Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Mei 2014

ANTOLOGI ISLAM ( BAB 12 KONTROVERSI ABDULLOH BIN SABA )


BAB 12 : KONTROVERSI ABDULLAH BIN SABA

Musuh-musuh Islam yang memiliki tujuan memecah belah umat Islam, berusaha menggambarkan Syi'ah sebagai sebuah aliran yang berasal dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang memeluk Islam selama pemerintahan Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Mereka menyatakan lebih jauh bahwa Abdullah bin Saba melakukan perjalanan ke kota-kota dan desa-desa umat Islam, dari Damaskus hingga ke Kufnli lalu ke Mesir, menyebarkan berita di kalangan umat Islam bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW. la menghasut umat Islam untuk membunuh Utsman karena ia meyakini bahwa Utsman telah menduduki jabatan Ali. la juga menciptakan keonaran di pasukan Ali dan musuhnya pada perang Unta. la juga bertanggung jawab atas semua gagasan-gagasan Syi'ah selanjutnya. Penulis sewaan ini mepkini U.ilmw nbdullnh bin Saba adalah pendiri mazhab Syi'ah, dan karena ia sendiria adalah orang munafik dan menulis berita bohong, maka semua ilmu dan keyakinan Syi'ah juga tidak benar. Sebenarnya, Abdullah bin Saba adalah kambing hitam yang tepat untuk semua klaim orang - orang Sunni.

Ketika Keberadaan sesorang bernama Abdullah bin Saba di awal sejarah sejarah Islam sangat dipertanyakan, hal yang jelas setelah dilakukan penelitian mengenai hal ini adalah bahwa meskipun seorang Ielaki miskin dengan nama seperti itu mungkin pernah ada pada zaman itu, cerita yang disebarkan tentang orang ini merupakan legenda, cerita bohong, dibuat-buat, dan fiksi, dan tidak ada bukti tentang kebenaran kisah-kisah tentangnya. Atas izin Allah, kami akan membahas poin ini di pembahasan berikut ini.

Cerita-cerita bohong seputar tokoh Abdullah bin Saba merupakan hasil karya keji seseorang bernama Saif bin Umar Tamimi. la adalah pengarang, yang hidup di abad kedua setelah Hijrah. la mengarang cerita ini berdasarkan beberapa fakta utama yang ia temukan dalam sejarah Islam yang ada saat itu. Saif menulis sebuah novel yang tidak berbeda dengan novel Satanic Verses karangan Salman Rushdi dengan motif yang serupa, tetapi dengan perbedaan bahwa peranan setan dalam bukunya diberikan kepada Abdullah bin Saba.

Saif bin Umar mengubah biografi beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW untuk menyenangkan pemerintah yang berkuasa saat itu, dan menyimpangkan sejarah Syi'ah serta mengolok-olok Islam. Saif adalah seorang pengikut setia Bani Umayah, salah satu musuh besar Ahlulbait di sepanjang sejarah, dan niat utamanya mengarang cerita-cerita seperti itu adalah untuk merendahkan Syi'ah. Dalam cerita karangannya, ia mengejar banyak tujuan lain, yang salah satunya adalah mengangkat kedudukan sukunya atas suku lain dengan menciptakan sahabat-sahabat imajiner dari sukunya. Tetapi banyak ulama Sunni menemukan banyak bid'ah dalam riwayatnya yang tidak hanya terbatas pada persoalan Abdullah bin Saba, dan karena itu mereka mengabaikan riwayatnya, dan menuduhnya-sebagai seorang pendusta dan pemfitnah. Tetapi, hasil karya Saif mendapat dukungan sebagian kelompok Sunni hingga saat ini. Di bagian selanjutnya, kami akan mengetengahkan ucapan-ucapan ulama-ulama Sunni terkemuka, yang membenarkan bahwa Saif bin Umar adalah orang yang tidak dapat dipercaya dan ceritanya dusta.

Telaah ideologi menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang membenci mahzab pemikiran Syi'ah (banyak dari mereka adalah musuh - musuh Islam) mendasarkan rasa kebencian mereka pada bid'ah ini yang mereka ekspoitir untuk mendukung serangan mereka kepada Syi'ah. Pendekatan ini sama seperti yang dilakukan Saif bin Umar sendiri.


Asal Muasal Cerita Abdullah bin Saba

Cerita Abdullah bin Saba berusia lebih dari dua belas abad lamanya. Parasejarahwan dan penulis mencatatnya, dan memberi tambahan kepada cerita tersebut.
Sekilas melihat rangkaian perawi dari cerita ini, anda akan temukan nama Saif berada di situ. Beberapa sejarahwan berikut ini mencatat cerita tersebut dari Saif secara langsung:

- Thabari.
- Dzahabi, ia juga menyebutkan dari Thabari (1).
- Ibmi Abu Bakir, ia juga mencatatnya dari Ibnu Atsir (15), yang mencatat dari Thabari (1).
- Ibnu Asakir.

Berikut ini sejarahwan yang tidak secara langsung mencatat dari Saif:

- Nicholson dari Thabari (1).
- Ensiklopedi Islam karya Thabari (1)
- Van Floton dari Thabari (1)
- Wellhauzen dari T'habari (1).
- Mirkhand dari Thabari (1).
- Ahmad Amin dari Thabari (1), dan dari Wellhauzen (8).
- Farid Wajdi dari Thabari (1).
- Hasan Ibrahim dari Thabari (1).
- Said Afghani dari Thabari (1), dan dari ibnu Abu Rakir (3),
- Ibnu Asakir (4), dan Ibnu Bardan (21).
- Ibnu Khaldun dari Thabari (1).
- Ibnu Atsir dari Thabari (1).
- Ibnu Katsir dari Thabari (1).
- Danaldson dari Nicholson (5), dan dari ensiklopedia (6).
- Ghiathuddin dari Mirkhand (9).
- Abu Fida dari Ibnu Atsir (15).
- Rasyid Ridha dari Ibnu Atsir (15).
- Ibnu Bardan dari Ibnu Asakir (4).
- Bustani dari Ibnu Katsir (16).

Daftar di atas menunjukkan bukti bahwa cerita-cerita bohong seputar sifat Abdullah bin Saba dimulai dari Saif dan dikutip oleh Thabari secara langsung dari buku Saif sebagaimana yang diungkapkan Thabari sendiri.' Olah karena itu, tokoh Saif dan sejarahnya harus ditelaah dan dianalisis dengan sangat teliti.


Siapakah Saif ?

Saif bin Umar Dzabbi Usaidi Tamimi hidup pada abad II/VIII dan meninggal setelah tahun 170/750. Dzahabi berkata bahwa Saif meninggal ketika Harun Rasyid memerintah di Baghdad (Iraq). Selama hidupnya, Saif menulis dua buku berikut ini pada masa pemerintahan Umayah; 1) Al-Futuh wa ar-Riddah, yang merupakan sejarah periode sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga khalifah ketiga, Utsman, menjadi pemimpin dunia Islam; 2) Al-Jamal wa Masiri Aisyah wa Ali, yang merupakan sejarah dari pembunuhan Utsman hingga perang Jamal (perang antara Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW). Buku-buku tersebut sekarang sudah tidak ada namun sempat bertahan beberapa abad setelah masa hidupnya Saif. Berdasarkan temuan ini, orang terakhir yang menyatakan bahwa ia memiliki buku Saif adalah Ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kedua buku ini lebih banyak berisi cerita fiksi, bukan kebenaran, cerita-cerita yang dibuat-buat, dan beberapa peristiwa yang benar, yang secara sengaja dicatat dengan cara yang mengolok-olok.

Karena Saif berbicara tentang beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW dan juga menciptakan sahabat-aahabat Nabi dengan nama yang aneh, ceritanya telah mempengaruhi sejarah Islam masa awal. Beberapa ahli biografi seperti penulis Ushul Ghabah, Isti'ab dan Ishabah dan ahli geografi seperti penulis buku Mu jam al-Buldare dan ar-Rawz al-Mi'tar teloh menulis beberapa kisah hidup beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW, dan menyebutkan tempat-tempat yang hanya terdapat di buku karangan Saif. Karena itu, kehidupan dan tokoh Saif serta kredibilitasnya harus ditelaah secara teliti.


Pendapat Kaum Sunni Mengenai Saif

Beberapa ulama terkemuka Sunni berikut ini membenarkan bahwa Saif bin Umar terkenal sebagai seorang pendusta dan orang yang tidak dapat dipercaya:
Hakim (405 H) menulis, "Saif adalah seorang ahli bid'ah. Riwayatnya harus diabaikan."

Nasa'i (303 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar."

Yahya bin Muin (233 H) menulis, "Riwayat Saif lemah dan tidak berdasar."

Abu Hatam (277 H) menulis, "Hadis yang diriwayatkan Saif harus ditolak."

Ibnu Abu Hatam (327) menulis, "Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Saif ."

Abu Daud (316 H) menulis, "Saif bukan seorang yang dapat dipercaya. la adalah seorang pembohong. Beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak."

Ibnu Habban (354 H) menulis, "Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi-perawi yang sahih. la dianggap sebagai seorang pebid'ah dan pembohong."

Ibnu Abdul Barr (462 H) menyebutkan dalam tulisannya tentang Qa'fa ; " Saif meriwayatkan bahwa Qa`qa berkata, 'Aku menghadiri kematian Nabi Muhammad."' Ibnu Abdul Barr melanjutkan " Ibnu Abu Hatam berkata, 'Riwayat Saif lemah. Oleh karenanya, apa yang disampnikam tentang keberadaan Qa'qa pada wafatnya Nabi Muhammad ditolak. Kami menyebutkan hadis-hadis Saif hanya untuk diketahui saja."'

Darqufii (385 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah." Firuzabadi (817 H) menulis dalam buku Tawalif tentang Saif dan beberapa orang lainnya bahwa riwayat yang mereka sampaikan lemah. Ibnu Sakan (353 H) menulis, "Riwayat Saif lemah."

Safuddin (923 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif dianggap lemah."

Ibnu Udai (365 H) menulis tentang Saif, "Riwayat yang ia sampaikan lemah. Beberapa riwayatnya terkenal tetapi sebagian besar dari riwayat itu lemah dan tidak digunakan."

Suyuthi (900 H) menulis, "Hadis yang disampaikan Saif lemah." Ibnu Hajar Asqalani (852 H) menulis setelah ia menyebut sebuah hadis, "Banyak perawi hadis ini lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Saif."

Menarik untuk kita perhatikan bahwa meskipun Dzahabi (748 H) telah mengutip dari Saif dalam buku sejarahnya, ia menyebutkan di bukunya yang lain bahwa Saif adalah perawi yang lemah. Dalam buku al-Mughni fi al-Dhu'afa, Dzahabi menulis, "Saif memiliki dua buku yang berdasarkan kesepakatan telah diabaikan oleh para ulama."'

Hasil dari penyelidikan tentang kehidupan Saif menunjukkan bahwa Saif adalah seorang yang tidak beragama dan pengarang yang tidak dapat dipercaya.

Cerita yang dikisahkan olehnya diragukan dan secara keseluruhan atau sebagiannya palsu. Dalam cerita-ceritanya, in menggunakan nama-nama kota yang tidak pernah ada di dunia ini. Abdullah bin Saba adalah kebohongan utama dari cerita-ceritanya. Ia juga mengenalkan 150 sahabat nabi imajiner untuk meluaskan tokoh-tokvh ciptaannya, dengan memberi nama-nama yang aneh pada mereka yang tidak ditemukan di dokumen manapun. Selain itu, waktu kejadian yang diberikan pada riwayat Saif bertolak belakang dengan dokumen Hadis Sunni yang sahih. Saif juga menggunakan rangkaian perawi palsu dan meriwayatkan banyak peristiwa-peristiwa ajaib (seperti sapi yang berbicara denganmanusia dan lain-lain).

Beberapa pendukung Saif berpendapat bahwa meskipun Sail Hianggap sebagai seorang perawi hadis yang lemah dan banyak udama hadis tidak mempercayai riwayatnya, hal tersebut hanya terdapat di wacano syariat, dan bukan di wacana sejarah.

Dengan pendapat tersebut, mereka ingin mendasarkan cerita 'sejarah' tentang seseorang yang dianggap pembohong dan zindiq. Apabila permasalahan tentang Saif hanyalah kurangnya ilmu syariat, kita dapat katakan bahwa ia dapat dipercaya dalam hal lainnya. Tetapi, persoalannya adalah Saif adalah seorang pembohong dan membuat banyak kepalsuan dengan mengarang kejadian dan merujuk hadis palsu pada perawi yang sahih. Oleh karenanya, orang seperti itu patut dipertanyakan untuk semua hal. Mengenai catatan sejarahnya, kita akan lihat pada bagian ke lima bahwa bahkan para sejarahwan Nasrani telah membenarkan ketidakkonsistenan antara riwayat sejarahnya dengan perawi-perawi yang benar lainnya. Di sini tidak perlu disebutkan pendapat Sunni dan Syi'ah tentang Saif yang ahli bid'ah.


Cerita Tentang Abdullah bin Saba Yang Tidak Memiliki Sanad Dari Perawi Manapun

Ada beberapa riwayat dari ulama Syi'ah dan Sunni yang mengambil beberapa bait tentang Abdullah bin Saba dari sejarahwan dan penulis budaya kuno, tetapi hal itu tidak memberi bukti apapun untuk pernyataan mereka. Mereka juga tidak memberikan isnad yang mendukung unhik riwayat mereka untuk diperiksa.

Contohnya, riwayat mereka dimulai dengan kalimat, "Beberapa cara, berkata demikian dan demikian...", atau "beberapa ulama berkata ini dan itu.." tanpa menyebutkan nama ulama tersebut, dan dari mana mereka mendapatkan riwayat tersebut. Riwayat tersebut berdasarkan pada rumor yang dipropagandakan oleh Umayah yang dipropagandakan oleh Umayah (meniru karya Saif) yang sampai pada mereka, dan beberapa riwayat lain yang didasarkan pada kreativitas pengarang cerita. Hal ini disimpulkan ketika kami melihat penulis-penulis ini meriwayatkan beberapa legenda yang jelas-jelas palsu dan tidak masuk akal.

Riwayat-riwayat ini diberikan oleh orang-orang yang menulis buku tentang al-Milal wa an-Nihal (cerita tentang peradaban dan kebudayaan) atau buku al-Firaq (perpecahan/aliran-aliran).

Di antara kaum Sunni yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber klaim mereka adalah: Ali bin Isma'il Asyari (330) dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat Islam).

Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi (429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara aliran-aliran).

Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan Kebudayaan).

Perawi-perawi Sunni di atas, tidak memberi sumber atau sanad cerita mereka mengenai Abdullah bin Saba. Mereka saling berlomba untuk menambahjumlah aliran dalam Islam dengan nama-nama yang aneh seperti al-Kawusiyyah, at-Tayyarah, al-Mamturah, al-Gharabiyyah, al-Ma'lumiyyah, al-Majhuliyyah dan banyak lagi tanpa memberi sumber manapun atau referensi bagi klaim mereka. Karena hidup di abad pertengahan, para penulis ini beranggapan bahwa menulis kisah-kisah aneh dan merujukkan peristiwa yang tidak realistis kepada negara-negara Islam akan membuat mereka semakin terkenal daripada para pesaing lain dalam hal ini. Dan dengan demikian, mereka menyebabkan penyimpangan yang besar pada sejarah Islam dan telah berbuat kejahatan keji terhadap apa yang telah mereka rujukkan secara salah kepada negara-negara Islam.

Beberapa dari mereka menceritakan legenda yang tak masuk akal dan cerita fiksi yang kesalahannya mudah untuk dikenali saat ini, meskipun bagi mereka tidak mustahil untuk menyalahartikan cerita-cerita tersebut sebagai sejarah di masa itu. Contohnya, Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa anNihal menyebutkan bahwa ada sekelompok makhluk setengah manusia bernama an-Nas dengan wajah separuh, satu mata, satu tangan, dan satu kaki. Umat Islam dapat berbicara kepada makhluk-makhluk ini dan bahkan bertukar puisi. Beberapa orang Islam bahkan sering memburu mereka dan memakannya.

Makhluk-makhluk ini dapat melompat lebih cepat dari pada seekor kuda dan mereka adalah pemakan rumput. Syahrastani lebih jauh menyebutkan bahwa Mutawakil, Khalifah Abbasiah, memerintahkan para ilmuwan zaman itu untuk menyelidiki makhluk-makhluk ini.

Masyarakat pada zaman itu tidak memiliki peralatan modern yang dapat memudahkan mereka menemukan kesalahan cerita-cerita dan dongeng bohong ini, dan mungkin mereka lebih suka cerita yang lebih panjang dan aneh yang nampak menunjukkan kebenaran cerita tersebut, meskipun cerita tersebut tidak memiliki referensi.

Selain itu, berdasarkan telaah kronologis zaman ketika para penulis itu hidup, kita dapat menyimpulkan bahwa semua penulis itu hidup lama setelah zaman Saif bin Umar, dan bahkan setelah Thabari. Dengan demikian, sangat memungkinkan bahwa mereka semua mendapatkan cerita tentang Abdullah bin Saba dari Saif. Klaim ini menjadi lebih kuat ketika diteliti bahwa tidak ada satu orang pun dari mereka menyebutkan sumber riwayat mereka yang mungkin karena skandal Saif bin Umar dikenal oleh setiap orang saat itu dan mereka tidak ingin mendiskreditkan buku mereka dengan menyebutkan sumbernya. Selain itu, tidak ada dokumen manapun yang menuliskan tentang Abdullah bin Saba sebelum Saif. Para ulama atau sejarahwan yang hidup sebelum Saif bin Umar tidak pernah menyebut nama Abdullah bin Saba di buku-buku mereka. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Ibnu Saba pernah ada, maka ia bukanlah seorang yang penting bagi mereka sebelum Saif membuatnya menjadi penting. Hal ini juga merupakan alasan lain untuk meyakini bahwa apa yang disebarluaskan seputar tokoh Abdullah bin Saba diawali oleh propaganda besar Saif bin Umar Tamimi.

Di antara perawi Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya adalah dua sejarahwan berikut ini:

Sa'd bin Abdullah Asy'ari Qummi (301) dalam bukunya al-Mmlalul wal-Firaq menyebut sebuah riwayat di mana terdapat nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari buku mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu Asy'ari Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber Sunni. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal berkata bahwa Asy'ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.

Hasan bin Musa Naubakhti (310), seorang sejarahwan Syi'ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.

Kedua orang ini merupakan orang Syi'ah yang memberi beberapa keterangan tentang keberadaan seorang lelaki terkutuk bernama Abdullah bin Saba pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Perhatikanlah bahwa semuanya meriwayatkan keterangan ini lama setelah zaman Saif bin Umar dan bahkan setelah Thabari menulis sejarahnya. Dengan demikian mereka mungkin mendapat informasi dari Saif atau orang yang mengutip darinya seperti Thabari. Hal ini menjadi lebih mungkin ketika kita lihat bahwa mereka menulis kalimat "Beberapa Qrang berkata demikian dan demikian..." tanpa memberi isnad atau nama 'orang-orang' tersebut.


Riwayat Mengenai Abdullah bin Saba yang Tidak Diriwayatkan Melalui Saif bin Umar

Kami harus menunjukkan bahwa meskipun ada kurang dari empat belas riwayat yang terdapat dalam koleksi hadis Syi'ah dan Sunni yang menyebut nama Abdullah bin Saba, dan disokong oleh rangkaian sanad, tetapi dalam sanad mereka nama Saif tidak muncul.

Di Syi`ah, Khusyi atau al-Kusysyi, juga disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba.

Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba dari Imam Ahlulbait yang dikutip di bawah ini. Sebagaimana yang akan kita lihat, hadis ini memberi gambaran yang sangat berbeda daripada hadis Yang disebutkan oleh Saif. Tetapi, telah terbukti bagi ulama Syi'ah bahwa buku Kusysyi (Kash) memiliki banyak kesalahan, terutama dalam namn dnn juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan. la banyak meriwayatkan hadis dalam bukunya ar-Rijal, dan oleh karena itu, bukunya tidak dianggap sebagai sumber Syi'ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayatriwayat Kusysyi (Kash) tidak ditemukan dalam empat kitab hadis utama Syi`ah. (untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahannya, lihatlah buku ar-Rijal karya Tustari dan Askari)

Ulama Syi`ah lain yang menyebut nama Abdullah bin Saba, Mali mengutip Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy'ari Qummi dan Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumbur untuk riwayat mereka). Di antara mereka yang mengutip Kusysyi adalah Syekh Thusi (460), Ahmad bin Thawus (673), Allamah Hilli (726), dan lain-lain.

Di Sunni, selain mereka yang mengutip dari Saif bin Umar yang namanya telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa riwayat dari Ibnv Hajar Asqalani yang memberi informasi yang sangat sama dengan aha yang telah Kusysyi berikan.

Mengenai beberapa riwayat Sunni dan Syi' ah, kami akan menyebutkan beberapa poin'berikut.

Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis Sunni dan Syi'ah, sanga berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah tuhan, dan segera Ali memenjarakannya setelah mendengar berita tersebut dan memintanya untuk bertobat . la tidak melakukan apa yang diperintahkan "Ali sehingga Ali memerintahkan agar ia dibakar. Hadis - hadis ini membenarkan bahwa Ali dan para keturunannya mengutuk iorang ini dan menajauhkan diri mereka dari pernyataan ketuhanan tentang Ali bin Abi Thalib. Inilah cerita tersebut, dengan kondisi bahwa hadis-hadis ini pada awalnya sahih.

Beberapa hadis ini (kurang dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab shahih manapun. Sebenarnya, tidak disebutkan nama Abdullah bin Saba dalam kumpulan (sihah) hadis shahih Sunni. Terlebih lagi, riwayat-riwayat ini tidak pernah dinyatakan sebagai riwayat yang shczhih baik oleh ulama Sunni atau Syi'ah, dan ada kemungkinan besar bahwa orang bernama Abdullah bin Saba tidak pernah ada, dan dia hanyalah karangan Saif Ibnu Umar, serupa dengan 150 saha'bat Nabi imajiner karan ;annya yang tidak pernah terdapat di riwayat yang shahih. Sekiranya Abdullah bin Saba pernah ada, Saif menggunakan tokoh ini dan merujukkan banyak peristiwa kepadanya karena tidak ada riwayat yang sama yang diriwayatkan oleh perawi Sunni lain. Tidak hanya itu, riwayat Saif sangat bertolak belakang dengan riwayat Sunni sebagaimana yang akan kami tunjukkan di bagian ini dan bagian selanjutnya. Karangan-karangan keji tentang peristiwa tersebut mudah untuk dikenali bahkan oleh ulama-ulama Sunni.

Sekarang, kami akan memberikan beberapa hadis ini yang tidak diriwayatkan oleh Saif. Riwayat ini dianggap berasal dari Abu Ja'far. la berkata, "Abdullah bin Saba sering menyatakan dirinya sebagai seorang rasul dan bahwa Amirul Mukminin, Ali, adalah Tuhan. Maha Tinggi Allah dari pernyataan seperti itu."

Berita ini sampai pada Ali, lalu ia memanggilnya dan menanyainya. Tetapi Abdullah mengulang pernyataannya dan berkata, "Engkau adalah Dia (Tuhan), dan berita ini telah diturunkan kepadaku bahwa engkau adalah 'Tuhan dan aku adalah seorang rasul."

Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Beraninya engkau berkata demikian. Setan telah mengolok-olokmu. Bertobatlah atas apa yang engkau katakan! Semoga ibumu menangisi kematianmu. Hentikanloh semua ini (pernyataanya)!" Tetapi Abdullah menolak, oleh karenanya Ali bin Abi Thalib memenjarakannya dan memintanya untuk bertobat, ia menolak. Kemudian ia dibakar dan berkata "Setan telah membawanya ke dalam khayalannya, ia sering datang kepadanya dan memasukkan pikiran seperti itu kepadanya ?"

Selain itu diriwayatkan bahwa Ali bin Husain berkata, "Semoga Allah mengutuk orang-orang yang telah berkata kebohongan tentang kami. Setiap kali aku menyebut Abdullah bin Saba , setiap kali pula rambut di tubuhku berdiri, Allah mengutuknya. Ali, atas izin Allah, adalah hamba-Nya, saudara Rasulullah SAW. la tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasul-Nya. Dan (hal yang sama) Rasulullah SAW tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada-Nya."3

Diriwayatkan bahwa Abu Abdillah berkata, "Kami adalah keluarga yang benar. Tetapi kami tidak terhindar dari seorang pendusta yang berkata kebohongan tentang kami untuk merendahkan kebenaran kami dengan kebohongannya di mata umat. Rasulullah SAW adalah orang yang paling benar di antara orang-orang dari semua yang ia katakan dan orang yang paling benar di antara umat; dan Musailamah sering berbohong tentangnya. Pemimpin orang-orang beriman adalah orang yang paling benar di antara ciptaan Allah setelah Rasulullah SAW, dan orang yang sering berkata kebohongan tentangnya, dan berusaha untuk merendahkan kebenarannya dan menyatakan kebohongan tentang Allah, adalah Abdullah bin Saba."4

Selain itu, "Dia (Aba Abdullah, Ja'far Shadiq) mengatakan kepada sahabatnya tentang Abdullah bin Saba bahwa Abdullah bin Saha menyatakan bahwa, pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi 'I'lialih, adalah Tuhan. la berkata, "Ketika ia menyatakan demikian kepada Ali, Ali memintanya untuk bertobat tetapi ia menolak, oleh karrnanya Ali membakarnya."5

Mengenai riwayat Sunni, beberapa riwayat dari Ibnu Hajar Asqalani memberi informasi yang sama dengan apa yang diberikan Kusysyi. Ibnu Hajar menyebutkan "Abdullah bin Saba adalah salah satu orang ekstrim (al-Ghulat), zindiq, dan orang sesat, yang membuat dirinya dibakar karena apa yang ia katakan tentang Ali."6

Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan, "Ibnu Asakir menyebut dalam sejarahnya bahwa Abdullah bin Saba berasal dari Yaman. la adalah orang Yahudi yang masuk Islam dan mengembara di kota-kota Islam dan mengajarkan mereka untuk tidak menaati pemimpin mereka, dan memasukkan pikiran-pikiran jahat kepada mereka. Kemudian ia masuk wilayah Damaskus untuk tujuan itu. Kemudian Ibnu Asakir menyebutkan sebuah cerita yang panjang dari buku al-Futuh karya Saif Ibnu Umar, yang tidak memiliki isnad yang benar."7

Kemudian Ibnu Hajar memberikan sebuah hadis yang dua sanadnya tidak ada. Pada catatan kaki ia mengatakan bahwa hadis ini telah digugurkan. Berikut ini hadisnya; Ali menaiki mimbar dan berkata, "Ada apa dengannya?" Orang-orang berkata, "la menyangkal Allah dan Rasul-Nya."8

Pada hadis yang lain, Ibnu Hajar meriwayatkan, "Ali berkata kepada Abdullah bin Saba; 'Aku telah diberi tahu bahwa akan ada tiga puluh pendusta (yang mengaku sebagai Nabi) dan engkau adalah salah satunya."9
la juga menulis, "Abdullah bin Saba dan pengikutnya mengakui Ali sebagai Tuhan, dan tentu saja Ali membakar mereka ketika ia menjadi khalifah."lo

Hadis-hadis Sunni berikut ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih juga. Semua hadis-hadis ini yang diriwayatkan oleh Syi'ah dan Sunni (selain Saif ), tidak melebihi empat belas hadis. Jumlah hadis-hadis ini bahkan berkurang jika dihilangkan pengulangannya. Beberapa hadis-hadis Syi'ah berikut menyatakan bahwa:

Abdullah bin Saba muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan bukan pada masa pemerintahan Utsman sebagairnana yang diakui Saif.
Abdullah bin Saba tidak menyatakan bahwa Ali adalah penerus Nabi Muhammad SAW subagainiana yang dinyatakan Sail. la nuvnyalak.rir bahwa Ali adalah Tuhan.

Ali bin Abi Thalib membakarnya beserta para ekstrimis lainnya (al Ghulat). Di sini Saif tidak menyatakan hal seperti itu.

Tidak disebutkan tentang keberadaannya atau peranamya pada masa kekhalifahan Utsman. Tidak disebutkan tentang agitasinya terhadap Utsman yang berakhir pada pembunuhan Utsman sebagaimana yang Saif rujukkan kepada Abdullah bin Saba;

Tidak disebutkan tentang peranan Abdullah bin Saba di Perang Unta;

Hadis-hadis ini tidak menunjukkan bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang saleh mengikuti Abdullah bin Saba. Sedangkan Saif menyatakan bahwa pionir-pionir Islam yang setia seperti Abu Darr dan Ammar bin Yasir adalah murid dari Abdullah bin Saba ketika Utsman memerintah.


Sabaiah dan Beragam Tokoh Ibnu Saba

Sejak zaman pra-Islam, istilah Sabaiyah digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan Saba putra Yashjub, putra Ya'rub, putra Qahtan, sama dengan Qahtaniyah, juga dikenal sebagai Yamaniyah menujukkan tempat asal mereka, Yaman.

Kelompok ini (Sabaiyah/Qahtaniyah/Yamaniyah) berbeda dengan Adaniyah, Nazariyah dan Mudhariyah, yang digunakan untuk menunjukkan orang yang berhubungan dengan Mudhar putra Nazar, putra Adnan, Hari putra-putra Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Ada beberapa sekutu untuk setiap suku yang berada di bawah lindungan suku tersebut, Hon kadang-kadang mereka disebut-sebut dengan nama suku tersebut.

Secara umum, akar bangsa Arab berasal dari salah satu dua suku utama ini. Ketika dua suku bergabung di Madinah untuk menciptakan sebuah masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, orang - orang yang berhubungan dengan Qahtan dinamakan Anshar (para penolong) yang merupakan penduduk Madinah di saat itu, dan orang-orang dari Adnan beserta sekutu mereka yang berhijrah ke Mad inah, yang disebut Muhajirin.

Tokoh Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin utama Khawarij (kelompok yang menentang Ali bin Abi Thalib ketika Ali menjadi khalifah, berasal dari suku pertama, Sabaiyah atau Qahtan. Karena pergesekan antara dua suku Adnan dan Qahtan semakin memanas di Madinah dan Kufah, para Adhani sering memanggil orang-orang dari suku Qahtan dengan sebutan Sabaiyah. Tetapi sebutan ini sangat bersifat sukuistis dan etnis hingga munculnya karya Saif bin Umar (dari suku Adnan) pada awal abad kedua, ketika Umayah memerintah, di Kufah. Saif memanfaatkan pergesekan suku ini dan menciptakan entitas agama mistis Sabaiyah berpemimpinkan Abdullah bin Saba.

Untuk memunculkan nama pendiri mazhab ini, Saif bin Umar mengubah nama Abdullah bin Wahab Saba menjadi Abdullah bin Saba seperti yang muncul di riwayat-riwayat Asyari, Sama'ani, dan Maqrizi, atau menciptakan cerita tersebut sekaligus namanya. Tetapi, tidak ada bukti kuat tentang keberadaan Abdullah bin Saba selama masa kekhalifahan Utsman dan Ali, kecuali Abdullah bin Wahab Saba'i yang merupakan pemimpin suku Khawarij.

Kita juga melihat bahwa istilah Saba'i dalam nama orang, yang berasal dari suku Qahtan, berakhir di Iraq, tempat asal mula cerita tersebut setelah masa itu.

Penamaan tersebut berlanjut di sepanjang abad kedua dan ketiga di Yaman, Mesir, Spanyol, di mana sejumlah perawi hadis Sunni (termasuk beberapa perawi hadis dalam enam koleksi hadis Sunni) diberi nama Saba'i karena mereka memiliki keterkaitan dengan Saba bin Yashjub dan bukan dengan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang menciptakan kekacauan menurut pernyataan Saif.

Setelah kitab sejarah Thabari dan kitab sejarah lainnya menyebarkon cerita ini di wilayah lain, nama Saba'i ada di mana-mana. Kemudian, sebutan dalam kitab-kitab sejarah tersebut digunakan untuk Menunjukkmn kelanjutan Abdullah bin Saba, meskipun mereka tidak pernah mellihat orangnya selain dari buku.

Cerita tersebut berputar bertahun - tahun lamanya untuk memberikan cerita tentang tokoh ini dan keyakinannya. Pada saat yang sama, ketika Abdullah bin Saba merupakan Ibnu Sauda menurut pengarangnya (Saif). Kita melihat bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda yang hidup sekitar abad ke lima, beserta beragam versi cerita lainnya." Kita dapat membatasi versi cerita tentang tokoh abad ke lima ini menjadi tiga tokoh berikut.

Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.

Abdullah bin Saba yang mendirikan suku Saba'iyah yang meyakini bahwa Ali adalah tuhan. la dan pengikutnya dibakar tak lama setelah itu. Abdullah bin Saba, yang juga terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut Utsman kemudian memulai perang Jamal.

Orang pertama, secara realitas memang ada, dan beberapa ahli hadis menghubungkan Abdullah bin Saba terhadap orang ini yang merupakan pemimpin suku Khawarij. Mengenai orang kedua, ada beberapa hadis yang disebut sebelumnya tetapi hadis-hadis tersebut dianggap tidak shahih oleh semua mazhab. Orang ketiga, adalah karangan Saif yang mungkin ia ciptakan berdasarkan cerita yang ia dengar tentang orang pertama dan orang kedua, lalu melekatkan ceritanya sendiri kepada mereka.


Ibnu Saba dan Syi'ah

Kita perlu membedakan antara ulama-ulama Sunni yang meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba (baik dari Saif seperti Thabari atau yang lain seperti Ibnu Hajar) dan ulama-ulama Sunni gadungan yang tidak hanya meriwayatkannya tetapi juga menyatakan bahwa Syi'ah adalah pengiku tokoh fiksi ini. Telah terbukti bahwa ulama - ulama gadungan yang menyebutkan bahwa pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba bukanlah orang-orang Sunni. Mereka adalah pengikut sunnah keluarga Abu Sufyan dan Marwan.

Ketika ulama-ulama gadungan ini ingin membahas tentang Syi'ah,, mereka menggunakan istilah Saba'iyah untuk merendahkan ketaatan pengikut keluarga Nabi, terhadap Islam, dengan cara yang sama bahwa mereka merendahkan ketaatan sekelompok umat Islam yang terbunuh pada masa kekhalifahan Abu Bakar karena mereka mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah kepada mereka dalam menyebarkan zakat di kalangan orang miskin dan tidak memberikannya kepada Abu Bakar.

Para ulama gadungan ini, ketika berbicara tentang orang-orang ini, mereka mencampuradukkannya dengan masalah Musailamah yang menyatakan dirinya sebagai Nabi dan mengatasnamakan para syuhada ini padanya untuk membenarkan perbuatan mereka menumpahkan darah, menjarah kekayaan mereka dan merampas para wanita mereka. Tetapi Allah SWT akan memberi keputusan di antara mereka karena Dialah pemberi keputusan yang paling baik.

Pencampuradukkan antara kebohongan dan kebenaran seperti itu bukanlah suatu hal. yang baru bagi kita. Dalam mempersiapkan agenda mereka, mereka memanfaatkan orang-orang bodoh yang secara kebetulan beridentitaskan Islam dan yang melakukan kekezaman karena keangkaraan mereka. Selain itu, apabila mereka tidak dapat menemukan perbuatan bodoh dari umat Islam untuk menghiasi media di suatu periode, mereka membayar untuk menciptakan suatu peristiwa dan menghubungkannya kepada umat Islam, seperti halnya Saif bin Umar yang menciptakan sosok Abdullah bin Saba (dan mengarang sosok ini dengan mengambil namanya di tengah malam). Mereka melakukan hal ini untuk mencari alasan atas tuduhan palsu dan serangan mereka kepada seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana halnya Saif dan pengikutnya melakukan hal yang sama pada keluarga Nabi Muhamrnad SAW.

Menurut para ulama Syi'ah dan Sunni, Saif bin Umar adalah salah satu orang yang memanipulasi kebenaran dan menciptakan hadis-hadis palsu berdasarkan kebenaran yang parsial. Meyakini bahwa Ibnu Sabo ada, bukan berarti meyakini cerita-cerita Saif yang berusaha mengkaitkan hal tersebut kepada Syi'ah. Faktanya adalah bahwa orang seperti Abdullah tidak bermanfaat tanpa adanya kisah yang menyebutkan namanya. Kisah-kisah palsu seputar tokoh-tokoh itu mungkin berbeda dengan keberadaan mereka yang sebenarnya. Orang seperti itu mungkin ada sedangkan kisah-kisah mengenainya mungkin tidak.

Sebuah Pandangan Mengenai Upara-upaya Saif

Artikel berikut serta artikel selanjutnya merupakan sebuah artikeI yang membicarakan tentang perbandingan antara cerita-cerita karangan Saif dan yang lain. Berikut ini sebuah pandangan mengenai cerita karp Saif bin Umar.

Saif dibayar untuk menuliskan beberapa cerita sebagai gambaran untuk pertentangan dan perseteruan yang terjadi pada awal sejarah Islam, dimulai ketika Rasulullah wafat pada 11-40 H. Cerita Saif hanya terpusal pada periode ini dan tidak pada periode selanjutnya.

Perseteruan pertama yang ia bicarakan berkaitan dengan pengutusan pasukan Usamah dan wafatnya Rasulullah. Empat hari sebelum wafatnya, Rasulullah memerintahkan seluruh kaum Anshar dan Muhajirin kecuali Ali untuk meninggalkan Madinah dan pergi menuju Suriah untuk berperang melawan pasukan Romawi. Tetapi para sahabat Nabi tidak patuh dan keberatan dengan kepemimpinan Usamah12 dan menun(H untuk bergabung dengan pasukan lalu akhirnya kembali ke Madinah, untuk melakukan perembukan tentang kepemimpinan setelah Rasul wafat. Saif menyatakan bahwa setelah Rasul wafat, ketika Abu Bakar mengutus pasukan Usamah, ia berkata kepada mereka, "Pergilah! Semoga Allah menghancurkanmu dengan membinasakanmu dan karena serangan musuh."'13

Padahal, perawi lain tidak pernah menyebutkan bahwa Abu Bakar mengeluarkan pernyataan seperti itu. Saif yang pendusta ingin emperolok-olok Islam dan menyenangkan penguasa saat itu.

Berikut ini mengenai Balairung Saqifah. Saif meriwayatkan bahwa Ali tengah berada di rumahnya tatkala ia diberitahu bahwa Abu Bakar telah menerima sumpah setia. Kemudian ia segera keluar sambil mengenakan pakaian tidurnya karena khawatir datag terlambat. Kemudian Ia memberi sumpah setia dan duduk bersama Abu Bakar lalu meminta agar seseorang membawa pakaiannya. Ketika (pakaian itu) sampai kepadanya, Ali mengenakannya dan duduk di kelompok Abu Bakar.14

Cerita yang menggelikan ini sangat bertentangan dengan riwayat Shahih al-Bukhari di mana diriwayatkan bahwa Ali tidak memberikan sumpah setianya kepada Abu Bakar selama enam bulan pertama kepemimpinannya.15

Saif telah mengisahkan tujuh cerita tentang Saqifah, dan memasukkan tiga tokoh imajiner sebagai sahabat Nabi yang memainkan peranannya di Saqifah, yang nama-namanya tidak disebutkan di hadis manapun kecuali hadis-hadis yang diriwayatkan dari Saif sendiri. Mereka adalah Qa'qa, Mubasyir, dan Sakhr.

Legenda utamanya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, yang dengannya ia berusaha memecahkan pertanyaan-pertanyaan berikut; asal mula Syi'ah, persoalan pengasingan Abu Dzar, pembunuhan Utsman, dan Perang Jamal (Unta). .

Secara licik, Saif juga berusaha mengkait-kaitkan kisah Abdullah bin Saba dengan Syi'ah Ali yang menunjukkan bahwa ia tidak tahu banyak tentang Syi'ah.

Apabila tidak, ia tidak akan mengarang keyakinankeyakinan yang tidak dipegang oleh pengikut keluarga Rasulullah.

Pada bagian selanjutnya, kami akan menganalisa kisah bohong Abdullah bin Saba dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya.16


Analisa atas Kisah Fiktif Abdullah bin Saba

Setelah pembahasan di atas, kami akan menganalisa cerita fiksi Abdullah bin Saba yang diriwayatkan Saif, dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya. Pertama-tama, kami akan menjelaskan secara singkat karangan-karangan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba.

Saif menyatakan bahwa seorang Yahudi dari Yaman, bernama Abdullah bin Saba (juga bernama Ibnu Amutus Sauda, putra seorang budak kulit hitam), menyatakan keislamannya pada masa kekhalifahan Utsman. Ia secara sukarela bergabung dengan kaum Muslimin dan melakukan perjalanan di kota - kota dan desa mereka dari Damaskus, Kufah hingga Mesir, menyebarluaskan bahwa Muhammad akan dibangkitkan seperti Nabi Isa kepada umat Muslim. la juga menyatakan bahwa Ali adalah pengganti Nabi Muhammad dan kedudukan mulianya direbut oleh Utsman. la menghasut Abu Dzar dan Ammar bin Yasir untuk melakukan serangan kepada Utsman dan Muawiyah. la memprovokasi kaum Muslim untuk membunuh Utsman karena ia telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah kunci utama terjadinya perang unta. Mari kita bahas setiap peristiwa di atas satu per satu.


Bangkitnya Kembali Nabi Muhammad SAW

Saif menyatakan bahwa Abdullah bin Saba adalah orang yang mengarang gagasan bahwa Nabi Muhammad akan kembali lagi ke muka bumi sebelum Hari Perhitungan. Saif menuliskan bahwa Ibnu Saba berdasarkan karangannya berkenaan dengan kembalinya Nabi Isa berkata, "Apabila Nabi Isa akan kembali, Nabi Muhammad berarti juga akan kembali karena ia lebih utama dari pada Nabi Isa." la menyatakan bahwa Ibnu Daba juga mengutip ayat berikut ini untuk mendukung pernyataanya, Sesungguhnya orang yang memberikan Quran kepada kalian, akan kembali. (QS. al-Qashash : 85)

Pernyataan Ibnu Saba yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad akan kembali merupakan pernyataan yang tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan kebodohan Saif dan pengikutnya di sepanjang sejarah yang menyatakan hal demikian berulang-ulang. Mereka menyalahartikan sejarah Islam. Sekiranya orang-orang bayaran ini mempelajari sejarah Islam secara teliti, mereka pasti akan mengetahui bahwa orang pertama yang menyatakan gagasan tentang kembalinya Nabi Muhammad adalah Umar bin Khattab. Para sejarahwan Islam sepakat bahwa:

Umar berdiri di mesjid Nabi ketika Nabi wafat. la berkata, "Ada orang-orang munafik yang menyatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Tentu Rasulullah tidak wafat, tetapi ia pergi menemui Tuhannya sebagaimana Musa, putra Imran, yang pergi menemui Tuhannya (untuk menerima perintah Ilahi). Demi Allah, Muhammad akan kembali scbagaimann halnya Musa."17

Kita tidak dapat menyatakan bahwa Umar mendapatkan gagasan ini dari Abdullah bin Saba atau orang lain. Ibnu Saba tidak pernah ada pada masa itu bahkan dalam imajinasi Saif bin Umar Tamimi, yang mengarang cerita ini. Saif menulis bahwa Ibnu Saba datang ke Madinah dan masuk Islam pada periode Utsman, yang jarak waktunya sangat jauh dengan waktu ketika Rasul wafat. Dengan demikian, apabiIa umat Islam yang meyakini hal ini, lebih logis bila dikatakan bahwa sumber gagasan tersebut adalah ucapan khalifah kedua ketika Rasulullah wafat, dan bukan gagasan Ibnu Saba. Sejarah Sunni tidak mencatat pernyataan tersebut sebelum ucapan Umar ketika Rasul wafat.


Gagasan Mengenai Ali sebagai Pengganti Rasulullah

Saif lebih jauh menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menyebarkan gagasan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pengganti dan penerus Rasulullah. la mengatakan bahwa ada seribu rasul sebelum Muhammad, setiap rasul memiliki penerus, dan Ali adalah penerus Nabi Muhammad. Selain itu, Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba berkata bahwa tiga khalifah yang akan berkuasa setelah Nabi adalah perampas kekuasaan Islam.

Saif dan pengikutnya lupa bahwa mereka menyebutkan dalam karya fiksi mereka bahwa Abdullah bin Saba datang ke Madinah dan memeluk Islam selama pemerintahan Utsman. Hal ini terjadi lama setelah Rasulullah wafat. Di sisi lain, sejarah Sunni membenarkan bahwa Rasulullah sendiri adalah orang yang menyatakan bahwa Ali adalah penerusnya sejak saat 'misi pertamanya' dimulai. Berikut ini hadis mengenai khutbah pertama Rasul.

Ali meriwayatkan, ketika ayat 'Dan berilah peringatan kepada kerabat dekatmu' diturunkan Rasulullah memanggilku dan berkata " Ali sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku agar memberi peringatan kepada keluarga terdekatku dan aku merasa kesulitan dengan tugas ini. Aku tahu bahwa ketika aku berhadapan dengan mereka membawa peringatan ini, aku tidak akan menyukai jawaban mereka." Kemudian Rasulullah mengundang keluarga dari kaumnya untuk makan malam bersamanya dengan sedikit hidangan dan susu. Di sarta ada empat puluh orang. Setelah mereka makan, Rasulullah bersabda kepada mereka, "Wahai Bani Abdul Muththalib! Demi Allah, aku tidak tahu apakah ada seseorang dari bangsa Arab yang membawa sesuatu kepada umatnya lebih baik dari yang aku bawa untuk kalian. Aku membawa kebaikan dunia ini dan dunia akhirat. Allah memerintahkan kepadaku untuk mengajak kalian. Barangsiapa yang akan membantuku dalam misi ini ia akan menjadi saudaraku, pewarisku, dan penerusku."

Tidak seorangpun menerima ajakan Rasul, dan aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan menjadi pembantumu." Rasul memegang tengkukku dan berkata kepada mereka, "Ini adalah saudaraku, pewaris (washi), dan penerus (pemimpin) di antara kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dia dan taatilah dia!" Mereka tertawa sambil berkata kepada Abu Thalib, "Ia (Muhammad) memerintahkanmu untuk mendengar anakmu dan menaatinya."18

Berikut ini kami ingin mengemukakan pertanyaan. Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah adalah orang yang memberinya kedudukan sebagai penggantinya, keluarganya, dan kepemimpinan. Saif bin Umar meriwayatkan bahwa gagasan tersebut berasal dari orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Riwayat siapakah yang perlu dipercaya? Riwayat Ali ataukah Saif bin Umar? Riwayat Saif dianggap oleh para ulama Sunni terkemuka sebagai riwayat yang lemah, dusta, dan fitnah.

Tentu saja, kita tidak berharap ada orang Islam sejati manapun untuk memilih riwayat seorang pendusta seperti Saif bin Umar dan menyangkal riwayat Ali bin Abi Thalib, pemimpin orang-orang beriman, "saudara" Rasulullah. Rasulullah sering berkata kepada Ali, "Kedudukanmu bagiku seperti Harun bagi Musa, kecuali bahwa tidak ada Nabi setelahku"19

Dengan demikian, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW adalah sebagaimana Musa mengangkat Harun untuk mengurusi umatnya sebagai khalifah ketika ia pergi untuk menerima perintah dari Tuhannya, Nabi Muhammad juga mengangkat Ali untuk mengurusi semua persoalan Islam setelah ia wafat. Allah berfirman, ...dan Musa berkata kepada saudaranya, Harun, "Ambillah tempatku di antara umatku!" (QS. al-A'raf : 142)
Perhatikanlah bahwa kata ukhlufni dan khalifah berasal dari akar kata yang sama.

Apakah para penulis bayaran yang berusaha menyebarkan kebencian di tengah umat Islam lupa bahwa ketika kembali dari haji perpisahan, dan di hadapan lebih dari seratus ribu jamaah haji di Ghadir Khum, Nabi Muhammad SAW mengumumkan, "Bukankah aku memiliki hak yang lebih besar atas orang-orang beriman daripada hak mereka sendiri?" Mereka berseru, "Benar, wahai Rasulullah!" Kemudian Rasulullah mengangkat lengan Ali dan berkata, "Barangsiapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Allah, cintailah mereka yang mencintainya, bencilah mereka yang membencinya!"20

Tidak ada umat Islam manapun yang ragu bahwa Rasulullah adalah pemimpin semua umat Islam di dunia sepanjang masa. Dalam perkataannya, Rasulullah memberi kedudukan yang sama kepada Ali dengan kedudukannya, ketika ia berkata bahwa Ali adalah pemimpin setiap orang yang mengikuti Rasulullah.

Pernyataan yang diriwayatkan lebih dari seratus perawi dan sepuluh sahabat, lalu dianggap shahih dan mutawatir oleh para ulama Sunni terkemuka, tidak hanya menunjukkan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah, tetapi juga menunjukkan bahwa Ali menjadi pengganti kepemimpinan seluruh umat Islam setelah Rasulullah.

Tetapi, orang-orang gadungan ini masih mengatakan bahwa keyakinan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah berasal dari seorang Yahudi yang masuk Islam ketika Utsman menjadi khalifah.

Abdullah bin Saba tidak memiliki peranan pada perseteruan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah berkaitan dengan penerusnya dan semua pernyataan Syi'ah yang benar terbukti terjadi ketika Rasul wafat atau bahkan sebelum wafatnya Rasul, tetapi bukan terjadi selama Utsman memerintah, yang artinya terjadi lama setelah Rasul wafat. Baru saja Rasul wafat dan tak lama setelah itu, Syi'ah Ali, meliputi para sahabat yang setia seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghifari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan lain-lain, yang berkumpul di rumah Fathimah. Bahkan Thalhah dan Zubair yang setia kepada Ali pada awalnya juga bergabung dengan para sahabat lain di rumah Fathimah. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata, "Dan tidak diragukan bahwa setelah Rasul wafat, kami diberitahu bahwa kaum Anshar tidak setuju dertgan kami dan berkumpul di Balairung Bani Sa'da. Ali dan Zubair dan mereka yang bersamanya, menentang kami, sedangkan kaum muhajirin berkumpul bersama Abu Bakar."21

Perawi hadis lairmya meriwayatkan bahwa pada hari Saqifah Umar berkata, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam beserta orang-orang yang bersama mereka memisahkan diri dari kami (dan berkumpul) di rumah Fathimah, putri Rasulullah."22

Selain itu, mereka meminta sumpah setia, tetapi Ali dan Zubair pergi. Zubair menghunus pedang (dari sarungnya) sambil berkata, "Aku tidak akan menyarungkan pedang ini hingga sumpah setia diberikan kepada Ali." Ketika berita ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkat;), "Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!" Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (ke pintu rumah Fathimah) dan memaksa mereka keluar sambil berkata kepada mereka bahwa mereka harus memberikan sumpah setianya secara sukarela atau secara paksa.23
Tentu saja, di sini orang Yahudi tidak memiliki peran dalam perpecahan sahabat ke dalam dua kelompok tak lama setelah Rasul wafat, sejak ia tidak ada pada saat itu.


Penyerangan Terhadap Dua Orang Sahabat Setia Rasulullah dan Pengikut Mereka

Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah salah satu penyulut perpecahan sahabat Rasulullah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, melawan Utsman. Ia berkata bahwa orang Yahudi ini menemui Abu Dzar di Damaskus dan bahwa ia mengenalkan ide pelarangan menyimpan emas dan perak. Saif menyebut juga sahabat-sahabat terkemuka lain dan pengikut mereka, di antara mereka yang disebutkan Ibnu Saba; Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Muhammad bin Abu Bakar, Malik Asytar, dan banyak lagi.

Untuk lebih memahami fitnah yang dibuat Saif beserta pernyataannya, mari kita melihat kembali biografi pemuka-pemuka Islam ini.


Abu Dzar Ghifari

Dia merupakan orang ketiga yang tertulis dalam empat pemuka Islam yang pertama memeluk Islam. la telah menjadi orang yang meyakini Allah sebelum masuk Islam. Secara terus terang ia menyatakan keimanannya kepada Islam di Mekkah di sisi Rumah Allah. Orang-orang kafir Mekkah memukulinya hingga hampir meninggal tetapi ia bertahan hidup, dan atas perintah Rasulullah, ia kembali ke sukunya. Setelah perang Badar dan Uhud, ia datang ke Madinah dan berada di sisi Rasulullah hingga wafatnya Rasul. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama, Abu Dzar dikirim ke Damaskus. Di sana ia tidak setuju dengan Muawiyah. Kemudian Muawiyah mengeluh tentang Abu Dzar kepada Utsman, dan khalifah ketiga tersebut mengasingkan Abu Dzar ke Rabadhah, tempat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Rabadhah terkenal dengan iklimnya yang ganas.


Ammar bin Yasir

Ia dikenal juga dengan nama Abu Yaqzan. Ibunya adalah Sumayah. Dia beserta orangtuanya adalah pelopor yang memeluk Islam, dan ia adalah orang ke tujuh yang menyatakan keislamannya. Orangtuanya dibunuh setelah disiksa oleh orang-orang kafir Mekkah karena memeluk Islam. Tetapi Ammar berhasil melarikan diri ke Madinah. Ammar berperang di barisan pasukan Ali di perang Jamal dan kemudian di perang ShiHin di mana ia terbunuh oleh pasukan Muawiyah pada usianya yang ke 93 tahun.


Muhammad Ibnu Abu Bakar

Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash kr Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam.24


Malik Asytar Nakha'i

la bertemu Rasulullah dan merupakan salah satu murid sahabat yang setia. la adalah pemimpin di sukunya dan setelah salah satu matanya buta di Perang Yarmuk, ia dikenaI sebagai Asytar. Dia adalah jendral pasukan Ali di perang Shiffin dan terkenal oleh keberaniannya dan menyerang musuh Islam. Pada usia 38 tahun, ia diangkat Ali sebagai gubernur Mesir. Tetapi dalam perjalanannya ke Mesir, di dekat Laut Merah, ia wafat setelah meminum madu beracun yang telah direncanakan Muawiyah.

Biografi di atas hanyalah riwayat singkat beberapa pelopor umat Islam terkemuka. Disayangkan bahwa beberapa sejarahwan yang meriwayatkan hadis dari Saif, menyatakan bahwa mereka pengikut seorang Yahudi yang misterius. Orang-orang bayaran tidak segan-segan menyerang sahabat-sahabat Rasul yang terkenal itu. Mereka berkata bahwa Abu Dzar dan Ammar bin Yasir bertemu Ibnu Saba. Mereka terpengaruh oleh propagandanya, kemudian berbalik menentang Utsman. Tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa fitnah yang mereka lancarkan kepada dua sahabat terkemuka tersebut secara tak langsung juga menyerang Rasulullah yang membuktikan kesucian dan keimanan mereka.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya, Allah memerintahkanku untuk mencintai empat orang dan memberitahuku bahwa la mencintai mereka " Para sahabat Rasul berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah mereka ?" Rasulullah menjawab,"Ali (Rasul menyebut namanya sebanyak tiga kali). Abu Dzar, Salman Farisi dan Miqdad. 25

Rasulullah juga berkata, "Setiap Rasul diberi Allah tujuh orang sahabat. Aku dianugerahi empat belas orang sahabat setia." Rasulullah menyebutkan bahwa mereka adalah Ali, Hasan, Husain, Hamzah, Ja'far, Ammar bin Yasir, Abu Dzar, Miqdad, dan Salman.26

Selain itu, Tirmidzi, Ahmad, Hakim danbanyak lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Langit tidak akan memayungi dengan awannya, dan bumi tidak akan menopang dengan tanahnya seseorang yang lebih tegas dari pada Abu Dzar. la berjalan di muka bumi ini dengan sifat akhirati Nabi Isa, putra Maryam.27

Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya yang shahih meriwayatkan bahwa Ali berkata, "Aku tengah duduk di rumah Rasulullah dan Ammar ingin bertemu dengannya. Kemudian Rasulullah bersabda, 'Selamat datang wahai orang yang saleh dan yang disucikan."' Ibnu Majah juga meriwayatkan bahwa Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Ketika Ammar diberi dua pilihan, ia selalu memilih satu yang paling baik."
Masih banyak riwayat shahih lainnya yang dinyatakan Rasulullah mengenai Ammar, seperti bahwa Ammar dipenuhi oleh keimanan. Rasulullah juga berkata, "Sekelompok pemberontak akan membunuh Ammar."28

Berikut ini, mari kita lihat siapa para pemberontak itu. Mari kita lihat Musnad Ahmad dan Tabaqat ibn Sa'd yang meriwayatkan bahwa di perang Shiffin, ketika kepala Ammar Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang saling berdebat, saling menuduh bahwa dia lah yang telah membunuh Ammar.29
Selain itu, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Surga sangat merindukan tiga orang; Ali, Ammar, dan Salman."30

Tirmidzi meriwayatkan juga, bahwa ketika Rasulullah mendengar bahwa Ammar dan keluarganya disiksa di Mekkah, beliau berkata, "Wahai keluarga Yasir, bersabarlah! Tempat kembali kalian adalah surga.31

Dengan demikian, Ammar dan orangtuanya adalah orang-orang pertama yang disebut Rasulullah sebagai penghuni surga. Kita dapat mengatakan bahwa ketika seorang Muslim mengetahui bahwa Rasul telah mengangkat kedudukan dua orang sahabat besar (Abu Dzar dan Ammar bin Yasir) dengan begitu tinggi, dan apabila ia adalah seorang yang ; beriman kepada Nabi Muhammad, ia tidak akan menghina kedua sahabt ini. Penghinaan ini tentunya juga menghina Nabi Muhammad. Superti yang baru saja kita lihat, hadis-hadis shahih dalam koleksi Hadis Sunni menyatakan bahwa Nabi Muhammad berkata bahwa ia hanya memiliki empat atau empat belas sahabat setia, dari 1400 sahabatnya. Menariknya, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir disebutkan di antara sahabat-sahabat yang jumlahnya sangat sedikit itu.

Kita mengetahui bahwa kebencian Saif bin Umar Tamimi, yang hidup pada abad kedua setelah Rasulullah wafat, dan kebencian para pengikutnya kepada Syi'ah, mendorong mereka menyebarkan propaganda seperti itu. Saif mengetahui bahwa menyebutkan pemberontakan terhadap Utsman adalah karya Ibnu Saba, bertolak belakang dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa dua sahabat Rasul, yakni Abu Dzar dan Ammar, menentang kepemimpinan Utsman. Karena Saif mengetahui ketidaksetujuan mereka kepada Utsman, ia berusaha menjatuhkan nama baik mereka dengan menambahkan nama dua sahabat terkemuka Nabi itu ke dalam pengikut orang Yahudi yang tidak pernah ada.

Apabila Ibnu Saba ada, ia telah menyatakan keislamannya setelah Utsman terbunuh. Sekarang, andaikan kita menerima pernyataan Saif bahwa Abdullah bin Saba menyatakan keislamannya setelah Utsman memerintah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, di pihak lain, telah menentn ng kekhalifahan Utsman sebelum ia menjadi khalifah. Dua sahabat tersebut adalah pengikut Ali bin Abi Thalib dan meyakini bahwa Ali diangkat Rasulullah menjadi penerusnya. Karena ini adalah keyakinan mereka sebelum Ibnu Saba muncul, kisah Saif bahwa mereka dipengaruhi oleh Ibnu Saba, tidak berdasar dan dusta.

Lalu, untuk membersihkan khalifah ketiga dari semua tuduhan berkenaan dengan ketidakmampuannya mengatur kas negara, Saif menuduh para pemberontak itu sebagai pengikut Ibnu Saba. Kemudian ia melengkapi kisahnya dengan menambahkan dua sahabat ke dalam daftar pengikut Ibnu Saba, secara sengaja mengabaikan fakta bahwa dua sahabat tersebut adalah murid-murid pertama Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah beberapa dari sahabat-sahabat terkemuka yang dihormati oleh Rasulullah SAW. Sebenarnya, Saif didorong oleh kisah-kisah bohong untuk menolak kesaksian Nabi Muhammad. Dengan ini, Saif telah menyangkal seluruh cerita.


Penyerangan terhadap Utsman

Saif menyatakan bahwa penyebab utama di balik penyerangan terhadap Utsman adalah Abdullah bin Saba. la menghasut umat Muslim dari berbagai kota dan propinsi seperti Bashrah, Kufah, Suriah, dan Mesir, untuk bergegas ke Madinah dan membunuh Utsman karena ia percaya bahwa Utsman telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa para sahabat seperti Thalhah dan Zubair yang ada di Madinah tidak menentang Utsman.

Sama halnya dengan pernyataan ini, pernyataan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba tidak pernah diriwayatkan oleh perawi manapun. Tidak ada catatan mengenai Ibnu Saba yang dapat dilacak mengenai penyerangan terhadap Utsman, kecuali melalui Saif. Sedangkan, sanad-sanad lain memiliki riwayat yang sangat bertolak belakang dengannya.

Sekiranya para pembaca sejarah Islam terbebas dari emosinya terhadap khalifah ketiga, para pembaca dapat mengetahui bahwa seruan untuk melakukan pemberontakan terhadap Utsman tidak dimulai di Bashrah, Kufah, Suriah, atau Mesir. Kelemahan Utsman menangani urusan negara menyebabkan banyak sahabat menentangnya. Hal ini tentu saja menyebabkan pergolakan kekuatan di kalangan para sahabat yang berpengaruh di Madinah. Beberapa sejarahwan Sunni seperti Thabari, Ibnu Atsir, dan Baladzuri serta banyak sahabat lainnya meriwayatkan hadis-hadis (yang diriwayatkan oleh selain Saif ) yang menegaskan bahwa penyerangan terhadap khalifah dimulai dari dalam Madinah oleh beberapa. sahabat penting. Mereka adalah orang yang pertama kali meminta para sahabat lainnya yang bermukim di kota - kota lain untuk bergabung menyerang Utsman bersama mereka. Ibnu Jarir Thabari meriwayatkan. :

Ketika orang - orang melihat apa yang dilakukan Utsman, para sahabat Nabi di Madinah menulis surah kepada sahabat lainnya yang terpencar di propinsi - propinsi lain, "Kalian telah berjuang di jalan Allah, demi agama Muhammad. Setelah kalian tiada, agama Muhammad telah dirusak dan ditinggalkan oleh akrena itu kembalilah tegakkan kembali agama Muhammad " Lalu mereka berdatangan daris etiap pelosok hingga mereka membunuh Khalifah (Utsman).32

Sebenarnya Thabari mengutip paragraf di atas dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar Madani yang merupakan sejarahwan Sunni terkemuka dan penulis buku Sirah Rasulullah. Sejarah (yang ditulis oleh selain Saif ) membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki pengaruh ini merupakan kunci utama penyerangan terhadap Utsman, di antaranya; Thalhah, Zubair, Aisyah (ibu kaum mukminin), Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash.

ThalhahThalhah bin Ubaidillah adalah salah satu penghasut utama penyerangan terhadap Utsman dan yang merancang pembunuhan terhadapnya. Kemudian ia memanfaatkan kejadian tersebut untuk membalas dendam kepada Ali dengan memulai perang saudara yang pertama kali di sejarah Islam (Perang Unta). Berikut ini beberapa paragraf yang diambil dari Thabari dan Ibnu Atsir mengenai peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (dalam beberapa naskah disebutkan berasal dari Ibnu Ayash):

Aku memasuki kediaman Utsman (ketika terjadi serangan terhadapnya) dan bercakap-cakap selama satu jam. la berkata, "Masuklah Ibnu Abbas/Ayash!" Kemudian ia menggandeng tanganku dan akti mendengar orang-orang berteriak-teriak di depan pintunya. Kami mendengar beberapa mereka berkata, "Apa yang kalian tunggu?" Sedang yang lain berkata, "Tunggu, mungkin ia akan bertobat!" Kami berdua berdiri dibelakang pintu sambil mendengarkan mereka.

Thalhah bin Ubaidillah melintas dan berkata, " Dimana Ibnu Udais ?" Seseorang menjawab, " Ia ada disana."" Ibnu Udais mendekati Thalhah dan membisikkan sesuatu kepadanya, kemudian kembali kepada kelompoknya dan berkata, "Jangan biarkan seorang pun masuk (ke rumah Utsman) untuk menemuinya atau meninggalkan rumahnya!" Utsman berkata kepadaku, "Itu adalah perintah Thalhah!" la melanjutkan, "Ya Allah, lindungilah aku dari Thalhah karena ia telah menghasut agar semua orang memerangiku! Demi Allah, aku berharap tidak akan terjadi sesuatu dan darahnya akan bersimbah. Thalhah telah menyiksaku tanpa hak. Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Darah seorang Muslim itu halal untuk tiga perkara; kekafiran, perzinahan, dan orang yang membunuh orang lain tanpa hak.' Lalu apa alasannya sehingga aku harus dibunuh?"

Ibnu Abbas/Ayash melanjutkan, 'Aku ingin pergi (dari rumah itu), tetapi mereka menghalangi jalanku hingga Muhammad bin Abi Bakar yang melintas meminta mereka untuk melepaskan aku. Dan mereka pun melepaskan aku."33

Pernyataan Saif tidak berguna dibandingkan dengan riwayat lain yang sama dengan riwayat di atas. Riwayat di atas membuktikan bahwa Utsman sendiri mengetahui sahabat seperti Thalhah melakukan semua itu kepadanya, dan bukan Abdullah bin Saba. Apakah penulis bayaran ini menyatakan bahwa mereka lebih memahami situasi saat itu daripada khalifah Utsman, sedang mereka dilahirkan pada tahun-tahun setelah peristiwa tersebut? Riwayat berikut ini juga mendukung bahwa pembunuhan Utsman dipimpin oleh Thalhah, dan para pembunuhnya keluar untuk memberi tahu pemimpin mereka bahwa mereka telah membereskan Utsman.

Abzay menyatakan, 'Aku menyaksikan saat-saat mereka masuk menyerang Utsman. Mereka masuk melalui sebuah pintu di kediaman Amar bin Hazm. Terdengar pertempuran kecil dan mereka masuk. Demi Allah, aku tidak lupa ketika Sudan bin Humran keluar dan ia berkata, 'Di mana Thalhah Ibnu Ubaidillah? Kami telah membunuh Ibnu Affan!"'34

Utsman dikepung di Madinah ketika Ali bin Abi Thalib berada di Khaibar. Ali tiba di Madinah dan melihat orang -orang berkerumun di rumah Thalhah.Kemudian Ali pergi menemui Utsman. Ibnu Atsir menulis :

Utsman berkata kepada Ali, "Engkau berhutang hak keislamanku dan hak persaudaraan serta kekerabatan. Sekiranya aku tidak memiliki Itak ini dan apabila aku berada di zaman jahiliyah, tidaklah pantas bagi keturunan Abdul Manaf (nenek moyang Ali dan Utsman) untuk membiarkan seorang lelaki dari bani Tyme merampas hak kita." Ali berkata kepada Utsman, "Akan kuberitahu apa yang akan aku lakukan." Kemudian Ali pergi ke rumah Thalhah. Di sana sudah berkumpul banyak orang. Ali berkata kepada Thalhah, "Thalhah, apa yang membuatmu melakukan hal ini?" Thalhah menjawab, "Wahai Abu Hasan! Semuanya sudah terlambat!"35

Thabari juga meriwayatkan percakapan berikut antara Ali dan Thalhah ketika terjadi pengepungan terhadap Utsman, Ali berkata kepada Thalhah: "Aku memintamu atas nama Allah untuk menghentikan orang-orang menyerang Utsman." Thalhah menjawab, "Tidak, demi Allah, tidak hingga Bani Umayah itu secara sukarela menyerahkan diri." (Utsman adalah pemimpin Bani Umayah)36

Thalhah bahkan menghentikan pasokan air kepada Utsman. Abdurrahman bin Aswad berkata, ' Aku melihat Ali menghindari (Utsman ) dan tidak berbuat seperti yang telah ia lakukan sebelumnya. Tetapi, aku tahu bahwa ia berbicara dengan Thalhah ketika Utsman dikepung, sehingga persediaan air tidak diberikan kepadanya. Ali sangat kecewo terhadap Thalhah mengenai hal itu hingga akhirnya air diberikan kepada Utsman."37

Untuk mengetahui mengapa Ali bin Abi Thalib meninggalkan Utsman, perhatikan hadis pada akhir artikel ini.

Selain itu, para sejarahwan menegaskan bahwa mereka yang merencanakan pembunuhan Utsman tidak mengizinkan jenazahnya dikubur di pemakaman muslim. Akhirnya ia dikubur di pekuburan orang Yahudi bernama Hasysy Kawkab, tanpa memandikannya dan tanpa mengkafaninya.38 Apabila orang - orang Yahudi itu tahu, mereka tidak akan mengizinkan Utsman dikubur di wilayah mereka. Setelah Muawiyah berkuasa, ia menggabungkan daerah perkuburan Yahudi hingga Baqi juga wilayah di antara keduanya.39


Aisyah

Thalhah bukan satu-satunya orang yang bergabung memerangi Utsman. Sejarah Sunni menyatakan bahwa sepupunya, Aisyah (ibu kaum mukminin) juga bekerja sama dan berkampanye memerangi Utsman. Paragraf berikut ini juga berasal dari sejarah Thabari menunjukkan kerja sama antara Aisyah dan Thalhah dalam menggulingkan Utsman.

Ketika Ibnu Abbas akan pergi ke Mekkah, ia melihat Aisyah di Sulsul (tujuh mil di selatan Madinah). Aisyah berkata, "Wahai Ibnu Abbas, aku mengajakmu karena Allah, untuk menyingkirkan orang ini (Utsman) dan sebarkanlah keraguan tentang orang ini kepada umat, karena engkau telah dikaruniai lidah yang fasih. (Dengan pengepungan terhadap Utsman) umat mengerti dan cahaya akan membimbing mereka. Aku melihat Thalhah telah memegang kunci harta Baitul Mal. Apabila ia menjadi Khalifah (setelah Utsman) ia akan mengikuti jalan yang ditempuh nenek moyang dari sepupu ayahnya, Abu Bakar." Ibnu Abbas berkata, "Wahai Ibu (kaum mukminin), apabila sesuatu terjadi dengannya (Utsman), orang-orang akan mencari perlindungan hanya kepada sahabat kami (Ali)." Aisyah menjawab, "Diamlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu."40

Banyak sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah pernah pergi menemui Utsman dan meminta bagian warisan dari Rasulullah (setelah bertahun-tahun berlalu sejak kematian Rasul). Utsman tidak memberi Aisyah uang sepeserpun sambil mengingatkannya bahwa ia adalah salah satu orang yang memberi kesaksian dan mendorong Abu Bakar untuk tidak memberi bagian warisan Fathimah. Lalu, apabila Fathimah tidak mendapat warisan, mengapa ia dapat? Aisyah menjadi sangat marah kepada Utsman, ia keluar sambil berkata, "Bunuh orang tua bodoh ini (Na'thal), karena ia telah kafir."41

Seperti yang kita lihat, tokah-tokoh utama yang merancang penyerangan terhadap Utsman adalah orang-orang yang sangat berpengaruh, seperti Thalhah dan Aisyah. Riwayat-riwayat Sunni ini bertentangan dengan riwayat yang berasal dari Abdullah bin Saba, yang dibuat untuk menutupi orang-orang ini berabad-abad lamanya setelah peristiwa itu. Sejarahwan Sunni lainnya, Baladzuri, dalam kitab sejarahnya (Ansab al-Asyraf) berkata bahwa ketika situasi semakin genting, Utsman memerintahkan Marwan bin Hakam dan Abdurrahman bin Attab bin Usaid untuk mencoba membujuk Aisyah agar berhenti berkampanye menentangnya.

Mereka menemui Aisyah ketika ia sedang bersiap-siap berangkat untuk menunaikan haji. Mereka berkata kepadanya:

"Kami berdoa agar engkau tinggal di Madinah, dan agar Allah menyelamatkan orang ini (Utsman) melalui engkau." Aisyah berkata, "Aku telah bersiap-siap pergi dan berjanji akan berhaji. Demi Allah, aku tidak akan mengabulkan permintaanmu...Aku berharap Utsman ada dalam salah satu tasku sehingga aku dapat membawanya. Kemudian, aku akan melemparkannya ke laut!"42

Tentu saja, revolusi melawan Utsman 'dimulai' di Madinah, dan bukan di Bashrah, Kufah, atau Mesir. Orang-orang penting di Madinah adalah mereka yang pertama kali menulis surah kepada orang-orang yang berada di luar Madinah dan menghasut mereka untuk memerangi Utsman. Apabila kita mengatakan bahwa seorang Yahudi, bernama Ibnu Saba, adalah orang yang menghasut orang-orang untuk memberontak, hal ini tidak logis kecuali jika kita menerima bahwa ia adalah orang yang menghasut Aisyah, Thalhah, dan Zubair untuk memberontak. Tetapi orang-orang yang menyebutkan tentang Ibnu Saba dan, keterlibatannya, tidak memasukkan Aisyah dan orang-orang yang sederajat dengannya sebagai pengikut Ibnu Saba.

Peran Ibnu Saba, dalam revolusi menentang Utsman, juga dapat diterima apabila kita mengatakan bahwa Ibnu Saba adalah oranl; yong dapot membujuk khalifah
Utsman untuk mengikuti jalan yang bertolak belakang dengan jalan dua khalifah pertama, dan bahwa dia adalah orang yang menasehati Utsman untuk memberikan harta Islam kepada kerabatnya dan menunjuk mereka menjadi gubernur-gubernur di wilayah-wilayah Islam.

Cara Utsman menyelesaikan urusan negara Islam memberi Aisyah, Thalhah, dan Zubair serta yang lainnya alasan untuk memprovokasi umat Islam memerangi Utsman. Tetapi, mereka yang menyatakan bahwa revolusi terhadap Utsman dilakukan oleh Ibnu Saba, tidak menerima bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menasehati Utsman untuk mengikuti jalan yang salah. Mereka benar, karena orang Yahudi tersebut tidak pernah ada kecuali dalam pikiran Saif bin Umar Tamimi dan orang-orang yang mengutip hadis darinya. Beberapa hadis (kurang dari 15 hadis, yang bahkan tidak ada di kitab shahih $unni ataupun kitab Syi'ah yang benar) berkaitan dengan Abdullah bin Saba diriwayatkan oleh orang-orang selain Saif, memberikan kisah yang sangat berbeda dengan dokumentasi Saif yang palsu yang disebarkan ke mana-mana. Hadis-hadis ini tidak menyebutkan adanya peran Ibnu Saba dalam revolusi memerangi Utsman.


Amru bin Ash

Mengherankan sekali bahwa keterlibatan revolusi terhadap Utsman dinyatakan berasal dari seorang Yahudi yang keberadaannya tidak terbukti kuat baik di Syi'ah ataupun Sunni. Tetapi para sejarahwan lupa peran penting yang dimainkan oleh orang terkemuka di sejarah Islam, Amru bin Ash. Ia lebih pintar dan lebih cerdas daripada orang Yahudi manapun yang pernah hidup di masa itu. Amru bin Ash memiliki semua alasan untuk berkonspirasi menentang Khalifah, dan ia memiliki semua kemampuan untuk mengajak sebagian besar masyarakat Madinah untuk menentangnya.

Amru bin Ash adalah salah satu penggerak paling berbahaya yang menentang Utsman. la adalah gubernur Mesir selama pemerintahan khalifah kedua. Tetapi, khalifah ketiga mencabut jabatannya dan menggantikannya dengan saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd bin Abu Syarh. Akibatnya, Amru menjadi sangat membenci Utsman. Ia kembali ke Madinah dan memulai kampanye menetang Utsman dengan menuduhnya banyak melakukan perbuatan menyimpang.

Utsman menyalahkan Amru dan berkata kasar kepadanya. Hal ini membuat Amru semakin berang. la sering bertemu dengan Zubair dan Thalhah dan melakukan konspirasi menentangnya. la juga sering menemui para jamaah haji dan memberitahukan kepada mereka tentang penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Utsman. Menurut Thabari, ketika Utsman dikepung, Amru tinggal di kediaman Ajlan dan sering bertanya kepada orang-orang tentang keadaan Utsman.

Amru tidak beranjak dari tempat duduknya sebelum penunggang kuda yang kedua lewat. Amru memanggilnya, "Bagaimana keadaan Utsman?" "Lelaki itu berkata, "Ia telah terbunuh!" Amru kemudian berkata, "Aku adalah Abu Abdillah. Apabila aku menggaruk sebuail luka, aku akan merobeknya (artinya apabila aku menginginkan sesuatu, aku akan mendapatkannya). Aku telah memancing orang-orang agar menentangnya, bahkan para gembala di puncak pegunungan beserta kambing-kambingnya." Kemudian Salamah bin Rauh berkata kepadanya, "Engkau, orang Quraisy, telah memutuskan ikatan yang kuat antara dirimu sendiri dan bangsa Arab. Mengapa engkau melakukan itu?" Amru menjawab, "Kami ingin mengambil kebenaran dari tempat kesalahan, dan menjadikan orang-orang memiliki kesamaan dalam kebenaran."43

Para pemecah belah kaum Muslimin mengabaikan apa yang dikenal dalam sejarah Islam yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Sunni terkemuka.

Pemberontakan terhadap Utsman adalah akibat dari usaha-usaha orang-orang terkenal di Madinah seperti Aisyah, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash. Alih-alih menyebutkan pemberontakan tersebut dilakukan orang-orang yang menentang Utsman, para pemecah kaum Muslimin ini tidak mau menerima kebenaran ini atau menyebutkannya. Mereka menyebutkan bahwa pemberontakkan ini dilakukan oleh seorang Yahudi yang dibuat berdasarkan pada riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi, seorang laki - laki yang dianggap ulama Sunni terkemuka sebagai seorang pendusta dan pembuat kebohongan. Mereka memilih untuk menerima riwayat Saif untuk menutupi khalifah, Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Bahkan yang mengejutkannya lagi, Aisyah, Thalhah, dan Zubair, serta Muawiyah bin Abu Sufyan memerangi Ali bin Abi Thalib dalam dua peperangan, yang belum pernah terjadi sebelumnya di sejarah Islam, tetapi tak seorangpun dari mereka menuduh para pengikut Ali bin Abi Thalib sebagai murid-murid Ibnu Saba. Kitab sejarah Sunni dan hadis-hadis koleksi Sunni menyatakan dengan jelas bahwa Muawiyah memerintahkan seluruh Imam mesjid di segala penjuru Islam untuk mengutuk Ali bin Abi Thalib di setiap shalat Jum'at. Apabila sosok fiksi Ibnu Saba memiliki peran kecil dalam pemberontakan terhadap Utsman, Muawiyah pasti menjadikan hal ini sebagai topik utamanya dalam kampanye pemfitnahan terhadap Ali dan para pengikutnya. la pasti telah menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia bahwa orang-orang yang membunuh Utsman adalah murid-murid Abdullah bin Saba, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang membuat Ali mendapatkan kekuasaan. Tetapi Muawiyah ataupun Aisyah tidak melakukan hal ini karena cerita-cerita buatan Saif bin Umar tentang Ibnu Saba muncul pada abad kedua setelah hijrah, lama setelah mereka meninggal.

Pembunuhan terhadap Utsman memberikan kambing hitam yang tepat bagi orang-orang yang berlomba-lomba ingin mendapat kekuasaan, sambil mengabdi di bawah pemerintahan Utsman. Mereka di antaranya adalah keluarganya, Bani Umayah seperti Muawiyah dan Marwan yang benar-benar mencari keuntungan dari keberadaan Utsman dan juga kematiannya. Kisah Ibnu Saba dalam hal ini berfungsi sebagai topeng bagi wajah-wajah yang haus kekuasaan, yang juga merupakan cara lain untuk menyerang Ali bin Abi Thalib dan pengikut-pengikut setianya.

Alasan di Balik Pemberontakan Terhadap Utsman

Khalifah ketiga, Utsman, diangkat umat sebagai pemimpin dengan syarat bahwa ia akan mengatur urusan negara Islam berdasarkan Kitab Allah dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Ia harus mengikuti apa yang dilakukan Abu Bakar dan Umar, apabila tidak ada perintah dari Quran atau Rasul.

Telah diketahui secara luas bahwa dua khalifah pertama hidup dengan sederhana. Mereka tidak memberi keutamaan kepada anggota suku me reka atau menunjuk keluarga mereka untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Utsman, di pihak lain, memiliki pendapat sendiri. Ia hidup dalam kemewahan. la menunjuk anggota dari sukunya (Umayah) untuk menduduki posisi yang penting dan kuat dalam pemerintahan, dengan memberi keutamaan kepada mereka daripada umat Islam lainnya, tanpa melihat kepentingan mereka. Padahal, keluarganya ini tidak beriman. Mungkin Utsman mengira bahwa keutamaan yang ia berikan kepada keluarganya adalah mengikuti anjuran Kitab Allah untuk berbuat baik kepada sanak saudara. Cara Utsman menangani urusan pemerintahan ini membuat banyak para sahabat kecewa. Mereka melihatnya sebagai hal yang royal dan sangat berlebihan.

Para sahabat mengkritik khalifah karena isu-isu berikut ini.

Pengistimewaan keluarga dengan memakai uang negara; ia membawa pamannya, Hakam bin Abi As (putra Umayah, putra Abdussyams), ke Madinah setelah Nabi Muhammad mengasingkannya dari Madinah. Diriwayatkan bahwa Hakam sering bersembunyi dan mendengarkan percakapan Nabi Muhammad ketika ia berbicara secara rahasia kepada sahabat-sahabat utamanya, lalu menyebarkan apa yang ia dengar. Ia sering mengikuti dan memperolok-olok cara berjalan Nabi. Suatu waktu Nabi melihatnya ketika ia sedang meniru-niru jalannya dan berkata, "Selamanya ia akan seperti itu." Segera Hakam menjadi seperti itu hingga ia meninggal. Diriwayatkan juga bahwa, suatu hari, ketika sedang duduk bersama beberapa sahabatnya, Nabi Muhammad berkata, "Seorang lelaki yang telah dikutuk akan memasuki ruangan ini." Tak lama setelah itu masuklah Hakam.44

Setelah membawanya ke Madinah, Utsman memberi pamannya uang sebanyak 300 ribu dirham.

la menjadikan Marwan bin Hakam, sebagai pembantu utamanya, dan penasehat tertingginya, dengan memberi kekuasaan yang sama dengan dirinya. Marwan menerima seperlima pendapatan dari Afrika Utara sebesar 500 ribu dinar. Tetapi ia tidak menyerahkan uang ini. Khalifah mengizinkannya untuk menyimpan uang ini. Jumlahnya sama dengan 10 juta dollar.

Ali bin Abi Thalib sering memperingatkan Utsman mengenai berbahayanya Marwan, tetapi hal itu sia-sia saja. Percakapan berikut antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman membuktikan kenyataan ini. Kejadian ini terjadi ketika Utsman diserang, lalu ia meminta bantuan Ali bin Abi Thalib. Utsman berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Engkau lihat kesulitan yang disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak sepakat ketika mereka mendatangiku hari ini. Aku tahu engkau dihormati oleh umat dan mereka akan mendengarkanmu. Aku ingin agar engkau menemui mereka dan menyuruh mereka pergi agar tidak menggangguku. Aku tidak ingin mereka datang ke hadapanku karena hal itu akan menjadi tindakan yang hina bagiku. Biarlah yang lain mendengar hal ini juga." Ali berkata, "Atas dasar apa aku harus mengusir mereka?" Utsman menjawab, "Atas dasar bahwa aku melaksanakan apa yang telah engkau anjurkan untuk aku lakukan dan yang menurutmu benar, dan aku tidak akan menyimpang dari anjuranmu." Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata, "Sesungguhnya telah sering aku memberitahumu, dan kita membahasnya secara panjang lebar. Semua ini adalah usaha Marwan bin Hakam, Sa'd bin Ash, Ibnu Amir, dan Muawiyah. Engkau lebih mendengarkan mereka dan mengabaikan aku." Utsman berkata, "Kalau begitu aku akan mengabaikan mereka dan mendengarkanmu.;45

Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada mereka dan memintanya untuk pergi. Lalu banyak dari mereka pergi. Ali bin Abi Thalib kembali kepada Utsman dan menyatakan bahwa mereka telah pergi dan berkata, "Buatlah pernyataan sehingga orang-orang akan menyaksikan bahwa mereka telah mendengar darimu, dan Allah adalah saksi. Apakah engkau ingin bertobat kepada-Nya atau tidak?"

Kemudian Utsman keluar dan menyampaikan Khutbah dihadapan umat tentang keinginannya bertobat, ia berkata "Demi Allah, wahai umat! Apabila ada di antara kalian yang menyalahkan aku, ia tidak melakukan apapun yang tidak aku ketahui. Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak aku ketahui. Tetapi jiwaku telah menghidupkan harapan sia-sia dalam diriku dan berdusta padaku dan kebaikanku telah pergi dariku. ...Aku memohon ampunan Allah atas apa yang telah aku lakukan dan aku kembali kepada-Nya. Lelaki sepertiku ingin sekali memohon ampunan-Nya."

Kemudian mereka mengasihaninya, dan beberapa di antaranya menangis. Said bin Zaid berdiri di hadapannya dan berkata, "Wahai pemimpin kaum Muslimin, (sejak saat ini) tidak ada seorang pun yang datang kepadamu tanpa mendukungmu. Bertakwalah kepada Allah dalam jiwamu dan penuhilah janjimu!"

Ketika Utsman turun dari mimbar, ia melihat Marwan bin Hakam dan Sa'd bin Ash serta beberapa keluarga Umayah lainnya di rumahnya. Marwan berkata,

"Haruskah aku berbicara kepada umat atau diam?" Istri Utsman berkata, "Diamlah engkau! Karena mereka akan membunuhnya karena dosa. Ia telah membuat pernyataan yang tidak dapat ia tarik kembali." Kemudian Marwan berkata, "Apa urusannya denganmu?"

Marwan lalu berkata kepada Utsman, "Tetap dalam kesalahan sehingga engkau harus meminta ampunan Allah adalah lebih baik daripada bertobat karena engkau takut. Apabila engkau demikian, engkau bertobat tanpa mengakui kesalahan." Utsman berkata, "Pergi dan bicaralah kepada mereka karena aku malu melakukan hal itu!"

Kemudian Marwan pergi menemui orang-orang dan berkata, "Mengapa kalian berkumpul di sini seperti perampok?...Kalian telah datang untuk merampas kekuasaan (kerajaan) kami. Pergilah! Demi Allah, apabila kalian berniat menyakiti kami, kalian akan menghadapi susuatu yang tidak kalian sukai dari kami, dan kalian tidak akan memuji akibat dari gagasan kalian. Kembalilah ke rumah-rumah kalian, karena demi Allah kami bukanlah orang yang harus kalian rampas hartanya!"

Orang-orang menyampaikan hal ini kepada Ali. Kemudian Ali mendatangi Utsman dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah membuuat puas Marwan (sekali lagi), tetapi ia hanya akan puas jika engkau menyimpang dari agamamu dan akalmu, seperti seekor unta membawa tandu yang dituntun semaunya. Demi Allah, Marwan tidak mengetahui apapun tentang agama dan jiwanya. Aku bersumpah demi Allah, menurutku, ia akan membawamu masuk dan tidak akan mengeluarkanmu kembali. Setelah pertemuan ini, aku tidak akan datang untuk mencacimu lagi. Engkau telah menghancurkan kehormatanmu sendiri dan merampas kekuasaanmu."

Ketika Ali pergi, istri Utsman berkata kepadanya, "Aku mendengar apa yang Ali katakan kepadamu bahwa ia tidak akan kembali lagi kepadamu, dan engkau telah mengikuti kemauan Marwan lagi yang memandumu ke manapun ia kehendaki." Utsman berkata, 'Apa yang harus aku lakukan?" la menjawab, "Engkau harus takut kepada Allah, yang tidak memiliki sekutu, dan engkau harus taat mengikuti apa yang dilakukan dua pendahulumu (Abu Bakar dan Umar). Karena apabila engkau mengikuti Marwan, ia akan membunuhmu. Marwan memiliki martabat di kalangan umat, dan ia tidak membangkitkan wibawa atau rasa cinta.

Umat telah meninggalkanmu karena keberadaan Marwan (di pemerintahanmu). Pergilah kepada Ali, percayalah kepada kejujuran dan keteguhannya. Ia memiliki hubungan saudara denganmu dan ia orang yang ditaati umat." Kemudian Utsman mengirim seseorang untuk memanggil Ali tetapi Ali menolak datang dan berkata, "Aku katakan aku tidak akan kembali."46

Ketika Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah! Aku telah berusaha membelanya (Utsman) hingga aku dipenuhi rasa malu. Tetapi Marwan, Muawiyah, Abdullah bin Amru, dan Sa'd bin As telah melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau saksikan. Ketika aku memberi nasehat yang sungguh-sungguh dan menganjurkan ia untuk mengusir mereka, ia menjadi curiga, sehingga terjadilah apa yang terjadi saat ini."47

Marwan beserta keturunannya merupakan dasar dari beberapa tuduhan korupsi dan nepotisme yang paling serius yang dilakukan Utsman. Marwan, tentu saja, merampas kekhalifahan dan menaiki tahta pada tahun 64/684 dan merupakan nenek moyang raja-raja Umayah selanjutnya di Damaskus juga pemimpin Cordova hingga setelah tahun 756.

Khalifah Utsman mengangkat saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd, sebagai gubernur Mesir. Pada saat itu, Mesir merupakan propinsi terbesar di negara Islam. Ibnu Sa'd telah masuk Islam dan pindah dari Mekkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW memasukkannya sebagai pencatat wahyu. Tetapi, Ibnu Sa'd meninggalkan agamanya dan kembali ke Mekkah. la sering berkata, "Aku akan menurunkan ayat yang sama yang Allah turunkan kepada Muhammad."

Ketika Mekkah ditaklukkan, Nabi Muhammad SAW menyuruh kaum Muslimin untuk membunuh Ibnu Sa'd. Ia harus dibunuh meskipun ia menalikan kain Kabah ke tubuhnya. Ibnu Sa'd bersembunyi di rumah Utsman. Ketika situasinya mereda, Utsman membawa Ibnu Sa'd ke hadapan Nabi Muhammad SAW dan memberitahunya bahwa ia memberikan perlindungan kepada Ibnu Sa'd. Nabi Muhammad tetap diam begitu lama, berharap ada salah satu orang yang hadir akan membunuh Ibnu Sa'd sebelum ia mengabulkan permintaan Utsman. Para sahabat tidak mengerti apa yang dimaksud dengan diamnya Nabi. Karena tidak ada seorangpun yang bergerak untuk membunuh Ibnu Sa'd, Nabi Muhammad mengabulkan permintaan Utsman.

Memberikan jabatan publik kepada keluarga; khalifah Utsman mengangkat Walid bin Aqabah (salah satu keluarga Umayah) sebagai gubernur Kufah setelah menurunkan gubernur sebelumnya, yaitu sahabat utama Rasulullah, Sa'd bin Abi Waqash. Sa'd adalah ahli memanah terkemuka yang memerangi musuh Islam di perang Uhud. Di sisi lain, tingkah laku Walid ketika Nabi masih hidup buruk. Quran merendahkannya dan menyebutnya sebagai orang yang menyimpang.

Contohnya Nabi Muhammad SAW mengirim dia kepada Bani Mustalaq untuk mengumpulkan zakat mereka.walid melihat dari jauh Bani Mustalaq ini mendekat ke arahnya dengan mengendarai kuda, Ia menjadi takut karena ketegangan antara dia dan kaum ini sebelumnya. Ia kembali kepada Nabi Muhammad SAW dan memberitahu bahwa mereka ingin membunuhnya. Hal. ini tidak benar. Tetapi keterangan Walid ini membuat murka kaum Muslimin Madinah dan mereka ingin menyerang Bani Mustalaq. Pada saat itu turunlah ayat berikut, Hai orang-orang yang beriman, jika seorang yang menyimpang datang kepadamu membawa berita, buktikanlah kebenaran berita itu! Jika tidak engkau akan menghancurkan suatu umat tanpa kalian sengaja, kemudian kalian akan menyesal dengan perbuatan kalian yang tergesa-gesa itu.Walid masih terus menjalankan praktik hidup jahiliyahnya selama hidupnya. la selalu meminum arak dan banyak saksi menyatakan kepada khalifah bahwa mereka menyaksikan Walid sedang mabuk ketika memimpin shalat berjamaah. Berdasarkan kesaksian yang kuat,
Walid dicambuk delapan puluh kali dan diturunkan dari jabatannya oleh khalifah Utsman. Khalifah diharapkan menggantikan orang ini dengan sahabat Rasulullah yang baik, tetapi ia malah menggantikan Walid dengan Said bin As, anggota keluarga Umayah yang lain.

Dialog berikut ini adalah dialog antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman, yang juga ditulis dalam kitab Tarikh ath-Thabari yang memberi pandangan yang lebih jelas tentang keadaan Utsman lama sebelum kematiannya.

Orang-orang berkumpul dan berbicara kepada Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali pergi menemui Utsman dan berkata, "Orang-orang datang kepadaku dan mereka berbicara kepadaku tentangmu...Ingatlah Allah! Engkau tidak akan diberi penglihatan setelah engkau buta atau diberi ilmu setelah engkau berada dalam kebodohan. Sesungguhnya, jalan itu jelas dan nyata, dan.tanda-tanda agama yang benar sangat kokoh."

"Ketahuilah, Utsman, bahwa hamba yang paling baik di mata Allah adalah pemimpin yang adil, orang yang telah diberi petunjuk, Han memberi petunjuk kepada umat, karena ia menjunjung tinggi sunnah yang benar dan menghancurkan sunnah-sunnah yang palsu. Demi Allah, segala sesuatunya itu jelas. Sunnah yang benar dan dipercaya berdiri dengan jelas begitu juga yang palsu. Pemimpin yang paling buruk dimata Allah adalah pemimpin yang Kejam, orang yang menyesatkan dirinya sendiri dan menyesatkan orang lain karena ia telah menghancurkan Sunnah yang benar dan membangkitkan sunnah palsu.

"Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Pada Hari Kebangkitan, pemimpin yang kejam akan digiring tanpa penolong dan tanpa pendamping, kemudian dilemparkan ke neraka dan ia akan mengelilingi neraka sebagaimana kincir berputar, lalu ia akan masuk ke neraka yang paling dalam."'

"Aku katakan kepadamu (Utsman), ingatlah kepada Allah! Ancaman dan pembalasan dari-Nya karena hukuman dari-Nya sangat pedih dan keras. Aku katakan kepadamu untuk berhati-hati jika tidak engkau akan menjadi pemimpin yang terbunuh dari umat ini. Sebenarnya dikatakan bahwa seorang pemimpin akan terbunuh dalam umatnya, perselisihan berdarah ini akan dibiarkan hingga hari kebangkitan (Imam Mahdi), dan persoalan ini tidak dapat diselesaikan.

Perselisihan ini akan menjadikan umat terkotak-kotak, dan mereka tidak dapat melihat kebenaran karena begitu besarnya kesalahan. Mereka akan terlempar ke dalamnya seperti ombak dan mengembara dalam kebingungan."

Kemudian Utsman menjawab, "Demi Allah! Aku mengetahui bahwa (orang-orang) akan mengatakan apa yang engkau katakan. Tetapi, apabila engkau berada di posisiku, aku tidak akan menyalahkanmu atau meninggalkanmu dalam kebingungan atau kehinaan atau juga bertindak tidak adil. Apabila aku memberikan kemewahan kepada keluargaku, dan mengangkat mereka sebagai gubernur, beberapa dari mereka adalah orang-orang yang telah Umar angkat sebagai gubernur. Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, wahai Ali, apakah engkau tahu bahwa Mughirah bin Syu'bah tidak ada di sana?" Ali berkata, "Benar!"

Kemudian Utsman melanjutkan, "Lalu mengapa engkau menyalahkanku karena mengangkatnya sebagai pemimpin semata - mata karena ia adalah keluargaku?"

Kemudian Ali menjawab, " Aku katakan kepadamu bahwa setiap orang yang diangkat oleh Umar, berada di bawah pengawasannya yang ketat dan Umar akan menginjak - injak. Apabila Umar mendengar satu kata tentangnya, ia akan mencambuknya dan menghukumnya dengan hukuman yang berat. Tetapi, engkau tidak melakukan hal itu. Engkau lemah dan lembek tehadap keluargamu!" Utsman berkata, "Mereka adalah keluargamu juga." Ali menjawab, "Mereka memang sangat dekat denganku tetapi kebaikan berada di orang lain." Utsman berkata lagi, "Tahukah engkau bahwa Umar adalah orang yang menempatkan Muawiyah di pemerintahannya selama ia berkuasa dan aku hanya melakukan hal yang sama."

Kemudian Ali berkata, "Aku bertanya atas nama Allah, benarkah bahwa Muawiyah lebih takut kepada Umar daripada budak Umar, Yarfa, kepadanya?" Utsman menjawab, "Benar." Ali melanjutkan, "Sekarang ini Muawiyah berani memutuskan banyak persoalan tanpa berkonsultasi kepadamu dan engkau mengetahuinya.

Muawiyah menyatakan bahwa ini adalah perintah Utsman. Engkau sering mendengar hal ini, tetapi engkau tidak memarahinya."

Kemudian Ali meninggalkan Utsman.

Utsman beranjak lalu menaiki mimbar dan berkata, "Demi Allah, kalian telah menyalahkanku atas hal-hal yang juga dilakukan Umar. Tetapi ia menginjakmu, memukul dan menaklukanmu dengan lidahnya, lalu kalian tunduk kepadanya baik kalian sukai atau tidak. Tetapi aku bersikap lunak terhadap kalian. Aku membiarkanmu menginjak pundakku sedang aku menahan tangan dan lidahku. Karenanya, kalian begitu kasar terhadapku. Demi Allah, aku memiliki jumlah kerabat yang lebih banyak, sekutu yang dekat, dan memiliki banyak pendukung. Aku telah mengangkat pengawas bagi kalian. Tetapi kalian telah menuduhkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Tahanlah lidahmu dari memfitnah pemimpin-pemimpin kalian!...Demi Allah, aku telah mendapatkan tidak kurang dari pada pendahuluku atas semua yang tidak kalian sukai. Keuntungan dari kekayaan begitu banyak, laku mengapa aku tidak boleh melakukan sesuatu terhadap kelebihan itu sekehendak hatiku? Jika tidak, mengapa aku menjadi pemimpin?"48


Abdullah bin Saba : Orang yang Memulai Perang Unta?

Perang Unta (Jamal) melawan Ali bin Abi Thalib dinyatakan di Bashrah pada tahun 36/656 setelah umat mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin kaum Muslimin. Perang tersebut disebut Perang Unta karena salah satu pemimpin kelompok oposisi, Aisyah, mengendarai Unta. Para pemimpin lain di kalangan oposisi adalah Thalhah dan Zubair yang merupakan sahabat Rasulullah yang terkenal. Perang ini juga dikenal dalam sejarah sebagai perang Bashrah.

Akibatnya adalah tertumpahnya darah lebih dari sepuluh ribu kaum Muslimin.

Para penyebar fitnah terhadap pengikut-pengikut keluarga Nabi mengutip hadis Saif yang menyatakan bahwa para pengikut Ibnu Saba memulai perang Bashrah pada malam hari sebelum perundingan antara Ali bin Abi Thalib dan ketiga penentangnya (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) selesai. Mereka memulai perang pada malam hari dengan menyerang dua pasukan secara terus menerus agar kedua kelompok itu terjun ke dalam medan perang. Ibnu Saba ingin menjadikan kedua pasukan itu saling menuduh masing-masing pasukan sebagai pemulai perang. Hal ini akan menggagalkan usaha perdamaian yang ketentuannya adalah hukumam bagi para pembunuh Utsman.

Tuduhan ini bertentangan dengan banyak fakta sejarah seperti peristiwa berikut ini yang dicatat oleh sejarahwan dan ahli hadis Sunni.

Sha'bi (Amir bin Syarahil Sya'bi) meriwayatkan peristiwa berikut. Sayap kanan pasukan pemimpin kaum Muslimin (Ali bin Abi Thalib) menyerang sayap kiri pasukan Bashrah. Mereka saling menyerang dan orang - orang berlari ke Aisyah dan sebagian dari mereka adalah suku Dhubbah dan Azd. Perang dimulai setelah matahari terbit dan beranjut hingga siang hari. Suku Bashrah mengalahkan seorang lelaki itu berkata " Bani Adz melarikan diri ". Ketika Bani Adz dikuasai oleh pasukan Ali mereka berseru " Kami berasal dari agama Ali bin Abi Thalib."49

Riwayat di atas ini memberi bukti bahwa peperangan tidak dimulai pada malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Saba. Riwayat ini menggugurkan semua konspirasi penyerangan kepada kedua pasukan pada malam hari.

Qatadah meriwayatkan peristiwa berikut. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, Zubair menyeruak ke muka mengendarai kudanya dengan persenjataan lengkap. Orang-orang berkata kepada Ali, "Dia Zubair!" Karena itu, Ali bin Abi Thalib berkata, "Zubair diharapkan dari dua orang itu lebih mengingat Allah, sekiranya ia diberi peringatkan." Thalhah juga maju ke hadapan Ali. Ketika Ali berhadapan dengan mereka, ia berkata, "Sesungguhnya kalian telah menyiapkan persenjataan, kendaraan, dan pasukan. Apakah kalian telah menyiapkan alasan di Hari Perhitungan ketika kalian menemui Tuhan kalian? Bertakwalah kepada Allah dan janganlah menjadi seperti seorang wanita yang menguraikan hasil tenunannya setelah selesai menenunnya! Bukankah aku adalah saudara kalian dan kalian meyakini kesucian darahku? Apakah ada yang menjadikannya halal sehingga kalian berani menumpahkan darahku?" Thalhah berkata, "Kalian telah memfitnah umat untuk memerangi Utsman."

Ali bin Abi Thalib menjawab dengan mengutip ayat Quran, Pada hari itu (Hari Pembalasan), Allah akan membalas mereka dengan balasan yang adil, dan mereka akan mengetahui hal itu, sesungguhnya Allah adalah saksi yang nyata. (QS. 24:25) Lalu Ali melanjutkan, "Thalhah, apakah engkau berperang untuk menuntut darah Utsman? Semoga Allah mengutuk mereka yang telah membunuh Utsman. Zubair, ingatkah ketika engkau sedang bersama Rasulullah dan melewati Bani Ghunam dan ia melihat kepadaku dan tersenyum? Aku tersenyum kepadanya dan engkau berkata kepadanya, Ali bin Abi Thalib selalu sombong."

Rasulullah bersabda kepadamu, "la tidak sombong, engkaulah yang akan memeranginya dengan tidak adil!"

Zubair berkata, "Demi Allah, hal ini benar. Sekiranya aku ingat akan peristiwa itu, aku tidak akan melakukan perjalanan ini.Demi Allah, aku tidak akan memerangimu." Kemudian Zubair meninggalkan pasukan dan memberi tahu Aisyah dan putranya Abdullah bahwa ia bersumpah bahwa ia tidak akan pernah memerangi Ali. Putranya menyarankan agar ia memerangi Ali dan membayar kifarah untuk sumpah yang telah ia langgar. Zubair setuju dan membayar kifarat dengan membebaskan budaknya Mak'hul.50

Peristiwa ini dengan jelas mengungkapkan kepada kita bahwa, Thalhah dan Zubair berhadapan dengan Ali bin Abi Thalib sebelum perang dimulai, dan konfrontasi ini terjadi di siang hari, bukan di malam hari. Jika tidak, orang-orang tidak dapat melihat mereka atau mendengar percakapan di antara Ali dan penentangnya serta mengenal satu sama lain dari penutup kepala mereka.

Karena percakapan dan konfrontasi tersebut terjadi sebelum perang dimulai, jelaslah bahwa riwayat Saif mengenai perang yang dimulai pada malam hari dan tanpa diramalkan, merupakan sebuah kebohongan.

Dzahabi meriwayatkan, "Kami berada di tenda Ali bin Abi Thalib ketika terjadi Perang Unta. Saat itu Ali mengutus seseorang untuk menemui Thalhah agar ia berunding dengannya (sebelum perang dimulai). Thalhah maju ke depan dan Ali berkata kepadanya, "Aku ingatkan engkau atas nama Allah! Tidakkah engkau mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapn yang menganggap aku sebagai maulanya, Ali adalah juga maulanya. Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya, dan bencilah orang-orang yang membencinya!"' Thalhah menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Ali berkata, "Lalu mengapa engkau memerangiku?"51

Yahya bin Sa'id meriwayatkan, "Marwan bin Hakam yang berada di barisan pasukan Thalhah melihat Thalhah tengah mundur (ketika pasukannya dikalahkan di medan perang). Karena Marwan dan semua keluarga Uamayah mengenal Thalhah dan Zubair sebagai pembunuh Utsman, ia melepaskan panah kepadanya dan menyebabkannya terluka parah. Kemudian ia berkata kepada Aban, putra Utsman, " Aku telah menyelamatkamu dari salah satui pembunuh ayahmu." Thalhah dibawa ke sebuah rumah yang telah menjadi reruntuhan di Bashrah dan tewas di sana.52

Zuhri, seorang perawi Sunni penting lainnya yang terkenal karena kebenciannya kepada Ahlulbait, meriwayatkan percakapan Ali bin Abi Thalib dengan Zubair dan Thalhah sebelum perang.

Ali berkata, "Zubair, apakah engkau memerangiku untuk menuntut balas atas darah Utsman setelah engkau membunuhnya? Semoga Allah menimpakan akibat yang pedih yang tidak disukai setiap orang karena perbuatan orang-orang di antara kita kepada Utsman." la melanjutkan, "Thalhah, engkau telah membawa istri Rasulullah (Aisyah) untuk memperalatnya demi perang dan menyembunyikan istrimu di rumahmu (di Madinah). Mengapa engkau tidak memberi sumpah setiamu kepadaku?" Thalhah berkata, "Aku memberimu sumpah setia sedang pedang ini masih di leherku."

(Hingga saat itu, Ali berusaha mengajak mereka berdamai, dengan tidak memberi alasan kepada mereka). Ali berkata kepada pasukanya, "Siapa di antara kalian yang akan membawa Quran ini kepada mereka dan apabila ia kehilangan satu tangannya ia akan memegang Quran ini dengan tangannya yang lain...?"

Seorang pemuda dari Kufah berseru, "Aku akan melakukannya." Sekali lagi, Ali bin Abi Thalib masuk ke dalam pasukannya dan menawarkan misi tersebut kepada pasukannya. Hanya pemuda itu yang menjawab. Kemudian Ali berkata kepadanya, "Perlihatkan Quran ini kepada mereka dan katakan, inilah perantara kami dan kalian dari awal hingga akhir. Ingatlah Allah, selamatkan darah kami dan darah kalian!"

Ketika pemuda itu menyeru kepada mereka untuk kembali kepada Quran dan berserah diri kepada keputusannya, pasukan Bashrah menyerang dan membunuhnya. Saat itu, Ali bin Abi Thalib berkata kepada pas,ukannya, "Sekarang saatnya perang dibolehkan!" Perang Unta pun dimulai.53

Semua riwayat ini dan riwayat-riwayat lain yang serupa dengan jelas menunjukkan bahwa perang dimulai di siang hari, dan bukan di malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Umar. Perang tidak langsung berkobar karena kedua pasukan bertemu dan saling berunding sebelum perang dimulai. Jika konfrontasi antara Ali bin Abi Thalib dan Thalhah serta Zubair terjadi di malam hari, seruan terakhir Ali bin Abi Thalib tidak berguna karena kedua pasukan tidak dapat menyaksikan ataupun mendengarkan percakapan mereka. Selain itu konfrontasi antara pembawa Quran dan pasukan Bashrah tidak berguna. Pasukan-pasukan yang saling berhadapan itu tidak dapat melihat Quran di tangan pemuda itu di malam hari.

Selain itu, pernyataan antara Ali dan tiga pemimpin pembangkang, menghukum orang-orang yang membunuh Utsman hanya akan logis jika ketiga pemimpin tersebut serius mencari hukuman bagi pembunuh tersebut. Tetapi ketiga pemimpin itu (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) adalah pelopor yang menghasut orang-orang untuk membunuh Khalifah ketiga. Sebagaimana yang kita lihat pada hadis di atas, Ali bin Abi Thalib dengan jelas menyatakan bahwa Zubair adalah salah seorang yang membunuh Utsman.

Jika para pemberontak mengangkat Thalhah atau Zubair, dan bukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, mereka akan memberi para pembunuh Utsman itu hadiah yang paling besar. Tentunya pemimpin-pemimpin ini tidak menuntut balas atas darah Utsman, karena mereka sendiri yang berada di balik semua itu.

Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai alat untuk menghancurkan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib berkata di Perang Unta, "Kebenaran dan kesalahan tidak akan dapat dikenali dengan kebaikan orang. Pahamilah dulu kebenaran itu, lalu kalian akan mengetahui siapa yang benar!"


Ringkasan Singkat Perbandingan Riwayat Tokoh Abdullah bin Saba

Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang diberikan Saif bin Umar dan mereka yang mengutip darinya.

Saif memberikan banyak sekali informasi dan sejumlah besar riwayat yang panjang dan bertele-tele serta berbeda.

Riwayat-riwayat ini dan riwayat lainnya ditolak karena ia dianggap sebagai penyebar kebohongan, pemfitnah, pendusta, dan zindiq oleh ulama-ulama terkemuka:

- Abdullah bin Saba muncul ketika Khalifah Utsman memerintah;

- Ibnu Saba menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW akan kembali seperti halnya Nabi .Isa as, sebelum Hari Kiamat. la menyatakan bahwa Nabi Muhammad belum wafat;

- Abdullah bin Saba menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW;

- Ibnu Saba menyatakan bahwa Utsman harus digulingkan karena ia telah mengambil hak Ali. Ibnu Saba adalah penghasut utama dalam revolusi melawan
Utsman. Hasutan ini tidak dimulai dari Madinah, dan Thalhah serta Zubair tidak menentang Utsman;

- Ibnu Saba memicu Perang Unta di malam hari agar kedua pasukan bertempur di medan perang;

- Beberapa pelopor Islam di antara nabi Muhammad seperti Abu Dzar dan Ammar bin Yasir adalah murid orang Yahudi ini.
Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang sanadnya bukan berasal dari Saif:

- Jumlah riwayat-riwayat ini memiliki rangkaian perawi kurang dari empat belas. Dan riwayat-riwayat ini sangat singkat menurut para ahli hadis yang bijaksana;

- Beberapa hadis ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih oleh ulama-ulama Sunni atau Syi'ah. Dengan demikian, keberadaan orang bernama Abdullah bin Saba masih dipertanyakan;

- Abdullah bin Saba muncul ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah;

- Tidak ada riwayat bin Saba tentang kembalinya Nabi Muhammad. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Umar lah yang pertama kali menyatakan tentang kembalinya Nabi Muhammad dan bahwa ia belum wafat; Abdullah bin Saba menyatakan bahwa ia adalah seorang nabi dan Ali adalah Tuhan;

- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Thalhah, Zubair, Aisyah, dan Amrn bin Ash adalah orang-orang yang memfitnah agar orang menentang Utsman. Mereka memulai kampanye di Madinah dan mengajak yang lainnya untuk bergabung dengan mereka.

- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Teiapi beberapn riw,iy,a Sunni lainnya menyatakan bahwa perang dimulai setelah natali,rri terbit dan setelah percakapan antara Ali bin Abi Thalib dan pihak pemberontak selesai ketika dua pasukan saling berhadapan;

- Tidak ada riwayat tentang keterkaitan para sahabat Rasulullah ini dengan Abdullah bin Saba. Para ahli hadis Sunni lain menunjukkan bahwa Abu Dzar dan Ammar adalah dua di antara sahabat-sahabai utama Rasulullah dan yang paling dicintai Rasul.


Pendapat Para Ahli Sejarah

Kami telah memberikan pendapat dari lima belas ulama Sunni terkemuka tentang lemahnya riwayat Saif Ibnu Umar pada bagian pertama. Selain mereka, banyak sejarahwan Sunni juga menolak keberadaan Abdullah bin Saba dan/atau cerita-cerita bohongnya. Di antara mereka adalah Dr. Thaha Husain, yang telah menganalisis kisah ini dan menolaknya. la menulis dalam al-Fitnah al-Kubra bahwa:

Menurut saya, orang-orang yang berusaha membenarkan cerita Abdullah bin Saba telah melakukan kejahatan dalam sejarah dan merugikan diri mereka sendiri. Hal pertama yang diteliti adalah bahwa dalam koleksi hadis Sunni, nama Ibnu Saba tidak muncul ketika mereka membahas tentang pemberontakan terhadap Utsman. Ibnu Sa'd tidak menyebutkan nama Abdullah bin Saba ketika ia membicarakan tentang Khalifah Utsman dan pemberontakan terhadapnya. Juga, kitab Baladzuri, berjudul Ansab al-Asyraf, yang menurut saya merupakan buku paling penting dan paling lengkap membahas pemberontakan terhadap Utsman, nama Abdullah bin Saba tidak pernah disebutkan. Nampaknya, Thabari adalah orang pertama yang meriwayatkan cerita lbnu Saba dari Saif, lalu sejarahwan lain mengutip darinya.

Dalam buku lainnya berjudul Ali wa Banuh ia juga menyebutkan :

Cerita tentang Abbdullah bin Saba tidak lain adalah dongeng semata dan merupakan ciptaan beberapa sejarahwan karena cerita ini bertentangan dengan catatan sejarah lain. Kenyataanvyo adalahbahwa pergesekan antara Syi'ah dan Sunni memiliki banyak bentuk, dan masing-masing kelompok saling mengagungkan diri sendiri dan mencela dengan cara apapun yang mungkin dilakukan. Hal ini menjadikan seorang sejarahwan harus ekstra hati-hati ketika menganalisis riwayat kontroversial yang berkaitan dengan fitnah dan pemberontakan.

Pada bagian pertama, secara panjang lebar kami telah menyebutkan karya besar Allamah Askari yang diterbitkan tahun 1955. Sebelumnya, tidak ada penelitian analitis dilakukan terhadap tokoh Abdullah bin Saba untuk meneliti apakah secara fisik ia ada atau apakah cerita-cerita sekitarnya ini benar. Meskipun kebohongan Saif terkenal berabad-abad lamanya, tidak ada penelitian dilakukan mengenai asal mula cerita Abdullah bin Saba ini. Dalam penelitiannya, Askari membuktikan bahwa pernyataan Saif mengenai Abdullah bin Saba dan banyak hal lainnya adalah kebohongan semata karena semua itu bertentangan dengan isi dokumen-dokumen Sunni, terjadinya peristiwa, nama kota dan para sahabat, rangkaian perawi palsu, dan cerita-cerita tentang peristiwa menakjubkan (seperti sapi yang dapat berbicara dengan manusia dan lain-lain.). Apabila saat itu memang terdapat orang yang bernama Abdullah bin Saba, ceritanya pasti sangat berbeda dengan apa yang dibuat-buat Saif.

Berikut ini sebagian tanggapan seorang cendekiawan Sunni, Dr. Hamid Dawud, Profesor Universitas Kairo, setelah ia membaca buku Askari.
Ulang tahun Islam yang ke 1300 tahun telah dirayakan. Pada saat ini, beberapa penulis terpelajar kami menuduh Syi'ah sebagai paham yang memiliki pandangan yang tidak Ialami. Para penulis ini mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap Syi'ah dan menciptakan jurang pemisah yang lebar di antara kaum Muslimin. Meskipun bijaksana dan terpelajar, musuh-musuh Syi'ah mengikuti keyakinan yang mereka pilih sendiri, dan secara sepihak menutupi kebenaran, serta menuduh Syi'ah sebagai agama khayal. Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandanganpandangan Syi'ah ditindas.

Akibat tuduhan ini,kerugian yang diderita ilmu pengetahuan Islam lebih besar daripada yang diderita oleh Syi'ah sendiri, karena sumber fiqih ini, meskipun sangat kaya dan berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan dicurigai. Jika tidak, kita akan mendapat banyak manfaat dari pandangan-pandangan Syi'ah itti. Siapa saja yang berniat melakukan penelitian dalam fiqih Islam, ia harus menganggap Syi'ah sebagai sumber ilmu sebagaimana halnya Sunni. Bukankah pemimpin Syi'ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu'man (150 H), dan Malik bin Anas (179 H). Imam Abu Hanifah berkata, "Selain dua tahun, Nu'man akan kelaparan."

Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain Imam Jafar Shadiq.

Sayangnya, beberapa orang yang menyebut dirinya terpelajar, tidak menghargai aturan penelitian ini untuk memuaskan tujuan mereka. Bagaimanapun, ilmu tidak sepenuhnya tertutup bagi mereka sehingga mereka menciptakan jurang pemisah di antara kaum Muslimin. Ahmad Amin adalah salah satu orang yang meninggalkan cahaya ilmu, dan tetap berada dalam kegelapan. Sejarah mencatat noda ini pada Ahmad Amin dan teman-temannya, yang secara membuta mengikuti hanya satu mazhab khusus. Banyak kesalahan dibuat olehnya, salah satu yang paling besar diceritakan dalam kisah Abdullah bin Saba. Ini adalah salah satu cerita yang dikisahkan untuk menuduh Syi'ah sebagai pemfitnah dan cerita-cerita lama.


Askari, peneliti besar kontemporer dalam bukunya telah membuktikan dengan memberikan buti-bukti yang kokoh, bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif, dan merupakan kebohongan besar bahwa ia adalah pendiri mazhab Syi'ah.

Allah telah menetapkan bahwa beberapa cendekiawnn telah menghijab kebenaran tanpa menghiraukan kesalahan yang mungkin ditimpakan kepada mereka.

Pelopor dalam masalah ini adalah lelaki ini yang telah menjadi peneliti terpelajar Sunni merevisi kitab sejarah Thabari (Sejarah Bangsa dan Raja-raja), dan menyaring kisah-kisah yang benar dari yang salah. Kisah-kisah yang dilindungi sebagai wahyu Allah.

Para penulis yang mulia, dengan mengetengahkan banyak bukti, telah menyingkapkan tirai atau ambiguitas dari peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut dan mengungkapkan kebenaran, sedemikian rupa sehingga beberapa fakta nampak mengejutkan. Tetapi kita harus mengikuti kebenaran betapapun sulitnya kebenaran itu. Kebenaran adalah hal terbaik yang harus kita ikuti.54

Kita baru saja mendengar pernyataan dari seorang Muslim Sunni. Sekarang kita lihat apa yang dinyatakan kelompok ketiga mengenai Saif dan tokoh rekaannya, Abdullah bin Saba. Berikut ini adalah kutipan komentar Dr. R. Stephen Humpherys, dari Universitas Wisconsin, Madison, penerjemah bahasa Inggris jilid ke-15 Kitab Tarikh at-Thabari dalam kata pengantar jilid 15 kitab tersebut.

Mengenai peristiwa di Iraq dan di Arab (kunci utama krisis yang terjadi pada kekhalifahan Utsman), Thabari sepenuhnya mengambil sumber dari Muhammad bin Umar Waqidi (tahun 823) dan Saif bin Umar yang misterius. Kedua sumber ini menyebabkan masalah besar. Sebenarnya, sumber dari Saif bin Umar lah yang menimbulkan masalah besar.

Thabari memperlihatkan rasa suka yang unik kepadanya, dalam dua makna. Pertama, Saif adalah sumber terbesar yang digunakan Thabari sepanjang periode dari Perang Riddah hingga Perang Shiffin (11-37 H). Kedua, tidak ada ulama lain yang menggunakan sumber dari Saif. Tidak ada cara yang gamblang untuk menjelaskan rasa suka Thabari kepada Saif. Tentunya tidak dijelaskan dengan ciri-ciri pernyataan Saif secara formal, karena ia bergantung pada para informan yang biasanya tidak jelas dan acapkali sangat baru. Hal yang sama, ia menggunakan riwayat kolektif, yang bercampur aduk dengan cara yang tidak spesifik sumber-sumber banyak perawinya. Saya beranggapan bahwa Saif menjadikan Thabari tertarik karena dua alasan. Pertama, Saif mengetengahkan penafsiran 'Sekolah Minggu' kekhalifahan Utsman. Dalam pernyataannya, seseorang dapat melihat kesatuan dan keselarasan yang besar dalam masyarakat Islam, sebuah kesatuan dan keselarasan yang ditegakkan dengan kesetiaan penuh kepada kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin orang-orang seperti yang digambarkan Saif tergoda oleh ambisi dan keserakahan dunia. Sebaliknya, dalam pernyataan Saif, sebagian besar konflik-konflik tersebut dibuat-buat, cerminan penyalahartian yang keji oleh penafsir-penafsir selanjutnya. Ketika benar-benar ada konflik di antara umat Islam yang beriman, mereka dihasut oleh orang luar seperti Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam.

Di sini, sedikitnya, versi peristiwa yang ditulis Saif jelas-jelas sangat sederhana, dan tidak diragukan lagi jika Thabari menerimanya sejelas yang kita terima. Meskipun demikian, kisah tersebut sangat berguna bagi Thabari, yakni bahwa dengan membuat riwayat Saif sebagai kerangka pernyataannya yang jelas, ia dapat memasukkan sedikit banyak penafsiran yang berlebihan dari sejarah Islam awal yang diberikan sumber-sumber Thabari lainnya. Pembaca yang baik akan menolak kesaksian orang-orang yang tidak sependapat ini sebagai hal yang tidak relevan, dan hanya sedikit pembaca yang kritis yang akan mengenali hal ini dan mencari isu-isu yang diangkat oleh sumber yang tidak penting seperti itu. Dengan cara ini, Thabari menyatakan apa yang harus disampaikan ketika menghindari tuduhan sektarianisme. Tuduhan jenis ini tentunya bukan hal kecil memandang ketegangan agama dan sosial yang besar di Baghdad selama akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.55

Selain itu, dalam kata pengantar jilid 11 versi bahasa Inggris Tarikh at-Thabari, penerjemahnya menuliskan bahwa,

Meskipun, Thabari mengutip sumbernya dengan teliti dan dapat dilihat seringnya mengutip mereka hampir secara harfiah, sumber-sumber itu sendiri dapat dilacak hingga ke zaman awal dalam koleksi sejarah Islam, yang diberikan oleh penulis Ibnu Ishaq (151/ 767), Ibnu Kalbi (204/819), Waqidi (207/822), dan Saif bin Umar (170/786). Dari ketiga orang pertama yang disebutkan ini, yang semuanya disebutkan dalam jilid ini, ada karya-karya yang masih tersisa yang membuat kita dapat menilai kecendrungan mereka hingga hal - hal tertentu, juga membuktikan digunakannya sumber - sumber mereka sendiri. Untuk mengukur nilai transmisi hadis mereka, pembaca dianjurkan membaca artikel dalam Ensiklopedia Islam atau literatur-literatur lainnya.

Penulis ke empat inilah yang banyak dicuplik oleh Thabari, Saif bin Umar, yang banyak dibahas di sini. Karena karyanya hanya ada dalam transmisi Thabari dan orang-orang yang mencuplik darinya serta tidak ditemukan di hadis manapun yang independen, sayangnya ia terabaikan dalam kritik modern. Namun demikian, riwayat-riwayat Saif yang panjanglah yang mengisi sebagian besar halaman ini dan jilid-jilid lainnya. Penilaian sejarah terhadap jilid ini bergantung pada sejauh mana penilaian kita terhadap riwayatriwayat asli Saif dan riwayat-riwayat yang digunakan Thabari, dan kepada persoalan inilah kita harus mengalihkan perhatian kita.

Abu Abdillah Saif bin Umar Usaidi Tamimi adalah seorang ahli hadis dari Kufah yang wafat pada masa pemerintahan Harun Rasyid (170-193/786-809). Selain kemungkinan bahwa ia dituduh zindik dalam inkuisisi yang dimulai di bawah kepemimpinan Mahdi pada tahun 166/783 dan berlanjut hingga kepemimpinan Rasyid, tidak banyak diketahui tentang kehidupannya, kecuali apa yang diputuskan dari hadisnya.56

Karena ia dinyatakan telah meriwayatkan hadis dari sedikitnya sembilan ahli hadis yang meninggal pada tahun 140-146/757763, dan bahkan dari dua orang ahli hadis yang meninggal pada tahun 126-128/744-746, ia lebih tua ketika ia meninggal. Hal ini kemungkinan bahwa Abu Mikhnaf, yang meninggal lebih awal dari pada Saif pada tahun 157/774, mengutip darinya. Karya Saif sebenarnya dicatat di dua buku yang sekarang sudah tidak ada tetapi masih ada selama beberapa abad setelah hidup Saif. Mereka melakukan pengaruh yang sangat besar terhadap tradisi sejarah Islam terutama karena Thabari memilih untuk mendasarkan sebagian besar hadisnya pada buku-buku itu untuk peristiwa pada tahun 11-36/632-656, masa yang meliputi pemerintahan tiga khalifah pertama dan awal ditaklukannya Iraq, Suriah, Mesir, dan Iran. Meskipun Thabari juga mengutip sumber-sumber lain dalam jilid ini, yang paling banyak adalah berasal dari Saif. Sebenarnya, mungkin juga, walaupun tidak pasti bahwa ia telah mereproduksi sebagian besar karya saif. Saif jarang dikutip oleh penulis - penulis lain selain Thabari.

Umumnya, penjelasan Saif mengenai penaklukan-penaklukan yang diriwayatkan dalam jilid ini dan jilid-jilid Thabari lainnya, menitikberatkan pada heroisme pejuang-pejuang Islam, kesulitan yang mereka hadapi, dan kekuatan musuh-musuh mereka, gambaran yang nampaknya menakjubkan dan juga ditemukan di kisah-kisah penaklukan lainnya selain dari Saif. Tetapi pernyataan Saif berbeda sedemikian rupa sehingga ia memasukkan hadis-hadis yang tidak ada di hadis manapun, seringkali juga meriwayatkannya dari perawi-perawi yang tidak dikenal.

Pernyataan yang unik ini seringkali mengandung motif-motif yang luar biasa dan dongeng yang ceritanya lebih lebar daripada yang ditemukan dalam versi-versi sejarahwan lainnya. Meskipun ciri riwayat Saif yang berlebihan dan tendensius sering dikutip, contohnya oleh Julius Wellhausen,s' nilai tulisan-tulisannya yang asli sebagai sumber utama tidak pernah diteliti secara terperinci.

...meskipun ia berasal dari Kufah, cobaan ajaran Syi'ah awal, Saif berasal dari aliran anti Syi'ah, wakil kubu Kufah yang sebelumnya telah menentang Husain bin Ali dan Zaid bin AIi...58

Pernyataan Saif yang tendensius lebih muncul sering dalam jilid-jilid Thabari lainnya, seperti pada episode Saqifah Bani Sa'idah,59 pemakaman Utsman,60 dan cerita tentang Abdullah bin Saba.61 Di setiap contoh ini, versi lain yang tidak membenarkan pernyataan Saif tersedia untuk dijadikan perbandingan dan mengungkapkan kelancangannya.

...selain melebih-lebihkan peranan beberapa sahabat Nabi pada awal-awal penaklukan, Saif juga membubuhi karyanya dengan mengagungkan yang lainnya, sahabat-sahabat imajiner dan pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat,terutamayang menampilkan kelompok dari sukunya. Yang paling terkenal dari ciptaannya ini adalah Qa'qa bin Amri, seorang pahlawan dan dikatakan sebagai sahabat Nabi, yang tidak diherankan lagi adalah anggota suku Saif, Usaidi." la yang berasal dari suku Llasayidi menyatakan bahwa ciptaannya itu karena Saif sendiri dan bukan kepada sumber-sumber Saif, tidak ada yang dikenali sebagai Usaidi. Selain itu, banyak orang yang dinyatakan berasal dari suku Tamim nampaknya direka-reka, beberapa di antaranya memiliki nama stereotipe yang aneh seperti; 'membungkus, putra kain, rumput musim semi, putra Hujan, putra salju, dan laut, putra Eufrat.' Pembaca akan menemukan banyak nama yang hanya ditemukan dalam hadis-hadis Saif yang dicatat dalam jilid ini...

Selain menciptakan banyak tokoh yang muncul dalam transmisi hadisnya, nampaknya Saif juga menciptakan banyak nama sanad hadisnya. Sepertinya, 'sanad-sanad' karangannya ini berfungsi sebagai hubungan langsung antara Saif dan ahli-ahli hadis sebenarnya yang sanadnya digunakan Saif untuk mendukung hadis-hadis ciptaannya.

Penilaian Saif ini tentunya meruntuhkan sanad penulis-penulis Muslim terdahulu yang karyanya mungkin memiliki tokoh yang sangat berbeda, sebagaimana sejarahwan Romawi akhir, Ammianus Marcellinus dipengaruhi oleh Historia Agusta gadungan. Sebaliknya, besar penghargaan diberikan kepada umat Muslim masa pertengahan yang menilai kualitas hadis dalam kitab Rijal di mana mereka secara sepakat menolak sanad Saif sepenuhnya. Mereka melakukan hal tersebut karena hadishadisnya mungkin telah digunakan untuk mendukung ijma kaum Sunni yang muncul pada sejarah awal Islam. Hal ini menyiratkan bahwa penolakan mereka terhadap hadis-hadis Saif dimotivasi oleh kepedulian terhadap kebenaran, dan bukan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam kancah waktu itu. Mereka menyadari bahwa transmisi hadisnya sangat berlebihan dan curang, dan mereka berkata demikian. Sebenarnya, pencelaan terhadap hadis Saif oleh ulama-ulama Muslim masa pertengahan seharusnya berfungsi sebagai pengingat bagi ulama-ulama modern bahwa teks-teks pertengahan dan kuno tidak selalu digaungkan oleh iklim agama dan politik yang tengah berkuasa dan bahwa pencarian kebenaran sudah ada sejak masa-masa awal dan masa sekarang.

Dalam menjabarkan penaklukan - penaklukan, Pada umumnya Thabari jarang menyimpang dari riwayat Saif. Hal ini memperlihatkan kepada kita tentang daya tarik Saif bagi Thabari; detil. Hadis-hadis Saif hampir semuanya sangat bertele-tele dibandingkan riwayat-riwayat yang sama dari ahli hadis-ahli hadis yang sebenarnya. Ciri-ciri ini mungkin tidak hanya membuat mereka lebih menyukai Thabari tetapi nampaknya menjadi jaminan keakuratan. Karena Thabari hidup di zaman pertengahan, dalam mayoritas contoh-contoh, tidak ada baginya peralatan modern yang akan membuatnya menemukan kecenderungan Saif. Bagaimanapun, riwayat-riwayat Saif masih terus diterima oleh sekelompok kecil ulama, bahkan hingga saat ini.63

Profesor James Robinson, (D.Litt., D.D. Glasgow, Amerika) menulis:

Saya ingin memberi komentar tentang Thabari yang tidak memiliki keraguan untuk mengutip hadis dari Saif: Sejarahnya bukanlah karya sejarah dalam cara penulisan modern, karena tujuan utamanya nampaknya mencatat semua informasi yang ia miliki tanpa mengungkapkan pendapat tentang nilainya. Seseorang, oleh karena itu, disiapkan untuk mencari bahwa beberapa materinya tidak dapat diandalkan dibandingkan materi yang lain. Dengan demikian, kita dapat memaafkannya karena menggunakan metode yang tidak diakui di zaman sekarang. Sekurang-kurangnya ia telah memberikan informasi yang sangat banyak. Materi tersebut masih ada bagi para ulama-ulama yang harus membedakan yang asli dan yang palsu.

Nampaknnya Saif sering mengutip dari lelaki yang tidak dikenal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa tidak ada seorang pun dari mereka dikutip oleh perawi-perawi hadis lainnya, dan hal ini membuat kita berpikir bahwa Saif telah membuat-buat hadis tersebut. Tuduhan serius ini merupakan asumsi yang masuk akal dengan membandingkan hadis-hadis Saif dengan hadis yang lain.

Diceritakan bahwa Saif memiliki kisah-kisah ajaib yang sulit untuk dipercayai, seperti gurun pasir berubah menjadi air hagi pasukan Islam, laut menjadi pasir, hewan ternak yang berbicara dan memberi tahu kepada pasukan Islam di mana mereka bersembunyi, dan lain-lain. Di zaman Saif, mungkin baginya menggunakan kisah-kisah tersebut sebagai sejarah, letapi hada zaman sekarang, pelajar-pelajar yang kritis langsung mengetahui bahwa cerita-cerita tersebut tidak masuk akal. Argumen yang efektif juga digunakan untuk menunjukkan bagaimana informasi Saif tentang Ibnu Saba dan kaum Sabaiyyah sangat tidak dapat diandalkan.

Saif yang hidup pada perempat awal abad kedua, berasal dari suku Tamin, salah satu suku Mudar yang hidup di Kufah. Hal ini dapat membuat kita mempelajari kecenderungan serta pengaruh-pengaruhnya terhadap legenda ini. Dalam ceritanya, ada diskusi tentang zindiq. Dinyatakan bahwa semangat kesukuan berlangsung dari zaman Rasulullah, hingga zaman Abbasiah. Saif mengagungagungkan suku dari bagian utara, menciptakan pahlawan-pahlawan, puisi-puisi yang memuji pahlawan suku tersebut, para sahabat Nabi yang berasal dari Tamim, perang dan pertempuran yang tidak pernah ada, jutaan orang terbunuh dan banyak tawanan dengan tujuan untuk memuji pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat, puisi-puisi ditujukan kepada pahlawan-pahlawan imajiner memuji-muji suku Mudar, lalu Tamim, kemudian Ibnu Amar, suku di mana Saif berasal. Saif menyebutkan bahwa kaum lelaki dari Mudar adalah pemimpin pertempuran yang dipimpin oleh lelaki dari suku lain, pemimpin-pemimpin khayalan yang kadang-kadang adalah nama orang sebenarnya atau nama buatan. Dinyatakan bahwa kesalahan informasinya ini adalah untuk menggugurkan keimanan banyak umat dan memberikan konsep yang salah kepada non-Muslim. Ia sangat ahli dalam pemalsuannya sehingga cerita-cerita itu diterima sebagai sejarah yang asli.

Ada perbedaan yang besar antara karya sebuah hadis, seperti Shahih al-Bukhari, dan karya sejarah seperti sejarah Thabari. Bukhari sangat selektif terhadap hadis dan mungkin mencatat satu atau sepuluh hadis yang disampaikan kepadanya, karena ia tidak mengambil hadis-hadis yang menurut pendapatnya lemah. Tetapi Thabari, meskipun juga selektif dalam karya lainnya, tetapi sejarahnya mencatat sembilan atau sepuluh dari apa yang ia dengan dan ini dikarenakan sifat dokumentasi sejarah yang pada intinya tidak seakurat koleksi hadis.

Akibatnya, Bukhari tidak meriwayatkan bahkan satu hadis pun tentang Abdullah bin Saba dalam sembilan jilid kitab hadis sahihnya. Tetapi para sejarahwan yang menerima lebih banyak dokumentasi dibandingkan keotentikan perawi, banyak mencatat tentang Abdullah bin Saba melalui Saif.

Sejarahwan Syi'ah tidak lepas dari pemikiran di atas. Mereka juga mencatat banyak hal yang mereka miliki. Di antaranya riwayat yang mereka ragukan. Penelitian akhir oleh Syi'ah mengenai Abdullah bin Saba dikeluarkan hanya pada tahun 1955, dan hal itu tidak sejelas sebelum masa itu sehingga kisah-kisah Ibnu Saba merupakan manipulasi Saif dengan motif-motif politik. Dua orang sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba, hidup sepuluh abad sebelum diterbitkannya penelitian ekstensif tentang Abdullah bin Saba. Seseorang disebut ahli dalam sejarah Islam apabila telah membaca semua buku-buku sejarah awal Islam. Sebenarnya, banyak buku-buku sejarah awal ditulis oleh penulis-penulis Sunni atas sokongan Umayah dan kemudian penguasa Abbasiah.

Seorang sejarahwan Syi'ah tidak melarang sumber-sumber Sunni, sehingga karyanya terpengaruhi oleh karya sebelumnya. Jelas bagi kita jika dua sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tidak menyebutkan nama perawi untuk riwayat mereka, artinya mereka mendapatkannya dari kabar angin orang-orang akibat propaganda besar-besaran.

Sedangkan beberapa hadis yang perawinya (bukan dari Saif), memiliki cerita berbeda yang tidak mendukung satupun pernyataan Syaf. Hadis-hadis ini menceritakan tentang seorang lelaki terkutuk yang telah Ahlulbait jelaskan tentang ketidak bersalahan mereka dari apa yang ia kait-kaitkan kepada Ali bin Abi Thalib (menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan). Syi'ah, Imam-imam mereka dan ulama-ulamanya menyatakan murka Allah SWT kepada orang itu (jika pernah ada) bahwa ia sesat, menyimpang dan dikutuk. Tidak ada kesamaan antara Syi'ah dan namanya kecuali Syi'ah mengutuknya dan semua orang-orang ekstrim yang mempercayai bahwa Ahlulbait adalah Tuhan.

Pengikut Ahlulbait tidak pernah menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan, atau menyatakan bahwa duabelas Imam adalah Tuhan. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa orang-orang yang menghidupkan cerita Abdullah bin Saba adalah pembenci Syi'ah dan berusaha menyalahartikan pengikut keluarga Nabi. Apabila Syi'ah adalah pengikut Yahudi yang misterius itu, mereka pasti telah meyakini ketuhanan Ali bin Abi Thalib dan tentunya menghormati guru mereka, Abdullah bin Saba, bukannya mengutuknya.

Apabila Abdullah bin Saba adalah orang yang sangat berpengaruh dan penting bagi Syi'ah, mengapa Syi'ah tidak pernah mengutip darinya sebagaimana mereka mengutip dari para Imam Ahlulbait. Apabila Abdullah bin Saba adalah pemimpin mereka, mereka pasti mengutip darinya dan bangga melakukan hal itu. Seorang murid yang taat selalu mengutip gurunya, tetapi mengapa Syi'ah tidak demikian? Mengapa mereka malah mengutuknya? Apabila kita menjawab bahwa alasan Syi'ah tidak mengutip darinya adalah ia seorang Yahudi yang masuk Islam, pertanyaan yang muncul adalah agama apa yang dianut para sahabat sebelum mereka masuk Islam? Bukankah Abu Hurairah adalah seorang Yahudi yang membunuh orang Islam sebelum masuk Islam? Bukankah ia masuk Islam dua tahun sebelum Rasulullah SAW wafat? Lalu mengapa banyak hadis dalam koleksi hadis Sunni berasal darinya? Sedangkan hadis-hadis yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib (yang merupakan lakilaki pertama yang memeluk Islam) dalam koleksi hadis Sunni, kurang dari satu persen dari apa yang diriwayatkan Abu Hurairah?

Selain itu, bagi Syi'ah, merayakan kelahiran Nabi dan duabelas Imam serta Fathimah adalah suatu kebiasaan. Mereka juga berkabung ketika mengingat kesyahidan mereka. Mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama kepada Abdullah bin Saba apabila ia memang pemimpin mereka?

Lagipula, apakah orang-orang Syi'ah begitu bodoh dan dungu sehingga setelah 1400 tahun, mereka tidak pernah mengetahui jika keyakinan dan agama mereka didasarkan pada hadis-hadis palsu dan cerita-cerita Abdullah bin Saba? Kami ragu, jika Syi'ah memang bodoh dalam meyakini seorang munafik dalam agama, filsafat, fiqih, sejarah, dan tafsir Qur'an, bagaimana Syi'ah tetap eksis hingga kini? Tentunya jika pengetahuan Syi'ah didasarkan pada dasar yang tidak kuat seperti Abdullah bin Saba itu, mereka sudah tidak ada sejak dahulu. Menarik sekali jika kita lihat bahwa para Imam Syi'ah (Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq). Tentu kita dapat mengatakan bahwa mazhab Sunni mendasarkan fiqih mereka dari Syi'ah yang berarti Sunni dan Syi'ah adalah pengikut orang yang sama, Abdullah bin Saba.

Selain itu, apabila Abdullah bin Saba memang ada dengan kisah-kisahnya yang diceritakan saif, berarti ada jarak 150 tahun antara kelahirannya dan penyebarluasan kisah Saif dan Umar Tamimi. Selama kurun waktu 150 tahun itu, banyak ulama, penulis wahyu, sejarahwan, dan filsuf yang menyumbangkan banyak buku. Mengapa mereka tidak pernah menyebutkan Abdullah bin Saba? Tentunya jika ia adalah tokoh penting bagi Syi'ah, tentunya Sunni mengenalnya sebelum Saif bin Umar Tamimi. Kenyataannya adalah bahwa ia tidak pernah disebutkan di kitab manapun sebelum kitab Saif bin Umar Tamimi menciptakan keraguan pada seluruh cerita yang ditujukan kepadanya dan bahkan keberadaannya. Percayalah bahwa tahun 150 yahun atau antara kurun waktu itu kelahiran Abdullah bin Saba dan terbitnya Saif bin Umar Tamimi, tidak ada buku yang menyebutkan Ibnu Saba? Tetapi beberapa orang masih mengatakan bahwa cerita itu ada.

Hal aneh lainnya adalah bahwa bahkan setelah 150 tahun penerbitan Saif bin Umar Tamimi, tidak banyak orang mengetahui cerita Abdullah bin Saba. Cerita tersebut tidak tersebar hingga cerita Ibnu Saba secara luas muncul dalam Tarikh at-Thabari (160 tahun setelah diterbitkannya karya Saif) dan pada saat itulah fitnah mulai mengemuka sebagai cara untuk melawan Syi'ah.


Para Sahabat Nabi dan Pengaruh Yahudi

Kita kesampingkan dahulu pembahasan Ibnu Saba. Ada banyak Yahudi yang memang telah mempengaruhi para sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib bersikap sangat hati-hati demi kesucian ajaran Islam terhadap mualaf Islam dari Ahlul Kitab. Mereka tidak mendengar pernyataan dari orang-orang yang memeluk Islam dan menyatakn diri memiliki ilmu agama melalui Kitab Perjanjian lama dan ingin menyebarkannya kepada Islam.

Sikap Ali bin Abi Thalib sangat bijaksana, sedangkan para sahabat utama (menurut pandangan Sunni), terpedaya oleh ulama-ulama Ahlul Kitab ini. Berikut ini penjelasan tentang mereka.


Ka'b Ahbar

Ia adalah seorang lelaki dari Yaman bernama Ka'b bin mati Humyari, dikenal juga sebagai Abu Ishaq, yang berasal dari suku Thi Rain (atau Thi al-Killa). Ia datang ke Madinah ketika Umar menjabat sebagai Khalifah. Ia adalah seorang ulama Yahudi yang terkenal dan datang dengan nama Ka'b Ahbar. Ia menyatakan ke Islamannya dan tinggal di Madinah hingga Utsman menjadi Khalifah. Inilah bagian pertama yang akan membahas beberapa pernyataan yang ia buat, penipuannya yang dilakukan kepada khalifiah Umar, dan keterlibatnya dalam pembunuhan khalifah, dan sikap Ali bin Abi Thalib terhadapnya.

Mualaf muslim ini bukanlah tokoh fiktif sebagaimana Abdullah bin Saba. Ia ada karena ia tinggal di Madinah dan dihormati oleh khalifah kedua dan ketiga. Ia banyak meriwayatkan cerita-cerita yang menyatakan bahwa kisah tersebut berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Banyak sahabat yang terkenal seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amru bin Ash, dan Muawiyah bin Abu Sufyan meriwayatkan cerita darinya. Ulama Yahudi ini telah banyak meriwayatkan cerita aneh, yang isinya menunjikan banyak ketidakotentikan. Salah satu ceritanya adalah sebagai berikut :

Seorang sahabat Nabi bernama Qais bin Kharsyah Qaisi meriwayatkan bahwa Ka'b Ahbar berkata,"setiap peristiwa yang terjadi atau akan terjadi di muka bumi manapun, telah tertulis dalam kitab Taurat (Kitab Perjanjian Lama), di mana Allah menurunkannya kepada Musa."64

Riwayat itu pasti menarik perhatian pembaca karena menyatakan sesuatu hal yang tidak masuk akal. Bumi terdiri dari milyaran mil luasnya, setiap mil terdiri dari milyaran kaki, dan setiap bagian bumi ini menjadi tempat ribuan peristiwa zaman Nabi Musa hingga Hari Kiamat. Tetapi Ka'b menyatakan bahwa semua peristiwa dicatat dalam Kitab Perjanjian Lama.

Banyak Kitab Perjanjian Lama yang didiktekan atau ditulis oleh Nabi Musa, tidak lebih dari 400 halaman. Mencatat semua peristiwa di dunia dari zaman Musa hingga hari Kiamat, membutuhkan milyaran halaman. Selain itu, halaman-halaman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak mencatat peristiwa-peristiwa yang akan datang. Semua isinya terdiri dari peristiwa lama yang terjadi sebelum pembawa Kitab Injil datang. Dengan mempertimbangkan hal ini, menyatakan yang dibuat Ka'b gugur dengan sendirinya.


Ka'b Ahbar Menghitung Waktu Hidup Khalifah Umar

Ulama Yahudi ini telah memperdaya banyak sahabat melalui tipu dayanya. Bahkan sahabat utama seperti Umar bin Khattab tidak dapat terlewat dari tipuanya.

Pengaruh Ka'b telah berkembang selama zaman kekhalifahan Umar hingga ia berani berkata kepada Umar, "Amirul Mukminin, engkau harus menuliskan wasiatmu karena engkau akan wafat dalam tiga hari ini!"

Umar bertanya,"Bagaimana engkau tahu?"

Ka'b menjawab," Aku menemukannya dalam kitab Allah, Taurat."

"Demi Allah, engkau menemukan Umar bin Khattab dalam Kitab Taurat?"

"Tidak, tetapi aku menemukan gambaran tentang dirimu dalam Kitab dan waktumu sudah semakin dekat."

"Tetapi aku tidak merasa sakit," balas Umar.

Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar lagi dan berkata "Amirul Mukmin, satu hari telah berlalu dan engkau hanya memiliki waktu tersisa dua hari lagi."

Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar dan berkata "Amirul Mukmin, dua hari telah lewat dan engkau hanya memiliki satu hari dan satu malam."

Hari berikutnya, Umar keluar untuk memimpin shalat di mesjid. Ia biasa mempersiapkan orang-orang untuk mengatur barisan yang akan shalat. Ketika barisan itu telah lurus, ia mulai shalat. Abu Lulu memasuki masjid sambil membawa belati dengan dua mata dan satu pegangan ditengahnya. Ia menusuk Umar sebanyak enam kali, salah satunya menusuk perut khalifah sehingga membuat wafat.65

Dengan melihat Kitab Perjanjian Lama, kita tidak menemukan adanya nama atau ramalan tentang Umar. Tidak ada ulama Yahudi manapun selain Ka'b, menyatakan bahwa Kitab tersebut meramalkan hidup Umar, pembunuhannya, atau menjelaskan waktu kematiannya. Apabila informasi seperti ini terkandung dalam Taurat, orang-orang Yahudi pasti bangga dengannya dan akan menggunakannya untuk membuktikan bahwa agama Yahudi adalah agama yang benar.


Bagian dari Konspirasi

Nampak jelas bahwa pembunuhan Umar adalah sebuah konspirasi, dan Ka'b terlibat didalamnya. Pembunuhan Umar akan melemahkan umat Islam karena ledakan kekerasan terhadap khalifah akan menggoyahkan keyakinan negara Islam dan menciptakan kekacauan. Meramalkan peristiwa tersebut sebelum terjadi, membuat para sahabat percaya apa yang diramalkan Ka'b dan apa yang ia nyatakan dicatat dalam Kitab Taurat, sehingga membuatnya menjadi sumber yang dipercaya untuk informasi di masa datang. Keyakinan seperti itu membuatnya mampu terlibat dalam peristiwa besar dan menyarankan nama khalifah selanjutnya. Sejumlah sahabat Nabi percaya bahwa informasi yang dibuat-buat Ka'b berkenaan dengan masa lalu dan masa datang.

Ka'b tidak hanya berbicara tentang peristiwa yang terjadi pada bumi, tetapi ia juga memberikan informasi tentang langit dan singgasana Ilahi. Qurthubi dalam tafsir Qur'annya pada Surah Ghafir meriwayatkan bahwa Ka'b berkata, "Ketika Allah menciptakan singgasananya, singgasana tersebut berkata,'Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih besar daripada aku.'Singgasana tersebut kemudian mengguncangkan dirinya untuk menunjikan kesabarannya. Allah mengikat singgasana itu dengan seekor ular yang memiliki tujuh puluh sayap. Setiap sayap memiliki tujuh puluh bulu. Setiap bulu memiliki tujuh puluh wajah. Setiap wajah memiliki tujuh puluh mulut, dan setiap mulut memiliki tujuh puluh ribu lidah. Dari mulut-mulut ini, keluar pujian bagi Allah yang jumlahnya sama dengan tetesan air hujan yang turun, daun-daun yang gugur, bebatuan dan tanah, jumlah hari di dunia, dan jumlah malaikat. Ular tersebut membelit singgasana karena singgasana tersebut lebih kecil daripada ular. Singgasana tersebut tertutupi oleh sebagian tubuh ular.


Sikap Ali bin Abi Thalib Terhadap Ka'b

Umar dan sejumlah sahabat utama memiliki sikap yang positif terhadap Ka'b. Tetapi sahabat yang berilmu dan berwawasan luas, yakni Ali bin Abi Thalib, tidak menghormatinya. Ka'b tidak berani mendekat kepada Abi bin Abi Thalib, meskipun Ali di Madinah ketika Ka'b tinggal di sana. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata mengenai Ka'b, " Sesungguhnya, ia adalah seorang penipu yang handal."


Sikap Ibnu Abbas Terhadap Ka'b

Thabari menuliskan dalam sejarahnya bahwa Ibnu Abbas mendengar cerita bahwa Ka'b berkata bahwa pada hari Perhitungan, matahari dan bulan akan dibawa bersama sama seperti banteng yang dibius dan dilemparkan ke dalam neraka. Mendengar hal itu, Ibnu Abbas berseru marah tiga kali,"Ka'b pendusta!"
Ini adalah gagasan orang Yahudi, dan Ka'b ingin memasukkannya kedalam ajaran Islam. Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang dikait-kaitkan kepada-Nya. Ia tidak pernah menghukum orang-orang yang taat. Tidakkah Allah berkata dalam Quran, Dan ia telah menjadikan matahari dan bulan untuk tunduk kepadamu, keduanya berjalan sesuai jalanya.(QS. Ibrahim : 33).

Ibnu Abas menyatakan bahwa kata 'daibain' yang di gunakan dalam ayat tersebut menunjikan kertaat yang terus menerus kepada Allah. Lalu ia melanjutkan,

"Bagaimana mungkin Ia hukum dua bintang yang dengannya Ia sendiri memuji ketaatan. Allah mengutuk ulama Yahudi dan ajarannya. Betapa lancang membuat kebohongan terhadap Allah, dan menyalahkan dua mahkluk yang taat."

Setelah berkata demikian, Ibnu Abas,"Kepada Allah lah dan hanya kepada-Nya kita kembali." (sebanyak tiga kali)

Kemudian Ibnu Abas meriwayatkan apa yang telah dinyatakan Rasulullah tentang matahari dan bulan:

Allah menciptakan dua sumber cahaya. Sumber cahaya yang bernama matahari, sama dengan bumi, di antara dua titik dan terbenam. Dan sumber cahaya yang telah Ia perintahkan untuk kadang-kadang tak bercahaya, Ia sebut bulan dan Ia menjadikannya lebih kecil daripada matahari. Keduanya nampak kecil karena tingginya mereka di langit dan jauhnya sumber-sumber itu dari bumi.66


Ka'b Turut Campur dalam Kekhalifahan

Ka'b mengambil keuntungan dari kebaikan hati Umar dan menggunakan semua kelihaiannya untuk membuat Ali bin Abi Thalib jauh dari kekhalifahan. Ka'b terpicu kebenciannya terhadap Islam dan Ali bin Abi Thalib. Sesungguhnya, Ali bin Abi Thalib lah yang memadamkan pengaruh Yahudi di Hijaz dalam Perang Khaibar.

Menarik sekali bahwa khalifah percaya kepada Ka'b, ia bahkan meminta nasehatnya tentang masa depan kekhalifahan. Ibnu Abas meriwayatkan bahwa Umar berkata Ka'b, ketika Ibnu Abas hadir di sana:

Umar berkata,"Aku ingin menyebutkan penerus kekhalifahanku karena kematianku semakin dekat. Apa pendapatmu tentang Ali? Berikan pendapatmu dan beritahu aku apa yang kau temukan dalam 'Kitabmu' karena engkau telah menyatakan bahwa kami disebutkan dalam 'Kitab' itu?"

Ka'b menjawab,"Mengenai kebijaksanaan pendapat anda, tidaklah 'bijaksana' menunjuk Ali sebagai pengganti karena ia 'sangat taat'. Ia mengetahui setiap penyimpangan dan tidak memberikan kelonggaran pada setiap ketidakjujuran. Ia mengikuti hanya pendapatnya dalam aturan Islam, dan ini adalah bukan kebijakan yang baik. Sejauh yang diberitakan 'kitab kami', kami menemukan bahwa ia dan keluarganya tidak akan berkuasa. Karena apabila demikian, akan terjadi kekacauan."

Umar bertanya lagi,"Mengapa ia akan tidak berkuasa?"

Ka'b menjawab,"Karena ia telah menumpahkan darah dan Allah telah mengambil haknya. Ketika Daud ingin mendirikan bangunan di Yerusalem, Allah berkata kepadanya,'engkau tidak akan membangunnya karena engkau telah menumpahkan darah. Hanya Sulaiman lah yang akan mendirikannya."

Umar bertanya,"Bukankah Ali menumpahkan darah secara benar dan demi kebenaran?"

Ka'b menjawab,"Amirul Mukminin, Daud juga menumpahkan darah demi kebenaran."

Umar bertanya,"Siapa yang akan berkuasa menurut 'kitabmu'?"

Ka'b menjawab,"Kami melihat bahwa setiap Nabi Muhammad dan dua sahabat (Abu Bakar dan Umar), kekuasaan akan berpindah tangan kepada musuhnya, dan mereka akan berjuang demi agama."

Ketika Umar mendengar hal ini, ia berkata,"Kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita kembali." Kemudian ia berkata kepada Ibnu Abas,"Ibnu Abas, apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Ka'b? Demi Allah aku mendengar Rasulullah menyatakan hal yang sangat sama. Aku mendengarnya berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku. Aku melihat mereka dalam mimpiku berlompatan di mimbarku seperti kera."Kemudian, Rasulullah menyatakan ayat berikut tentang Umayah, Dan kami jadikan mimpi itu nyata, yang telah Kami tunjukkan kepadamu, hanya sebagai cobaan bagi orang-orang dan pohon terkutuk dalam al-Qur'an"67

Dialog tersebut harus membuat kita waspada terhadap usaha tipu daya setan melalui Ka'b untuk mempengaruhi kejadian di masa datang. Dialog tersebut mengandung banyak penyimpangan yang menyebabkan banyak merugikan bagi Islam dan umat Islam.

Pertama, Ka'b sangat benci kepada Ali bin Abi Thalib karena ia adalah orang yang meruntuhkan pertahanan kuat bangsa Yahudi di Semenanjung Arab. Ka'b berpikir, Ali akan membumihanguskan pengaruh Yahudi dari masyarakat Arab. Oleh karena itu, Ka'b sangat ingin agar kepemimpinan berada ditangan Umayah yang tidak peduli terhadap masa depan Islam. Mereka hanya peduli pada diri sendiri dengan aspek materialistis dunia ini. Selain itu, mereka juga sangat membenci Ali bin Abi Thalib seperti halnya Ka'b. Bani Umayah dan Ka'b menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai musuh bebuyutan mereka. Ia membinasakan pemimpin-pemimpin mereka dalam perjuangan menegakkan Islam.

Kedua, Ka'b berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat taat dan ia tidak menutupi matanya pada setiap ketidakjujuran ataupun setiap penyimpangan dari jalan Islam. Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa Ka'b lupa dan juga secara sengaja menghilangkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling taat dan pemimpin yang paling sempurna di panggung sejarah dunia.

Ketiga, Ka'b juga menemukan dalam 'kitabnya' bahwa Ali bin Abi Thalib atau pun keluarganya tidak akan berkuasa karena ia telah menumpahkan darah. Selain itu, Ka'b berkata bahwa kitabnya Daud tidak mendirikan Mesjid Yerusalem karena ia telah menumpahkan darah putranya, dan Sulaiman ditetapkan sebagai orang yang mendirikan bangunan itu. Ka'b tidak menyebutkan dan ia membuat Khalifah lupa bahwa Daud, meskipun menumpahkan darah dan dicegah untuk mendirikan bangunan, ia berkuasa dan menjadi Raja. Quran menyatakan bahwa Allah berkata Daud, Wahai Daud sesungguhnya kami telah menjadikanmu sebagai pemimpin. Engkau harus memberi keputusan di antara umat dengan adil…(QS. Al-Qashash : 26). Ka'b juga lupa bahwa Rasulullah SAW juga menumpahkan darah musuh demi kebenaran. Sebenarnya ia memimpin banyak peperangan dan hal ini tidak membuatnya tidak berkuasa dan mengatur urusan umat Islam, ataupun dicegah untuk mendirikan negara Islam.

Ke empat, lebih jauh lagi, dengan menyatakan bahwa menumpahkan darah tidak dapat menjadikan seorang berkuasa, hal ini menjadikan orang yang berjuang di jalan Allah tidak berharga dibandingkan orang-orang yang berjuang. Hal ini bertentangan dengan ayat Quran;
Orang-orang beriman yang duduk tenang, dengan orang-orang yang memiliki penyakit, tidak sama dengan orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan kekayaan dan 'jiwa' mereka. Allah telah menganugerahkan kemuliaan kepada mereka yang berjuang demi agama dengan nyawa dan kekayaan dibandingkan dengan orang-orang yang duduk di rumah-rumah mereka. Dan bagi setiap orang yang berjuang, Allah telah menetapkan balasan yang besar, kemuliaan dari-Nya, ampunan, dan karunia. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.(QS. An-Nisa : 95).

Tidaklah logis jika kita berpikir bahwa Allah memerintahkan orang-orang untuk berjuang di jalan-Nya kemudian menghukum usaha mereka dengan mencegah mereka untuk tidak berkuasa.

Kelima, tentu saja aneh ketika Ka'b menyatakan bahwa kitab Yahudi menyebutkan bahwa kepemimpinan Islam akan beralih dari Rasulullah dan kedua sahabatnya lalu kemusuhnya. Tidak disebutkan hal ini dalam Kitab Perjanjian Lama meskipun Ka'b telah berkata kepada Qais Ibnu Kharysah,"Tidak ada tempat di dunia ini yang tidak disebutkan dalam Kitab, beserta peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di tempat itu hingga Hari Perhitungan."
Ka'b sebenarnya tidak menemukan peristiwa apapun dalam kitab Perjanjian lama yang ia buat-buat itu. Ia hanya mencurinya dari apa yang ia dengar dari sahabat-sahabat Nabi. Mereka, termasuk Umar, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku dan aku melihat mereka dalam mimpiku berlompat seperti kera."68

Mengherankan bahwa khalifah tersebut mendengar perkataan nabi Muhammad tetapi masih tidak menyangka bahwa Ka'b telah mengambilnya dari Kitab Yahudi. Selain itu, Ka'b berkata bahwa ia menemukan dalam kitab Yahudi bahwa kekuasaan akan diserahkan kepada Nabi Muhammad dan dua sahabatnya kepada musuh Rasulullah. Hal ini, bagaimanapun juga tidak terjadi. Kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman setelah Umar, dan Utsman bukanlah musuh Rasulullah SAW. Ia adalah sahabat utama Nabi. Selain itu, anehnya pernyataan yang dibuat Ka'b tidak berarti lagi ketika Ali bin Abi Thalib menerima tampuk kekhalifahan.

Lebih aneh lagi, khalifah mendengar semua pernyatan palsu yang telah Ka'b sebutkan berasal dari Kitab Perjanjian Lama dan bahkan tidak memerintahkan Ka'b untuk menunjikan kitab Yahudi yang darinya ia mendapatkan informasi.

Khalifah kedua, dengan segala keutamaanya, keimanan serta kecerdasannya, menganggap ucapan Ka'b berasal dari langit. Ia lupa bahwa persoalan kepemimpinan berada ditangannya. Semuanya berpulang kepadanya untuk memilih Ali bin Abi Thalib atau orang lain. Diharapkan, khalifah kedua ini akan membuat ridha Rasulullah SAW dengan mencegah Bani Umayah agar tidak berkuasa setelah Rasulullah terganggu melihat dalam mimpinya di mana Umayah berlompatan di mimbarnya seperti kera. Satu kata dari Umar akan mengubah jalan sejarah.

Khalifah kedua mungkin dapat memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan mencegah Umayah berkuasa. Sayangnya, ia menjauhkan Ali dari kekhalifahan dengan membentuk enam orang panitia, yang sebagian besarnya sangat tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib dan lebih menyukai kepada Utsman, Bani Umayah yang setia yang sangat dekat dengan sukunya. Bertentangan dengan apa yang diharapkan, khalifah kedua melakukan apa yang disukai Ka'b dan tidak disukai Nabi Muhammad SAW.69

Dengan demikian, mualaf Islam yang menyatakan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang segala hal yang terjadi di masa lalu dan di masa depan, telah mengubah jalan sejarah Islam melalui pengaruhnya terhadap khalifah terkenal, Umar bin Khatab.


Ka'b Selama Masa Kekhalifahan Utsman

Pengaruh Ka'b terus berlanjut hingga setelah Umar wafat. Selama pemerintahan khalifah ke tiga, Ka'b dapat memberikan ketetapan pada urusan-urusan umat Islam. Khalifah 'sering' setuju dengannya, dan tidak ada di antara peserta pertemuan yang menentangnya, kecuali Abu Dzar yang menjadi sangat kesal ketika mendengar keputusan Ka'b dalam Islam hingga ia memukulnya dengan tongkatnya sambil berkata,"Hai putra wanita Yahudi! Apakah engkau akan mengajari agamamu?"

Untuk memperluas pengaruhnya dan masa depan yang lebih baik setelah kematian Utsman, Ka'b berusaha menyenangkan hati Muawiyah dengan meramalkan kedatangannya dimasa depan dengan mahkota kekuasaan Islam. Khalifah Utsman kembali dari hajinya ditemani Muawiyah dan pemimpin kafilah menyanyikan lagu yang isinya meramalkan Ali sebagai pengganti Utsman. Ka'b menyangkal penyanyi itu,"Demi Allah, engkau berdusta! Penngganti setelah Utsman adalah penunggang kedelai berbulu kuning."

Di sini Ka'b merujuk kepada Muawiyah, dan dengan salah ia menyebutkan bahwa hal ini berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Muawiyah juga 'memerintahkan' Ka'b untuk membuat pernyataan kepada masyarakat Damaskus apa saja yang membuat Damaskus dan masyarakatnya ada di pengawasan propinsi lain.70


Peristiwa-peristiwa Lain

Ahmad meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Umar datang menemui Rasulullah dengan sebuah kitab yang ia dapat dari pengikut Ahlul Kitab. Ia membacanya di hadapan Nabi. Nabi menjadi sangat marah dan berkata,"Putra Khattab, demi Dia yang jiwaku berada ditangan-Nya, apabila Musa masih hidup, ia akan mengikutiku."

Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abas berkata,"Mengapa engkau bertanya kepada Ahlul Kitab tentang segala sesuatu, sedangkan Kitabmu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya adalah Kitab yang paling baru? Engkau membacanya tanpa penambahan kalimat yang bukan ayat-ayat Quran. Quran telah memberitahukan bahwa Ahlul Kitab merusak dan mengubah kitab mereka."

Sebaliknya, sahabat yang lain seperti Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Ambillah dari Bani Israil itu, dan engkau tidak akan melakukan suatu dosa!"

Selain itu Bukhari menyebutkan dalam Shahih-nya bahwa Abdullah bin Amru Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Sampaikanlah kepada umat meskipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kepada yang lain tentang kisah Bani Israil, karena hal itu bukan perbuatan dosa!"71

Patut diperhatikan bahwa Abu Hurairah dan Abdullah adalah 'murid-murid' Ka'b. diriwayatkan juga bahwa Abdullah bin Amru bin Ash memperoleh dua unta penuh dengan kitab para Ahlul Kitab, dan sering memberi informasi kepada umat dari kitab-kitab ini.

Ibnu Hajar Asqalani, yang merupakan 'sumber' utama hadis-hadis Bukhari berkata,"Karena hal ini (yang disebutkan di atas), banyak ulama terkemuka di kalangan murid-murid Rasulullah 'menghindar' untuk mengambil informasi dari Abdullah bin Amru bin Ash.72[]


Catatan Kaki :

1. Al-Mugni fi al-Dhua'afa',Dzahabi, hal. 292.
2. Rijal, Kusysyi
3. Rijal, Kusysyi
4. Rijal, Kusysyi
5. Rijal, Kusysyi
6. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
7. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
8. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
9. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
10. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
11. Al-Farq, Abdul Qahir Ibnu Tharir Baghdadi.
12. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5552, 5744, dan 5745
13. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, Ibnu Asakir, diriwayatkan oleh Saif, peristiwa tahun 11 H.
14. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 195-196, riwayat dari Saif dan Umar.
15. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5546
16. Perlu disebutkan bahwa Askari memiliki hadis yang sangat terkenal dan tidak diragukan dalam bukunya 'Abdullah bin Saba dan Mitos Lainnya', ia menyatakan bahwa Ibnu Saba tidak pernah ada, dan bahwa tokoh ini dikarang oleh Saif bin Umar. Apabila ada orang bernama Abdullah bin Saba pada masa itu, ceritanya sangat bertentangan dengan cerita yang dimanipulasi Saif. Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai Abdullah bin Saba beserta cerita fiksinya, anda dapat membaca buku berjudul Abdullah bin Saba and Other Myths karya Askari S.M, beserta The Shi'ites Under Attack karya Chirri M.J.
17. Refensi hadis Sunni : as-Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, jilid 2, hal. 655.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88-92 (dua hadis); Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hsal. 85; Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal.97; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 311; Syawahid at-Tanzil, hasakani, jilid 1, hal. 371; Kanz al-Ummal, Muttaqin Hindi, jilid 15, hal. 15, hal. 100-177; Tafsir al-Khazin, auladin Sayafi'I, jilid 3, hal. 371; Dala'il Nabawiyah, Baihaqi, jilid 1, hal. 4328-430; al-Mukhtasar, Abu Fida, jilid 1, hal.116-117, Nabi Muhammad, Hasan Haikal, jilid 104 (hanya edisi pertama, pada edisi kedua, kalimat terakhir yang diucapkan Rasulullah dihilangkan); Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 62-63. Hadis di atas juga diriwayatkan oleh tokoh-tokoh Sunni terkemuka seperti Muhammad Ibnu Ishaq (sejarahwan Sunni yang paling terkenal), Ibnu Hatim, dan Ibnu Mardawih. Hadis ini juga dicatat oleh para orientalis seperti T. Carlyle, E.Gibbon, J. Davenport, dan W. Irving.
19. Referensi hadis : Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, hadis 556 dan 5700; Shahih Muslim, bahasa Arab, jilid 4, hal. 1870-1871; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; al-Khas'is, Nasa'I, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Referensi hadis Sunni: Shahih, Tirmidzi, jilid 2, hal. 298, jilid 5, hal. 63; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84,118,119,152, 330; jilid 4, hal. 281, 368, 370, 372, 378; jilid 5, hal. 35, 347, 358, 361, 366, 419 (berasal dari 40 rangkaian perawi); Fada'il ash-Shnhabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 563, 572; al-Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal. 129, jilid 3, hal. 109-110, 116, 371; Kasa'is, Nasa'i, hal. 4, 21; Majma' az-Zawaid, Haitsami, jilid 9, hal. 103 (dari banyak perawi); Tafsir al-Kabir, Fakhrurrazi, jilid 12, hal. 49 -50; al-Durr al-Mantsur, Hafizh Jalaluddin Suyuthi, jilid 3, hal. 19; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, hal. 169, 173; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 213, jilid 5, hal. 208; Musykii al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 307-308; Habib as-Siyar, Mir Khand, jilid 3, bag. 3, ha1.144; Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, hal. 26; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 509; jilid 1, bag. l, hal. 319; jilid 2, bag. 1, hal. 57; jilid 3, bag. 1, hal. 29; jilid 4, bag. l, hal. 14, 16, 143; Tabarani, yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Ibnu Umar, Malik bin Hawirath, Habasyi bin Junadah, Jari, Sa'd bin Abi Waqash, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Amarah, Buraidah, …; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 8, hal. 250; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 4, hal. 23; jilid 5, hal. 26-27; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, bab mengenai kata 'ayn' (Ali), jilid 2, hal. 462; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 154, 397; al-Mirqat, jilid 5, hal. 568; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 172; Dhaka'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 68; Fayd al-Qadir, ManaaTi, jilid 6, hal. 217; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal. 114; Yanabi' al-Niawaddah, Qunduzi Hanafi, hal. 297 dan banyak lagi.
21. Referensi hadis Sunni: Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 8, hadis 817.
22. Referensi hadis Sunni: Ahmad bin Hanbal, jilid l, hal. 55; Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, jilid 4, hal. 309; Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
23. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 188-189.
24. Lihat al-Istiab, jilid 1, hal. 235; Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 79; Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
25. Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid l, hal. 52-53, hadis 149; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 130; Musnad Ahntad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 356; Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 648, Hadis 1130; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 172.
26. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 109, 277; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, 662; Musnad Ahmad bir2 Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al Kabir, Tabarani, jilid 6, hal. 264, 265; Hilyat al-Aaoliya', Abu Nu'aim, jilid l, hal. 128.
27. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 158-161; Musnad, Ahmad bin Hanbal, 6519, 6630, 7078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'ad, jilid 4, bag. 1, hal. 167-168; Majma' az-Zazon'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
28. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 1205, hal. 1508-1509, hadis 6966-6970 (lima hadis); al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383.
29. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir, 1952), hadis 6538, 6929; Tab-aqat, Ibnu Sa'ad, jilid 3, hal. 253.
30. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3884.
31. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
33. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 199-200.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
35. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
36. Referensi hadis: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
37. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15,hal. 180-181.
38. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250
39. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250.
40. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
41. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisan al-Arab, jilid 14, hal. 141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abul Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
42. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri; bag. l, jilid 4, hal. 75.
43. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1. 171-172.
44. Referensi hadis Sunni: al-Isti'aab, Yusuf bin Abdul Barr, jilid l, hal. 359-360.
45. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 173.
46. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 176-179.
47. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 198.
48. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 141-144.
49. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 312. (versi bahasa Inggris bagian ini belum diterbitkan ketika artikel ini ditulis).
50. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thahari, versi bahasa Arab, peristiwa 36 H, jilid 4, hal. 501-502; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 240; al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 515; Usd al-Ghabah; jilid 2, hal. 252; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 557.
51. Referensi hadis Sunni; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, dan 371; Musnad Ahmad ibn Hanbal, berdasarkan Ilyas Szabbi; Muruj adz-Dzahab, Mas'udi jilid 4 hal. 321; Majma' az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 107.
52. Referensi hadis Sunni; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Isti'ad, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat yang sama diceritakan dalam al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
53. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa di tahun 36 H, jilid 4, hal. 905
54. Dr. Hafni Daud, 12 Oktober 1961, Kairo Mesir.
55. Referensi: Tarikh at-Thabaari, jilid 15, hal. 15-17.
56. Mengenai Mihnah itu sendiri, lihat Traikh at-Thabari, jilid 3, hal. 517,522,548-511,604,605; dan kitab berjudul Zindiqs ditulis Vajjda, hal. 173-229. mengenai tuduhan terhadap Saif. Lihat Majruhin, Ibnu Hibban, jilid 1, hal. 345-346; Mizan, Dzahabi, jilid 2, hal. 255-256, Tahdzib, Ibnu Hajar, jilid 4, hal. 296
57. Lihat Skizzen, hal. 3-7.
58. Hal ini juga ditunjukkan di kutipannya dari sumber yang terlibat dalam pembunuhan Husain. Lihat contohnya pada jilid 11, hal. 204, 206, 216, 222.
59. Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1844-1850.
60. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 3049-3050.
61. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 2858-2859, 2922, 2928, 2942-2944, 2954, 3027, 3163-3165, 3180.
62. Dalam jilid ini, hal. 8, 24, 36, 40, 42-43, 45, 48, 60-63, 65, 90, 95, 166, 168.
63. Referensi: Tarikh at-Thabari, jilid 11, hal. 15-29.
64. Referensi hadis Sunni: Ibnu Abdul Bar, Istiab, jilid 3, hal. 1287, dicetak di Kairo, 1380.
65. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 191, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo.
66. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 62-63, Edisi Eropa.
67. Referensi hasi Sunni: Ibnu Abil Hadid, dalam syarahnya, jilid 3, hal. 81, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Fakhurddin Razi dalam tafsir Quran surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak oleh Matbaah Sarafiyah, 1304 h.
68. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuti, diterjemahkan oleh Major H.S. Barret, hal. 12, diterbitkan oleh J.W. Thomas, Baptists Mission Press, Calcutta; Fakhruddin Razi dalam tafsir Qurannya, surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak kedua kalinya oleh Matbah Sarafiyah, 1304 H.
69. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 35, diterbitkan oleh Darul Kitab Lubnanai, 1973.
70. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 76, dikenal sebagai Ali bin Sahibani, cetakan kedua (mengenai keledai); Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 343, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo (mengenai keledai); al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 323 (Muawiyah yang memberi perintah).
71. Shahih-nya Bukhari, hadis 4667.
72. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 1, hal. 167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar