Sejarah Mesjid Al-Aqsa di Yerusalem, Pendirian Hingga
Bahaya Kehancurannya
|
Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat. (QS. Al-Isra ayat 1)
Ayat di atas adalah bukti kesucian
Mesjid Al-Aqsa dan Yerusalem, kota tempat mesjid itu didirikan sebagai tempat
yang disucikan bagi umat Islam sedunia, sebagaimana Mekah yang disucikan karena
terdapat Baitullah atau Kabah di dalamnya. Selain itu dari Mesjid Al-Aqsa
inilah Rasulullah Saw bermiraj menghadap Allah Swt untuk menerima perintah
shalat, dan kemudian dijadikan arah tujuan shalat (kiblat) pertama sebelum
kemudian dialihkan ke Kabah di Mekah berdasarkan perintah Allah pada surat
Al-Baqarah ayat 144.
Sebagai kota suci bagi umat Islam,
kota Yerusalem beserta mesjid Al-Aqsa-nya telah dinodai oleh kejahatan
Pemerintah Israel yang bermaksud menguasai dan menghancurkannya, dan mendirikan
tempat ibadah mereka di atas reruntuhannya, meskipun keyakinan tradisional
mereka melarang untuk beribadah di wilayah itu.
Kesucian Mesjid Al-Aqsa bukan hanya
karena pernah dijadikan arah kiblat pertama dan tempat ibadah bagi kaum
Muslimin, tapi ia merupakan simbol harga diri umat Islam di mata
dunia. Sudah selayaknya kaum Muslimin seluruh dunia membela kesuciannya,
dengan mempertahankan keberadaannya.
Berikut ini sejarah kota Yerusalem
dan Mesjid Al-Aqsa yang berada di dalamnya.
4000 – 3000 SM (Zaman Tembaga)
Sebelum bernama Yerusalem kota ini
bernama Ofel dengan penemuan arkeologi berupa keramik
3000 – 2800 SM (Awal Zaman Perunggu)
Ditemukan bukti-bukti keberadaan
pemukiman tetap
2600 SM
Diyakini para ahli bahwa kota ini didirikan
oleh masyarakat Semitik Barat dengan pemukiman yang terorganisir.
Abad ke-9 SM
Menurut Teks Kebencian (Execration
Texts), atau disebut juga Daftar Pelarangan, adalah teks-teks keramat Mesir
kuno yang berisi nama-nama orang yang dibenci atau musuh negara, kota itu
disebut dengan nama Roshlamem atau Rosh-ramen.
1000 SM
Yerusalem ditaklukkan oleh Raja Daud
dari tangan orang Yebus dan dijadikan ibukota Kerajaan Israel.
970 SM
Masa akhir kekuasaan Raja Daud (Nabi
Daud As), kemudian dilanjutkan oleh anaknya Salomo (Sulaiman As) yang membangun
Bait Suci di Gunung Moria. Bait Salomo (kemudian dikenal sebagai Bait
Pertama), memainkan peran penting dalam sejarah bangsa Yahudi sebagai
tempat singgahnya Tabut Perjanjian (Ten Commandments atau 10 Firman Tuhan yang
diterima oleh Nabi Musa).
930 M
Raja Sulaiman wafat. 10 suku
utara memisahkan diri membentuk kerajaan Israel. Di bawah wangsa (dinasti)
Daud dan Sulaiman, Yerusalem menjadi ibukota Kerajaan Yehuda.
722 SM
Bangsa Assyria menaklukkan Kerajaan
Israel, Yerusalem dikuatkan oleh serombongan besar pengungsi dari kerajaan
utara. Periode Bait Pertama berakhir sekitar tahun 586 SM, saat bangsa
Babilonia menaklukkan Yehuda dan Yerusalem, dan menelantarkan Bait Salomo.
587 M
Masa 450 tahun dari 970 SM Yerusalem
menjadi ibukota politik Kerajaan Israel bersatu, sedang Kerajaan Yehuda dan
Baitnya menjadi pusat keagamaan bangsa Israel. Era ini dikenal dalam
sejarah sebagai Periode Bait Pertama.
538 M
Setelah lima puluh tahun dalam
pembuangan ke Babilonia, Raja Persia Koresh Agung mengajak orang Yahudi untuk
kembali ke Yehuda membangun Bait. Pembangunan Bait Kedua selesai di tahun
516 SM, selama kekuasaan Darius Agung, 70 tahun setelah hancurnya Bait Pertama.
455 SM
Raja Artaxerxes I dari Persia
mengeluarkan dekrit yang mengizinkan kota dan tembok dibangun kembali.
Yerusalem kembali menjadi ibukota Yehuda dan pusat peribadatan orang Yahudi.
Saat pengasa Makedonia Aleksander Agung menaklukkan Kekaisaran Persia, Yerusalem
dan Yudea jatuh ke tangan Makedonia, segera setelahnya jatuh ke kekuasaan
Dinasti Ptolemaik di bawah Ptolemy I.
198 SM
Ptolemy V kehilangan Yerusalem dan
Yudea dari bangsa Seleukus di bawah Antiochus III. Kekaisaran Seleukus yang
berusaha mengisi Yerusalem sebagai polis yang dihelenisasi menjadi gawat
di tahun 168 SM dengan keberhasilan penuh Revolusi Makabe Mattathias sang
Pendeta Tinggi dan kelima putranya atas Antiochus Epiphanes, dan terbentuknya
Kerajaan Hasmonea mereka di tahun 152 SM dengan Yerusalem kembali sebagai
ibukotanya.
6 M
Saat Roma menjadi semakin kuat,
Herodes diangkat sebagai raja boneka Yahudi. Herodes Agung mengabdikan dirinya
untuk membangun dan memperindah kota. Dia membangun tembok, menara, dan kuil,
dan memperluas Bukit Bait, menopang halaman istana dengan balok batu yang
beratnya mencapai 100 ton. Selama Herodes berkuasa, wilayah Bukit Bait
bertambah luas. Di tahun ini, kota dan wilayah-wilayah di sekitarnya oleh
penguasa Romawi dijadikan sebagai Provinsi Iudaea dan keturunan Herodes hingga
Agrippa II masih memangku gelar raja boneka Yudea hingga 96 M.
70 M
Penguasa Romawi atas Yerusalem dan
wilayah sekitarnya mulai tertantang dengan adanya Perang Yahudi-Romawi pertama,
yang menyebabkan kehancuran Bait Kedua.
132
Dimulainya pemberontakan orang
Yahudi terhadap penguasa Romawi yang dikenal dengan Revolusi Bar Kokhba, dan
selama tiga tahun pemberontakan itu Yerusalem sekali lagi menjadi ibukota dari
Yudea.
135
Orang-orang Romawi terus menekan
revolusi di tahun 135. Kaisar Hadrianus meromawisasi kota dan mengganti
namanya menjadi Aelia Capitolina, dan melarang orang Yahudi memasukinya.
Hadrianus mengganti keseluruhan nama Provinsi Iudaea menjadi Syria
Palaestina menurut kata Filistin dalam Alkitab untuk menjauhkan orang
Yahudi dari negara mereka. Larangan orang Yahudi memasuki Aelia Capitolina
berlanjut hingga abad ke-4 M.
Abad ke-4
Lima abad setelah revolusi Bar
Kokhba, kota masih berada dibawah kekuasaan Romawi kemudian Bizantium. Selama
abad ke-4, Kaisar Romawi Konstantin I membangun tempat-tempat Kristen di
Yerusalem seperti Gereja Makam Kudus. Luas wilayah dan populasi Yerusalem
mencapai puncak di akhir Periode Bait Kedua: Kota mencakup dua kilomoter
persegi dan memiliki populasi 200.000. Dari dari-hari Konstantin hingga abad
ke-7, Yerusalem dilarang bagi orang Yahudi.
Dalam rentang beberapa dekade,
Yerusalem berganti penguasa dari Romawi menjadi Persia dan kembali dikuasai
Romawi sekali lagi. Dengan adanya tekanan Khosrau II dari Sassania di awal abad
ketujuh terhadap Bizantium hingga ke Syria, Jendral Sassania Shahrbaraz dan
Shahin menyerang kota yang dikendalikan Bizantium, Yerusalem (bahasa Farsi: Dej
Houdkh). Mereka
614
Pada pengepungan Yerusalem, setelah
21 hari peperangan tanpa ampun, Yerusalem direbut. Riwayat Bizantium
menceritakan bahwa tentara Sassana dan orang Yahudi membantai puluhan dari
ribuan orang Kristen di dalam kota, ini menjadi episode yang masih
diperdebatkan para sejarawan. Kota yang ditaklukkan masih berada di tangan
Sassania hingga sekitar lima belas tahun saat Kaisar Bizantium Heraklius
merebutnya kembali di tahun 629.
621
Masjid Al-Aqsa atau disebut juga
Bait Al-Muqaddas (Al-Quds) artinya rumah suci. Sedangkan pengertian Masjid
Al-Aqsa adalah mesjid terjauh. Atau oleh Nabi Muhammad Saw disebut juga
mesjid berkubah biru.
Mesjid Al-Aqsa ini terletak di Kota
Yerusalem Timur atau dikenal dengan nama wilayah Al-Haram Asy-Syarif bagi umat
Islam atau Har Ha-Bayit (Bukit Bait Allah atau Temple Mount/Kuil Bukit) bagi
umat Yahudi dan Nasrani. [2] Mesjid ini berukuran 1/6 dari seluruh
area Al-Haram Asy-Asyarif di dalam tembok Kota Lama Yerusalem. Ketika
Rasul melakukan Isra pengertian Al-Aqsa adalah keseluruhan wilayah Al-Haram
Asy-Syarif ini, sedangkan bangunan Mesjid Al-Aqsa seperti sekarang ini secara
permanen dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Kekhalifahan
Umayyah (Dinasti Bani Umayyah) pada tahun 66 H dan selesai tahun 73 H.
Bait yang pertama kali dibangun oleh
Raja Sulaiman ini menjadi tempat singgahnya 10 Firman Tuhan, di sini juga Nabi
Isa As. menerima wahyu kenabian, dan setelah itu dijadikan persinggahan Nabi
Muhammad Saw sebelum Mi’raj ke langit. Masjid Al-Aqsa kemudian merupakan
tempat suci ketiga setelah Mekah dan Madinah, dan pernah dijadikan arah kiblat
shalat umat Islam selama 13 tahun penyebaran Islam di Mekah dan 17 bulan
setelah hijrah di Madinah.
638
Di tahun 638, Kekhalifahan Islam
membentangkan kekuasaannya hingga Yerusalem. Dengan adanya penaklukkan
Arab, orang Yahudi diizinkan kembali ke kota. Khulafaur Rasyidin Umar bin
Khattab menandatangani kesepakatan dengan Patriakh Kristen Monofisit Sophronius
untuk meyakinkan dia bahwa tempat-tempat suci dan umat Kristen Yerusalem akan
dilindungi di bawah kekuasaan orang Muslim. Umar memimpin dari Batu
Fondasi di Bukit Bait, yang sebelumnya telah ia bersihkan untuk mempersiapkan
bangunan masjid. Menurut uskup Gaul Arculf, yang tinggal di Yerusalem
dari 679 hingga 688, Masjid Umar merupakan bangunan kayu persegi yang dibangun
di atas sisa-sisa bangunan yang dapat menampung 3.000 jamaah. Khalifah
Abdul Malik dari Umayyah mempersiapkan pembangunan Kubah Shakhrah (Dome oh the
Rock) pada akhir abad ke-7. Sejarawan abad ke-10 al-Muqaddasi menulis
bahwa Abdul Malik membangun altar untuk menyelesaikan kemegahan gereja-gereja monunental
Yerusalem. Selama lebih dari empat ratus tahun berikutnya, ketenaran
Yerusalem berkurang saat wilayah itu direbut dan menjadi wilayah kekuasaan
Arab.
Kubah Al-Shakhrah inilah yang
kemudian diperkenalkan oleh Israel kepada dunia internasional sebagai Masjid
Al-Aqsa untuk menipu umat Islam dunia, dan menjauhkannya dari pengetahuan dan
pengawasan kaum Muslimin. Kubah ini letaknya di dalam wilayah yang sama
dengan Masjid Al-Aqsa atau di area Al-Haram Asy-Syarif.
Tujuan utama media Yahudi
menyamarkan Masjid Sakhra (Dome of the Rock) sebagai Masjid Aqsa adalah agar
Yahudi bisa menghancurkan Al Aqsa dan membangun “Solomon Temple” (Kuil
Sulaiman) pada bekas reruntuhan Al Aqsa. Umat Yahudi meyakini dalam Kitab
Perjanjian Lama (Taurat) bahwa akan datang di akhir zaman seorang yang mereka
anggap sebagai dewa penolong Yahudi yang dinamakan “Messiah” (Al Masih, dalam
bahasa Arab) apabila mereka mengadakan ritual agama di Solomon Temple dengan
mempersembahkan sapi betina berwarna merah (Al Baqarah). (The Guardian
Magazine).
1099
Tahun 1099, penguasa Fatimiyah
mengusir penduduk Kristen asli sebelum Yerusalem ditaklukkan oleh Tentara
Salib. Tentara Salib sendiri kemudian membantai sebagian besar penduduk
Muslim dan Yahudi; lalu Tantara Salib membuat Kerajaan Yerusalem. Pada
awal Juni 1099 populasi Yerusalem menurun dari 70.000 hingga kurang dari
30.000.
1187
Kota Yerusalem direbut dari Tentara
Salib oleh Saladin atau Salahuddin Al-Ayyubi yang mengizinkan orang Yahudi dan
Muslim kembali dan bermukim di dalam kota. Di bawah pemerintahan Dinasti
Ayyubiyyah, Salahuddin Al-Ayyubi, periode investasi besar dimulai dengan
pembangunan rumah-rumah, pasar, kamar-mandi umum, dan pondok-pondok bagi
peziarah, begitu pula ditetapkannya sumbangan keagamaan. Meski demikian, selama
abad ke-13, Yerusalem turun status menjadi desa karena jatuhnya nilai strategis
kota perjuangan Ayyubiyyah yang gagal.
1244
Tahun 1244, Yerusalem dikepung oleh
Kharezmian bangsa Tartar, yang mengurangi penduduk Kristen kota dan mengusir
orang Yahudi. Khwarezmia dari bangsa Tatar diusir oleh Ayyubiyyah tahun
1247. Dari 1250 hingga 1517, Yerusalem dikusasai oleh Mamluk.
Selama periode ini banyak pertentangan terjadi antara Mamluk di satu sisi dan
tentara salib dan suku Mongol di sisi lain. Wilayahnya juga terimbas dari
banyak gempa dan wabah hitam.
1517
Yerusalem dan sekitarnya jatuh ke
tangan Turki Ottoman yang masih mengambil kendali hingga 1917. Yerusalem
menikmati periode pembaruan dan kedamaian di bawah kekuasaan Suleiman I –
termasuk pembangunan ulang tembok-tembok yang mengelilingi Kota Tua. Selama
masa penguasa-penguasa Ottoman, Yerusalem berstatus provinsi, jika dalam hal
keagamaan kota ini menjadi pusat yang sangat penting, and tidak menutup diri
dari jalur perdagangan utama antara Damaskus dan Kairo. Orang-orang Muslim
Turki melakukan banyak pembaharuan: sistem pos modern diterapkan oleh berbagai
konsulat; penggunaan roda untuk mode transportasi; kereta pos dan kereta kuda,
gerobak sorong dan pedati; dan lentera minyak, merupakan tanda-tanda awal modernisasi
di dalam kota. Pada paruh abad ke-19, bangsa Ottoman membangun jalan
aspal pertama dari Jaffa hingga Yerusalem, dan pada 1892 jalur rel mulai
mencapai kota.
1831
Setelah aneksasi Yerusalem oleh
Muhammad Ali dari Mesir, misi dan konsulat asing mulai menapakkan kakinya di
kota. Tahun 1836, Ibrahim Pasha mengizinkan penduduk Yahudi Yerusalem
memperbaiki empat sinagoga besar, termasuk di antaranya Sinagoga Hurva.
1834
Saat Revolusi Arab di Palestina,
Qasim al-Ahmad memimpin penyerangan dari Nablus dan menyerang Yerusalem,
dibantu oleh klan Abu Ghosh, dan memasuki kota pada 31 Mei 1834. Orang Kristen
dan Yahudi di Yerusalem menjadi target penyerangan. Tentara Mesir Ibrahim
menaklukkan serangan Qasim di Yerusalem bulan berikutnya.
1840
Kekuasaan Ottoman kembali lagi di
tahun 1840, namun banyaknya orang Islam Mesir yang ada di Yerusalem dan orang
Yahudi dari Algeria dan Afrika Utara yang berdatangan menyebabkan meningkatnya
jumlah populasi di dalam kota. Di tahun 1840-an dan 1850-an, kuasa internasional
mulai tarik tambang di Palestina saat mereka meminta perpanjangan perlindungan
atas umat beragama minoritas di dalam negeri, sebuah perjuangan yang diangkat
terutama oleh wakil konsuler di Yerusalem. Menurut konsul Prussia,
populasi di tahun 1845 adalah 16.410 dengan 7.120 orang Yahudi, 5.000 Muslim,
3.390 Kristen, 800 tentara Turki dan 100 orang Eropa. Volume peziarah
Kristen semakin meningkat selama kekuasaan Ottoman, dan menyebabkan populasi
kota bertambah menjadi dua kali lipat selama Paskah.
1860
Pemukiman baru mulai berkembang di
luar tembok Kota Tua sebagai tempat menetap para peziarah dan untuk mengurangi
tingkat kepadatan dan sanitasi yang buruk di dalam kota. Kamp Rusia dan
Mishkenot Sha’ananim didirikan di tahun 1860. Tahun 1867 Misionaris Amerika
melaporkan populasi kira-kira Yerusalem ‘diatas’ 15.000 yang terdiri dari:
4.000 hingga 5.000 orang Yahudi dan 6.000 umat Muslim. Setiap tahun ada sekitar
5.000 hingga 6.000 Peziarah Kristen Rusia.
1917
Setelah Pertempuran Yerusalem,
Tentara Britania dipimpin General Edmund Allenby mengepung kota, dan di tahun
1922, LBB (Liga Bangsa-bangsa bentuk pertama PBB, Persatuan Bangsa-bangsa) pada
Konferensi Lausanne mempercayakan Britania Raya untuk mengatur Mandat bagi
Palestina.
Dari tahun 1922 hingga tahun 1948
total populasi kota meningkat dari 52.000 menjadi 165.000 dengan dua pertiganya
orang Yahudi dan sepertiga orang Arab (umat Muslim dan Kristen). Situasi
antara orang Arab dan Yahudi di Palestina tidak tenang. Di Yerusalem, kerusuhan
terjadi tahun 1920 dan tahun 1929. Di bawah pemerintahan Britania, taman-taman
baru dibuat di pinggir kota di bagian utara dan barat kota dan institusi
pendidikan tinggi seperti Universitas Ibrani didirikan.
Saat masa jabatan Mandat Britania
untuk Palestina berakhir, Rencana Pembagian Palestina oleh PBB tahun 1947
mengusulkan “pembuatan rezim internasional khusus di Kota Yerusalem,
mengesahkannya sebagai corpus separatum di bawah administrasi
PBB”. Rezim internasional (yang juga termasuk kota Bethlehem) tetap
berlaku selama satu periode berkisar sepuluh tahun, kemudian sebuah referendum
diadakan untuk memutuskan rezim masa depan kota. Namun, rencana ini tidak
dilaksanaan karena perang tahun 1948 meletus, sementara Britania menarik diri
dari Palestina dan Israel menyatakan kemerdekaannya. Perang memicu
pemindahan populasi Arab dan Yahudi di kota. 1.500 penduduk Perempat
Yahudi di Kota Tua terusir dan beberapa ratus dipenjara saat Legiun Arab
mengepung Perempat itu pada 28 Mei. Legiun Arab juga menyerang Yerusalem
Barat dengan sniper.
1948
Tanah tak berpemilik antara
Yerusalem Barat dan Timur mulai diurus pada November 1948: Moshe Dayan,
komandan tentara Israel di Yerusalem bertemu dengan rekan Yordanianya Abdullah
el Tell di sebuah tempat tinggal gurun di lingkungan Musrara Yerusalem dan
menandai posisi mereka masing-masing: posisi Israel berwarna merah dan Yordania
berwarna hijau. Peta kasar, yang tidak berarti sebagai suatu yang resmi,
menjadi garis gencatan senjata final dalam Kesepakataan Gencatan senjata 1949,
yang membagi kota dan meninggalkan Gunung Scopus sebagai daerah kantong
Israel. Kawat berduri dan pagar beton penghalang dipasang di pusat kota
dan tembak-tembakan militer sering pecah di wilayah gencatan senjata. Setelah
proklamasi Negara Israel, Yerusalem dideklarasikan sebagai ibukotanya. Yordan
yang meaneksasi Yerusalem Timur tahun 1950, memberlakukan hukum Yordania di
wilayah itu. Hanya Britania Raya dan Pakistan yang mengakui aneksasi
tersebut, yang, terkait Yerusalem, berada atas dasar de facto. Adalah
meragukan jika Pakistan dikatakan melakukan pencaplokan terhadap Yordania.
Yordania mengambil kendali
tempat-tempat suci di Kota Tua. Bertolak-belakang dengan syarat-syarat
perjanjian, orang Israel tidak diperkenankan masuk ke tempat-tempat suci,
banyak diantaranya yang dinajiskan. Yordania mengizinkan akses sangat terbatas
ke tempat-tempat suci Kristen. Selama periode ini, Kubah Shakhrah dan
Masjid al-Aqsa direnovasi besar-besaran.
Para pendoa Yahudi di Tembok hanya
mungkin berada di beberapa titik di sepanjang gang sempit di pinggiran wilayah
orang-orang Maroko yang padat penduduknya, sebuah daerah yang diwariskan pada
abad kedua belas untuk pengikut Saladin oleh putranya Malik al-Afdhal.
1967
Setelah Israel merebut Yerusalem
Timur pada Perang Enam Hari di tahun 1967, orang Yahudi dan Kristen
diperbolehkan memasuki kembali tempat-tempat suci, sementara Bukit Bait masih
menjadi yurisdiksi wakaf Islam. Wilayah orang Maroko yang berbatasan
dengan Tembok Barat, dikosongkan dan dihancurkan untuk membuat jalan bagi sebuah
plaza bagi mereka mengunjungi dinding. Sejak perang, Israel telah
memperluas lingkar kota dan menetapkan lingkar pemukiman Yahudi di tanah kosong
sebelah timur Garis Hijau.
Namun, pengambilalihan Yerusalem
Timur dikritik oleh dunia internasional. Setelah penyampaian Hukum Yerusalem
Israel, yang menyatakan Yerusalem “sepenuhnya dan kesatuan” ibukota Israel,
Dewan Keamanan PBB menyampaikan resolusi yang menyatakan terjadi “pelanggaran
hukum internasional” dan meminta semua negara-negara anggota menarik semua duta
besarnya dari kota.
Status kota ini, khususnya
tempat-tempat suci, masih menjadi masalah inti konflik Israel-Palestina.
Pemukim Yahudi telah mengambil alih situs-situs bersejarah dan membangun di
tanah yang disita dari orang Arab untuk meluaskan kehadiran orang Yahudi di
Yerusalem Timur, sementara pemimpin-pemimpin Islam terkemuka mengklaim orang
Yahudi tidak memiliki hubungan sejarah dengan Yerusalem, menganggap Tembok
Barat yang telah berusia 2500 tahun dibangun sebagai bagian dari masjid. Orang
Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina di masa
mendatang. [1]
Di akhir perang pada Juni 1967, saat
pasukan Israel memasuki Kota Tua, pemerintah Israel diberi kesempatan tidak
hanya untuk memulihkan keberadaan Yahudi ke kota bertembok namun menciptakan
wilayah baru Yahudi yang diperluas, yang terdapat Tembok Barat sebagai
pusatnya.
1970
Sekelompok rabi ekstremis – dipimpin
oleh Shlomo Goren, yang kemudian menjadi kepala rabi Israel – mulai melobi agar
orang Yahudi diizinkan masuk ke kompleks mesjid untuk berdoa, walaupun
keputusan rabbi tradisional bertenangan dengan praktek seperti.
Kelompok-kelompok Yahudi segera
muncul menuntut lebih: bahwa masjid akan diledakkan untuk mencari jalan untuk
pembangunan sebuah kuil ketiga yang akan membawa lebih dekat kepada kedatangan
Mesias mereka.
1996
Di saat menjabat perdana menteri,
Netanyahu membuka terowongan di Tembok Barat, penggalian lainnya mendekati
kompleks masjid, sehingga terjadi bentrokan yang menewaskan 75 orang Palestina
dan 15 tentara Israel.
Israel, yang mengatakan masjid
berada di atas reruntuhan dua kuil Yahudi kuno, yang dibangun oleh Salomo dan
Herodes, mengacu pada situs di Gunung Bait dan telah menyampaikan pengakuan
untuk mendapatkan kedaulatan atas wilayah tersebut dalam perundingan damai
baru-baru ini.
2000
Sebelumnya kekacauan yang oleh
Israel pada otoritas Islam di situs ini telah memicu bentrokan antara polisi
Israel dan Palestina. Kunjungan pasukan bersenjata lengkap ke kompleks mesjid
oleh Ariel Sharon pada tahun 2000, lama sebelum ia menjadi perdana menteri,
untuk menyatakan hak Israel ada memicu Intifada kedua.
Pada perundingan Camp David di tahun
2000, Bill Clinton, kemudian menjadi presiden AS, mengusulkan membagi
kedaulatan sehingga Israel akan memiliki kontrol atas “ruang bawah tanah” dari
kompleks masjid dan Tembok Barat. Selama pembicaraan Ehud Barak, perdana
menteri Israel sekarang, pengamat mengkhawatirkan sebutan atas keseluruhan
kompleks Yahudi dengan “Mahakudus”, istilah yang sebelumnya digunakan hanya
mengacu pada tempat suci di dalam candi yang telah hancur.
Meskipun undang-undang kemurnian
agama Yahudi telah melarang orang Yahudi secara tradisional memasuki Mount
Temple (Kuil Bukit), namun semakin banyak rabi Yahudi menuntut agar diizinkan
untuk berdoa di dalam kompleks tersebut. Lebih lagi kelompok fanatik yang
diketahui mendukung peledakan masjid-masjid dan membangun sebuah kuil ketiga di
tempat mereka.
2004
Terjadi kerusakan kecil di jalan
batu menuju Gerbang Mughrabi di depan kompleks mesjid oleh sebuah badai
kecil. Kerusakan bertambah luas karena Israel membongkar jalan itu
kemudian.
Menurut bukti yang ditunjukkan ke
pengadilan Yerusalem, saat ini para pejabat Israel menggunakan kerusakan jalan
tersebut sebagai dalih untuk membongkarnya enam tahun yang lalu. Tujuannya
adalah untuk menggantikan jalan dengan jembatan logam permanen dan kemudian
memperluas plaza doa Yahudi ke daerah dimana jalan itu.
Skema ini adalah gagasan Shmuel
Rabinowitz, rabi yang bertanggung jawab atas Tembok Barat, yang menyatakan
kerusakan jalan pada tahun 2004 adalah sebuah “keajaiban” yang mana Israel
ditawari kesempatan untuk menguasai lebih banyak tanah yang dikuasai Islam di
Kota Tua .
2007
Rencana Shmuel Rabinowitz itu
disetujui oleh sebuah komite menteri khusus yang dipimpin oleh Ehud Olmert,
yang kemudian menjadi perdana menteri. Proyek ini juga mendapat dukungan
dari Netanyahu, meskipun ia membekukan pekerjaan konstruksinya pada bulan Juli
atas perintah pengadilan Yerusalem.
Hakim, Moussia Arad, mengusulkan
pada bulan Januari agar jalan dikembalikan, atau paling tidak jembatan
mengikuti rute jalan yang tepat, dan semua pendoa dilarang di
lokasi. Posisi itu mendapatkan dukungan dari pejabat PBB yang memantau
pekerja Israel di Gerbang Mughrabi.
Pendekatan ilmiah untuk penggalian
itu disorot pada awal tahun 2007 ketika muncul tiga tahun sebelumnya
arkeolog-arkeolog Israel telah menemukan di sebuah situs ruang berdoa muslim
dari masa Saladin, berasal dari abad ke-11, tapi penemuan itu tidak dihiraukan.
Pada bulan Februari 2007, ketika
Israel membawa alat berat untuk penggalian di Gerbang Mughrabi, ratusan warga
Palestina bentrok dengan polisi sementara Gerakan Islam di Israel menggelar
demonstrasi besar-besaran. Jihad Islam mengatakan telah menembakkan dua
roket Qassam dari Gaza sebagai jawaban, dan Brigade Martir al-Aqsa mengancam
akan melakukan serangan jika pekerjaan itu tidak dihentikan.
Otoritas Islam juga mengungkapkan
kekhawatiran bahwa bagian masjid mungkin akan rusak oleh buldoser, dan mesin
berat mungkin juga akan menghancurkan Masjid Al-Buraq yang masih belum
ditemukan, yang diyakini terletak dekat dengan Gerbang Mughrabi, yang menandai
situs di mana Nabi Muhammad menambatkan kudanya pada malam perjalanan dari
Mekah menuju Yerusalem (Isra’).
Untuk menenangkan situasi, Israel
mengizinkan pakar dari Turki untuk memeriksa penggalian beberapa waktu
kemudian. Mereka melaporkan bahwa Israel sedang berusaha mengenyampingkan
sejarah Islam di Yerusalem sehingga aspek Yahudi bisa lebih ditonjolkan.
2009
Pada bulan Desember, bertepatan
dengan bulan Ramadhan, Israel mulai melakukan penggalian untuk membangun
sejumlah terowongan di dekat Mesjid Al-Aqsa. Terowongan-terowongan itu
dibangun saling terhubung di bawah lingkungan Arab Silwan, berkedalaman 120
meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 3 meter, dan diarahkan menuju bagian utara
Mesjid Al-Aqsa.
Pihak Palestina meyakini Israel
ingin meng-yahudinisasi Yerusalem dan menghancurkan Mesjid Al-Aqsa, kemudian
membangun kuil kedua di atas reruntuhan Mesjid. Namun pihak Israel
berdalih melakukan penggalian terowongan untuk fasilitas pariwisata yang
pembangunannya dimulai di bawah tanah.
Sementara itu 100.000 orang
Palestina tidak bisa mencapai mesjid Al-Aqsa untuk shalat Jum’at (11/12/09)
karena dilarang tentara pendudukan Israel. Sejak pagi Jumat ribuan orang
Palestina tersebut yang berdatangan dari seluruh kota-kota Tepi Barat mengantri
untuk diizinkan masuk ke dalam areal mesjid. [3]
2010
Pemerintah Israel telah berkeras
meneruskan rencana untuk memperbesar alun-alun doa Yahudi di Tembok Barat di
Kota Lama Yerusalem, meskipun diperingatkan akan beresiko memicu intifadhah
ketiga.
Para pejabat Israel menolak proposal
pengadilan Yerusalem minggu ini (Maret 2010) untuk mengesampingkan rencananya
setelah hakim menerima pendapat bahwa perluasan alun-alun doa akan melanggar
“status quo” yang meliputi pengaturan tempat-tempat suci Kota
Tua. Otoritas Islam menyetujui pengaturan tersebut setelah Israel
menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967.
Situs yang dimaksud oleh pejabat
Israel terletak di Gerbang Mughrabi, sebuah pintu masuk ke kompleks masjid yang
dikenal sebagai Haram al-Sharif, situs yang paling sensitif dalam konflik
antara Israel dan Palestina. Di dalamnya ada Masjid Al-Aqsa dan Dome oh
the Rock dengan kubah berlapis emasnya. [4]
Sumber-sumber:
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Yerusalem
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Al-Aqsa
[3] http://www.menafn.com/qn_news_story_s.asp?StoryId=1093270693
[4] http://electronicintifada.net/v2/article11164.shtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar