Total Tayangan Halaman

Selasa, 05 Mei 2015

Imam Ja’far Shadiq Penggagas Ilmu-ilmu Modern


Biografi Singkat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.

Namanya adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.
Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi’.

Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabi’ul Awal 83 H. Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s. dan ibunya adalah Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Namanya adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.
Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi’.
Akivitas Imam Shadiq dalam Menyebarkan Islam
Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah “hauzah” pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara murid-muridnya yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad bin Muslim, Zurarah bin A’yan dan lain sebagainya.
Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.
Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia”.
Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.
Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut –dari satu sisi– adalah untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.
Dan dari sisi lain, ia juga –dengan usahanya tang tak kenal lelah– telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.
Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong  dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.
Di antara “figur-figur” yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Yahya bin Sa’id, Ayub As-Sijistani, Syu’bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.
Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya. Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.
Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah. Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.
Imam Sahdiq dalam Pandangan para Tokoh
Fuqaha` dan para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq a.s. serta mereka yang hidup sesudah itu memujinya dengan penuh keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan. Mereka antara lain:
  1. Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja’far bin Muhammad”. Dalam kesempatan lain ia juga berkata: “Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja’far bin Muhammad), niscaya Nu’man akan celaka”. Nama asli Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit.
  2. Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: “Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja’far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`”.
  3. Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: “Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Syu’bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya”.
  4. Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Ilmu pengetahuan Ja’far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya”.
  5. Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: “Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja’far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan”.
  6.  
Masa Imam Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan Bani Umaiyah dan menguatnya kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini saling tarik-menarik kekuatan dan berperang demi merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Sejak Hisyam bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani Abasiyah sudah dimulai. Pada tahun 129 H. mereka mulai mengadakan pemberontakan bersenjata, dan akhirnya, pada tahun 132 H. mereka mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah sedang menghadapi berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi’ah. Bani Abasiyah pun karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga Rasulullah SAWW dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah terteteskan, mereka tidak berani mengadakan penekanan terhadap para pengikut Ahlul Bayt a.s.
Atas dasar ini, periode tersebut adalah sebuah periode tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan para pengikutnya meskipun sangat relatif. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan memulai sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak tanggung-tanggung. Karena ia yang berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul Bayt a.s. dengan pesat serta mempermantap hukum dan teologi Syi’ah, akhirnya mazhab Syi’ah dikenal dengan nama mazhab Ja’fari.
Imam Shadiq a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan akidah yang berkembang pada waktu itu. Dengan segala upaya ia telah menjelaskan Islam dan tasyayyu’ di hadapan mereka dan berhasil membuktikan keunggulan pemikiran Syi’ah dibandingkan dengan aliran-aliran pemikiran tersebut.
Imam Shadiq a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Hasilnya, setiap orang dari mereka memiliki spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti hadis, tafsir, fiqih dan kalam.
Hisyam bin Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk di hadapan Imam Shadiq a.s. Tidak lama kemudian seseorang yang berkewarganegaraan Syam minta izin untuk masuk. Setelah ia masuk, Imam berkata kepadanya: “Duduklah! Apa yang kau inginkan?”.
Ia menjawab: “Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk berdebat denganmu”.
“Dalam bidang apa?”, tanya Imam kembali.
“Dalam bidang bacaan Al Quran”, jawabnya pendek.
Imam Shadiq a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: “Hamran, orang ini adalah milikmu!”
Orang Syam itu kembali berkata: “Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran”.
“Jika engkau dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku”, ia menimpali.
Dengan terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran. Setiap pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil oleh Hamran hingga akhirnya ia merasa kalah dan kecapaian.
“Bagaimana engkau melihat Hamran?”, tanya Imam a.s.
“Sungguh Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan tepat”, jawabnya.
Setelah itu ia berkata kembali: “Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan sastra Arab”.
Imam a.s. menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!”
Aban pun tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya ia menyerah.
“Aku ingin berdebat mengenai fiqih denganmu”, lanjutnya.
Imam a.s. menoleh kepada Zurarah seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!” Ia pun mengalami nasib yang sama.
“Aku ingin berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam”, katanya lagi.
Imam a.s. menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun mengalami nasib yang sama.
Begitulah seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat berkenaan dengan masalah kemampuan (seseorang) untuk melakukan kebaikan dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar, Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk melayaninya. Dan mereka dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan baik.
Melihat peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.
Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca budiman hadis-hadis suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Shadiq a.s. selama ia hidup.
“Seyogianya setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt) untuk mengecek setiap amalannya setiap hari dan malam. Dengan demikian ia telah mengontrol dirinya. Jika ia merasa berbuat kebaikan, maka berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa mengerjakan  keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari kiamat”.
“Jika Syi’ah kami mau beristiqamah, niscaya malaikat akan bersalaman dengan mereka, awan akan menjadi pelindung mereka (dari terik panas matahari), bercahaya di siang hari, rezekinya akan dijamin dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada Allah kecuali Ia akan mengabulkannya”.
“Barang siapa yang menipu, menghina dan memusuhi  saudaranya (seiman), maka Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat kembalinya. Dan barang siapa merasa dengki terhadap saudaranya, maka imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh (di dalam air)”
“Janganlah kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi Allah, berwilayah kepada kami tidak akan dapat digapai kecuali dengan wara`, usaha yang keras di dunia, dan menolong saudara-saudara seiman. Dan tidak termasuk Syi’ah kami orang yang menzalimi orang lain”
“Barang siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan menjamin segala yang diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan dunia maupun akhiratnya, dan akan menjaga baginya apa yang sekarang tidak ada di tangannya. Sungguh lemah orang yang enggan membekali diri dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah bala`, tidak mensyukuri nikmat dan tidak mengharapkan kelapangan di balik sebuah kesulitan”.
“Bersilaturahmilah kepada orang yang memutus tali hubungan denganmu, berikanlah orang yang enggan memberimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah salam kepada orang yang mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang memusuhimu, maafkanlah orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin diperbuat demikian. Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah mengampunimu. Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang baik dan orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh dan bersalah?”.
“Pelankanlah suaramu, karena Allah yang mengetahui segala yang kau simpan dan tampakkan. Ia telah mengetahui segala yang engkau inginkan sebelum kalian meminta kepada-Nya”.
“Segala kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan juga ada di depan matamu. Engkau tidak akan melihat kebaikan dan keburukan (sejati) kecuali di akhirat. Karena Allah azza wa jalla telah menempatkan semua kebaikan di surga dan semua keburukan di neraka. Hal itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal”.
Islam itu telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya adalah kewibawaan, harga dirinya adalah amal saleh dan tonggaknya adalah wara`. Segala sesuatu memiliki asas, dan asas Islam adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bayt”.
“Beramallah sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau  harapkan di akhirat”.
“Tidak ada seorang pun yang membantu salah seorang pengikut kami walaupun dengan satu kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab”.
“Jauhilah riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan amalanmu, jauhilah berdebat, karena berdebat itu akan menjerumuskanmu ke dalam jurang kehancuran dan jauhilah permusuhan, karena permusuhan itu akan menjauhkanmu dari Allah”.
“Jika Allah menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka Ia akan membersihkan jiwanya. Dengan itu, ia tidak akan mendengar kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan tidak melihat kemungkaran kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan mengilhamkan di hatinya sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya”.
“Mintalah afiat kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu”.
“Perbanyaklah doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Ia telah menjanjikan kepada mereka untuk mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat Ia akan menghitung doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah surga”.
“Cintailah orang-orang miskin yang muslim, karena orang yang menghina dan bertindak sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang dari agama Allah dan Ia akan menghinakannya dan murka atasnya. Kakek kami SAWW pernah bersabda: “Tuhanku telah memerintahkanku untuk mencintai orang-orang miskin yang muslim”.
“Jangan menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki”.
“Tiga amalan dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak”.
“Tiga amalan penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan”.
“Tiga hal tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi: penyabar tidak akan dikenal kecuali dalam kondisi marah, pemberani tidak akan diketahui kecuali ketika perang dan saudara tidak akan diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan”.
Ayatullah Shafi Gulpaigani:
Imam Ja’far Shadiq Penggagas Ilmu-ilmu Modern
Ayatullah al-Uzma Shafi Gulpaigani dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa Imam Jaafar al-Sodiq telah mengambil kesempatan dalam situasi politik negara-negara Islam pada masanya.
Beliau mendapat peluang emas sehingga dapat memimpin gerakan ilmu terbesar denngan mendirikan madrasah di mana para ulama termasyhur menjadi murid beliau, mengambil hadis serta ilmu dari majelis-majelis beliau.

Menurut Kantor Berita ABNA,  Ayatullah al-Uzma Shafi Gulpaigani dalam salah  satu tulisannya menyatakan bahwa Imam Jaafar al-Sodiq telah mengambil kesempatan dalam situasi politik negara-negara Islam pada masanya. Beliau mendapat peluang emas sehingga dapat memimpin gerakan ilmu terbesar denngan mendirikan madrasah di mana para ulama termasyhur menjadi murid beliau, mengambil hadis serta ilmu dari majelis-majelis beliau.
Terjemahan tulisan Ayatullah Shafi  adalah seperti berikut:
Imam Ja’far al-Sodiq (a.s) telah meresmikan sebuah madrasah pada kurun kedua hijrah yang tiada bandingannya dalam sejarah Islam sebelum itu dan masa sesudahnya masih belum kelihatan madrasah sepertinya. Ajaran dan madrasah beliau sentiasa dicari oleh para ulama besar Ulum al-Qur’an, Fikih, Kalam, Kimia dan lain-lain.
Fikah Syiah yang tergolong dalam ribuan pasal undang-undang dan pengajaran, program ilmu dan akhlak Islam dalam berbagai masalah, (bahkan boleh dikatakan hampir semua perkara) telah terhutang budi dengan limpahan ilmu Imam Ja’afar al-Sodiq yang sulit dihitung.
Misalnya berbicara mengenai huku haji yang merupakan salah satu kewajiban Islam yang utama, mengandungi falsafah tertinggi dan nilai yang ulung dari keluasan samudera ilmu Imam Ja’far al-Sodiq (a.s). Bak kata Abu Hanifah, semua itu adalah keluarga didikan Imam Ja’far al-Sodiq (a.s) dan hadis dalam kitab Ahli Sunnah yaitu Sahih Muslim telah diriwayatkan dari beliau yang menyampaikan hampir empat ratus pasal berkenaan dengan hukum pelaksanaan haji di mana Ahlus Sunnahpun mengikuti hukum tersebut.
Memang benar, Imam Ja’far al-Sodiq telah menggunakan peluang keemasan dalam situasi politik negara-negara Islam pada masanya, sehingga beliau memimpin gerakan ilmu paling besar dan meresmikan sebuah madrasah dimana para ulama terkenal telah menjadi murid dan mengambil hadis serta ilmu beliau.
Popularitas ilmu Imam Ja’far al-Sodiq as menyebabkan para ulama dari Hijaz, Khorasan dan Sham telah belajar dari beliau dan hanya beliau saja satu-satunya jalan penyelesaian masalah ilmu dimasanya.
Apa yang perlu diberi perhatian dan diamati adalah kepempinan beliau tidak terbatas dalam ilmu pengetahuan Islam semata-mata, bahkan beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang lain seperti astronomi, falak, matematika, pengobatan, metafizika, kimia, biotani dan banyak lagi. Beliau turut mendidik murid-muridnya yang masyhur sehingga lestari dalam lembaran-lembaran hari ini dan menghiasi buku-buku kaum muslimin seperti Tauhid Mufdal, dan Risalah Ahlijah serta dialog-dialog beliau dengan kelompok Atheis. Semuanya menjadi saksi pernyataan ini yaitu ajaran beliau bagaikan sebuah universitas yang mana fakultas-fakultas dominannya telah diasaskan dalam berbagai ilmu. Dalam setiap ajaran dan fakultas terdapat perbahasan, pelajaran dan penyelidikan berkenaan dengan ilmu kepakaran yang sentiasa dicari dan dikejar.
Sebagai contoh, salah satu dari ilmu yang telah diajar oleh Imam Ja’far al-Sodiq kepada umat Islam adalah Kimia yang mana seorang yang pandai bernama Jabir bin Hayyan menjadi murid yang paling termasyhur dari alumni madrasah beliau. Sekiranya kita telah mengambil manfaat dari tokoh yang belajar dengan Imam ke-enam ini dan menitik beratkan beberapa ilmu lain yang menjadi keperluan masyarakat yang berperadaban dan maju, maka hari ini di lapangan materilistik, kita tidak akan memerlukan Barat, Eropa dan Amerika, walau apapun yang mereka miliki. Kemajuan yang dicapai Barat, prinsip-prinsip tertingginya adalah hasil dari usaha ulama-ulama Islam.
Murid tersebut mempunyai kepakaran dalam kebanyakan ilmu pengetahuan Islam, perobatan, astronomi, falak, alam sekitar, matematika, kimia, falsafah, mantik, akhlak, sejarah, sastera, syair, vaterinar, botani, pembuatan senjata dan lain-lain lagi.
Homu merupakan orang pertama yang menggunakan neraca sebagai pengalaman ilmu dan menentukan kadar sesuatu benda dalam setiap eksprimennya. Beliau dapat mengukur jarim kecil yang tidak dapat ditimbang secara tepat di masanya melainkan sekedar menebak. Selepas enam ratus tahun, ahli kimia di Barat sudah menggunakan neraca dalam eksperimen masing-masing.
Setelah 10 kurun cendekiawan tersebut berterus terang dalam bukunya yang berjudul “al-ma’rifah bi al-sifat al-ilahiyah wal hikmah al-falsafah” bahwa pandangan masyhur ahli fizika, kimia dan ilmu alam sekitar Inggris, John Dalton mengenai ‘penyatuan antara dua unsur’ dalam kitabnya adalah karena jasa Jabir bin Hayyan, bukannya John Dalton.
Memang benar, setiap seorang dari murid ajaran ini hanyalah menunjukkan keagungan tanpa batas aliran ini. Walau bagaimanapun sekolah pemikiran dan universitas besar ini, bukan saja para tokoh Syiah saja yang mengaku secara terus terang mengenai ketinggian ilmu Imam Ja’far as, malah para tokoh dari aliran Ahli Sunnah seperti Abu Hanifah berkata:
مَا رَأَيتُ أفقَه مِنْ جَعْفَر بْنِ مُحَمَّد؛
Aku tidak melihat orang yang lebih berpengetahuan dan memahami daripada Ja’far bin Muhammad.
Ataupun Najashi di dalam kitab rijalnya menukil dari Ahmad bin Isa Asha’ari yang berkata, “Aku pergi ke Kufah untuk menuntut ilmu dan di sana aku menemui Hasan bin Ali Wassha. Aku berkata kepadanya, “Berikan kepadaku kitab Ala bin Zarrin dan Aban bin Uthman Ahmar supaya aku dapat menyalinnya. Beliau memberikan kedua-dua kitab tersebut dan aku berkata, “Izinkan aku meriwayatkannya.” Jawab beliau, “Semoga Allah merahmatimu, betapa tergesa-gesanya engkau, bawakan ia pergi dan tulislah, kemudian bawa ke mari dan bacakan supaya aku mendengarnya, ketika itu aku akan memberikan izin.”
Aku berkata, “Aku tidak pasti dapat mengingatnya.”
Jawab Hasan bin Wassha, “Aneh! Sekiranya aku tahu bahwa terdapat pemburu hadis seperti ini, maka aku akan mengumpul dengan lebih banyak. Aku kenal 900 sheikh di masjid Kufah dan semua berkata, “Telah diriwayatkan daripada Imam Ja’far al-Sodiq.”
Madrasah dan universitas besar apakah ini sehingga para muwaqif dan mukhalif merasa heran dan sepanjang sejarah menunjukkan Nabi saw telah besabda berkali-kali bahwa, “Itrahku dan Ahlul Baitku; mempunyai kedudukan, ilmu dan derajat ini, namun sayangnya percaturan politik justru meninggalkan rujukan Ahlul Bait as sehingga sampai ke tahap al-Bukhari tidak menukilkan satu pun hadis dari Imam Ja’far al-Sodiq (a.s) sebagaimana kata penyair:
قَــــضِیــةٌ أشْـــبَهَ بِالمرْزِئَــةِ * هــذا البُخــاری إمــامُ الفِــئَـةِ بِالصَّادِقِ الــصِّدِّیقِ مـــا إحـتجَ فی * صَــحیــحِهِ وَ احــتـجّ بِـالمرجِئَة إنَّ الإمَــــامَ الصَّادِقَ المجْـــتَـبى * بِــفَــضْلِهِ الآی أتَــت منـــبئة أجَـلّ مِنْ فی عَـــــصْرِه رُتْـــبَة * لم یقْـــتَرِفْ فی عُــــمْرِه سَــیئَة قَــــلامة مِـــنْ ظــفـر إبهَـامِه * تَعْـــدِلُ مِنْ مِثْـــلِ البُخاری مِـئَة
Khazanah yang amat bernilai ini perlu diambil tahu dan semua orang menuntut ilmu dalam universitas besar ini. Dalam hari-hari peringatan kesyahidan Imam as, orang banyak hendaklah bergabung dalam majelis kedukaan dengan segala keluh kesah serta membesarkan dan menghormatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar