Total Tayangan Halaman

Minggu, 19 Januari 2014

NAHJUL BALAGHOH KHUTBAH KE 4

KHOTBAH 4

Pandangan Jauh Amirul Mukminin dan Keimanannya yang Kukuh


Melalui kami Anda beroleh petunjuk dan mendapatkan kedudukan tinggi, dan melalui kami Anda keluar dari malam gelap. Telinga yang tidak hendak mendengar teriakan mungkin menjadi tuli. Bagaimana mungkin seseorang tetap tuli terhadap teriakan nyaring (Al Quran dan Nabi) akan mendengar suara (saya) yang lemah. Hati yang selalu berdebar (dengan takwa kepada Allah) akan mendapat kedamaian.

Saya selalu mengkhawatirkan dari Anda akibat-akibat pendurhakaan, dan saya telah melihat Anda dibalik busana tipuan. Tirai agama telah membiarkan saya tersembunyi dari Anda, tetapi keikhlasan niat saya meng-ungkapkan Anda kepada saya. Saya berdiri untuk Anda pada jalan kebenaran di antara jalur-jalur di mana Anda saling bertemu tetapi tak ada pemimpin, dan Anda menggali tetapi tidak mendapatkan air.

Hari ini saya akan membuat hal-hal yang bisu ini berkata-kata kepada Anda (yakni gagasan-gagasan dan renungan-renungan saya yang mendalam) yang penuh dengan kekuatan yang menguraikan. Pandangan orang yang meninggalkan saya mungkin tersesat. Saya tak pernah meragukan kebenaran itu sejak (kebenaran) itu ditunjukkan kepada saya. Musa tidak merasa takut bagi dirinya sendiri,[1] melainkan dia prihatin atas kemenangan orang bodoh dan berkuasanya kesesatan. Sekarang kita berdiri di simpang jaian kebenaran dan kebatilan. Orang yang yakin akan mendapatkan air, tidak merasakan haus. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Rujukannya kepada Musa, ketika para penyihir dikirimkan untuk menantangnya dan mereka memperlihatkan sihir mereka dengan melemparkan tali dan tongkat ke tanah dan Musa merasa takut. Demikianlah, Al-Qur'an mencatat,

"... terbayang kepada Musa seakun-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musd merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul." (QS. 20:66-68)

Dan Amirul Mukminin berkata bahwa alasan takutnya Musa ketika melihat tali dan tongkat bergerak itu bukanlah demi nyawanya sendiri; ia lakut jangan sampai kaumnya terkesan oleh sihir itu lalu tersesat dan kebatilan beroleh kemenangan karena perbuatan sihir itu. Itulah sebabnya maka Musa tidak dihibur dengan mengatakan bahwa nyawanya aman, tetapi dcngan mcngatakan bahwa ia sebenarnya lebih unggul, dan dakwahnya akan terangkat. Karena ketakutannya adalah atas kekalahan yang hak dan kemenangan yang batil, bukan nyawanya scndiri, hiburan diberikan kepadanya untuk kemenangan yang hak, dan bukan untuk perlindungan tcrhadap nyawanya.

Amirul Mukminin memaksudkan bahwa la pun mempunyai ketakulan yang sama, yakni jangan sampai umat terperangkap dalam jebakan orang-orang ini (Thalhah, Zubair, dan sebagainya) dan tersesat dari jalan yang benar. la tak pernah menghawatirkan kehidupannya sendiri.



KHOTBAH 5

Diucapkan ketika Nabi (saw) wafat dan 'Abbas serta Abu Sufyan ibn Harb menawarkan diri untuk membaiat Amirul Mukminin untuk jabatan khalifah


Wahai manusia![1] Menghindarlah dari gelombang-gelombang bencana dengan bahtera keselamatan, berpalinglah dari jalan perpecahan dan tanggalkanlah mahkota kesombongan. Beruntunglah orang yang bangkit dengan sayap (berkuasa) atau dia dalam kedamaian dan orang lain menikmati ketenteraman. (Kekhalifahan) itu adalah seperti air kabur atau sebagai suatu suapan yang akan mencekik orang yang menelannya. Orang yang memetik buah sebelum matang adalah seperti orang yang menanam di ladang orang.

Apabila saya katakan maka mereka akan menyebut saya serakah akan kekuasaan, tetapi apabila saya berdiam diri mereka akan mengatakan bahwa saya takut mati. Sungguh sayang, setelah segala pasang surut (yang saya alami)! Demi Allah, putra Abu Thalib[2] lebih akrab dengan kematian daripada seorang bayi dengan dada ibunya. Saya mempunyai pengetahuan yang tersembunyi; apabila saya membukakannya, Anda akan gemetar seperti tali yang terulur ke sumur dalam. •
--------------------------------------------------------------------------------

[1] Ketika Nabi (saw) wafat, Abu Sufyan tidak berada di Madinah. Dalam perjalanannya kembali ke Madinah ia mendapat berita duka itu. Segera ia mencaritahu siapa yang telah menjadi pemimpin. Kepadanya dikatakan bahwa rakyat telah membaiat Abu Bakar. Ketika mendengar ini, orang yang terkenal sebagai pembuat onar di Arabia ini berpikir dalam-dalam dan akhirnya mendatangi 'Abbas ibn 'Abdul Muththalib dengan membawa sebuah usul. la berkala kepadanya, "Lihat, dengan liciknya mereka menyerahkan kekhalifahan kepada orang Taim dan merebut hak Bani Hasyim untuk selama-lamanya, dan sesudahnya orang ini akan menempatkan di atas kepala kita seorang yang sombong dari Bani 'Adi. Marilah kita pergi kepada 'Ali ibn Abi Thalib dan meminta kepadanya keluar dari rumahnya dan mengangkat senjata untuk memperoleh haknya." Maka, dengan membawa 'Abbas besertanya ia datang kepada Ali seraya mengatakan, "Berikanlah tangan Anda kepada saya; saya akan rnembaiat Anda, dan apabila seseorang bangkit menentang, akan saya penuhi jalan-jalan Madinah dengan tentara berkuda dan ini'antri." Ini saat yang paling peka bagi Amirul Mukminin. la merasa dinnya sebagai pemimpin sesungguhnya dan pelanjut Nabi, sedangkan seseorang dengan dukungan suku dan partainya seperti Abu Sufyan siap hendak mendukungnya. Satu isyarat sudah cukup untuk menyulut api peperangan. Tetapi, pandangan jauh Amirul Mukminin scrta penilaiannya yang benar menyelamalkan kaum Muslim dari perang saudara! Matanya yang tajam melihal bahwa orang ini hendak memulai suatu perang saudara dengan membangkitkan sikap kesukuan dan keistimewaan darah, sehingga Islam akan terpukul dengan ledakan yang menggoncangnya hingga ke akar-akarnya. Karena itu, Amirul Mukminin menolak anjurannya dan memperingatkannya dengan keras dan mengucapkan kata-kata yang menghentikan perbuatan onar dan tipu daya yang licik, dan memaklumkan sikapnya bahwa baginya hanya ada dua jalan, mengangkal senjata atau duduk diam-diam di rumah. Apabila ia bangkit untuk berperang, tak ada pendukung yang dapat mcnekan kekacauan yang timbul. Satu-satunya jalan yang tertinggal ialah menunggu saat yang sesuai.

Ketenangan Amirul Mukminm pada tahap ini menunjukkan kearifannya yang tinggi dan pandangannya yang jauh. Sekiranya dalam suasana itu Madinah menjadi pusat peperangan, apinya akan membahana di scluruh Arabia. Perselisihan dan pergolakan yang telah mulai di kalangan kaum Muhajirtn dan Anshar akan memuncak, api hasutan kaum munafik akan merajalela, dan bahtera Islam akan terjebak dalam badai sehingga sukar mengimbangkannya. Amirul Mukminin menderita kesusahan dan percobaan, tetapi tidak mengangkat tangannya. Sejarah menyaksikan bahwa selama hidupnya di Makkah, Nabi menanggung scgala macam kesusahan, tetapi beliau tidak mau berbentrokan atau berjuang dengan meninggalkan kesabaran, karena beliau sadar bahwa apabila terjadi peperangan pada tahap itu maka jalan pertumbuhan dan pembuahan Islam akan tertutup. Tentu saja, ketika beliau telah mengumpulkan para pendukung dan penolong yang cukup untuk menekan banjir kejahatan dan menumpas kekacauan, beliau bangkit menghadapi musuh. Demikian pula Amirul Mukminin, dengan mengikuti kehidupan Nabi sebagai suluh petunjuk, ia menahan diri dari adu kekuatan, karena ia menyadari bahwa bangkit menentang musuh tanpa penolong dan pendukung akan menjadi sumber pemberontakan dan kekalahan sebagai ganti keberhasilan dan kemenangan. Karena itu, pada kesempatan ini ia telah menyerupakan hasrat unluk kekhalilahan dengan air keruh atau suapan yang mencekik kerongkongan. Mereka tak dapat menelannya, tak dapai pula memuntahkannya. Yakni, mereka tak dapat mengelolanya, sebagaimana nampak pada kesalahan-kesalahan besar yang mereka lakukan sehubungan dcngan perintah-perintah Islam, tak siap pula melepaskan yang mencekik leher mereka.

Ia mengungkapkan kembali gagasan yang sama ini dengan kata-kata lain, "Apabila saya telah mencoba untuk memetik buah kekhalifahan yang belum masak maka dengan ini kebun buah-buahan akan terkucil dan saya pun tak akan mendapatkan apa-apa, seperti orang-orang ini, yang menanam di kebun orang tetapi tak dapat menjaganya, tak dapat mengairinya pada waktu yang semestinya, tak dapat pula memetik sualu hasil darinya. Kedudukan orang-orang ini, apabila saya mcnyuruh mereka meninggalkannya agar si pemilik dapat menanaminya scndiri dan melindunginya, mereka akan mengatakan betapa serakahnya saya, sedangkan bila saya berdiam diri, mereka mengira saya takut mati. Mereka seharusnya mengatakan kapada saya kapan saya pernah merasa takut atau lari dari medan pertempuran untuk menyelamatkan nyawa, sedang tiap pertarungan kecil atau besar membuktikan keberanian saya dan menjadi saksi atas keberanian dan kesatriaan saya. Orang yang bermain dengan pcdang dan memancung bukit tidak akan takut kcpada maut. Saya begitu akrab dengan maut sehingga bahkan bayi tak akan seakrab itu dengan buah dada ibunya. Perhatikan! Sebab diamnya saya ialah pengetahuan yang telah diletakkan Nabi dalam dada saya. Apabila saya bentangkan itu maka Anda akan bingung dan tercengang. Biarlah beberapa hari berlalu, maka Anda akan mengctahui sebabnya saya tidak bertindak; dan lihatlah dengan mata Anda sendiri jenis manusia macam bagaimana yang akan muncul dalam gelanggang ini dengan nama Islam, dan kerusakan apa yang ditimbulkannya. Diamnya saya ialah karena ini akan terjadi; itu bukan diam tanpa sebab."

Seorang sufi Iran mngatakan, "Diam mengandung arti yang lak dapat disampaikan dcngan kata-kata."

[2] Tentang kematian, Amirul Mukminin berkata bahwa maut begitu dicintainya sehingga bahkan seorang bayi tak sebegitu mau sampai melompat ke sumber makanannya itu sementara ia dalam pangkuan ibunya. Keterlekatan bayi pada buah dada ibunya adalah karena pengaruh dorongan alami, tetapi dikte dorongan alami itu berubah dengan majunya waktu. Ketika masa bayi yang terbatas itu berakhir dan temperamen anak itu berubah, ia bahkan tak ingin melihat apa yang dahulunya begitu akrab baginya, bahkan memalingkan wajah darinya. Tetapi, kecintaan para nabi dan wali uniuk bertemu dengan Allah bersitat mental dan spiritual, dan perasaan mental dan spiritual tidak berubah, tidak pula kelemahan atau kelapukan terjadi padanya. Karena maut adalah sarana dan tangga pertama ke tujuannya maka cinta mereka kepada maut semakin bertambah sehingga kekerasannya menjadi sumber kesenangan bagi mereka, dan kepahitannya terasa sebagai sumber kenikmatan. Cinta mereka kepadanya adalah sebagai cinta orang haus kepada sumber air, atau kerinduan musafir yang tersesat kepada tujuannya. Maka, ketika Amirul Mukminm diciderai oleh serangan fatal 'Abdur-Rahman ibn Muljam, ia berkata, "Saya sebagai seorang pcjalan yang telah mencapai (tujuan), seperti pencari yang sudah mendapatkan (maksud), dan apa yang ada di sisi Allah adalah baik bagi orang yang takwa." Nabi mengatakan bahwa tak ada kesenangan bagi seorang mukmm selain persaiuan dengan Allah.



KHOTBAH 6

Diucapkan ketika dinasihati supaya tidak memburu untuk memerangi Thalhah ibn 'Ubaidillah dan Zubair ibn al-'Awwam[1]


Demi Allah, saya tidak hendak menjadi seperti rubah, yang pura-pura tertidur oleh (bunyi) lemparan batu yang terus-menerus sampai orang yang mencarinya mendapatkannya atau orang yang sedang mengintainya menaklukkannya. Malahan, saya akan selalu menyerang si penyeleweng kebenaran dengan bantuan orang-orang yang maju ke arahnya, dan orang-orang pendosa dan peragu dengan bantuan orang-orang yang mendengarkan dan menaati saya, sampai hari (kematian) saya tiba. Demi Allah, hak-hak saya telah direbut secara terus-menerus sejak hari wafatnya Nabi SAWW hingga hari ini. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Ketika Amirul Mukminin menunjukkan niat untuk memburu Thalhah dan Zubair, ia dinasihati untuk membiarkan mereka agar ia tidak beroleh bencana dari mereka. Amirul Mukminin mengeluarkan kata-kata ini sebagai jawaban, yang kesimpulannya adalah: "Sampai beberapa lama saya hanya harus menjadi penonton atas hak saya yang direbut orang, dengan berdiam diri. Sekarang, selama saya bernafas, saya akan memerangi mereka agar mereka menanggung akibat perbuatannya. Mereka tidak seharusnya berpikir bahwa saya dapat dikalahkan dengan mudah sebagai dhabu'. Dhabu' (rubah) adalah sejenis binatang berbulu berwarna abu-abu, seperti musang, tetapi lebih gempal, menggali tanah untuk liangnya. Binatang ini mencari makan, terutama berupa hewan-hewan kecil, di malam hari. Nama julukannya ialah Umm 'Amir dan Umm Thuraiq. la juga disebut “'si pelahap” karena memakan dan menelan apa saja yang dapat diperolehanya, seakan-akan mempunyai beberapa perut, dan tak penah merasa kenyang. Juga ia dinamai Na'tsal. Binatang itu sangat pandir dan tolol. Kelambanannya nampak dari mudahnya ia tertangkap. Dikatakan bahwa pemburu mengepung sarangnya dan menyerangnya dengan kaki atau tongkat, dan merayunya dengan lembut, "Tundukkanlah kepalamu, Umm Thuraiq, bersembunyilah, Umm 'Amir." Dengan mengulangi kalimat ini dan menepuk-nepuk tanah, binatang itu bersembunyi di suatu sudut sarang. Kmudian si pemburu berkata, "Umm 'Amir tidak ada liangnya, ia sedang tidur." Ketika mendengarkan ini, ia merentangkan anggota-anggota badannya lalu berpura-pura tidur. Maka pemburu pun memasang tali jerat ke kakinya dan menyeretnya keluar, lalu ia jatuh sebagai pengecut ke dalam tangan si pemburu, tanpa perlawanan.



KHOTBAH 7

Tentang Kaum Munafik


Mereka telah menjadikan setan sebagai majikan atas urusan mereka, dan ia mengambil mereka sebagai mitra.[1] la telah bertelur dan menetaskannya di dada mereka. la menjalar dan merayap dalam pangkuan mereka. la melihat melalui mata mereka, dan berbicara dengan lidah mereka. Secara ini ia memimpin mereka ke perbuatan dosa, dan menghiasi mereka dengan hal-hal kotor sebagai tindakan seseorang yang telah dijadikan mitra oleh setan dalam wilayah kekuasaannya dan berbicara batil melalui lidahnya. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Amirul Mukminin mengatakan tentang para munaf'ik (yakni orang-orang yang menentangnya sebelum dan setelah kekhalifahannya), bahwa mereka adalah mitra, penolong dan pendukung setan. la telah bersahabat dengan mereka, membuat tempat tinggalnya pada diri mereka, tinggal dalam dada mereka, bcrtelur dan menetaskan anak-anaknya di situ, sementara anak-anak ini melompat dan bermain-main pada pangkuannya tanpa segan. la maksudkan bahwa gagasan-gagasan jahat setan lahir dari dada mereka dan tumbuh dan berkembang di situ. Tak ada kekangan pada mereka, tak ada pula halangan apa pun. la telah demikian meresap ke dalam darah dan bercampur dengan jiwa mcreka sehingga keduanya bersatu sepenuhnya. Sekarang, mata adalah milik mereka telapi penglihatannya adalah penglihatan setan, lidah adalah milik mereka, tetapi kata-katanya adalah kata-kata setan, sebagaimana telah dikatakan Nabi, "Sesungguhnya iblis merembesi keturunan Adam seperti darah." Yakni, sebagaimana peredaran darah tak berhenti, demikian pula keberlanjutan yang cepat dari gagasan-gagasan jahat iblis. Dan ia menarik mereka kepada kejahatan dalam tidur dan jaga, dalam setiap sikap, bangkit atau duduk. la mewarnai mereka dengan celupannya sehingga perkataan dan tindakannya mencerminkan perkataan dan perbuatan setan. Orang-orang yang dadanya bersinar dengan kelimpahan iman mencegah gagasan-gagasan jahat seperti itu: tetapi, sebagian orang siap sedia menyambut kejahatan-kejahatan itu, dan inilah orang-orang yang berselubungkan jubah Islam yang selalu mencari-cari hojatan.



KHOTBAH 8

Dikatakan tentang Zubair pada waktunya yang tepat


Ia mengatakan bahwa ia membaiat kepada saya dengan tangannya tetapi tidak mernbaiat dengan hatinya.[1] Jadi, ia tidak mengakui baiat. Mengenai pengakuannya yang lain dengan hatinya, ia harus mengajukan argumen yang jelas untuk itu. Apabila tidak, maka ia harus kembali ke tempat dari mana ia telah keluar.[2] •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Setelah membaiat (bersumpah atau berjanji setia) kepada Amirul Mukminin, Zubair ibn 'Awwam melanggar baiat itu. Kadang-kadang ia mengajukan dalih bahwa ia terpaksa membaiat dan bahwa baiat yang dipaksakan bukanlah baiat; kadang-kadang ia mengatakan bahwa baiat itu hanya sekadar pertunjukan; hatinya tidak sesuai dengan itu. Seakan-akan ia sendiri mengakui dengan lidahnya kegandaan wajah lahir dan batinnya. Tetapi, dalih ini serupa dengan dalih orang yang murtad setelah menerima Islam, dan untuk mcngelakkan hukuman mengatakan bahwa ia telah menerima agama Islam hanya dengan lidah, tidak di hati. Jelaslah bahwa dalih semacam itu tak dapat dibenarkan, juga tak dapat mengelakkan hukuman dcngan argumen ini. Apabila Zubair mencurigai bahwa 'Utsman dibunuh atas dorongan Amirul Mukminin, kecurigaan ini mestinya telah ada kctika ia menyatakan sumpah setianya dan mengulurkan tangannya untuk membaiat, bukan sekarang setelah harapan-harapannya mengalami frustrasi dan harapan-harapannya mulai nampak muncul dari tempat lain.

[2] Amirul Mukminin menolak pengakuan Zubair secara singkat: Ketika ia mengakui bahwa ia telah membaiat maka ia harus patuh kepada baiatnya hingga ada alasan untuk melanggarnya. Tetapi, bila hatinya tidak sesuai dengan apa yang ia lakukan maka ia harus memberikan bukti. Karena bukti tcntang keadaan hati tidak dapat diajukan, maka penegasan tanpa bukti itu tidak dapat diterima.



KHOTBAH 9

Kekecutan Hati Pasukan Jamal


Mereka[1] mengguntur seperti awan dan bersinar seperti kilat. Tetapi, walaupun adanya kedua hal ini, mereka menunjukkan sifat pengecut. Sedang kami tidak mengguntur sampai kami menyerbu musuh dan tidak pula kami menunjukkan mengalirnya (kata-kata) sampai kami benar-benar menghujani. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Tentang kaum Jamal (yakni, musuh dalam Perang Jamal), Amirul Mukminin mengatakan bahwa mereka bangkit dengan menggunlur, berteriak-teriak dan menghentak-hentak, tetapi ketika pertarungan terjadi, mereka kelihatan beterbangan sebagai jerami. Pada suatu saat mereka meneriakkan pengakuan-pengakuan dengan suara bcsar bahwa mereka akan melakukan ini dan itu, dan sekarang mereka memperlihatkan sikap begitu pengecut sampai lari dari pertempuran. Tentang dirinya sendiri, Amirul Mukminin mengatakan, "Kami tidak mengancam musuh sebelum pcrtempuran, lidak pula mengucapkan kata-kala sombong, tidak menteror musuh dengan pekikan-pekikan yang tak perlu, karena bukanlah cara orang berani menggunakan lidah ketimbang tangan." Ilulah sebabnya pada kesempatan ini ia mengatakan kepada teman-temannya, "Hati-hatilah terhadap kata-kala berlebihan karena itu pertanda sifat pengecut."



KHOTBAH 10

Pada Perang Jamal ketika menyerahkan panji kepada Muhammad ibn Hanaflah


Hati-hatilah! Setan[1]' telah menghimpun kelompoknya dan mengumpulkan tentara berkuda dan infantrinya. Bersama saya adalah kebijaksanaan. Saya tak pernah menipu dan tidak pula saya tertipu. Demi Allah, saya akan mengisi sepenuh-penuhnya bagi mereka sebuah kantong kulit dari mana hanya saya sendiri akan menimba air. Mereka tak dapat berpaling darinya dan tak dapat pula mereka kembali kepadanya. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Ketika Thalhah dan Zubair melanggar baiat dan berangkat ke Bashrah bersama 'A'isyah, Amirul Mukmmin mengucapkan kata-kata ini, yang merupakan bagian dari suatu khotbah yang panjang. Ibn Abil Hadid menulis bahwa dalam khotbah ini, "setan" berarti iblis yang scsungguhnya maupun Mu'awiah, karena Mu'awiah secara rahasia bersekongkol dengan Thalhah dan Zubair dan menghasut mereka untuk memerangi Amirul Mukminin; tetapi, rujukan kepada iblis yang sesunguhnya adalah lebih tepat, jelas, dan sesuai dengan situasi dan suasana itu.



KHOTBAH 11

Diucapkan dalam Perang Jamal, ketika Amirul Mukminin menyerahkan panji kepada Muhammad ibn Hanaflah[1]


Gunung-gunung boleh berpindah dari posisinya,[2] tetapi Anda tak boleh berpindah dari posisi Anda. Katupkan gigi-gigi Anda. Pinjamkan kepala Anda kepada Allah. Tancapkan kaki Anda di tanah. Hadapkan mata Anda kepada musuh yang terjauh dan tutuplah mata Anda (pada banyaknya jumlah mereka). Dan teruslah yakin bahwa pertolongan hanyalah dari Allah Yang Mahasuci.

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Muhammad ibn Hanafiah adalah pulra Amirul Mukminin, tetapi disebut Ibn Hanafiah menurut nama ibunya, Khaulah binti Ja'far al-Hanafiah menurut sukunya, Bani Hanifah. Ketika penduduk Yamamah dinyatakan murtad, karena menolak membayar zakat, dan dibunuh, kaum wanitanya dibawa ke Madinah, termasuk Khaulah. Ketika sukunya mengelahui, mereka mendckati Amirul Mukminin dan meminta kepadanya untuk menyelamatkan wanita itu dari aib perbudakan dan melindungi kehormatan dan martabat keluarganya. Amirul Mukminin pun membebaskannya setelah membelinya, lalu mengawininya, yang kemudian melahirkan Muhammad.

Kebanyakan sejarawan menulis bahwa nama aslinya Abul Qasim. Penulis Al-Ist?'?b (jilid III, h. 1367-1368, 1370-1372) meriwayatkan dari Abu Rasyid ibn Hafizh az-Zuhri bahwa di antara putra-putra sahabat, ia menemukan empat orang yang dinamakan Muhammad dan ber-laqab Abul Qasim, yakni (1) Muhammad ibn Hanafiah, (2) Muhammad ibn Abu Bakar (3) Muhammad ibn Thalhah, dan (4) Muhammad ibn Sa'd. Setelah itu, ia menulis bahwa nama dan laqab (nama gelar) Muhammad ibn Thalhah diberikan oleh Nabi. Al-Waqidi menuis bahwa nama dan laqab Muhammad ibn Abu Bakar disarankan oleh 'A'isyah. Teranglah, tidak benar nampaknya bila Nabi memberikan nama dan gelar Muhammad ibn Thalhah, karena dari beberapa hadis nampak bahwa Nabi telah mencadangkannya untuk putra Amirul Mukminin, dan ia adalah Muhammad ibn Hanafiah.

Mengenai laqab-nya dikatakan bahwa Nabi telah mengkhususkannya, dan bahwa beliau mengatakan kepada Ali bahwa seorang putra akan dilahirkan bagimu setelah saya, dan saya telah memberikan nama dan laqab-nya, dan setelah itu tidak diizinkan bagi siapa pun dari umat saya untuk mendapatkan nama dan luqub ini sekaligus.

Dengan mengingat pandangan ini, betapa mungkin Nabi memberikan nama dan laqab itu juga kepada seseorang lainnya, padahal pengkhususan berarti tiada lainnya yang juga memilikinya. Lagi pula, sebagian orang mencacat bahwa laqab Ibn Thalhah adalah Abu Sulaiman ketimbang Abul Qasim, dan ini selanjutnya mengukuhkan pendapat kami. Seperti itu pula, apabila laqab Muhammad ibn Abu Bakar berdasarkan nama putranya Qasim, yang termasuk di antara ahli Agama di Madinah, maka apa artinya 'A'isyah menyarankannya? Apabila 'A'isyah menyarankannya bersama dengan namanya, bagaimana maka Muhammad ibn Abu Bakar mentolenrnya kemudian, karena ia telah dibesarkan dalam asuhan Amirul Mukminin, dan kata-kata Nabi itu tak mungkin tersembunyi dari dia. Lagi pula, kebanyakan orang telah mcncatat laqab-nya scbagai Abu 'Abdur-Rahman, yang melemahkan pandangan Abu Rasyid.

Misalkan saja laqab orang-orang itu Abul Qasim, bahkan bagi Ibn Hanatiah sekalipun laqub ini tidak terbukti. Walaupun Ibn Khallikan (dalam Wafay?t al-A'y?n, IV, h. 170) mengacu anak Amirul Mukminin yang dianugerahi Nabi nama Muhammad ibn Hanat'iah, namun Allamah al-Mamaqani (dalam Tanqih al-Maqal, III, bagian I, h. 112) menulis,

"Dalam menerapkan hadis ini pada Mumammad ibn Hanafiah, Ibn Khalakan telah membuat kerancuan, karena putra Amirul Mukminin yang nama dan laqab-nya sekaligus telah dihadiahkan oleh Nabi, dan yang tidak diizinkan bagi siapa pun selainnya, ialah kepada imam terakhir, dan bukan bagi Muhammad ibn Hanatiah; tidak pula laqab Abul Qasim dimapankan baginya. Tetapi, sebagian orang Sunni, yang tidak mengerti maksud Nabi yang sesungguhnya, telah menganggapnya sebagai memaksudkan Ibn Hanatiah."

Bagaimanapun, Muhammad ibn Hanafiah adalah tokoh yang menonjol dalam kesalehan dan takwa, luhur dalam kezuhudan dan ibadah, tinggi dalam pengetahuan dan prestasi, dan mewarisi keberanian ayahnya. Perilakunya dalam peperangan Jamal dan Shiffin telah menciptakan kesan yang hebat di kalangan orang Arab, sehingga bahkan para prajurit terkemuka gentar mendengar namanya. Amirul Mukminin pun merasa bangga atas keberanian dan keperkasaannya, dan selalu menempatkannya di depan dalam setiap pertarungan. Syeikh al-Baha'i telah menulis dalam Al-Kasykul bahwa Ali ibn Abi Thalib menyertakannya dalam pertempuran-pertempuran dan tak mcngizinkan Hasan dan Husain maju ke depan, dan ia biasa mengatakan, "la putra saya, sedang dua putra ini adalah putra Nabi Allah." Ketika seorang Khariji mengatakan kepada Ibn Hanafiah bahwa Ali mendorongnya ke dalam kancah peperangan tetapi menyelamatkan Hasan dan Husain, ia menjawab bahwa ia sendiri sebagai tangan kanan, sedang Hasan dan Husain scbagai kedua mata Ali, dan bahwa Ali melindungi matanya dengan tangan kanannya. Tetapi, 'Allamah al-Mamaqani mehulis dalam Tanqih al-Maq?l bahwa ini bukan jawaban Ibn Hanafiah, melainkan kata-kata Amirul Mukmmin sendin. Ketika dalam Perang Shiffin Muhammad menyebutkan hal ini kepada Amirul Mukminin dengan nada mengeluh, ia menjawab, "Engkau adalah tangan kananku, sedang mereka adalah mataku, dan tangan harus melindungi mata."

Nampaknya, mula-mula Amirul Mukminin telah memberikan jawaban ini, dan kemudian seseorang mungkin telah menyebutkan sesuatu kepada Muhammad ibn Hanafiah, dan ia mengulangi jawaban ayahnya, karena tak mungkin ada jawaban yang lebih fasih dari ini, dan kefasihannya mengukuhkan pandangan bahwa ucapan itu pada asalnya adalah ucapan dari lidah fasih Amirul Mukminin, kemudian digunakan oleh Muhammad ibn Hanafiah. Alhasil, kedua pandangan ini dapat dianggap benar dan tak ada ketidaksesuaian antara keduanya. Bagaimanapun, Muhammad ibn Hanafiah dilahirkan dalam masa pemerintahan Khalifah yang kedua dan meninggal dalam masa pemerintahan 'Abdul Malik ibn Marwan dalam usia enam puluh lima tahun. Ada perbedaan pendapat tentang tempat meninggalnya; sebagian mengatakan MadTnah, sebagian Ailah dan sebagian lagi Tha'if.

[2] Dalam Pertempuran Jamal, ketika Amirul Mukminin mengutus Muhammad ibn Hanafiah ke medan tempur, ia mengatakan kepadanya bahwa ia harus menetapkan dirinya di hadapan musuh sebagai bukit tekad dan ketegasan, sehingga serangan musuh tidak dapat menggeserkannya, dan harus tnenyerang musuh dengan gigi terkatup, sebagaimana ia katakan di tempat lain pula. Kemudian ia mengatakan, "Anakku, pinjamkanlah kepalamu kepada Allah, supaya Anda dapat mencapai kehidupan yang kekal sebagai ganti kehidupan ini, karena untuk barang yang dipinjamkan ada hak untuk mendapatkannya kembali. Oleh karena itu Anda harus berjuang dengan tidak mempedulikan nyawa Anda; bila tak demikian, apabila pikiran Anda melengket pada nyawa Anda, maka Anda ragu-ragu untuk maju ke pertarungan maut; dan itu akan mengatakan tentang reputasi keberanian Anda. Lihatlah, jangan biarkan langkah Anda goyah, karena musuh akan diberanikan oleh langkah yang goyah; langkah yang goyah menguatkan kaki musuh. Jadikan baris terakhir musuh sebagai tujuan Anda, sehingga musuh takut karena keluhuran niat Anda, dan Anda tidak akan merasa lapang dalam merobek mereka, dan gerakan mereka tidak boleh tersembunyi dari Anda. Lihatlah, jangan pedulikan keunggulan mereka dalam jumlah, supaya keberanian Anda tidak menurun." Kalimat ini dapat pula bcrarti bahwa janganlah Anda membuka mata lebar-lebar sampai disilaukan oleh senjata-senjata yang mengkilat, dan musuh mungkin melakukan scrangan dengan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Juga ingatlah sclalu bahwa kemenangan adalah dari Allah. "Apabila Allah menolong maka tiada seorang pun dapat mengalahkan Anda." Dari itu, ketimbang mengandalkan sarana material, carilah dukungan dan bantuan-Nya."

Jiku Allah menolong kamu, maka tak ada orang vang dapat mengalahkanmu.... (QS. 3:160)


KHOTBAH 12

Ketika Allah memberikannya kemenangan terhadap musuh pada Perang Jamal, salah seorang sahabatnya berkata pada kesernpatan itu bahwa apabila saudaranya hadir maka ia akan melihat keberhasilan dan kemenangan apa yang telah Allah berikan. Atasnya Amirul Mukminin a.s. berkata, "Apakah saudara Anda menganggap saya sahabat?" la berkata, "Ya." Dan Amirul Mukminin berkata,

Dalam hal itu, ia bersama kami. Malah dalam tentara kita ini bahkan hadir juga orang-orang yang masih berada dalam sulbi lelaki dan rahim perempuan. Tak lama lagi waktu akan membawanya keluar dan keimanan akan menjadi kuat melalui mereka.[1] •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Apabila seseorang kekurangan amal padahal ia mempunyai sarana dan perlengkapan, ini menunjukkan kelemahannya. Tetapi, bila ada halangan di jalan tindakan, atau hayatnya berakhir, sehingga tindakannya tidak sempurna, maka dalam hal itu Allah tidak mengabaikan ganjaran pahalanya, atas dasar bahwa amal itu dinilai dengan niat. Karena niatnya adalah untuk mclaksanakan tindakan itu, maka ia akan diganjari hingga ukuran tertentu.

Amal perbualan semata-mata, mungkin lidak ada ganjarannya, karcna amal dapat meliputi ria atau pura-pura, sedangkan niat tersembunyi pada kedalaman hati. Niat ia tak dapat berpura-pura. Niat baik akan tetap tinggal pada tingkatan yang sama dengan kejujuran, kebenaran, kesempurnaan, ketetapan di mana dia berada, walaupun mungkin tak ada amal, karena suatu halangan. Sekalipun tidak ada kesempatan untuk mewujudkan niat, namun ada hasrat dan gairah dalam hatinya, seseorang patut mendapatkan ganjaran atas dasar perasaan hati. Ini yang disinggung Amirul Mukminin dalam khotbah ini, yakni, "Apabila saudara Anda mencintai saya maka ia akan turut serta dalam ganjaran orang-orang yang mencapai syahadah dalam mendukung kami."



KHOTBAH 13

Mengutuk Penduduk Bashrah[1]


Anda (sebelum ini) adalah tentaranya seorang perempuan dan di bawah komando hewan berkaki empat. Bilamana ia menggerutu, Anda menyambut; dan bilamana ia terluka, Anda melarikan diri. Pribadi Anda rendah dan baiat Anda terputus. Keimanan Anda munafik. Air Anda air payau. Orang yang tinggal bersama Anda dimuati dosa, dan orang yang meninggalkan Anda mendapatkan rahmat Allah. Seakan-akan saya melihat mesjid Anda menonjol, menyerupai anjungan kapal, sedang Allah telah mengirim azab dari atas dan dari bawahnya dan setiap orang yang berada di atasnya tenggelam.[2]

Versi Lain


Demi Allah, kota Anda pastilah akan tenggelam sedemikian rupa sehingga seakan-akan saya melihat mesjidnya seperti bagian atas sebuah kapal atau seekor burung unta yang sedang duduk.

Versi Lain


Seperti dada seekor burung di laut dalam.

Versi Lain


Kota Anda adalah yang paling berbau busuk dari semua kota mengenai lempungnya, yang paling dekat ke air dan yang paling jauh dari langit. la mengandung sembilan dari sepuluh kejahatan. Orang yang memasukinya dikelilingi dengan dosa-dosanya, dan orang yang keluar darinya menikmati keampunan Allah. Nampak seakan-akan saya melihat air melanda tempat kediaman Anda ini hingga tak ada yang dapat dilihat darinya kecuali mesjid yang muncul sebagai dada seekor burung di laut dalam. •

--------------------------------------------------------------------------------

[1] lbn Maitsam menulis bahwa ketika Perang Jamal berakhir maka pada hari ketiga, setelah Amirul Mukminin salat Subuh di mesjid pusat Bashrah, ia berdiri di sisi kanan mihrab sambil bersandar ke dinding dan menyampaikan khotbah ini, di mana ia menggambarkan rendahnya watak orang Bashrah serta kelicikan mereka, yakni bahwa mereka terbakar oleh hasutan orang lain tanpa pertimbangan mereka sendiri, dan menyerahkan pimpinannya kepada seorang perempuan yang melekat pada seekor unta. Mereka minggat setelah menyumpahkan baiat, dan mengambii karakter yang rendah dan watak yang buruk dengan mempraktikkan sikap bermuka dua. Dalam khotbah ini perempuan itu berarti 'A'isyah dan hewan berkaki empat itu unta (jamal) yang menurutnya peperangan ini dinamakan, Perang Jamal.

Asal peperangan itu adalah sebagai berikut. Semasa hidup 'Utsman, 'A'isyah biasa menentang khalifah itu, dan ia berangkat ke Makkah dengan meninggalkannya dalam keadaan terkepung; dengan demikian, ia mempunyai saham dalam pcmbunuhan khalifah itu—yang ekor-ekornya akan disebutkan di suatu tempat yang sesuai. Tetapi, ketika kembalinya dari Makkah ke Madinah ia mendengar dari 'Abdullah ibn Salamah bahwa, setelah wafatnya 'Utsman, telah dilakukan pembaiatan kepada Ali (sebagai Khalifah), ia tiba-tiba berteriak, "Bila baiat telah diberikan kepada Ali, semoga langit runtuh ke bumi. Biarkan aku kembali ke Makkah." la pun mcmutuskan untuk kembali ke Makkah dan mulai berkata, "Demi Allah, 'Utsman telah terbunuh tanpa daya. Tentulah aku akan membalaskan dendam atas darahnya." Ketika melihat perubahan besar ini, Abu Salamah berkata, "Apa yang Anda katakan sedangkan Anda sendiri biasa mengatakan, 'Bunuhlah si Na'tsal itu, ia telah menjadi kafir!" Atasnya la menjawab, "Bukan saja saya, tetapi semua orang biasa berkata demikian; tetapi tinggalkan hal-hal ini dan dengarkanlah apa yang sekarang saya katakan; itu lebih baik dan lebih patut diperhatikan. Adalah aneh bahwa mula-mula ia disuruh bertaubat, tetapi sebelum memberikan kesempatan padanya untuk berbuat demikian, ia telah dibunuh." Atasnya, Abu Salamah membacakan puisi berikut, ditujukan kepadanya.

Anda memulainya, dan kini Anda hendak mengubah dan membangkitkan badai angin dan hujan.

Anda memerintahkan pembunuhannya seraya mengatakan ia telah berbalik kafir.

Kami akui ia dibunuh tetapi atas perintah Anda, dan pembunuh ialah yang menyuruhkannya.

Namun bagaimanapun, langit tak akan runtuh menimpa kita, matahari dan bulan tak akan gerhana.

Sungguh orang telah mcmbaiat dia yang dapat mengusir musuh dengan kekuatan dan keagungan, yang tak membiarkan pedang mendekatinya dan yang mengorakkan buhul tali, yakni menundukkan musuh.

la selalu siap bertarung, dan si mukmin mustahil sama dengan si khianat.

Namun, kelika 'A'isyah sampai ke Makkah dengan semangat untuk membalas dendam, ia mulai membangkitkan rakyat untuk menuntut balas atas darah 'Utsman, dengan menyiarkan cerita-cerita bahwa khalifah ini telah dijadikan korban. Yang pertama-tama menyambut seruan ini ialah 'Abdullah ibn 'Amir Hadhrami, gubernur Makkah di zaman pemerintahan 'Utsman; dan bersamanya Marwan ibn Hakam, Sa'id ibn 'Ash dan orang-orang Bani Umayyah lainnya, bangkit mendukungnya. Sementara itu, Thalhah ibn 'Ubaidillah dan Zubair ibn 'Awwam sampai di Makkah dari Madinah. Dari Yaman Ya'la ibn Munabbih yang telah menjadi gubernur di sana di zaman Khalifah 'Utsman dan bekas Gubernur Bashrah 'Adbullah ibn 'Amir ibn Kuraiz juga tiba. Dengan bergabung mereka lalu mempersiapkan rencana. Pertempuran telah diputuskan, tetapi ada perbedaan pendapat tentang medannya. 'A'isyah menghendaki Madinah sebagai tempat pertempuran, tetapi sebagian menentang dan berpendapat bahwa sulit berurusan dengan orang Madinah; harus dipilih tempat lain sebagai medan. Akhirnya, setelah pembahasan panjang lebar, diputuskan untuk ke Bashrah, karena di sana tak akan kekurangan orang yang akan mendukung perjuangan itu. Akhirnya, dengan dukungan harta 'Abdullah ibn 'Amir yang melimpah ruah, dan tawaran enam ratus ribu dirham serta enam ratus ekor unta oleh Ya'la ibn Munabbih, mereka menyiapkan tentara yang terdiri dari tiga ribu orang, lalu berangkat ke Bashrah.

Ada suatu insiden kecil dalam perjalanan, yang hampir membatalkan 'A'isyah melanjutkan perjalanan. Di suatu tempat ia mendengar anjing menyalak, lalu ia mcnanyakan nama tempat itu pada pengendali unta. Jawabnya, Hau'ab. Ketika mendengar nama ini ia teringat peringatan Nabi ketika beliau mengatakan kepada para istri beliau, "Saya ingin tahu siapa di antara kalian yang akan disalaki anjing di Hau'ab." Maka ia menyadari bahwa ia sendirilah itu; ia menyuruh unta itu duduk, dengan menepuk-nepuknya, seraya mengatakan maksudnya untuk meninggalkan perjalanan itu. Tetapi gagasan para sekutunya mcmbebaskan mereka dari situasi itu. 'Abdullah ibn Zubair bcrsumpah unluk meyakinkannya bahwa tempal ilu bukan Hau'ab, Thalhah menyusulnya, dan uniuk lebih meyakinkannya, juga mengirimkan lima puluh orang untuk memberi kesaksian palsu atasnya. Menghadapi semua orang ini, apa yang dapat dilakukan seorang wanita. Akhirnya mereka berhasil, dan A'isyah melanjutkan perjalanannya dengan gairah yang sama.

Ketika tentara ini sampai di Bashrah, orang mula-mula tercengang melihat hewan tunggangan 'A'isyah. Jariah ibn Qudamah maju seraya berkata, "Wahai, Ummul Mu'minin, pembunuhan 'Utsman merupakan tragedi, tetapi yang lebih besar lagi ialah bahwa Anda telah keluar di atas unta terkutuk ini dan menghancurkan kehormatan dan kemuliaan Anda. Lebih baik Anda kembali." Tetapi, karena peristiwa Hau'ab tak dapat menghalanginya, dan perintah Al-Qur'an, "Dan hendaklah karnu tetap di rumahmu" (QS. 33:33) tak dapat mencegahnya, pengaruh apa yang dapat diberikan suara ini!

Ketika tentara ini berusaha memasuki kota, Gubernur Bashrah, 'Utsman ibn Hunaif, maju untuk menghentikan mereka. Kedua pihak berhadap-hadapan, menghunus pedang dan saling menebas. Ketika sejumlah orang telah tewas dari kedua pihak, 'A'isyah turun tangan dengan pengaruhnya dan kedua kelompok setuju bahwa, hingga tibanya Amirul Mukminin, pemerintahan yang ada boleh diteruskan, dan 'Utsman ibn Hunaif terus pada kedudukannya. Tetapi, baru dua hari kemudian, mereka melakukan serangan di malam hari terhadap 'Utsman ibn Hunaif, membunuh lima puluh orang yang tak bersalah, memukuli 'Utsman ibn Hunaif, menawan dan mengurungnya, mencabuti setiap rambut janggutnya. Kemudian mereka menyerang baitul mal dan menjarahinya, membunuh dua puluh orang di tempat itu juga, dan memancung lima puluh kepala orang yang telah mereka tawan. Sudah itu mereka membongkar gudang gandum, di mana seorang tua terkemuka di Bashrah, Hukaim ibn Jabalah, tak dapat lagi menahan sabar. Ketika sampai di sana bersama beberapa orangnya, ia berkata kepada 'Abdullah ibn Zubair, "Tinggalkan sebagian dari gandum ini untuk penduduk kota. Setelah semua ini, harus ada batas bagi kelaliman. Anda telah menyebarkan pembunuhan dan kerusakan di mana-mana dan mengurung 'Utsman ibn Hunaif. Demi Allah, hcntikan kegiatan-kegiatan penghancuran ini dan bebaskan 'Utsman ibn Hunaif. Tak adakah lagi rasa takut kepada Allah dalam hati kalian?" Ibn Zubair mengatakan, "Ini pemabalasan dendam atas nyawa 'Utsman." Hukaim ibn Jabalah menjawab, "Apakah orang-orang yang telah terbunuh itu pembunuh 'Utsman? Demi Allah, jika aku punya pendukung dan teman, tentulah aku akan membalaskan dendam atas darah muslimin yang telah Anda bunuh tanpa sebab ini." Ibn Zubair menjawab, "Kami tidak akan meninggalkan sedikit pun dari gandum ini, lidak pula 'Utsman ibn Hunaif dibebaskan." Akhirnya pertempuran pecah di antara kedua pihak. Tetapi, bagaimana bebcrapa orang ini akan mcnghadapi kekuatan yang demikian besar itu? Hasilnya, Hukaim ibn Zabalah, putranya Asyraf ibn Hukaim ibn Jabalah, saudara lelakinya Ri'l ibn Jabalah serta tujuh puluh orang anggota sukunya terbunuh. Singkatnya, pembunuhan dan penjarahan merajalela di mana-mana. Tak ada nyawa terjamin, tak ada jalan untuk menyelamatkan kehormatan atau hak milik scscorang.

Ketika Amirul Mukminin diberitahu tentang rombongan yang ke Bashrah itu, ia berangkat untuk menghentikannya, dengan suatu pasukan yang terdiri dari tujuh puluh orang yang telah turut serta dalam Perang Badr dan empal ratus orang dari para sahabat yang mendapat kehormatan hadir dalam Baiat Ridhwan. Ketika tiba di perhentian Dziqar, ia mengirim putranya Hasan a.s. dan 'Ammar ibn Yasir ke Kufah utnuk mengajak rakyatnya berperang. Sebagai hasilnya, walaupun ada rintangan dari Abu Musa al-Asy'ari, tujuh ribu prajurit dari sini bergabung dengan tentara Amirul Mukmmin. la menmggalkan tempai itu setelah mengatur tentara di bawah pimpman berbagai komandan.

Para saksi mata menyatakan, ketika pasukannya sampai ke dekat Bashrah, pertama-tama suatu kontingen kaum Anshar muncul di barisan paling depan; panjinya dipegang oleh Abu Ayyub al-Anshari. Sesudahnya muncul kontingen seribu orang dengan komandan Khuzaimah ibn Tsabil al-Anshari. Kemudian nampak suatu kontingen lain, panji dipegang Qatadah ibn ar-Rabi'. Lalu rombongan seribu orang tua dan muda kelihatan. Di dahi mereka tampak tanda-tanda sujud dan wajah takwa kepada Allah di mukanya, seakan-akan mereka sedang berdiri di hadapan Kemuliaan Ilahi pada Hari Pengadilan. Komandan mcreka menunggang kuda warna gelap, berpakaian putih, berserban hitam dan sedang membaca Al-Qur'an dengan suara keras. Itulah 'Ammar ibn Yasir. Kemudian satu kontingen lain muncul. Pemimpinnya memakai pakaian putih dan berserban hitam. la begitu gagah sehingga semua mata terpusat kepadanya. Ini 'Abdullah ibn 'Abbas. Lalu menyusul suatu kontingen para sahabat Nabi. Pembawa panjinya adalah Qutsam ibn 'Abbas. Kemudian, setelah lewatnya beberapa kontingen, nampak serombongan besar, di mana terdapat sejumlah besar tombak yang menonjol dan bendera-bendera berbagai warna berkibar. Di antaranya, suatu panji yang besar dan megah kelihatan dalam posisi istimewa. Di belakangnya nampak seorang penunggang kuda yang dikawal keanggunan dan keluhuran. Saraf-sarafnya berkembang dengan baik, matanya menunduk. Keanggunan dan kemuliaannya sedemikian rupa sehingga tidak ada orang yang akan menatap mukanya. Inilah singa Allah yang selalu jaya, Ali ibn Abi Thalib a.s. Di kanan dan kirinya Hasan dan Husain a.s. Di depannya Muhammad ibn Hanaiiah bcrjalan dengan langkah-langkah perlahan, membawa panji kejayaan dan kemuliaan, dan di belakangnya orang-orang muda Bani Hasyim, orang Badar, dan 'Abdullah ibn Ja'far ibn Abi Thalib. Kelika tentara itu sampai ke tempat yang bernama Zawiah, Amirul Mukminin turun dari kudanya. Setelah mendirikan salat empat rakaat, ia meletakkan pipinya ke bumi. Ketika ia mengangkat kepalanya, bumi itu basah dengan air mata. Lalu ia mengucapkan kata-kata,

"Wahai Pemelihara bumi, langit dan alam semcsta; ini Bashrah. Penuhilah haribaan kami dengan kebaikannya dan lindungilah kiranya kami dari kejahatannya."

Kemudian ia maju. Di medan pertempuran Jamal di mana musuh tclah berkemah, ia turun. Pertama-tama Amirul Mukminin memaklumkan kepada tentaranya bahwa tiada seorang pun boleh menyerang, tak boleh memulai serangan. Dengan mengatakan ini ia maju ke depan tentara lawan dan mcngatakan kepada Thalhah dan Zubair, "Anda tanyakankah kepada 'A'isyah dengan bersumpah atas nama AHah dan Nabi-Nya, apakah saya tidak bebas dari darah 'Utsman dan apakah saya menggunakan kata-kata yang sama baginya yang biasa Anda gunakan, dan apakah saya menekan Anda unluk membaiat atau Anda mcnyampaikan baiat Anda itu atas kehendak bebas Anda sendiri." Thalhah menjadi jengkel atas kata-kata ini, tetapi Zubair melunak dan Amirul Mukminin berpaling setelah itu, dan memberikan Al-Qur'an kepada Muslim (seorang muda dari suku 'Abd Qais) seraya mengutusnya kepada mereka untuk memaklumkan keputusan Al-Qur'an. Tetapi, keduanya dijadikan sasaran panah, dan orang saleh ini dipenuhi panah mereka. Kemudian 'Ammar ibn Yasir maju untuk mcnasihati mcreka, berusaha mcyakinkan dan mengingatkan mereka akan akibat-akibat peperangan, tetapi kata-katanya pun dijawab dengan panah.

Hingga saat ini Amirul Mukminin tidak mengizinkan menyerang, sehingga musuh semakin berani dan terus menghujankan anak panah. Akhirnya, dengan gugurnya beberapa pejuang yang berani, timbul kecemasan di kalangan barisan Amirul Mukminin, dan orang datang dengan beberapa mayat ke depannya seraya mengatakan, "Wahai, Amirul Mukminin, Anda tidak mengizinkan kami berperang sementara mereka menghujani kami dengan panah. Berapa lama kami dapat mem-biarkan mereka menjadikan kami korban panah dan tinggal berpangku tangan atas pcrbuatan mereka yang semena-mena?"

Atasnya, Amirul Mukminin ada menunjukkan kamarahan, tetapi ia bertindak dengan sabar dan menahan diri. la datang kepada musuh tanpa senjata dan tanpa baju zirah, seraya berseru, "Di mana Zubair?" Mula-mula Zubair ragu untuk maju, tetapi ketika melihat Amirul Mukminin tidak bersejata, ia keluar. Amirul Mukminin berkata kepadanya. "Wahai, Zubair, tentu Anda ingat bahwa pada suatu hari Nabi mengatakan kepada Anda bahwa Anda akan berperang dengan saya, dan kesalahan dan pelanggaran batas ada di pihak Anda." Zubair menjawab bahwa memang beliau telah berkata demikian. Kemudian Amirul Mukminin menanyakan, "Maka, mengapa Anda datang?" la mengatakan bahwa ia telah melupakannya dan apabila ia mengingatnya lebih dini ia tidak akan datang seperti itu. Amirul Mukminin berkata, "Nah, sekarang Anda telah mengingatnya." Lalu ia menjawab, "Ya." Setelah mengatakan ini Zubair langsung pergi kepada 'A'isyah seraya mengatakan kepadanya bahwa ia akan pulang. 'A'isyah menanyakan sebabnya dan ia mengatakan, "Ali telah mengingatkan kepada saya suatu hal yang terlupakan. Saya tersesat, tetapi sekarang saya telah datang kepada jalan yang benar, dan bagaimanapun saya tidak akan berperang melawan 'Ali ibn Abi Thalib." 'A'isyah berkata, "Engkau telah ketakutan kepada pedang putra-putra 'Abdul Muththalib." la mengatakan, "Tidak," dan dengan mengatakan ini ia memalingkan kudanya. Bagaimanapun, adalah menyenangkan bahwa kata-kata Nabi telah mendapat perhatian. Karena di Hau'ab, bahkan ingatan kepada kata-kata Nabi hanya diperhatikan sekilas.

Ketika kembali sctelah percakapan itu, Amirul Mukminin melihat bahwa mereka telah menyerang sayap kiri dan kanan tentaranya. Melihat ini, Amirul Mukminin mengatakan, "Sekarang pembicaraan telah habis. Panggil anak saya Muhammad." Ketika ia datang, Amirul Mukminin berkata, "Putraku, seranglah mereka sekarang." Muhammad menundukkan kepala dan seraya mengambil panji ia maju ke medan pertempuran. Tetapi, anak panah sedang turun dengan derasnya sehingga ia terpaksa berhenti. Ketika Amirul Mukminin melihat ini, ia berseru kepadanya, "Muhammad, mengapa engkau tidak maju?" la menjawab, "Ayah, dalam curahan panah ini tak ada jalan untuk maju. Tunggu sampai curahan panah mereda." la berkata, "Tidak, mendesaklah maju dalam panah dan tombak, dan seranglah." Muhammad ibn Hanafiah maju sedikit, tetapi para pemanah mengepungnya demikian rupa sehingga ia harus menahan langkahnya. Ketika melihat ini suatu kerutan muncul di dahi Amirul Mukminin, dan sambil maju, ia menyentuh punggung Muhammad dengan gagang pedang seraya mengatakan, "Ini akibat nadi ibumu." Dengan mengatakan ini ia mengambil panji dari tangannya, dan sambil menggulung lengan bajunya, ia menyerang demikian sengit sehingga kekacauan timbul di barisan musuh dari ujung ke ujung. Setiap barisan yang dihadapinya porak poranda, ke arah mana saja ia mengarahkan dirinya, tubuh-tubuh nampak berjatuhan dan kepala bergelinding di tapak kuda. Setelah memorakmorandakan barisan-barisan itu, ia kembali ke posisinya semula, lalu berkata kepada Muhammad ibn Hanafiah, "Lihatlah, putraku, pertempuran dilakukan seperti itu." Dengan mengatakan ini ia memberikan panji itu kepadanya dan menyuruh maju kapada musuh dengan satu kontingen Anshar. Musuh juga keluar bergerak dan menimang tombak mereka. Tetapi putra dari ayah yang gagah berani ini tnengacaukan barisan musuh sementara para pejuang lain juga berjaya di medan tempur itu, dengan meninggalkan tumpukan kepala dan tubuh.

Di pihak lawan juga ada nampak semangat dan pengorbanan. Mayat-mayat jatuh saling menindih, tetapi mereka terus berkorban nyawa dengan setia di sckitar unta yang ditunggangi 'A'isyah. Terutama Bani Dhabbah. Walaupun tangan mereka yang memegang kendali unta terputus dari siku, dan dada tertusuk, mereka terus mcnyanyikan nyanyian perang bcrikut ini:

Bagi kami maut lebih manis dari madu

Kami Bani Dhabbah, pemelihara unta

Kami putra maut bila maut tiba

Kami memaklumkan kematian 'Utsman dengan ujung tombak

Kembalikan pemimpin kami Maka berakhirlah itu

Karakler yang rendah dan kejahilan Bani Dhabbah ini dapat dipahami dari satu insiden yang diriwayatkan Mada'ini. la menulis bahwa di Bashrah ada seorang lelaki dengan telinga yang rusak. Ketika ditanyakan scbabnya, ia berkata,

"Saya sedang melihat tubuh-tubuh mati di medan tempur Jamal ketika saya melihat seorang lclaki yang cidera yang kadang-kadang mengangkat kepalanya dan kadang-kadang mcnjatuhkannya kembali ke tanah. Saya mendekat. Lalu, kedua bait berikut ini keluar dari bibirnya:

Ibu kami mendorong kami ke perairan maut yang dalam

Dan tidak kembali sebelum kami minum dengan sempurna

Sial kami manaati Bani Taim

Yang tak lain dari budak lelaki dan perempuan

Saya katakan kepadanya bahwa itu bukan saat membaca syair; seharusnya ia mengingat Allah dan mengucapkan kalimah syahadat. Ketika saya mengatakan ini, ia melihat saya dengan pandangan marah dan mengucapkan cercaan yang keras seraya mengatakan, 'Engkau meminta saya mengucapkan syahadat, ketakutan pada saat terakhir dan menunjukkan kecemasan.' Saya tercengang mendengar ini dan memutuskan untuk kembali tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ketika ia melihat saya sedang berbalik, ia berkata, 'Tunggu! Demi engkau, saya bersedia mengucapkannya, tetapi ajari saya!' Ketika saya mendekat untuk mengajarinya kalimah, ia meminta saya lebih mendekat. Ketika saya lebih dekat, ia menggigit kuping saya dan tidak melepaskannya hingga ia menyobeknya dari akarnya. Saya tidak merasa pantas untuk menganiaya orang yang sedang menhadapi ajalnya, dan ketika saya akan kembali dengan mencerca dan mengutuknya, ia meminta kepada saya untuk mendengarkan satu hal lagi. Saya setuju, kalau-kalau ia mempunyai keinginan yang tak dipenuhi. la mengatakan bahwa ketika saya akan kembali kepada ibu saya dan ia bertanya siapa yang telah menggigit kuping saya, saya harus mengatakan bahwa itu dilakukan oleh 'Umair ibn Ahlab ad-Dhabbi yang telah tertipu oleh seorang wanita yang ingin menjadi komandan kaum mukmin.

Ketika kilauan sinar pedang berakhir, ribuan orang tewas, ratusan Bani Azd dan Banl Dhabbah tewas karena memegang kendali unta itu. Amirul Mukminin memerintahkan, "Bunuhlah unta itu, karena ia setan." Seraya mengatakan ini ia menyerang demikian kerasnya sehingga jeritan "Damai!" dan "Perlindungan!" muncul dari mana-mana. Ketika ia sampai ke dekat unta itu, ia memerintahkan Bujair ibn Duljah supaya segera membunuh unta itu. Bujair menyerangnya dengan sangat dahsyat, sehingga unta itu jatuh sekarat. Bcgitu unta itu jatuh, tentara lawan mclarikan diri dan tandu yang memuat 'A'isyah tertinggal sendiri tanpa pengawal. Para sahabat Amirul Mukminin membenahi tandu itu dan, atas perintah Amirul Mukminin. Muhammad ibn Abu Bakar mengawal 'A'isyah ke rumah Shafiah binti Harits.

Pertempuran ini dimulai 10 Jumadil Akhir 36 H. di siang hari dan berakhir di sore hari itu juga. Dari 22.000 tentara Amirul Mukminin, 1.070—menurut suatu versi lain 500—orang gugur sebagai syuhada'; sedang dari tentara 'A'isyah yang berjumlah 30.000, tewas 17.000, dan ucapan Nabi, "Kaum yang menyerahkan urusan (negara)-nya kepada wanita, tak akan makmur," sesuai sepenuhnya. (Al-Imarnah wa as-Siyasah; Al-'Iqd al-Fand; at-Tdrikh ath Thabari)

[2] Ibn Abil Hadtd menulis bahwa, sebagaimana diramalkan Amirul Mukminin, Bashrah dua kali dilanda banjir—sekali di masa al-Qadir Billah dan sekali dalam pemerintahan al-Qa'irn ibn Amrillah, dan keadaan banjir begitu dahsyat sehingga seluruh kota terendam dalam air, tetapi ujung puncak mesjid muncul di atas permukaan air sebagai seekor burung yang duduk di sisi dadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar