And in the hadith transmitted by Waki(the words
are): “I said to Ibn Abbas: What prompted him to do that? He said: So
that his(prophet’s)Ummah should not be put to (unnecessary) hardship.”
combined the noon prayer with the afternoon prayer and the sunset
prayer with the Isha prayer in Medina without being in a state of
danger or rainfall. And in the hadith transmitted by Waki(the words
are): “I said to Ibn Abbas: What prompted him to do that? He said: So
that his(prophet’s)Ummah should not be put to (unnecessary) hardship.”
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1520
Abdullah b.
Shaqiq reported: Ibn Abbas one day addressed us in the
afternoon(after the afternoon prayer) till the sun disappeared, and
the stars appeared, and the people began to say: Prayer, prayer. A
person from Banu Tamim came there. He neither slackened nor turned
away, but (continued crying): Prayer, prayer. Ibn Abbas said: May you
be deprived of your mother, do you teach me sunnah? And then he said:
I saw the messenger of Allah(may peace be upon him) combining the noon
and afternoon prayers and the sunset and Isha prayers. Abdullah b.
Shaqiq said: Some doubt was created in my mind about it. So I came to
Abu Huraira and asked him(about it) and he testified his assertion.
afternoon(after the afternoon prayer) till the sun disappeared, and
the stars appeared, and the people began to say: Prayer, prayer. A
person from Banu Tamim came there. He neither slackened nor turned
away, but (continued crying): Prayer, prayer. Ibn Abbas said: May you
be deprived of your mother, do you teach me sunnah? And then he said:
I saw the messenger of Allah(may peace be upon him) combining the noon
and afternoon prayers and the sunset and Isha prayers. Abdullah b.
Shaqiq said: Some doubt was created in my mind about it. So I came to
Abu Huraira and asked him(about it) and he testified his assertion.
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1523
Abdullah b.
Shaqiq al-Uqaili reported: A person said to Ibn Abbas(as
he delayed the prayer): Prayer. He kept silent. He again said: Prayer.
He again kept silent, and he cried: Prayer. He again kept silent and
said: May you be deprived of your mother, do you teach us about
prayer? We used to combine two prayers during the lifetime of the
messenger of Allah(may peace be upon him).
he delayed the prayer): Prayer. He kept silent. He again said: Prayer.
He again kept silent, and he cried: Prayer. He again kept silent and
said: May you be deprived of your mother, do you teach us about
prayer? We used to combine two prayers during the lifetime of the
messenger of Allah(may peace be upon him).
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1524
Ibn Abbas
reported: The messenger of Allah(may peace be upon him)
observed the noon and afternoon prayers together in Medina without
being in a state of fear or in a state of journey. Abu Zubair said: I
asked Sa’id[one of the narrators] why he did that. He said: I asked
Ibn Abbas as you have asked me, and he replied that he[the Holy
prophet] wanted that no one among his Ummah should be put to
[unnecessary] hardship.
observed the noon and afternoon prayers together in Medina without
being in a state of fear or in a state of journey. Abu Zubair said: I
asked Sa’id[one of the narrators] why he did that. He said: I asked
Ibn Abbas as you have asked me, and he replied that he[the Holy
prophet] wanted that no one among his Ummah should be put to
[unnecessary] hardship.
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1516
Ibn Abbas
reported that the Messenger of Allah(may peace be upon him)
observed in Medina seven (rakahs) and eight(rakahs), i.e., (he
combined) the noon and afternoon prayers(eight rakahs) and the sunset
and Isha prayers(seven Rakahs).
observed in Medina seven (rakahs) and eight(rakahs), i.e., (he
combined) the noon and afternoon prayers(eight rakahs) and the sunset
and Isha prayers(seven Rakahs).
Sahih
Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1522
Tidak ada komentar:
Posting Komentar