Abdullah bin Abu Jabir
Jabir menceritakan bahwa ketika
ayahnya gugur dalam perang Uhud, bibinya menangis. Kemudian Rasulullah Saw
berkata, "Jangan menangisinya, untuk apa kau menangisinya, padahal para
malaikat memayungi Abdullah dengan sayap mereka, kemudian mengangkatnya."
(HR Bukhari dan Muslim)
Jabir r.a. berkata, "Pada masa
pemerintahan Mu`awiyah, aku membongkar pusara ayahku. Lalu aku mengeluarkan
jenazahnya, ternyata masih sama seperti ketika dimakamkan, tidak mengalami
perubahan sedikit pun. Akhirnya aku memakamkannya kembali." (Riwayat
Al-Baihaqi)
Dalam riwayat lain Jabir bercerita,
"Ketika Mu`awiyah ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, kami
disuruh menggali makam para pahlawan perang Uhud. Kami mendatangi pemakaman
mereka, membongkar makam mereka yang sudah tertutup pohon-pohon kurma selama
hampir 40 tahun, dan mengeluarkan jenazah mereka. Kemudian ada sekop seorang
penggali yang mengenai kaki Hamzah, ternyata kakinya masih mengucurkan darah."
(Riwayat Ibnu Sa'ad, Al-Baihaqi, dan Abu Na`im )
Versi lain menyebutkan bahwa ketika
jenazah Abdullah, ayah Jabir, dikeluarkan dan pusaranya, posisi tangan Abdullah
berada di atas luka yang dialaminya ketika perang Uhud. Sewaktu tangannya
disingkirkan dari lukanya, luka itu mengucurkan darah, dan ketika dikembalikan
ke posisi semula, darah itu berhenti mengalir. Jabir berkata, "Dalam liang
lahatnya, aku melihat ayahku seperti sedang tidur. Kain kafan yang membungkus
jenazahnya dan dan mantel pendek tanpa lengan yang membalut kakinya sama sekali
tidak berubah, padahal sudah terkubur selama 46 tahun. Kemudian ada sekop
seorang penggali yang mengenai kaki salah seorang pahlawan perang Uhud, dan
mengucurlah darah dari kakinya." Abu Sa'id Al-Khudri menegaskan cerita di
atas bahwa setelah peristiwa itu, orang yang menyangkal karamah sahabat
akhirnya mau menerima kebenaran. Para penggali makam mereka mencium harum
minyak wangi, setiap kali mereka mencangkul. (Riwayat Al-Baihaqi dari Al
Wagidi)
Dalam kitab Kasyfal-Ghummah,
Imam Sya'rani juga mengungkapkan karamah Abdullah, ayah Jabir, disertai
beberapa tambahan, meskipun sebagian besar sama dengan cerita-cerita
sebelumnya. Jabir r.a. bercerita, "Banjir telah menggerus pusara ayahku,
juga satu pusara lain yang ada di sampingnya, maka kami mengeluarkan jenazah
keduanya. Ternyata keadaaan kedua jenazah masih utuh seperti ketika di
semayamkan waktu perang Uhud. Aku melihat posisi tangan ayahku berada di atas
lukanya, lalu aku menggeser posisi tangannya tetapi darahnya mengucur, sehingga
kukembalikan ke posisi semula, padahal waktu antara perang Uhud dengan
terjadinya banjir yang menggerus makam ayahku itu 40 tahun. Jenazah ayahku
tidak berubah sedikit pun, hanya ada beberapa bulu jenggotnya yang jatuh ke
tanah."
Imam Sya'rani juga meriwayatkan
bahwa Jabir mengeluarkan jenazah ayahnya setelah dikubur selama 6 bulan, karena
ia dikuburkan bersama pahlawan perang Uhud lain dalam satu liang lahat. Jabir
berkata, "Hatiku baru tenang setelah aku mengeluarkan jenazah ayahku dan memakamkannya
kembali dalam liang lahat tersendiri." Tak satu pun sahabat yang
menyangkal ucapan Jabir.
Diceritakan pula bahwa ketika
Mu`awiyyah r.a. ingin membuat saluran dari mata air di bukit Uhud, para pekerja
memberitahukan bahwa saluran itu hanya bisa dibuat dengan melewati makam para
pahlawan perang Uhud. Maka Mu'awiyyah menyuruh mereka menggali makam makam itu.
Jabir r.a. berkata, `Aku sungguh-sungguh melihat jenazah para pahlawan perang
Uhud yang dipanggul di atas pundak para pekerja seperti orang yang sedang
tidur. Kemudian ada sekop yang mengenai bagian tubuh Hamzah r.a., lalu
mengucurlah darah darinya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar