Para ulama
Islam dari semua mazhab telah meriwayatkan hadits-hadits Nabi SAW tentang
kelebihan ‘Ali AS dan Zuriatnya yang suci di dalam sahih-sahih, Musnad-Musnad,
dan sejarah-sejarah mereka, contoh Hadits itu diantaranya :
1. Sabda
Rasululllah SAW: “Hanya orang yang namanya ditulis oleh ‘Ali saja yang dapat
menyeberangi al-Sirath.”
Hadits ini
telah diriwayatkan oleh Ibn Hajr di dalam al-Sawa’iq al-Muhriqah (1 ) dari Ibn
Siman bahwa Abu Bakr berkata kepada ‘Ali AS: “Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda:” Hanya orang yang (namanya) ditulis oleh’ Ali saja dapat menyeberangi
al-Sirat. “Hadits ini juga telah dicatat oleh al-Hamawaini al-Syafi’i di dalam
Fara’id al-Simtin [2], al-Muhibb al-Tabari dalam al-Riyadh [3] al-Nadhirah dan
al-Khatib al-Baghdadi di dalam Tarikh[4] dan lain-lain.
2. Ali
adalah Pembagi Surga dan Neraka.
Al-Khawarizmi
telah mencatat di dalam Manaqibnya bab 16, dengan membuang sanad-sanadnya dari
‘Ali bin Abi Thalib AS. Beliau berkata: Rasulullah saw bersabda, “Wahai ‘Ali,
sesungguhnya Anda adalah dealer surga dan neraka. Dan sesungguhnya akan
mengetuk pintu surga kemudian akan memasukinya tanpa hisab.”
3. Jika
manusia bersepakat mencintai Ali AS niscaya Allah tidak menjadikan neraka.
Hadits ini
telah dikeluarkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi ‘al-Mawaddah[5]
dari al-Hamdani al-Syafi’i dari Umar bin al-Khattab mengatakan: “Nabi SAW
bersabda:” Jika manusia bersepakat mencintai Ali AS, niscaya Allah tidak akan
menjadikan neraka. “Hadits ini juga dikutip oleh al-’Allamah al-Askari di alam
Maqa al-Imam Amiru l-Mukminin ‘untuk al-Khulafa['6], dari Umar bin al-Khattab
dan sahabat-sahabat yang lain. Al-Khawarizmi di dalam Maqtal al-Husain[7] telah
meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Abbas. Dan Muhammad Salih al-Hanafi di dalam
al-Kuakab al-Duriyy[8] dari Umar bin al-Khattab.
4. ‘Ali adalah
yang paling akrab kepada Rasulullah SAW.’
Hadits ini
telah dikeluarkan oleh al-Khawarizmi[9] dengan sanadnya dari Sya’bi berkata:
“Abu Bakr melihat kepada ‘Ali bin Abi Thalib secara berdepan dan berkata: Siapa
yang ingin melihat orang yang paling akrab kepada Rasulullah SAW, paling tinggi
posisinya, dan paling tinggi di sisi Allah SWT, hendaklah ia melihat kepada
lelaki ini dan dia mengisyaratkan kepada ‘Ali bin Abi Thalib karena aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda:’ Dia (‘Ali) bersifat kasih sayang kepada
orang banyak ….”
Hadits ini juga telah dikutip oleh al-Muttaqi al-Hindia Al-Hanafi dalam kanz al-’Ummal[10] dan Muhibb dalam Al-Riyadh al-Nadhirah.[11]
Hadits ini juga telah dikutip oleh al-Muttaqi al-Hindia Al-Hanafi dalam kanz al-’Ummal[10] dan Muhibb dalam Al-Riyadh al-Nadhirah.[11]
5. ‘Wahai’
Ali! Tangan Anda pada tanganku, Anda memasuki surga bersamaku. ‘
Al-Muhibb
al-Tabari dalam Dhakha’ir al-’Uqba[12] telah menjelaskan hadits ini dari ‘Umar
bin al-Khattab. Al-Muttaqi al-Hindi dalam kanz al-Ummal[13], al-Khanji
al-Syafi’i di dalam kifayah al-Talib[14] dan lain-lain.
6. ‘Ali di
sisiku sepertilah kedudukanku di sisi Tuhanku.’
Hadits ini
telah diriwayatkan oleh Ibn Hajr di dalam al-Sawa’iq al-Muhriqah[15],
Muhibuddin al-Tabari al-Syafi’i di dalam Dhakha’ir al-’Uqba[16], dan al-Riyadh
al-Nadhirah[17] dan lain-lain.
7.
‘Sesungguhnya Allah telah menjadikan untuk saudaraku’ Ali bin Abi Thalib
kelebihan yang tidak terhitung. ‘
Hadits ini
diriwayatkan oleh al-Kanji al-Syafi’i di dalam kifayah al-Talib[18] dengan
sanadnya dari Imam Ja’far al-Sadiq dari ‘Ali bin Husain dari ayahnya Amirul
Mukminin’ Ali AS berkata: “Rasulullah SAW bersabda:” Sesungguhnya Allah jadikan
bagi saudaraku ‘Ali bin Abu Thalib kelebihan-kelebihan yang tidak terhitung
banyaknya. “Dan Umar berkata:” Rasulullah SAW bersabda: “Jika laut menjadi
tinta, pohon-pohon menjadi pena, manusia menjadi kitab dan jin menjadi hisab,
niscaya mereka tidak dapat menghitung kelebihan Anda wahai Abu l-Hasan. “
8. ‘Aku
berdamai dengan orang yang berdamai dengan penghuni khemah ini (‘ Ali, Fatimah,
Hasan dan Husain). ‘
Al-Khawarizmi
di dalam Manaqib[19]nya telah meriwayatkan hadits ini dengan sanadnya dari
Yunus bin Sulaiman al-Tamimi dari bapaknya dari Zaid bin Yathi ‘dia berkata:
Aku mendengar Abu Bakr berkata: Rasulullah SAW bersabda:’ Aku berdamai dengan
orang yang berdamai dengan penghuni khemah ini , berperang dengan dengan orang yang
berperang dengan mereka, memuliakan orang yang memuliakan mereka, dan memusuhi
orang yang memusuhi mereka. Tidak mengasihi mereka orang yang bahagia dan baik
peranakannya. Dan tidak membenci mereka melainkan orang yang celaka dan buruk
peranakannya. ‘ Hadits ini juga telah dicatat oleh Abdullah bin al-Hanafi di
dalam Arjah al-Matalib[20]. Aku berpendapat: Hadits ini dinamakan hadits
al-Kisa ‘telah diriwayatkan dengan lafal-lafal yang bermacam-macam oleh ulama
Ahlu s-Sunnah.
9. ‘Kami
Ahlu l-Bait tidak dapat dibandingkan dengan orang lain.’
Hadits ini
telah diriwayatkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi ‘al-Mawaddah[21]
dari Mawaddah al-Qurba karangan al-Hamdani al-Syafi’i. Dia mengeluarkan
sanadnya, dari Abu Wa’il, dari ‘Ibn Umar ia berkata: Ketika kami berbicara
tentang derajat sahabat-sahabat Nabi SAW, kami berkata: Abu Bakr, Umar dan
Utsman. Seorang lelaki bertanya: Wahai Abu ‘Abdu r-Rahman, apakah posisi’ Ali?
Dia berkata: ‘Ali adalah dari Ahlu l-Bait tidak dapat dibandingkan beliau
dengan orang lain, karena ia bersama Rasulullah SAW di dalam ketinggian
derajatnya sebagaimana firman (Surat al-Tur (52): 21): “Dan orang-orang yang
beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan
anak cucu mereka dengan mereka. “Justru itu Fatimah adalah bersama Rasulullah
di dalam ketinggian derajatnya dan ‘Ali adalah bersama mereka berdua.
Di dalam riwayat yang lain pula ‘Abdullah bin Hanbal bertanya bapaknya (Hanbal) pada posisi sahabat-sahabat Nabi SAW. Dia berkata: “Abu Bakr, Umar, ‘Utsman.” Kemudian dia diam. ‘Abdullah bertanya: “Wahai bapakku! Di manakah posisi’ Ali?” Dia menjawab: “Dia adalah dari Ahlu l-Bait tidak dapat dibandingkan beliau dengan orang lain.[22]“
Di dalam riwayat yang lain pula ‘Abdullah bin Hanbal bertanya bapaknya (Hanbal) pada posisi sahabat-sahabat Nabi SAW. Dia berkata: “Abu Bakr, Umar, ‘Utsman.” Kemudian dia diam. ‘Abdullah bertanya: “Wahai bapakku! Di manakah posisi’ Ali?” Dia menjawab: “Dia adalah dari Ahlu l-Bait tidak dapat dibandingkan beliau dengan orang lain.[22]“
10. ‘Ini
adalah saudaraku, khalifahku dan pewaris ilmuku.’
Al-Turmudhi
al-Hanafi telah meriwayatkan hadits ini di dalam al-Kuakab al-Duriyy[23] dari
Umar dia berkata: Sedangkan Rasulullah SAW menjalin persaudaraan di kalangan
sahabat-sahabatnya. Beliau bersabda: ‘Ini adalah’ Ali saudaraku di dunia dan di
akhirat, khalifahku di keluargaku, wasiku pada ummatku, pewaris ilmuku,
pembayar hutangku. Hartanya hartaku, menfaatnya adalah menfaatku,
kemudaratannya adalah kemudaratanku. Barang siapa yang mengasihinya bahwa
sesungguhnya dia mengasihiku. Dia siapa yang membencinya maka sesungguhnya ia
membenciku. ‘ Hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam
Yanabi al-Mawaddah.[24]
Aku berpendapat: Sesungguhnya ‘Umar telah mengakui bahwa’ Ali adalah Wasi Rasulullah pada umatnya, dan khalifahnya pada keluarganya. Hadits yang berisi pengertian seperti ini telah melebihi dua ratus. Dan aku telah mencatatnya di buku Syi’ah wa hujjatu-hum fi al-Tasyayyu ‘.
Tetapi apa yang mengherankan adalah sikap ‘Umar sendiri yang mengakui hadits ini dan sejenisnya telah melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Nabi dan keluarganya yang disucikan AS seperti mengingkari perintah Nabi SAW ketika beliau sedang Gering supaya dituliskan wasiatnya. Malah ‘Umar mengatakan Nabi SAW telah meracau. Serangannya ke atas rumah Fatimah, mengumpulkan kayu api untuk membakarnya, memaksa ‘Ali supaya melakukan bai’ah dan lain-lain.
Semuanya dilakukan secara sengaja terhadap orang-orang yang ia buat atau oleh Allah SWT di dalam firmanNya (QS Al-Syura (42): 23): “Katakan Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun kecuali kasih sayang kepada keluargaku.” Dan sabdanya: ‘Aku wasiatkan ke kalian karena Allah tentang keluargaku karena mereka adalah ‘barang simpananku “pada kalian.’ Apakah layak untuk ‘Umar melakukan perbuatan-perbuatan yang sedemikian terhadap orang yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah? La hawla wa la Quwata illa billahi aliyyi l-Azim.
Aku berpendapat: Sesungguhnya ‘Umar telah mengakui bahwa’ Ali adalah Wasi Rasulullah pada umatnya, dan khalifahnya pada keluarganya. Hadits yang berisi pengertian seperti ini telah melebihi dua ratus. Dan aku telah mencatatnya di buku Syi’ah wa hujjatu-hum fi al-Tasyayyu ‘.
Tetapi apa yang mengherankan adalah sikap ‘Umar sendiri yang mengakui hadits ini dan sejenisnya telah melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Nabi dan keluarganya yang disucikan AS seperti mengingkari perintah Nabi SAW ketika beliau sedang Gering supaya dituliskan wasiatnya. Malah ‘Umar mengatakan Nabi SAW telah meracau. Serangannya ke atas rumah Fatimah, mengumpulkan kayu api untuk membakarnya, memaksa ‘Ali supaya melakukan bai’ah dan lain-lain.
Semuanya dilakukan secara sengaja terhadap orang-orang yang ia buat atau oleh Allah SWT di dalam firmanNya (QS Al-Syura (42): 23): “Katakan Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun kecuali kasih sayang kepada keluargaku.” Dan sabdanya: ‘Aku wasiatkan ke kalian karena Allah tentang keluargaku karena mereka adalah ‘barang simpananku “pada kalian.’ Apakah layak untuk ‘Umar melakukan perbuatan-perbuatan yang sedemikian terhadap orang yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah? La hawla wa la Quwata illa billahi aliyyi l-Azim.
11. ‘Ali
adalah sebaik baik orang yang aku tinggalkan sesudahku.’
Al-Qunduzi
al-Hanafi di dalam Yanabi ‘al-Mawaddah[25] dari Mawaddah al-Qurba karangan al-Hamdani
al-Syafi’i berkata: Aku menemui Rasulullah SAW saat beliau sedang Gering. Aku
bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah! Apakah Anda telah berwasiat. Beliau
menjawab: ‘Wahai Salman! Apakah Anda mengetahui siapakah Wasi-Wasi itu? Aku
menjawab: Allah dan Rasul lebih tahu. Beliau berkata: Adam wasinya Thith,
beliau adalah sebaik-baik orang berikutnya. Wasi Musa adalah Yusyu ‘, beliau
adalah sebaik-baik orang berikutnya. Wasi Sulaiman adalah Asif bin Barkhia,
beliau adalah sebaik-baik orang berikutnya. Wasi Isa adalah Syam’un, beliau
adalah sebaik-baik orang berikutnya. Sesungguhnya aku telah berwasiat kepada
‘Ali dan beliau adalah sebaik-baik orang sesudahku.’
Aku
berpendapat: Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh al-Turmudhi al-Hanafi di
dalam al-Kaukab al-Duriyy[26]. Malah ianya diriwayatkan dengan banyak di dalam
buku-buku Ahlu s-Sunnah dari ‘Umar dan Ibn’ Umar.
Hadits ini menunjukkan bahwa setiap Nabi adalah pewarisnya yang diangkat oleh Allah SWT. Karena itu seorang Nabi tidak akan mati di dalam keadaan beliau tidak berwasiat kepada wasinya dan meninggalkan syariat begitu saja. Demikian halnya dengan Rasulullah SAW pasti ia berwasiat. Perhatikanlah bahwa ia telah menunjuk ‘Ali sebagai wazirnya di Hari al-Indhar dan di Hari al-Ghadir dan lain-lainnya ketika ia sedang Gering. Ia memanggil orang banyak supaya (ia) menulis hal-hal di mana mereka tidak akan sesat berikutnya selama-lamanya. Tetapi ‘Umar menolaknya sambil berkata: Nabi Anda sedang meracau, memadailah kitab Allah saja. Seolah-olah Rasulullah SAW tidak mengetahui kitab Allah berada di kalangan mereka.
Hadits ini menunjukkan bahwa setiap Nabi adalah pewarisnya yang diangkat oleh Allah SWT. Karena itu seorang Nabi tidak akan mati di dalam keadaan beliau tidak berwasiat kepada wasinya dan meninggalkan syariat begitu saja. Demikian halnya dengan Rasulullah SAW pasti ia berwasiat. Perhatikanlah bahwa ia telah menunjuk ‘Ali sebagai wazirnya di Hari al-Indhar dan di Hari al-Ghadir dan lain-lainnya ketika ia sedang Gering. Ia memanggil orang banyak supaya (ia) menulis hal-hal di mana mereka tidak akan sesat berikutnya selama-lamanya. Tetapi ‘Umar menolaknya sambil berkata: Nabi Anda sedang meracau, memadailah kitab Allah saja. Seolah-olah Rasulullah SAW tidak mengetahui kitab Allah berada di kalangan mereka.
Jika
Rasulullah SAW tidak meninggalkan wasiat, niscaya ia melanggar para nabi yang
terdahulu. Perhatikanlah hadits riwayat Salman tadi dan lain-lain. Sesungguhnya
menentuan Wasi bagi para nabi adalah wajib. Justru itu mereka menentukan
Wasi-Wasi mereka dengan perintah Allah SWT, dan bukan menurut diri mereka
sendiri karena nabi, Wasi dan imam bukan diangkat dengan pilihan seseorang
karena mereka tidak mengetahui orang yang benar-benar layak. Karena itu
pemilihan nabi, Wasi dan imam adalah terserah kepada Allah SWT, dan bukan orang
lain. Karena Dia lebih mengetahui rahasia-rahasia dan apa yang tersirat di
hati. Sesungguhnya firman di dalam (Surah al-Qasas (28): 68) “Sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka.”
12.
‘Sebaik-baik lelaki di kalangan kalian adalah’ Ali bin Abu Thalib. ‘
Al-Qunduzi
al-Hanafi di dalam Yanabi ‘al-Mawaddah[27] dari Mawaddah al-Qurba karangan
al-Hamdani al-Syafi’i dengan sanadnya dari Ibn Umar dari Rasulullah SAW
bersabda: “Sebaik-baik lelaki kalian adalah’ Ali bin Abi Thalib. Sebaik-baik
pemuda kalian adalah Hasan dan Husain. Dan sebaik-baik wanita kalian adalah
Fatimah. “
Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh al-Muttaqi al-Hindi di dalam kanz al-’Ummal[28] dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia lelaki adalah ‘Ali bin Abi Thalib.” Di dalam riwayat yang lain: Rasulullah SAW bersabda: ‘Ali adalah sebaik-baik manusia.’
Hadits ini juga telah dikeluarkan oleh al-Muttaqi al-Hindi di dalam kanz al-’Ummal[28] dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia lelaki adalah ‘Ali bin Abi Thalib.” Di dalam riwayat yang lain: Rasulullah SAW bersabda: ‘Ali adalah sebaik-baik manusia.’
13. Siapa
yang mencintai ‘Ali, Allah akan menerima sholatnya dan puasanya.
Al-Khawarizmi
telah mencatat hadits ini di dalam Manaqib[29]nya dengan sanadnya dari Nafi
‘dari Ibn Umar berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang mencintai’
Ali, Allah akan menerima shalatnya, puasanya, ibadahnya dan memperkenankan
doanya. Dan siapa yang mencintai keluarga Muhammad, niscaya dia akan terlepas
dari Hisab, Mizan dan Sirat. Dan barang siapa yang mati dalam keadaan cintakan
keluarga Muhammad, maka aku menjamin baginya surga bersama para nabi. Dan
barang siapa yang membencikan keluarga Muhammad, akan datang hari kiamat
tertulis di dahinya, orang yang putus asa dari nikmat Tuhan.
Salih
al-Hanafi di dalam al-Kaukab[30], meriwayatkan bahwa ‘Umar bin al-Khattab
berkata: Rasulullah SAW bersabda:’ Siapa yang mencintai Anda wahai ‘Ali adalah
bersama para nabi di hari kiamat dan siapa yang memarahi anda maka dia akan
mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani. ‘
Aku
berpendapat: Banyak hadits-hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan manfaat
cintakan imam ‘Ali AS dan kemudaratan memarahinya di Arjah al-Matalib[31]. Dia
berkata ‘Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:’ Cinta
kepada keluarga Muhammad satu hari adalah lebih baik dari ibadah setahun. Dan
siapa yang mati karenanya, akan memasuki surga. ‘
Ketahuilah wahai saudara pembaca budiman! Sesungguhnya cinta yang dimaksudkan di dalam hadits ini bukanlah cinta kontak biasa karena cinta sedemikian dapat terjadi kepada ‘Ali dan orang lain. Tetapi apa yang dimaksud dengan cinta di sini adalah cinta yang dikuti dengan pengakuan wilayah umum untuknya. Dan jelas sekali orang yang mendahulukan musuhnya dari kekasihnya, maka cintanya adalah palsu. Ini adalah satu hakikat yang tidak dapat disembunyikan oleh para pemikir yang insaf.
Banyak hadits-hadits Nabi SAW yang mendorong cinta kepada Ahlu l-Bait AS dan memperwalikan mereka. Justru itu ianya menjadi wajib ‘Aini untuk setiap mukallaf mengambil hukum-hukum agamanya dari orang-orang yang telah dinaskan ke atas mereka oleh Rasulullah SAW karena kemaksuman mereka. Ini karena orang yang bukan maksum tidak layak untuk memikul tugas yang besar dan berat ini disebabkan kesalahan akan terjadi daripadanya. Dan telah ditetapkan dalam ilmu l-usul bahwa apabila kemaksuman tidak ada, maka terjadilah kesalahan atau ketepatan. Mungkin ia memberi fatwa menyalahi nas sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakr, Umar dan Utsman. Justru itu berpegang kepada mereka tidak harus. Apa yang telah disabitkan di sisi kami bahwa imam wajiblah dinaskan ke atasnya dari Allah yang mengetahui rahasia dan apa yang tersembunyi. Karena itu Rasulullah SAW yang maksum tidak akan berwasiat kepada orang yang tidak maksum karena ia sendiri diperintahkan oleh Allah SWT. Dan beliau tidak berbicara menurut hawa nafsunya.
Ketahuilah wahai saudara pembaca budiman! Sesungguhnya cinta yang dimaksudkan di dalam hadits ini bukanlah cinta kontak biasa karena cinta sedemikian dapat terjadi kepada ‘Ali dan orang lain. Tetapi apa yang dimaksud dengan cinta di sini adalah cinta yang dikuti dengan pengakuan wilayah umum untuknya. Dan jelas sekali orang yang mendahulukan musuhnya dari kekasihnya, maka cintanya adalah palsu. Ini adalah satu hakikat yang tidak dapat disembunyikan oleh para pemikir yang insaf.
Banyak hadits-hadits Nabi SAW yang mendorong cinta kepada Ahlu l-Bait AS dan memperwalikan mereka. Justru itu ianya menjadi wajib ‘Aini untuk setiap mukallaf mengambil hukum-hukum agamanya dari orang-orang yang telah dinaskan ke atas mereka oleh Rasulullah SAW karena kemaksuman mereka. Ini karena orang yang bukan maksum tidak layak untuk memikul tugas yang besar dan berat ini disebabkan kesalahan akan terjadi daripadanya. Dan telah ditetapkan dalam ilmu l-usul bahwa apabila kemaksuman tidak ada, maka terjadilah kesalahan atau ketepatan. Mungkin ia memberi fatwa menyalahi nas sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakr, Umar dan Utsman. Justru itu berpegang kepada mereka tidak harus. Apa yang telah disabitkan di sisi kami bahwa imam wajiblah dinaskan ke atasnya dari Allah yang mengetahui rahasia dan apa yang tersembunyi. Karena itu Rasulullah SAW yang maksum tidak akan berwasiat kepada orang yang tidak maksum karena ia sendiri diperintahkan oleh Allah SWT. Dan beliau tidak berbicara menurut hawa nafsunya.
14. ‘Anda
adalah saudaraku dan wazirku.’
Hadits ini
telah dicatat oleh al-Muttaqi al-Hindi di dalam kanz al-’Ummal[32] dengan
sanadnya dari Ibn ‘Umar.
————————————————————————————
Catatan Kaki
1. Al-Sawa’iq al-Muhriqah, hlm. 78.
2. Fara’id al-Simtin, I, bab 54.
3. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 73, 177 & 244.
4. Tanggal, III, hlm. 161.
5. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 251.
6. Maqam al-Imam Amiru l-Mukminin ‘Anda l-Khulafa’, hlm. 45.
7. Maqtal al-Husain, II, hlm. 38.
8. al-Kaukab al-Durriy, hlm. 122.
9. al-Manaqib, hlm. 17.
10. Kanz al-’Ummal, VI, hlm. 393.
11. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 163.
12. Dhakha’ir al-’Uqba, I, hlm. 87.
13. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 159.
14. Kifayah al-Thalib, hlm. 76.
15. al-Sawa’iq Al-Muhriqah, hlm. 108.
16. Dhakha’ir al-’Uqba, hlm. 64.
17. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 163.
18. Kifayah al-Thalib, hlm. 124.
19. al-Manaqib, hlm. 206.
20. Arjah al-Matalib, hlm. 309.
21. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253.
22. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253; kanz al-’Ummal, VI, hlm. 218.
23. al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 143.
24. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 251.
25. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253.
26. al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 133.
27. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 247.
28. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 159.
29. al-Manaqib, hlm. 43.
30. al-Kaukab, hlm. 125.
31. Arjah al-Matalib, hlm. 319 dan kanz al-’Ummal, IV, hlm. 145.
32. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 117.
1. Al-Sawa’iq al-Muhriqah, hlm. 78.
2. Fara’id al-Simtin, I, bab 54.
3. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 73, 177 & 244.
4. Tanggal, III, hlm. 161.
5. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 251.
6. Maqam al-Imam Amiru l-Mukminin ‘Anda l-Khulafa’, hlm. 45.
7. Maqtal al-Husain, II, hlm. 38.
8. al-Kaukab al-Durriy, hlm. 122.
9. al-Manaqib, hlm. 17.
10. Kanz al-’Ummal, VI, hlm. 393.
11. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 163.
12. Dhakha’ir al-’Uqba, I, hlm. 87.
13. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 159.
14. Kifayah al-Thalib, hlm. 76.
15. al-Sawa’iq Al-Muhriqah, hlm. 108.
16. Dhakha’ir al-’Uqba, hlm. 64.
17. al-Riyadh al-Nadhirah, II, hlm. 163.
18. Kifayah al-Thalib, hlm. 124.
19. al-Manaqib, hlm. 206.
20. Arjah al-Matalib, hlm. 309.
21. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253.
22. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253; kanz al-’Ummal, VI, hlm. 218.
23. al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 143.
24. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 251.
25. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 253.
26. al-Kaukab al-Duriyy, hlm. 133.
27. Yanabi ‘al-Mawaddah, hlm. 247.
28. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 159.
29. al-Manaqib, hlm. 43.
30. al-Kaukab, hlm. 125.
31. Arjah al-Matalib, hlm. 319 dan kanz al-’Ummal, IV, hlm. 145.
32. Kanz al-Ummal, VI, hlm. 117.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar