Ayatullah
Jaafar Subhani salah seorang Marji’ terkemuka menyatakan : “Syiah menganggap
kemurtadan ini adalah berpaling dari kepimpinan, bukannya keluar dari Islam..
Bagaimana mungkin Syiah mengkafirkan semua sahabat sedangkan lebih 150 orang
daripada kalangan mereka itu adalah pengikut Ali (as)..Syiah tidak pernah
mengkafirkan para sahabat, bahkan mencintai dan menghormati mereka.. Namun kami
tidak menganggap mereka semua adil””
Ayatullah
Jaafar Subhani salah seorang Marji’ terkemuka menyatakan, “Syiah tidak pernah
mengkafirkan para sahabat, bahkan mencintai dan menghormati mereka.. Namun kami
tidak menganggap mereka semua adil.” -Qom-
Ayatullah
Jaafar Subhani dalam kuliah tafsir surah al-Hasyr di Madrasah ‘Ali Fiqh
mendedahkan, “Hanya orang yang tidak berpelajaran sahaja yang menganggap
sahabat nabi bersikap adil dari awal sampai akhir hayat mereka, atau mengatakan
riwayat daripada mereka itu muktabar. Meskipun Syiah memberi penghormatan
kepada mereka, ini bukanlah alasan untuk menutup mata dan memuktabarkan riwayat
daripada sahabat.” Beliau menambah, tidak seperti fitnah yang tersebar luas,
Syiah juga mengasihi mereka namun sebahagian pembohongan menuduh syiah
mengkafirkan sahabat.”
“Kekafiran
dan keadilan adalah dua masalah entiti yang berbeza dan tidak boleh
kedua-duanya dicampur adukkan. Pada pandangan Syiah dikalangan sahabat dari
mereka itu ada yang bertaqwa dan berlaku adil, namun sebilangan daripada mereka
ada juga bersikap tidak adil. Tidak adil dan kafir sangat jauh bezanya.”
“Bagaimana
mungkin Syiah mengkafirkan semua sahabat sedangkan lebih 150 orang daripada
kalangan mereka itu adalah pengikut Ali (as). Oleh itu hendaklah mereka yang
membuat tuduhan itu takut kepada Allah dan tidak berdusta lagi.” tambah beliau.
Berkenaan
riwayat-riwayat Ahlusunnah seperti di dalam Sahih Bukhari beliau mengatakan,
“Dalam kitab Sahih Bukhari sebahagian riwayat menunjukkan kemurtadan para
sahabat. Syiah menganggap kemurtadan ini adalah berpaling dari kepimpinan,
bukannya keluar dari Islam. Oleh itu barangsiapa yang membuat tuduhan liar terhadap
Syiah, mereka itu dikira tidak berpelajaran.”
Merujuk
kepada beberapa peristiwa bersejarah tentang ketidak adilan sebahagian para
sahabat, ulama tafsir ini menjelaskan, “Sejarah menunjukkan bahawa sahabat Nabi
beberapa kali mengingkari baginda dan banyak ayat telah turun untuk memberi
hidayat dan menghalang mereka dari kesesatan dan kefasikan yang mana teladan
itu dapat disaksikan dalam surah al-Hasyr.”
Ayatullah
Subhani menegaskan, “Sebahagian khutbah Nabi dan peperangan setelah wafat
baginda seperti perang Jamal, Nahrawan dan….. perkara ini membuktikan
sebahagian para sahabat terjebak seperti apa yang dirisaukan baginda dan
gugurlah keadilan dari mereka itu.”
Menurut
beliau lagi, “Allah (swt) mendifinisikan sifat dan ciri-ciri para sahabat di
dalam berbagai ayat, namun jelas sekali definisi itu tidaklah meliputi semua
sahabat namun kebanyakan daripada mereka termasuk di dalamnya.”
“Maksud
ayat-ayat seperti ini ialah sahabat hakiki yang memiliki sifat dan personaliti
seperti ini sahaja, bukan bermaksud pakaian keadilan dan kesucian dibusanakan
ke tubuh semua sahabat.” menurut beliau lagi.
Imam Sayyed
Ali Khamenei Pemimpin Agung Iran menerbitkan sebuah fatwa yang mengharamkan
perlakuan buruk terhadap istri Nabi, Ummul Mu’minin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol
(tokoh-tokoh yang diagungkan) Ahlussunnah wal Jamaah
Hal itu
tertera dalam jawaban atas istifta’ (permohonan fatwa) yang diajukan oleh
sejumlah ulama dan cendeiawan Ahsa menyusul penghinaan-penghinaan yang
akhir-akhir ini dilontarkan seorang pribadi tak terpuji mengaku bernama Yasir
al-Habib yang berdomisili di London terhadap istri Nabi, Aisyah.
Para pemohon
fatwa menghimbau kepada Sayyid Khamenei menyampaikan pandangannya terhadap
“penghujatan jelas dan penghinaan berupa kalimat-kalimat tak senonoh dan
melecehkan terhadap istri Rasul, Ummul Mun’min Aisyah.”
Menjawab hal
itu, Khamenei mengatakan, “ diharamkan melakukan penghinaan terhadap
(tokoh-tokoh yang diagungkan) Ahlussunnah wal Jamaah apalagi melontarkan
tuduhan terhadap istri Nabi dengan perkataan-perkataan yang menodai
kehormatannya, bahkan tindakan demikian haram dilakukan terhadap istri-istri
para Nabi terutama penghulu mereka Rasul termulia.”
Fatwa
Khamenei ini dapat dapat dianggap sebagai fatwa paling mutakhir dan menempati
posisi terpenting dalam rangakain reaksi-reaksi luas kalangan Syiah sebagai
kecaman terhadap pelecehan yang dilontarkan oleh “ Yasir al-Habib” terhadap
Siti Aisyah.
Sebelumnya
puluhan pemuka agama di kalangan Syiah di Arab Saudi, negara-negara Teluk dan
Iran telah mengecam dengan keras pernyataan-pernyataan dan setiap keterangan
yang menghina Siti Aisyah atau salah satu istri Nabi termulia saw.
Berikut teks
bahasa Arab fatwa tersebut:
نص الاستفتاء:
بسم الله الرحمن الرحيم
سماحة آية الله العظمى السيد علي الخامنئي الحسيني دام
ظله الوارف
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ،،
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ،،
تمر الامة الاسلامية بأزمة منهج يؤدي الى اثارت الفتن
بين ابناء المذاهب الاسلامية ، وعدم رعا ية الأولويات لوحدة صف المسلمين ، مما
يكون منشا لفتن داخلية وتشتيت الجهد الاسلامي في المسائل الحساسة والمصيرية ،
ويؤدي الى صرف النظر عن الانجازات التي تحققت على يد ابناء الامة الاسلامية في
فلسطين ولبنان والعراق وتركيا وايران والدول الاسلامية ، ومن افرازات هذا المنهج
المتطرف طرح ما يوجب الاساءة الى رموز ومقدسات اتباع الطائفة السنية الكريمة بصورة
متعمدة ومكررة .
فما هو رأي سماحتكم في ما يطرح في بعض وسائل الاعلام من
فضائيات وانترنت من قبل بعض المنتسبين الى العلم من اهانة صريحة وتحقير بكلمات
بذيئة ومسيئة لزوج الرسول صلى الله عليه واله ام المؤمنين السيدة عائشة واتهامها
بما يخل بالشرف والكرامة لأزواج النبي امهات المؤمنين رضوان الله تعالى عليهن.
لذا نرجو من سماحتكم التكرم ببيان الموقف الشرعي بوضوح
لما سببته الاثارات المسيئة من اضطراب وسط المجتمع الاسلامي وخلق حالة من التوتر
النفسي بين المسلمين من اتباع مدرسة أهل البيت عليهم السلام وسائر المسلمين من
المذاهب الاسلامية ، علما ان هذه الاساءات استغلت وبصورة منهجية من بعض المغرضين
ومثيري الفتن في بعض الفضائيات والانترنت لتشويش وارباك الساحة الاسلامية واثارة
الفتنة بين المسلمين .
ختاما دمتم عزا وذخرا للاسلام والمسلمين .
التوقيع
جمع من علماء ومثقفي الاحساء4 / شوال /
1431هـــــ
جواب الإمام الخامنئي:
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
يحرم النيل من رموز إخواننا السنة فضلاً عن اتهام زوج
النبي (صلى الله عليه وآله) بما يخل بشرفها
بل هذا الأمر ممتنع على نساء الأنبياء وخصوصاً سيدهم الرسول الأعظم (صلّى الله عليه وآله).
موفقين لكل خير
Isu ini
terangkat kala sebagian umat islam mengaku pengikut Rasulillah Saww justru
memusyriknya ayahanda Rasulullah Saww. (Innalillah..)
Dalam
menjawabnya saya sampaikan 2 jawaban sekaligus bahwa :
Nama
ayahanda Rasulullah Saww adalah Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib r.a yang
artinya Hamba ALLAH.
Definisinya
jelas bahwa ayahanda Rasul Saww sangat mengenal ALLAH AWJ karena nama ini yang
membedakan antara penyembah berhala dengan penyembah Illah SWT.
Contoh Nama
nama Jahiliyah (mirip mirip Tuhan mereka Latta dan Udza): Uta, Abul Udza, dll
Jadi
jelaslah bahwa Ayahanda Mulia Ar Rasul Saww bukan seperti claim mereka..!
Ayah Nabi
Ibrahim As tidak Kafir
Banyak orang
yang memaknai bahwa Azar adalah ayahnya Nabi Ibrahim demi memuluskan upaya
mereka menampilkan ‘cacatnya’ Nasab Nabi Saww.
Namun sekali
Lagi Hujjah ALLAH AWJ membungkam sekaligus membongkar kebohongan bertingkat
kaum hipokrit pendengki Ar Rasul Saww..
Dalam Nasab
Umum inilah Nasab Ayahanda Rasul Saww :
Sayyidina
Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim (AMR) bin ‘Abd al-Manâf bin Qushay bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu ‘ Ayy … bin Isma ‘ell (Ismail) bin ibrahim
bin Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin Aaabir bin Syalih
bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Idris bin Yarid
bin Mihla’iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S
Rantai Nasab
diatas ada Nama Azar {tarih}
sesungguhnya
keduanya adalah orang yang berbeda. Azaar adalah paman Nabi Ibrahim yang
bekerja tuk Namrud dalam membuat Patung. Sedang Tarikh adalah Ayahanda Nabi
Ibrahim As.
Lamanya
sejarah serta berlapisnya pengkaburan membuat orang sulit mencari jawaban siapa
Ayah Nabi Ibrahim As sebenarnya, Padahal Jawabannya ada di Depan mata
Kuncinya ada
pada QS al An’am ayat 74 dalam kata Ab’ (ayah dalam makna luas)
Penggunaannya
:
Abu jabir
(ayah Jabir) Abu Abdillah (ayah Hamba Allah) atau :
Abaaika
(Kakek)
metode ini
sederhana, namun banyak yang tidak faham, artinya penggunakaan kata ab’ pada
orang tertentu tidak menyatakan bahwa orang tersebut adalah Ayah dalam nasab.
Dalil yang
dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah Nabi Ibrahim adalah ayat yang
menyebutkan Azar sebagai ” ab ” Ibrahim. Misalnya :
”Ingatlah (
ketika ), Ibrahim berkata kepada ” ab “nya Azar, ” Apakah anda menjadikan
patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada
pada kesesatan yang nyata“.( al An’am 74 ).
Atas dasar
ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat.
Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak
oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik
kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah
seorang kafir sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata ” abun ” dalam
bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.
Kata ab’
bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.
contoh lain
: Misalnya al Qur’an menyebutkan Nabi Ismail sebagai ” ab ” Nabi Ya’kub as.,
padahal beliau adalah paman Nabi Ya’kub as.
“Adakah
kalian menyaksikan ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia
bertanya kepada anak-anaknya, ” Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? “.
Mereka menjawab, ” Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah
diri “.( al Baqarah 133 )
Dalam ayat
ini dengan jelas kata “aabaaika ” bentuk jama’ dari ” ab ” berarti kakek (
Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).
Dan juga
kata ” abuya ” atau ” buya ” derivasi dari ” ab ” sering dipakai dalam ungkapan
sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam
kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari
keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata ” ab ” tidak hanya
berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata ” ab ” pada surat al An’am 74
dan al Taubah 114 ?
Dengan
melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan
jelas bahwa seorang yang bernama ” Azar “, penyembah dan pembuat patung,
bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau
orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung untuk Raja
Namrud
Pada
permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat
dengannya, “Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan
itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah ” ( Maryam 44 ).
Namun Azar
menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat
menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan
memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. ” Berkata Ibrahim, ” Salamun
‘alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu ” ( Maryam 47 ).
Kemudian al
Qur’an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan
ampun untuk Azar seraya berdoa,
” Ya
Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang
saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang
kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh
kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk
golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan
kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang
yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat “.(al Syua’ra 83-89 ).
Allamah
Thaba’thabai menjelaskan bahwa kata ” kaana ” dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa
doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan
pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah Nabi
Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja
kepada Azar, Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi
memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri )
dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah
114 )
Walid = Ayah
Nasab (kandung)
* Bedakan
dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa yang
diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar di kalangan kita.
Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua asli (kandung)
Ketika Nabi
Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan bersama keturunan membangun kembali
ka’bah, beliau berdoa,
“Ya Tuhan
kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab”(
Ibrahim 41 ).
Kata ” walid
” hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.
Dan yang
dimaksud dengan ” walid ” disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah
ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh
Allah (al taubah 114)
Dengan
demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan
beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid
disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa
walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.
* Alasan
yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, ” Dan perpindahanmu ( taqallub) di
antara orang-orang yang sujud “.( al Syua’ra 219 ). Sebagian ahli tafsir
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad
saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya
ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang
suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani
4/54 dan Majma’ al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).
Nabi Ibrahim
as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian,
ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.
Tentu selain
alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang
menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.
Hingga
timbul Pertanyaan Besar Siapa Ayah kandung Nabi Ibrahim As ?
As Sayyid
Nikmatullah al Jazairi menjawabnya dalam kitab an Nur al Mubin fi Qashash al An
biya wal Mursalin hal 270 mengutip az Zujjaj bahwa Ayahanda Nabi Ibrahim As
bernama Tarikh
Salam atas
Khalil ALLAH yang suci.. Salam atas Nabi ALLAH Ibrahim alaihissalam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar