HADITS NIAT
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ
ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، أو إلى دنيا
يصيبها أو امرأة ينكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه
“Semua amal itu hanya
tergantung dengan niatnya, dan bagi seseorang hanyalah apa yang diniatinya.
Barang siapa yang hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia akan
sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya untuk suatu hal
duniawi maka ia akan mendapatkannya, atau untuk seorang wanita maka iapun akan
menikahinya. Maka hijrahnya akan sampai pada apa yang ia bermaksud hijrah
padanya.” (Al-Hadits, riwayat Al-Bukhari,
Muslim, Al-Imam Abu Dawud dll. dari Umar bin Al-Kaththab)
Hadits ini adalah Hadits yang sangat
besar nilai ajarannya serta luas kandungan maknanya, dimana hampir semua amal
ibadah dalam agama Islam berawal dari Hadits ini.
Berkatalah Abu Dawud: “Hatids ini
adalah separuh agama, karena agama itu adalah amal lahir dan amal batin,
sementara amal batin adalah niat.”
Berkatalah Al-Imam Asy-Syafi’i:
“Hadits ini mengandung sepertiga ilmu agama, kerena amal seseorang itu
dilakukan dengan tiga hal, yaitu hati, mulut dan anggota badan. Aka niat adalah
salah satu dari tiga hal itu.”
Dari itu hampir semua kitab himpunan
Hadits dimulai dengan “Hadits niat” ini, dengan harapan agar penulisan “Hadits
niat” ini dapat mempengaruhi hati penulisnya untuk memantapkan niat ikhlas
karena Allah SWT, termasuk saya dalam mengisi Halaqah Hadts” ini.
Asbaabul-wuruud:
Asbaabul-wuruud (kronologi atau
sesab-sebab diucapakannya) “Hadits niat” ini adalah beberaja kejadian menjelang
hijrah ke Madinah. Ketika Rasulullah SAW mengumumkan untuk berhijrah ke Madinah
maka kaum muslimin menyambut pengumuman ini dengan senang hati, walaupun
perjalanan dari Makkah ke Madinah pada saat itu bukanlah perjalanan yang
ringan, melainkan mereka harus menempuh perjalanan panjang yang melelahkan
selama kurang lebih seminggu, mereka harus menghadapi alam gurun yang berdebu,
sengatan panas di siang hari dan dingin menusuk di malam hari, apalagi mereka
harus membawa semua keluarga dari anak kecil sampai ibu tua, membawa banyak
keperluan sebagai bekal di perjalanan. Sunnguh perjalanan yang amat meletihkan.
Namun diantara kaum muslimin ada
yang justru menyambut pengumuman hijrah ini dengan senang hati karena alasan
yang kurang tulus, bukan karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan
lebih karena hal-hal yang bersifat duniawi. Diantara mereka ada yang merasa
senang hijrah ke Madinah karena di sana tanahnya subur sehingga lebih mudah
mencari nafkah, sementara di Makkah yang gersang ia susah mencari nafkah.
Diantara mereka ada yang belum kawin atau ingin kawin lagi sehingga merasa
senang untuk ikut berhijrah karena di Madinah mas kawin lebih murah. Bahkan
diantara mereka ada seseorang yang mau berhijrah karena mengejar seorang wanita
yang ikut berhijrah.
Al-Imam Ath-Thabrani meriwayatkan
dari Shahabat Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Diantara kami (yang ikut berhijrah
ke Madinah) ada seseorang yang melamar seorang wanita, wanita itu bernama Ummu
Qais, kemudian wanita itu menolak lamaran itu kecuali si pelamar mau ikut
berhijrah bersamanya, maka orang itupun mau berhijrah dan kemudian menikahi
Ummu Qais. Kamipun menjuluki orang itu dengan ‘Muhajir Ummi Qais’ (yang
berhijrah pada Ummu Qais).”
Maka Allah SWT mengarahkan hati dan
kebijakan Rasulullah SAW untuk memperhatikan masalah ini, sehingga dengan
bahasa yang indah beliaupun menegur dan mendidik para Shahabat untuk menjadi
orang yang tulus karena Allah didalam melaksanakan semua amal, yaitu dengan
menyabdakan “Hadits niat” yang sedang kita bicarakan ini.
Dalam cerita asbaabul-wuruud
ini terdapat suatu kesimpulan bahwa Islam adalah agama tarbiyah (pendidikan).
Banyak terjadi kisah-kisah teguran seperti ini dalam perjalan risalah Rasululah
SAW, hal ini tidak lain untuk menunjukkan bahwa Islam itu sangat peduli
terhadap umpaya menyempurnakan dan memberi yang terbaik, sehingga dengan
kejadian-kejadian itu terbukti bahwa Rasulullah sangat aktif mengikuti
perkembangan risalah, bukan hanya sekedar menyampaikan melainkan juga berupaya
dimengerti dan diamalkan dengan baik oleh kaum muslimin.
Arti suatu niat.
Semua amal ibadah tergantung
niatnya, apabila niatnya bukan karena Allah semata maka sebanyak dan seberat
apapun ibadah yang kita lakukan akan menjadi fatamorgana. Boleh saja kita beribadah
karena takut masuk neraka, maka dengan ibadah itu insyaallah kita akan selamat
dari neraka. Boleh saja kita beribadah karena ingin masuk surga, maka dengan
ibadah itu insyaallah kita akan masuk surga. Yang penting jangan sampai kita
beramal karena ingin mendapatkan pujian dan simpati orang lain, karena dengan
itu kita akan kehilangan amal dengan sia-sia, membuang waktu sia-sia,
menggunakan tenaga sia-sia, mengeluarkan harta sia-sia. Dan niat yang paling
utama didalam beramal adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Apabila kita tulus
karena mengharap ridha Allah SWT maka Allah SWT akan memberi kita pahala lebih
dari yang dijanjikan. Ketika kita tidak menginginkan surga didalam beramal,
maka Allah pun akan menerima amal itu dengan penuh penghormatan, sehingga Allah
pun tidak menggunakan kalkulasi untuk memberikan pahala yang seperti yang telah
dijanjikan, melainkan Allah akan memberi lebih dari yang dapat kita bayangkan.
Dalam bahasa yang lebih akrab kita dapat katakan, bahwa kalau kita tidak itung-itungan
didalam mempersembahkan amal bakti kepada Allah, maka Allah SWT juga tidak akan
itung-itungan didalam memberi kita pahala dan kesenangan.
Orang yang mengerjakan ibadah karena
ingin masuk surga sama dengan anak kecil yang mau belajar di Play Group karena
banyak mainannya, sementara orang yang melakukan ibadah karena takut masuk
neraka sama dengan murid SD yang mau mengerjakan PR karena takut dihukum oleh
gurunya. Kita akui bahwa diantara kita memang lebih banyak yang seperti itu,
namun dengan proses belajar mestinya kita semakin hari menjadi lebih dewasa.
Sampai kapan kita hanya puas dengan hitungan pahala, sampai kapan kita hanya
lega karena telah melakukan kewajiaban dan merasa telah lepas dari ancaman
neraka?! Sementara anak-anak kita yang dulu di Play Group kini tak lagi mau
diajak main kuda-kudaan, mereka bukan hanya tidak lagi merasa ingin main
kuda-kudaan, akan tetapi mereka justru malu kalau sesekali ketahuan menunggangi
kuda mainan adiknya. Anak kita yang dulu mengerjakan PR karena takut di hukum kini
tak lagi ada yang ia takuti, apalagi kini badannya lebih besar dari gurunya,
justru gurunya yang kadang-kadang lebih hati-hati karena hawatir anak kita
melawan, namun anak kita justru lebih giat dari sewaktu di SD dulu, dan itu
tidak lain karena ia sadar bahwa nilai bagus dalam kuliahnya adalah suatu hal
yang membanggakan.
Seandainya tidak ada surga dan
neraka, melaksanakan ajaran Islam sama sekali tidaklah merugikan, bila kita
hanya menginginkan kebahagiaan di dunia maka berapa banyak contoh orang shaleh
yang hidup bahagia di sekitar kita, dan berapa banyak orang melanggar hukum
Islam yang hidup dalam ketidaktenangan. Kalau kita menganggap senang harus
banyak harta maka apakah dengan melanggar hukum pasti bisa kaya? Kenyataan
membuktikan bahwa mendapatkan harta tidak dapat dipastikan dengan cara dan
usaha. Dan kalaupun dengan segala cara akhirnya mendapatkan harta, namun
kenyataan membuktikan bahwa harta juga tidak mampu menjamin kebahagiaan. Maka
satu-satunya yang dapat menjamin kebahagiaan kita adalah hidup sesuai ajaran
Islam, kita lakukan apa yang mesti kita lakukan dan kita hindari apa yang mesti
kita hindari, kemudian kita kenali Allah sampai kita mencintainya, kemudian
kita persembahkan semua yang kita lakukan kepada-Nya, seolah-olah kita selalu berhadapan
dan bercengkerama dengan-Nya. Saat kita hendak pergi ke kantor maka kita
menyebut nama Allah SWT, seolah-olah kita berkata: “Ya Allah, bukankah
Menurut-Mu aku harus bekerja? Baiklah, ya Allah, kini aku akan berangkat
ngantor.” Saat kita ada masalah mengenai pekerjaan kantor sehingga usaha kita
mengalami kerugian, maka kitapun menyebut nama Allah, seolah-olah kita berkata:
“Ya Allah, aku sudah berusaha semaksimal mungkin, kalau keuntungan itu tidak
jadi kudapatkan maka berarti Kau mau memberi yang lain yang lebih baik, maka
sadarkanlah aku selalu bahwa Kau selalu memberi yang terbaik, agar aku tidak
merasa kecewa karena salah sangka terhadap keputusan-Mu.” Betapa indahnya hidup
ini bila bila hati kita selalu menatap dan menuju Allah SWT, dan kita sudah
sangat bahagia seandainya kehidupan kita hanya sampai di dunia, kita merasa
telah beruntung kalaupun Allah SWT tidak menyediakan surga.
Pengaruh niat dan hati
Ketika kita dinasehati untuk
memperbaiki niat maka itu berarti nasehat untuk memperbaiki hati sacara
keseluruhan, karena niat itu muncul dari kecenderungan hati. Orang yang suka
bersedekah untuk mendapatkan pujian, tidak lain, karena ia merasa bahwa pujian
orang itu ada gunanya, sehingga selama ia merasa bahwa pujian orang itu ada
gunanya maka ia akan selalu riya’ didalam beramal. Maka yang perlu
ditekankan pada hatinya adalah bahwa pujian orang itu sama sekali tidak
berguna, bahkan justru sering membawa benacana. Orang yang suka berjudi, tidak
lain, karena ia merasa yakin dengan kemenangan dan merasa senang dengan
menghayal, sehingga selama ia merasa demikian maka selamanya ia akan berpikir
untuk berjudi. Maka yang perlu ditekankan pada hatinya adalah bahwa keyakinan
dan hayalan itu adalah bisikan setan yang sengaja untuk menghancurkan hidupnya.
Kesimpulannya, memperbaiki hati
adalah pekerjaan yang sangat diutamakan, karena dengan hati yang baik maka
seseorang akan cenderung berniat dan mengerjakan yang baik pula. Dari itu,
dalam Hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:
ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت
فسد الجسد كله، ألا وهو القلب
“Ingatlah bahwa didalam tubuh
ini ada segumpal darah, yang apabila segumpal darah itu baik maka akan menjadi
baik pula seluruh badan ini, dan apabila segumpal darah itu buruk maka akan
menjadi buruk pula seluruh badan ini. Ingatlah bahwa segumpal darah itu adalah
hati.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar