Total Tayangan Halaman

Sabtu, 02 Februari 2013

Antara hati dan amal


Antara hati dan amal.

Sebagian orang ada yang apabila ditegur karena suatu kesalahan maka ia menjawab “ah, yang penting hatinya!”, ia katakan seolah-olah ia merasa tak bersalah karena tidak berniat durhaka pada Allah SWT dengan amal yang disalahkan itu. Ucapan itu sebenarnya hanyalah sebuah silat lidah saja, ia hanya tidak terima untuk disalahkan, atau ia merasa memiliki hati yang baik sehingga sebuah kesalahan ia anggap tidak akan berpengaruh pada statusnya sebagai orang baik. Ucapan seperti itu sebenarnya sangatlah buruk, karena ucapan seperti itu menunjukkan bahwa si pengucap sama sekali tidak merasa perlu untuk merubah merubah kesalahannya.

Mengakui sebuah kesalahan adalah sisa-sisa amal yang sangat penting untuk dijaga oleh seorang yang melakukan suatu dosa, pengakuan itulah satu-satunya yang masih bisa ia lakukan, dan apabila pengakuan itu juga telah hilang dari hatinya maka kehidupan beragamanya ibarat api kecil yang tinggal menunggu hembusan angin, kemudian mati. Suatu contoh didalam menutup aurat, apabila seorang wanita belum bias menutup rambut karena terpengaruh lingkungan, maka setidaknya ia masih sadar bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan, akui itu dalam hatinya, akui pula pada orang-orang di sekitarnya. Saya yakin bahwa mereka bukan sengaja mendurhakai Allah, mereka tidak menutup rambut karena lingkungan dan pergaulan, seandainya lingkungan mereka adalah pesantren maka saya yakin mereka pasti juga menutup rapat aurat mereka. Dan seandainya yang di Pesantren itu sejak dulu hidup di lingkungan membuka aurat maka belum tentu mereka tahan dari pengaruh lingkungannnya. Jadi, yang di Pesantren harus bersyukur karena ia ditempatkan pada lingkungan yang mendukungnya mengamalkan perintah jilbab, sementara yang di lingkungan buka aurat dan belum bisa menutup aurat harus tetap mengakui kesalahan membuka aurat, serta tetap berpikir agar suatu saat dapat menutup aurat. Bila ia tulus dengan pikiran dan keinginan itu insyaallah ia lebih punya harapan untuk dimaafkan oleh Allah SWT atas kesalahannya selama ini, dan akan mendapatkan kemudahan untuk berubah pada yang lebih baik.

Selain keadaan hati dapat berpengaruh pada amal lahiriah, amal lahiriah juga dapat berpengaruh pada hati. Pada awalnya mungkin hati merasa berontak ketika pertama kali kita berbuat dosa, dan pada saat itu berarti iman kita masih ada. Namun apabila perbuatan itu kemudian sering kita lakukan maka “pemberontakan” itu lambat laun menghilang, sehingga yang semua berbuat dengan hari berat akhirnya menjadi berbuat dengan hati senang, dan pada saat itu berarti iman kita telah berkeping-keping. Demikian pula dengan perbuatan orang lain. Ketika pertama kali kita berkenalan dengan pemabuk, hati kita merasa berat, inkar dan risih melihat teman kita mabuk, dan pada saat itu berarti iman kita masih bagus. Namun setelah kita sering kumpul dengan si pemabuk itu maka lama-lama hati kita tidak lagi merasa berat, tidak lagi merasa inkar dan risih, dan pada saat itu berarti iman kita telah hancur. Benarlah firman Allah SWT;

كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون

“Janganlah sekali-kali demikian, justru apa yang mereka lakukan itu dapat menutup hati mereka.” (Al-Qur’an, surat Al-Muthaffifiin : 14)

Maka hendaknya kita ingat, bahwa selain kita harus memelihara hati agar berpengaruh baik pada amal lahiriah, kita juga harus menjaga dan memperhatikan amal lahiriah agar tidak berpengaruh buruk terhadap hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar