Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Mei 2014

ANTOLOGI ISLAM ( BAB 15 ISU - ISU SEPUTAR IBADAH )


BAB 15 : ISU-ISU SEPUTAR IBADAH

A. Tawassul (Memohon Melalui Perantara)

Beberapa orang mengklaim bahwa meminta bantuan kepada selain Allah adalah perbuatan politeisme. Orang-orang ini tidak pernah pergi ke dokter apabila mereka sakit, karena itu adalah perbuatan syirik. Pergi menemui dokter adalah salah satu cara mencari bantuan kepada seorang ahli meskipun mereka tidak mengatakan dengan lidah mereka bahwa mereka mendapat pertolongan dari dokter. Perbuatan syirik sudah mencukupi. Mereka juga tidak harus bertanya apapun kepada orang lain atau meminta sesuatu pun karena semua ini adalah perbuatan syirik. Kalau begitu, mereka tidak harus makan karena mereka tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah.

Apabila mereka mengatakan bahwa kami melakukan hal tersebut karena Allah memerintahkan kami melakukannya, kalau begitu menurut ajaran mereka Allah juga musyrik. Naudzubillah.

Ini adalah sesuatu yang ganjil. Apabila kami meminta bantuan dari orang lain, kami melakukan ruzya dengan mengetahui bahwa ia sendiri Jika Allah tidak berkehendak demikian. Apabila seseorang memohon bantuan kepada Nabi Muhammad atau Iman Ali, ia sebenarnya memohon bantuan kepada Allah melalui perantara Nabi Muhammad atau para Imam, atau ia melakukannya dengan mengetahui bahwa Nabi atau Imam tidak memiliki kekuatan sendiri, tetapi yang mereka miliki ( yang tidak di miliki orang lain ) adalah kedudukan ruhani di mata Allah dan Allah tidak mengabaikan permohonannya mereka apabila mereka berdoa Kepada Allah atas diri kita. Imam Ali dan seluruh Syhuada masih hidup, sebagaimana yang di nyatakan dalam Quran dengan jelas. Meskipun mereka tidak ada di muka bumi ini, Maka. Janganlah memperlakukan mereka seperti mereka memperlakukan seperti mereka tidak mati. Allah bersabda dalam Quran, janganlah kalian kira bahwa orang - orang yang mati di jalan Allah itu telah mati. Mereka masih hidup dan mendapatkan penghidupan dari sisi Allah mereka. ( Qs. Ali Imran : 169 )

Sebenarnya para Imam kami, kecuali Imam Mahdi, telah menjadi Syuhada baik ditebas pedang atau diracuni, selain itu mereka adalah bukti yang sangat kuat dalam mazda Syi'ah maupun sunni bahwa Nabi Muhammad sendiri di racuni oleh orang yahudi di perang Khaibar. Dan secara berlahan - lahan racun itu bekerja di tubuhnya hingga akhirnya racun itu membunuhnya. Kami ketengahkan hadis dari Shahih al - Buchori Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ketika benteng Khaibar ditaklukan, semangkuk daging kambing yang berisi racun diberikan kepada Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Asiyah. Nabi dalam sakit yang mematikannya, karena mereka, menutur Quran, masih hidup. dengan demikian kita dapat bertawassul kepada mereka sebagaimana pengkikut Nabi Musa bertawassul kepadanya.

Dan takkala Musa memasuki kota. Pada saat ini penduduk kota tidak melihatnya. Ia melihat dua orang yang sedang berkelahi. Salah satunya adalah pengikutnya dan yang satunya dalah musuhnya. Pengikut musa itu berteriak meminta pertolongan kepada musa untuk melawan musuhnya
(Qs. Al-Qashash ; 15 )

Dua hal yang membedakan tawassul dan syirik perlu di perhatikan. Pertama. kita tidak percaya bahwa Nabi Muhammad SAW dan para Imam as memiliki kekuatan sendiri selain dari Allah. Kedua. Allah adalah satu - satunya yang menunjuk perantara. Para penyembah berhala sering menggunakan perantara yang salah. Dan itulah alasan lain mengapa hal itu di larang. Selai itu para penyembah berhala yakin bahwa berhala yang di semahnya dapat menyebabkan kehancuran atau dapat mendatangkan manfaat. Tetapi menyebut Nabi Muhammad dan para Imam dengan mengetahui bahwa mereka hanya dapat menjadi perantara kepada Allah. Bukanlah perbuatan syirik. Seluruh umat muslim sepakat pada hal ini semenjak zaman Nabi Muhammad hingga saat ini, kecuali kaum Wahabi. Ajaran mereka bertentangan dengan seluruh umat Muslim dan mereka menfitnah kau, muslimin. Mereka tidak mengijinkan siapa pun menyentuh makam nabi Muhammad SAW yang diberkahi.

Lebih jauh lagi, Quran memberi dukungan terhadap tawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hai Orang - orang yang beriman! Ingatlah kewajiban kalian kepada Allah, dan berusahalah mencari cara mendekatkan diri pada-nya. ( Qs. Al-Maidah : 35 )

Qurab menyatakan kepada kita bahwa ada suatu cara pendekatan al-wasilah bagi kita di setiap zaman. Yang berbeda - beda dan kita harus mencarinya apabila kita ingin memdekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya. Tawassul dan wasilah berasal dari akar yang sama. Ketika kita bertawassul, hal itu bahwa kita berharap karunia Allah melalui perantara yang lebih taat kepada Allah. Dengan demikian Allah akan lebih cepat mengijabahkan doanya dari pada doa kita. Allah akan mengampuni kita Karena keimanan dan kedudukan lelaki/wanita itu.

Walau demikian, Tawassul tergantung kepada Allah. Siapakah yang dapat menjadi perantara kepada-nya kecuali orang yang di kehendakinya ? mereka ( para rasul dan para Imam ) tidak menyatakan sesuatu sebelum diperintah oleh-nya dan mereka berbuat sesuatu atau perintah-nya.ia lebih mengetahui segala sesuatu yang ada di depan dan belakang mereka dan mereka ( orang - orang suci ini ) tidak memberi syafaat kecuali pada orang - orang yang dikehendaki Allah, dan mereka takjub dan tunduk kepada kebesaran-Nya (Qs. Al- Anbiya : 27-28) sebagai mana yang anda lihat, terdapat kekecualian. Beberapa orang tentu akan memberikan syafaat atau menjadi perantara kepada Allah atas izin-nya. Tetapi hal ini tidak diberikan kepada setiap orang.

Sekarang kami ingin juga memberi referensi yang lebih banyak dari koleksi hadis Sunni mengenai hal ini. Referensi pertama adalah tawassul yang di lakukan oleh Imam Ali. Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas mengucapkan kalimat berikut setelah imam Ali syahid. Ia memohon pertolongan kepada orang yang telah di anggap meninggal. Ketika kematian Abdullah bin Abas mendekati ia berkata " Ya. Allah Aku mendekatkan diri kepadamu dengan berwilayah kepada Ali bin Abi Thalib. " 3

Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas wafat pada tahun 68/687. dua puluh delapan tahun setelah Imam Ali wafat. Apabila bertawassul kepada orang yang sudah meninggal dianggap perbuatan syirik. Ibnu Abas tidak akan berkata demikian dan Ahmad bin Hanbal tidak akan meriwayatkan peristiwa itu. Mengenai tawassul kepada orang yang masih hidup, Buchari meriwayatkan bahwa umar sering bertawassul kepada Abba untuk meminta hujan.

Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 559, diriwayatkan oleh Anas :

Tatkala kekeringan melanda, Umar bin Khatab sering meminta diturunkannya hujan kepada Allah melalui Abbas bin Abdul Muthalib. Ia berkata " Ya Allah, kami sering kali meminta hujan kepada Rasul kami untuk memohonkan kepada-Mu agar diturunkan hujan dan engkau kan mengabulkannya. Saat ini, kami meminta agar diturunkan hujan. Turunkanlah hujan kepada kami!" Dan hujan akan turun kepada mereka.

Persoalan yang berkaitan lainya adalah apakah mencium makam Nabi Muhammad dianggap berbuatan syirik? Apakah menghormati barang milik nabi juga perbuatan syirik? Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 1373,7250 diriwayatkan oleh Abu Juhaifah:

Aku melihat Rasulullah berada dalam tenda berwarna kulit merah dan aku melihat Bilal tengah mengambil air bekas wudu yang digunakan Nabi. Aku melihat orang - orang berebut mengambil airnya dan menggunakannya. Siapa saya orang mendapatkan air itu. Ia akan mengusapakannya pada tubuhnya dan mereka tidak akan mendapatkannya. Kemudian aku melihat Bilal membawa sebilah Azna ( tongkat berujung tombak) dan menancapkanya pada tanah. Nabi melipat jubahnya dan memimpin orang - orang yang sholat dan melakukan sholat dua rakaat dan menjadikanya Azna itu sebagai - pembatas dalam shalatnya. Aku menyaksikan orang - orang dan hewan melintas di depan Nabi melebihi Azna.

Kita lihat, betapa para sahabat terkemuka sangat menghormati setiap tetes air yang telah di sentuh oleh Nabi Muhammad SAW. Sayid Syarifuddin MuSAWi; seorang ulama Syi'ah terkemuka, pergi melaksanakan ibadah Haji ke Kabah ketika pemerintahan di pegang oleh Raza Abdul Aziz bin Saud. Sayid adalah salah seorang yang di undang ke istana Raja untuk merayakan hari Idul Adha. Ketika giliran untuk berjabat tangan raja tidak, ia menghadiahi sebuah Quran yang terbungkus kulit domba. Raja mengambil Quran tersebut dan menyentuhnya ke dahi dan menciumnya. Sayid Syariffudi berkata " Engkau benar! Kami melakukan hal yang sama ketika mencium jendela atau pintu rumah nabi. Kami tahu, jendela dan pintu itu terbuat dari besi dan tidak dapat mendatangkan mudharat atau manfaat, tetapi yang kami tuju adalah apa yang berada dalam besi dan kayu tersebut kami bermaksud menghormati Rasulullah dengan cara yang sama ketika anda mencium pembungkus Quran yang terbuat dari kulit domba " orang - orang yang hadir terkesan dengan khutbah itu dan berkata " Engkau benar ". Raja terpaksa mengizinkan para khalifah mendapatkan berkah dari bangunan Nabi, hinggan perintah ini di tarik oleh penggantinya.

Persoalannya bukannya orang - orang takut menyamakan sesuatu dengan Allah tetapi hal ini lebih merupakan persoalan politik yang bertujuan untuk membenci umat islam agar dapat menggabungkan kekuatan mereka dan menguasai umat Islam. Sejarah adalah Saksi atas apa yang telah mereka perbuat .

Diskusi mengenai tawassul akhir - akhir ini banyak di gelar dan hanya sedikit sekali orang - orang bodoh yang telah mengeluarkan fatwa pengutukan praktik tawassul, bahwa tawassul adalah perbuatan syirik, dari bukti - bukti, nampaknya Nabi Muhammad SAW mengajari umatnya untuk melakukan perbuatan syirik, demikian juga Khalifah Utsman bin Affan.


Memohon kepada Allah Melalui Perantara

Definisi tawassul adalah memohon kepada Allah melalui perantara. Baik melalui orang yang masih hidup, sudah meninggal, sebuah nama atau sifat Yang Maha Tinggi.

Kami ingin menyampaikan kedudukan tawassul, yang dibenarkan dengan adanya bukti hukum dari mayoritas kaum Sunni ortodoks mengenai tawassul. bahwa mereka tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa memohon kepada Allah melalui perantara, secara prinsip adalah sah. Pembahasan detail - detailnya hanya berkaitan dengan penguasaan yang melibatkan perbedaan antara mazhab, petanyan tentang keimanan dan kekafiran yang tidak di miliki kaitan, monoteisme atau syirik, persoalan yang terbatas pada boleh atau tidaknya bertawassul, serta tentang aturannya apakat tawassul di benarkan atau tidak. Tidak ada perbedaan dikalangan umat islam mengenai bolehnya tiga jenis tawassul kepada Allah; 1) Bertawassul kepada orang yang sangat dekat dengan Allah yang masih hidup. Contohnya pada hadis lelaki buta dan Nabi Muhammad SAW, yang akan kami jelaskan; 2) Bertawassul seseorang kepada Allah melalui perbuatan baiknya. Contohnya pada tiga orang yang terkurung oleh batu besar di sebuah gua Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya ( jilid 3, No. 418);3) Bertawassulnya seseorang kepada Allah melalui Zat-Nya, sifat - sifatnya dan lain- lain.

Karena legalitas tiga jenis tawassul ini telah di sepakati, tidak ada alasan untuk mengajikan bukti. Ketidak sepakatannya adalah bertawassul kepada seorang beriman yang telah meninggal mayoritas masyarakat Sunni Ortodoks percaya bahwa tawassul ini dibolehkan dan memiliki hadis yang membenarkanya. Kami merasa cukup dengna hadis tentang lelaki buta dan Nabi Muhammad, Karena hadis ini merupakan poros sentral pembahasan tawassul.

Tarmizi meriwayatkan melalui rangkaian perawi dari Usman bin Hunaif. Seorang lelaki buta dan menemui Nabi dan berkata " Mataku tidak dapat melihat, aku memohon agar engkau mendoakanku". Nabi Muhammad berkata" Ambillah air wudhu dan lakukan shalat dua rakaat lalu berdoa seperti ini; " Ya Allah aku memohon dan menghadap kepadamu melalui perantara Nabi Muhammad, karunia semesta Allah! Wahai Nabi, aku bertawassul kepadamu agar Allah mengembalikan penglihatanku!( dan dalam versi lain' agar terpenuhi hajatku. Ya Allah berikanlah syaf'aat kepadaku!") nabi Muhammad menambahkan, " Dan sekiranya engkau memiliki hajat, lakukanlah yang sama!"

Para ahli Quran menyimpulkan tentang sifat kebutuhan yang dianjurkan, ketika seseorang sangat membutuhkan sesuatu dari Allah Yang Maha Tinggi, melakukan sholat dan menghadap Allah dengan berdoa serta permohonan lain yang sesuai, yang lama atau sebaliknya menurut kebutuhan dan perasaan orang tersebut. Isi ungkapan hadis tersebut membuktikan keabsahan secara legal tawassul melalui orang yang masih hidup. (seperti Nabi Muhammad yang saat itu masih hidup). Secara implicit hal ini membenarkan keabsahan tawassul melalui orang masih hidup atau sudah meninggal bukan melalui tubuh fisik, kehidipan atau kematian tetapi melalui makna positif (Ma'na tayyib) yang melekat pada orang itu baik dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal Tubuh tidak lain merupakan kendaraan yang memuat makna, perlu dihormati baik ia masih hidup atau sudah meninggal; kata lain " Yaa Muhammad" merupakan panggilan untuk seseorang yang secara fisik tidak ada. Dimana pernyataan masih hidup atau sudah meninggal sama saja; panggilan kepada makna, merasa cinta kepada Allah, terhubung dengan ruhnya, sebuah makna yang mendasari tawassul, baik melalui orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal.


Hadis Mengenai Lelaki yang sangat Mebutuhkan

Lebih jauh lagi Tabarani, dalam bukunya al-Mu'jam as-Saghir, meriwayatkan sebuah hadis dari Utsman bin Hunaif bahwa lelaki mengunjungi Utsman bin affan berulang kali untuk mendapatkan sesuatu yang ia butuhkan. Tetapi Utsman dapat memperhatikan dan memperdulikan kebutuhanya, Lelaki itu bertemu dengan Ibnu Hunaif dan mengeluhkan persoalannya. Hal ini berhasil setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan setelah kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. Dengan demikian Utsman bin Hunaif, salah satu sahabat pengumpulkan hadis dan sahabat yang ahli dalam berkata :

Berwudulah, lalu pergi ke masjid. Lakukanlah sholat dua rakaat dan bacalah doa ini " Ya Allah! Aku memohon kepadamu dan aku menghadapmu melalui Rasul Kami, Muhammad karunia serta Alam! Wahai Muhammad, aku minta tolong kepadamu agar engkau sampaikan kepada Tuhanku agar ia dapat memenuhi hajarku!" lalu sebutkanlah hajatmu. Setelah itu temuilah aku agar aku dapar pergi bersamamu (menemui Khalifah Utsman).

Lelaki itu pun pergi melakukan apa yang ia katakan. Kemudian ia menuju pintu rumah Utsman. Seorang penjaga menggandeng tanganya dan membawanya kepada Utsman Ibnu Affan lalu mendudukanya pada sebuah bantal di sisinya. Utsman berkata " Apa keperluanmu?" Lalu lelaki itu menyebutkan apa yang ia butuhkan dan Utsman memenuhi kebutuhannya seraya berkata " Aku tidak ingat kepeluanmu hingga tadi. Apapun yang engaku butuhkan, sebutka saja!" tambahnya. Lalu lelaki itu pergi, bertemu Utsman bin Hunaif dan berkata kepadanya " semoga Allah membalas kebaikanmu! Ia tidak memperhatikan kebutuhanku atau pun memperdulikannya hingga engkau berbicara padanya". Utsman bin Hunaif menjawab " Demi Allah aku tidak berbicara padanya tetapi aku pernah melihat lelaki buta menemui Rasulullah dan mengeluhkan kebutaannya. Nabi Muhammad SAW Berkata " Tidaklah engaku dapat bertahan dengan keadaanmu?" dan lelaki itu menjawab " wahai Rasulullah, aku tidak memuliki siapapun untuk menyadi pengaruh jalanku dan ini sangat menyulitkanku!" Rasulullah bersabda padanya " Pergilah berwudu dan laukan sholat dua rakaat. Lalu berdo'alah dan memohon permintaanmu!" Ibnu Hunaif melnjutkan. " Demi Allah, kami pergi dan belum berbicara lama ketika lelaki itu kembali seolah - olah perhah terjadi sesuatu kepadanya. "

Hadis ini merupakan teks yang tegas ia jelas dari sahabat Nabi yang membuktikan keabsahan secara legal tawasul kepada orang yang telah wafat. Cerita ini diklasifikasikan ke dalah hadis yang sangat shahih oleh Baihaqi, Mundhiri dan haitami.

Syeh Muhammad Hamid, seorang ulama terkemuka Mazda Hanafi, menyatakan dalan Rudud'ala Abatil wa Rasa'il :

Sesungguhnya diperolehkan menyebutkan ( nida') orang beriman yang secara fisik tidak ada dan bertawassul dan berdoa kepada Allah Yang Maha Besar melalui mereka, karena terdapat banyak bukti tentang kebolehan melakukan hal tersebut. Orang yang memanggil mereka untuk bertawassul tidak dapar di salahkan. Mengenai seseorang yang menyakini bahwa orang yang dipangil itu dapat memberikan pengaruh, manfaat atau mudharat. Yang mereka ciptakan sebagaimana yang dilakukan Allah, mereka adalah kafir dan telah berpaling dari Islam: semoga Allah menjadi pelindung kita! Selanjutnya, dan orang tertentu yang telah menulis artikel bahwa bertawassul kepada Allah melalui orang - orang saleh diharamkan tanpa bukti pendukung, sedang sebagian besar umat meyakininya. Halal sesunguhnya mereka adalah kosong. Ketika menyakini bahwa tawassul adalah hal yang diperbolehkan, kami tidak mendekati tepian jurang kemusyrikan ataupun mendekatinya. Karena keyakinan bahwa Allah maha Besar itu sendiri yangtelah mendekati pengaruh pad segala sesuatu secara lahir, merupakan suatu keyakunan yang mengalir kepada diri kami seperti aliran darah. Apabila tawassul adalah perbuatan syirik atau apabila terdapat kecurangan adanya syirik didalamnya. Nabi Muhammad tidak mengajari itu kepada lelaki buta ketika lelaki itu memintanya untuk berdo'a kepada Allah untuk dirinya, meskipun pada kenyataannya ia mengajari tawassul kepada Allah melalui dirinya Dan pernyataan bahwa tawassul hanya boleh di lakukan ketika Nabi masih ada yang melaluinya tawassul dilakukan tetapi tidakdi lakukan setelah ia wafat, tidak di dukung oleh dasar kuat dari Quran.4


B. Taqiyah

Saat ini, kami ingin menyajikan 'konsep taqiyah' (selanjutnya ditulis taqiytah) dalam pembahasan berikui ini. Topik ini sama sulitnya dengan topik sebelumnya, dan banyak orang mengalami kesulitan dalam memahaminya. Kami berdoa kepada Allah SWT semoga diskusi ini dapat membantu mengikis karat pemikiran yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun dalam pikiran orang - orang. Propoganda negatef yang berkelanjutan yang digembar-gemborkan oleh media masa membantu memupuk rasa kebencian kepada kekafiran trehadap Syi'ah. Selain itu. Hal tersebut pun meningkatkan penolakan secara terang - terangan terhadap kenyataan yang telah terbukti dan benar. Bagaimanapun, anda berkewajiban mencari berkewajiban mencari kebenaran. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan anda untuk mencari kebenaran. Namun, adalah hak anda untuk meyakini atau menyangkal segala sesuatu yang dinyatalan Syi'ah. Akan anda, atau di tempat lain pada suatu hari nanti, ingatlah diri kami, dan pertanyan orang yang sedang mendiskusikan topik ini. Hanya dengan itu anda akan memahami maksud kami, Insya Allah.

Kami ingin menunjukan dan membuktukan bahwa " konsep taqiyah" adalah sebuah bagian dari Islam yang intergral, dan bukan sesuatu yang diciptakan kaum Syi'ah.

Seperti biasa, kami akan mengetengahkan dari sudut pandang, yakni dari kaum Sunni dan Syi'ah untuk menjaga tingkat kemurnian dan keutuhan dalam menjelaskan topik ini.

Istilah taqiyah secara harfiah berarti "menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan/atau mental. "Terjemahaannya adalah menyembunyikan ".

Definisi di atas haruslah dijelaskan secara rinci sebelum melanjutkan pendiskusian topik ini. Meskipun definisinya benar, tetapi tampaknya masih mengandung makna secara general dan kurang memiliki makna - makna sedtail mendasar yang harus diuraikan.

Pertama, Menyembunyikan keyakinan tidak berarti tidak mengharuskan peniadaan keyakinan tersebut. Perbedaan antara " menyembunyikan : dan " meniadakan " harus di perhatikan.

Kedua, ada sejumlah kekecualian pada definisi di atas, dan kekecualian tersebut harus dinilai berdasarkan situasi ketika salah satu makna digunakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh membuat sebuah generaliassi yang sempit yang mencakup seluruh situasi, agar mendapatkan makna sepenuhnya dari definisi itu.

Ketiga. Istilah 'keimanan' dan/atau 'keyakinan' tidak harus berarti keimanan dan/atau keyakinan 'beragama'

Dengan penjelasan di atas, definisi yang lebih baik dan lebih tepar dari kata " Taqiyah" adalah " diplomasi". Makna takiyah sesungguhnya lebih terwujud dalam sebuah kata " diplomasi" karena kata itu mencakup spektrum prilaku yang luas yang dapat digunakan lebih jauh oleh seluruh pihak yang berkepantingan.


Taqiyah Menurut Kaum Sunni

Beberapa orang kaun Sunni menegaskan bahwa taqiyah merupakan tindakan keminafikan yang berfungsi untuk menyembunyikan kebenaran, dan menampaknan sesuatu yang sangat bertentang ( dengan kebenaran) lebih jauh lagi menurut orang - orang Sunni ini. Taqiyah mengandung arti minimnya keimanan dan keyakinannya untuk menyelamatkan siri dari ancaman bahaya laten adalah manusia yang penakut. Yang sebenarnya ia hanya harus takut kepada Allah SWT. Dengan demikian, orang seperti ini adalah seorang pengecut.

Penjelasan berikutnya, Insya Allah, menunjukan keberadaan ayat taqiyah dalam Quran, hadis, sunnah Nabi dan sunnah para sahabat Seperti biasa. Kitab - kitab kaum Sunni akan dijadikan argument selanjutnya. Hal ini sesuai dengan komitmen untuk mengungkapkan kebenaran dengan menunjukan bahwa kaum Sunni menolak argument kaum Syi'ah, padahal kitab mereka sendiri banyak memuat idiologi yang sama yang di pegang kaum Syi'ah! Meskipun beberapa kaum Wahabi menyangkal pernyataan mereka sebelumnya dan secara agresif mencemarkan nama Syi'ah dan menolak doktrin-dokrin mereka, mereka tidak dapat menjelaskan kebenaran argument mereka melalui keberadaan mereka doktrin-doktrin yang sama dalam kitab mereka sendiri, sebagiamana yang telah di tunjikan di seluruh bagian sebelumnya. Mereka yang menganggap diri sebagai pemeliharaan sejati sunnah Nabi Muhammad SAW dan satu - satunya penjaga agama islam, bagaimana mungkin menampakkan penyanghkalan mereka terhadapa upaya yang seharusnya mereka jaga? Menyangkal taqiyah berarti menyangkal Quran, sebagaimana yang akan ditunjuk berikui ini.


Sumber 1

Jalaluddin Suyuthi dalan kitabnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas, perawi hadis yang paling di hormati
dan di percaya menurut pandangan Sunni, mengenai taqiyah dalam ayat Quran,
janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan pelindung lebih dari orang-orang beriman. Siapa yang melakukan hal itu, putuslah hubungan dengan Allah kecuali mereka siasat (tat-taqun)untuk melindungi diri (tuqatan)dari mereka (QS, Ali Imran : 28)4

Ibnu Abbad Berkata :

Taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja; orang yang telah di paksa menyatakan sesuatu yang yang membuat murka Allah SWT tetapi hatinya tetap beriman, maka ( ucapan yang terpaksa tersebut) tidak akan dirugikannya (sama sekali), Karena taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja ( bukan dengan hati)

'Hati' yang dinyatakan di atas dan setelahnya dalam pusat keimanan dalam diri seseorang. Hal ini banyak di sebutkan dalam Quran.


Sumber 2

Ibnu Abbas juga memberi penfsiran pada ayat di atas, sebagaimana yang riwayatkan dalam Sunan Baihaqi dan Mustadrak Hakim. Ia menyatakan, " Taqiyah adalah ucapan dengan lidah, sedang hatinya tetap tehug beriman." Artinya, adalah kita boleh mengucapkan sesuatu dengan lidah ketika diperlukan, sepanjang hati kita tidak terpengaruh, dan hari masih tetap teguh beriman.


Sumber 3

Abu Akarak Razi dalam Ahkam al-Quran menjelaskan ayat tersebut di atas " … Kecuali karena siasat ( tat-taqun) untuk melindungi dir (tuqatan) dari mereka….( QA. Ali Imran : 28) dengan membenarkan bahwa taqkiyah harus dilakukan apabila seseorang takut jika hidup atau anggota tubunnya terancam bahaya. Selain itu, ia meriwayatkan bahwa Qutadah menyatakanlah berikut berkenaan dengan ayat di atas "seseorang boleh mengucapkan kata - kata ketidak berimanan saat taqiyah wajib dilakukan"


Sumber 4

Diriwayatkan oelh Abdurrazak, Ibnu Sa'd. Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim . Ibnu Mardawaih, Baihaqi dalam kitabnya al-Dalail. Dan dikoreksi oleh Hakin dalam kitabnya al-Mustadrak bahwa," Orang-orang kafir menahan Ammar bin Yasin dan ( Menyiksa) hingga Ammar mengucapkan kata-kata selaan terhadap Nabi Muhammad SAW bertanya " Apakah ada sesuatu yang ingin engkau utarakan? " Ammar bin Yasin berkata " Aku membawa berita buruk! Mereka tidak akan melepaskanku apabila aku tidak mencela dirimu dan memuji-muji Tuhan mereka!" Nabi Muhammad berkata " Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab " Aku tetapberiman. Lalu Nabi melanjutkan " Kalau begitu, apabila mereka datang padamu. Lakukan hal yang sama!" Allah SWT pada saat itu menurunkan ayat, "….. Kecuali karena dipaksa, sedang hatinya masih tetap beriman …..(Qs. An-NAhl : 106 )"

Ayat - ayat seluruhnya yang dikutif sebagaiannya sebagai bagian dari hadis di atas adalah :

Orang yang mengucapkan kekafiran setelah beriman kepada Allah, kecuali mereka di paksa, sedang hatinya tetap teguh beriman, tetapi barang siapa yang melapangkan hatinya dengan kekufuran, murka Allah menimpa mereka, dan bagi mereka siksaan yang sangat pedih ( Qs. An-Sahl : 160)


Sumber 5

Diriwayatkan dalam dalam sunah baihaqi bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ayat di atas. " Orang yang mengucapkankekafiran setelah beriman kepada Allah, Menyatakan :

Makna ayat yang Allah sampaikan adalah bahwa orang yang menyatakan kekafiran setelah beriman, akan mendapatkan murka Allah SWT dan azab yang perih. Tetapi bagi orang - orang yang terpaksa, dan mereka mengucapkan kata - kata itu hanya di lidah mereka tetapi hati mereka mengucapkan kata - kata itu hanya dengan lidah mereka tetapi hati mereka tidak demikian, mereka tidak akan mendapat azab, tidak perlu merasa takut, karena Allah meminta tanggung jawab atas apa yang telah dinyatakan hatinya".


Sumber 6

Penjelasan lain dari ayat di atas diberika oleh Jalaludin Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Ia menyatakan, Ibnu Abu Shaibah, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Mujtahid, bahwa ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa berikut :
Sekelompok orang Mekhah masuk Islam dan menyatkan keimanan mereka. Kemudian . para sahabat di Madinah menulis surat kepada mereka yang isinya meminta mereka untuk hijrah ke Medinah. Apabila mereka tidak berhijrah, mereka tidak termasuk pada orang - orang yang beriman. Sebagai jawabannya. Sekelompok orang itu pergi tetapi sebelum sampai tujuan, mereka langsung di serang oleh orang - orang kafir. Mereka dipaksa untuk keluar dari agama Islam dan mereka melakukannya. Oleh Karena itu, ayat " kecuali karena dipaksa, sedangkan hari mereka tetap teguh beriman 16:106) diturunkan


Sumber 7

Ibnu Sa'd dalam kitabnya at-Tabaqat al-Kubra, meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Nabi Muhammad melihat Ammar bin Yasin menangis. Lalu, ia menghapus air matanya dan berkata :

Orang - orang itu menahanmu dan membenamkanmu ke dalam air sehingga engkau berkata seperti ini dan itu (ucapan kotor mengenai Nabi dan pujian kepada Tuhan - tuhan mereka untuk menghindari diri dari penganiayaan). Apabila mereka kembal. Katakanlah hal yang sama lagi!


Sumber 8

Diriwayatkan dalam as-Sirah al-Halabiyyah. 8 bahwa :

Setelah kota Khaibar ditaklukan oleh umat Islam. Hajaj Bin Alat memui Nabi Muhammad dan berkata. " Wahai Rasulullah! Aku memiliki harta berlimpah dan keluarga dari Mekkah da aku ingin semua itu kembali kepadaku, apakah aku berdosa apabila aku berkata buruk tentangmu ( agar aku tidak dianiaya ) ". Nabi mengizinkan dan berkata " katakanlah apa saya yang harus engkau katakana!"


Sumber 9

Diriwayatkan oleh Ghazali dalam kitabnya. Ihya Ulum ad-Din, bahwa :

" Melindungi nyawa seorang muslim adalah kewajiban yang harus di perhatikan, dan berkata bohong diperbolehkan apabila nyawa seorang Muslim terancam."


Sumber 10

Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, ash-Ashbah wa an-Nazha'ir", menegaskan bahwa :

Di perbolehkan bagi seorang muslim untuk memakai bangkai dalam keadaan yang sangat lapar, melancarkan sepotong makanan yang masuk ke tonggorokan dengan alkohol ( karena takut tersendak dan takut meninggal ), mengucapkan kata - kata kekafiran, dan apabila seseorang tinggal di sebuah lingkungan di mana kejaharan dan kerusakan menjadi aturan measyarakatnya, sedang sesuatu yang halal dilarang dan jatrang ada, maka ia dapat menggunakan ssegala sesuatu yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya.

Sumber tentang memakan bangkai hewan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa hal - hal yang di larang pun menjadi halal pada waktunya darurat


Sumber 11

Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, al - Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'atsur, meriwayatkan bahwa Abdu bin Hamid dari Hasan berkata : Taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat.


Sumber 12

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Abu Darda berkata, " Sesungguhnya kami tersenyum kepada beberapa orang, padahal hati - hati kami mengutuk ( Mereka ) 10


Sumber 13

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, " Wahai Aisyah! Orang yang paling buruk menutup pandangan Allah adalah orang - orang yang dijauhi oleh orang lain Karena kekerasan mereka yang sangat besar. 11

Artinya bahwa seseorang boleh melakukan diplomasi agar dapat bersama - sama dengan masyarakat. Hadist di atas diriwayatkan ketika seseorang meminta izin untuk bertemu Nabi Muhammad SAW dan sebelum beliau meminta izin, nabi berkata bahwa ia bukan orang baik, tetapi Nabi tetap akan menemuinya. Nabi bercakap-calap dengannya dengan penuh hormat. Karenanya, Aisyah bertanya kepadanya mengapa Nabi berbicara sifat yang buruk. Lalu nabi menjawab dengan kalimat di atas.


Sumber 14

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa Inggris), bab 1527,jilid 4, hal. 1373, hadis 6303 :

Humaidah bin Addurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa ibunya, ummu Kutsum binti Uqbah bin Abu Mu'ait, salah satu orang Muhajirin yang pertama kali mambait Nabi Muhammad SAW, berkata bahwa ia mendengarkan Nabi berkata " Seorang pendusta adalah seseorang yang tidak berusaha membawa kedamaian di antara umat dan berbicara hal - hal yang baik ( untuk mencegah timbulnya pertengkaran ), atau tidak menyampaikan kebaikan". Ibnu Syihab berkata " saya tidak mendengarkan bahwa pengecualian diberlakukan pada apapun yang orang katakana sebagai kesombongan kecuali pada tiga hal : dalam peperangan, mendamaikan orang dan pernyataan suami kepada isterinya dan pernytaan seorang isteri kepada suaminya ( dalam bentuk pernytaan sebaliknya untuk mendamaikan suami istrei itu ).12

Ahli tafsir Sunni, Abdul hamid Siddiqi, pada kitab Shahih Muslim, menyatakan penafsiran sebagai berikut :

Berbohong adalah sebuah dosa besar. Tetapi seorang Muslim boleh berbohong dalam beberapa kasus tertentu dan diperbolehkanya berbohong dilakukan pada tiga keadaan pada peperangan untuk mendamaikan umat Islam yang saling memusuhkan, dan mendamaikan suami dan isteri. Berdasarkan analogi dari ketiga keadaan ini para ulama hadist memberikan beberapa kekecualian lainya; menyelamatkan nyawa dan kehormatan orang tak berdosa dari tangan penguasa zalim dan penindas apabila seseorang tidak menemukan cara lain untuk menyelamatklan mereka.

Perhatikan bahwa hadis atua penafsiran Quran di atas tidak berhubungan dengan penerangan taqiyah kepada non-Muslim saja!13


Taqiyah Menurut Kaum Syi'ah

Kaum Syi'ah tidak menciptakan atau membuat - buat hal baru. Mereka hanya mengikuti perintah Allah SWT. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Quran, hadis penghulu Nabi Muhammad SAW. Bagaimanapun, harus di teliti juga apa pendapat kaum Syi'ah tentang taqiyah .

Syeh Muhammad Ridha Muzhaffat dalam kitabnya Aqa'id al Imamuyah, menuliskan bahwa :

Taqiyah harus sesuai dengan aturan khusus berdasarkan kondisi dimana bahaya besar mengancam. Aturan - aturan ini tercantum dalam banyak kitab fiqih, beserta seberapa besarnya atau kecinya bahaya yang menentukan keabsahan taqiyah sendiri. Taqiyah tidak wajib di lakukan setiapwaktu. Sebaliknya. Taqiyah bileh di lakuka kadang - kadang perlu untuk tidak bertaqiyah. Contohnya pada kasus dimana mengungkapkan kebenaran akan kelancaran tuhan agama, dan memberikan manfaat langsung bagi Islam, dan berjuang demi Islam. Sesungguhnya pada posisi demikian, hanya benda dan nyawa harus di korbankan. Selain itu, taqiyah boleh tidak dilakukan pada kasus yang berakibat pada tersebarnya kerusakan dan terbunuhnya orang - orang yang tidak berdosa, dan pada kasus yang akan mengakibatkan hancurnya agama, dan kerugian yang nyata akan menimpa umat Islam, baik menyesatkan mereka atau merusak dan menindas mereka.

Selain itu, sebagaimana yang di yakini kaum Syi'ah, taqiyah tidak menjadikan kaum Syi'ah sebagia organisasi rahasia yang berusaha mengahncurkan dan merusak, sebagaimana yang coba ditampilkan pembenci Syi'ah, kritik - kritik ini memperlihatkan serangan mereka secara verbal tanpa benar - benar memperhatikan persoalah dan berusaha memahami pendapat kami mengenai taqiyah.

Taqiyah juga tidak menjadikan bahwa agama beserta perintah - perintahnya menjadi sebuah rahasi dalam rahasia yang tidak dapat di ungkapkan pada orang - orang yang tidak menganut ajaran - ajaranya. Lalu bagaimana dapat, keyika kitab - kitab Imamiyah kaum Syi'ah yang membahas persoalan fikih kalam dan agama jumlahnya begitu banyak, dan telah melebihi batas publikasi mengharapkan negara lain menyatakan keyakinannya.

Imam Khomaini dalam bukunya " pemerintahan Islam " juga memberikan pendapatnya mengenai taqiyah. Ia menyakini bahwa taqiyah boleh dilakukan hanya apabila nyawa seseorang terancam. Sedangkan pada kasus dimana agama Allah SWT Islam, dalam keadaan terancam, taqiyah tidak boleh dilakukan walau akan menyebabkan menatian orang itu.

Para Imam, semoga kesejahteraan tercurah pada, mereka, memberikan peratura yang sangat penting bagi fikih dan memerintahkan untuk memikul tanggung jawab dan menjaga kepercayaan. Tidak dibenarkan untuk melakukan taqiyah dilakukan untuk melindung nyawa seseorang atau menjaga masalah pada cabang hokum. Tetapi. Apabila islam secara keselutuhan dalam bahaya. Taqiyah atau berdiam diri tidak boleh di lakukan. Apa yang harus di lakukan dsebuah aturan fikih apabila mereka memaksakan untuk membuat atau menciptakan hal - hal baru? Apabila taqiyah memaksa kita untuk, menhgikuti pihak penguasa maka taqiyah tidak boleh di lakukan meskipun hal tersebut akan menyebabkan kematian orang itu. Kecuali jika keberpihakannya kepada penguasa kan membantu memenangkan Islam dan umat Islam. Seperti pada kasus Ali bin Yaqiyah dan Nashirudin Thusi, semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada jiwa - jiwa mereka.

Dalam bukunya, Islam Syi'ah ( diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Seyyed Hoessein Nast ) ulama Syi'ah Allamag Sayid Muhammad Husain Thabathaba'I mendifinisikan saebagia suatu kondisi dimana seseorang " menyembunyikan agamanya atau amalan tertentu agamanya dalam situasi yang menimbulkan bahaya sebagia akibat dari tindakan orang - orang yang menentang agamanya atau amalan tertentu agamanya"

Bahaya besar yang menjadikan taqiyah menjadi boleh di lakukan merupakan persoalan yang telah di perdebatkan di antara banyak ulama - ulama Syi'ah. Menurut pandangan kami, praktik taqiyah di perbolehkan apabila ada bahaya yang nyata akan mengancam nyawa seseorang atau nyawa seseorang, aatua kemungkinan hilangnya kehormatan dan harga dirri isteri seseorang, atua kemungkinan hilangnya harta benda seseorrang sedemikian rupa sehingga menyebabkan kemiskinan dan membuat seorang lelaki dapat menopang dirinya dan keluarhganya.

Thabathaba'I meutip du ayat Quran sebagai rujuan taqiyah :

" kecuali karena siasat ( ta'taqun ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka ( Qs. Ali Imran : 28 ) . mengenai ayat ini, Ulama sunni terkenal. Maududi, memberikan penafsirannya dalam mendukung taqiyah. Perhatikanlah pada ayat di atas . kata " ttaqun " dan " tuqan " memiliki akar kata yang sama, seperti taqaiyah. Ayat kedua. Barangsiapa yang kafir setelah beriman. Tetapi barangsiapa yang tetap teguh dalam kekafirannya, muria Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (Qs. An-Nahl : 106)

kemudian Thabathaba'I menjelaskan :

Sebagiamana yang disebutkan dalam sumber hadis kaum Sunni maupun kaum Syi'ah, ayat ini turun berkenaan dengan Ammat bin Yasin. Setelah hijrahnya nabi Muhammad SAW. Orang - orang kafir mekkah memenjarakan beberapa orang Muslim kota itu menganiaya mereka. Mereka memaksa orang - orang untuk meninggalkan Islam dan kembali kepada Tuhan mereka sebelumnya . Di antara orang - orang yang teraniaya di kelompok ini terdapat Ammar, ayahnya dan Ibunya. Orang tua Ammar menolak untuk keluar dari islam dan mereka meninggal dalam keadaan teraniaya. Tetapi Ammar, untuk menghindari diri dari penganiayaan dan kematian, pura - pura berpaling dari Islam dan menerima Tuhan - tuhan berhala. Ia, oleh karenanya menghindari dari bahaya. Setelah bebas ia meninggalkan Mekkah secara sembunyi - sembunyi untuk pergi ke Madinah. Di Madinah, Ia menemui Nabi Muhammad SAW apakah berbuatanya telah mengeluarkannya dari agama Islam. Kemudian Nabi Muhammad berkata bahwa kewajibannya adalah apa yang telah ia lakukan. Ayat di atas lalu diturunkan

Dua ayat yang di sebut diatas turun berkenaan dengan kasus - kasus khusus tetapi maknanya maliputi seluruh keadaan dimana pernyataan keyakinan agama atau praktek - praktek agama secara terang - terangan akan menimbulkan bahaya. Selain ayat - ayat ini, ada banyak hadis yang berasal dari anggota keluarga Nabi Muhammad, yang memerintahkan untuk melakukan taqiyah apabila ada bahaya yang mengancam

Beberapa orang mengkritik kaum Syi'ah bahwa bertaqiyah dalam agama bertentangan dengan keberanian. Dengan mempertimbangkan tuduhan ini, akan menjelaskan ketidak sahannya, karena taqiyah dilakukan pada suatu kondisi dimana seseorang menghadapi bahaya yang tidak dapat ia tanggung dan ia lawan.

Melindungi diri dari bahaya semacam itu dan ketidak mampuan melakukan taqiyah dalah situasi tersebut menujikan kecerobohan dan kebodohan, buka keteguhan hati atau keberanian. Kualitas keteguhan hati dan keberanian hanya brelaku ketika adanya bahaya yang nyata dimana tidak ada kemungkinan selamat, seperti minum air yang mungkin berisi racun atau melemparkan diri ke kayu yang sedang menyala atau berbaring di rel dimana kereta api sedang melintas. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang gila dan bertentangan dengan logika dan akal sehat. Oleh karena itu, kita dapat meringkasnna bahwa taqiyah harus dilakukan ketika dapat dihindari dan tidak ada harapan selamat dari usaha kita14

Dengan demikian, jelaslah dari kutipan di atas, bahwa kauk Syi'ah tidak menganjurkan kemunafikan, rahasia, dan kepengecutan, sebagaimana yang di atrikan segelintir kaum Wahabi.

Berikut ini breasal dari buku Mujan Momen, yang brejudul pengantar Menuju Islam Syi'ah Sejarah dan Doktrin Dua Belas Imam Syi'ah. Ketika membahas Imam ke enam ( Imam Penerus Nabi Muhammad ), Imam ja'far Shadiq. Ia menuliskan :

Ajaran taqiyah secara luas digunakan pada waktu itu. Taqitah berfungsi melindungi para pengikut Imam Shadiq sat itu berkata Khalifah Mansyur melakukan kampanye penindasan yang brutal terhadap para mengikut anggota keluarga Nabi Muhammad dan para pendukungnya.

Quran: Taqiyah versus Kemunafikan

Segelintir orang telah menjadi korban yang menyatakan artikan makna taqiyah dengan kemunafikan. Sebenarnya taqiyah dan kemunafikan adalah menyembunyikan keyakinan dan menampakan kekafiran, sedangkan kemunafikan adalah menyembunyikan kemunafikan dan menampakkan keyakinan, keduanya sangat bertentangan dalam fungsi, bentuk dan maknanya.

Quran menyatakan kemunafikan dengan ayat berikut :

" ketika mereka bertemu dengan orang - orang yang telah beriman, mereka berkata " kami telah Beriman !" tetapi tetapi ketika mereka kembali kepada setan - setan mereka, mereka berkata " saesunguhnya kami berada di pihak dan kami hanya berolok - olok terhadap mereka. ( Qs. Al- Baqarah : 14 )

Quran kemudian menyatakan taqiyah deengan ayat berikut :

Seorang mukmin dari kalangan Fir'aun, yang menyembungikan keimanan berkata. " Apakah kalian akan membunuh seseorang Karena ia mengatakan, Tuhanku adalah Allah ?"
( Qs. Al-Mu'min : 28 )

Selain itu :

Barangsiapa yang kafir setelah beriman, kecuali orang - orang ayang dipaksa sedangkan hatinya tetap beriman. Barang siapa yang teguih dalam kekafiran murka Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (QS, an-Nahl : 160 )

Dan ayat lain menyatakan :

Orang - orang beriman tidak boleh memiliki orang - orang kafir dari pada orang - orang yang beriman sebagai kawan dan pelindung. Siapa yang melakukan hal itu. Putusklah hubungna antara Allah kecuali karena siasat (tat'taqu ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka (Qs, Ali Imran : 28)

Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya dengan marah bercampur sedih ia berkata. " Betapa buruknya perbuatan kalian setelah aku meninggalkanmu. Apakah kalian akan mendahului urusan Tuhanmu ?" lalu ia meletakkan kepingan - kepingan batu, dan di pegangnya rambut kepala saudaranya, lalu direnggukan. Harun berkata "wahai putra Ibuku! Kaummu telah menindasku dan mereka akan membunuhnya! Janganlah engkau membuat senang musuh karena kemalanganku dan janganlah aku disamakan dengan orang - orang yang durhaka itu!
( Qs. Al-Raf : 15 )

Sekarang kita melihat bahwa Allah SWT sendiri telah berfirman bahwa salah satu hambanya yang setia menyembunyikan keyakinannya dan berpura - pura seolah ia dalah pengikut agama Fir'aun untuk menghindari diri dari penganiayaan, Kita juga melihat bahwa Nabi harum melakukan taqiyah ketika nyawanya dalam bahaya. Kita juga telah melihat bahwa taqiyah dengan nyata di perbolehkan ketika diperlukan. Sebenarnya Kitab Allah memberi perintah agar kita menghindari diri dari situasi yang menyebabkan kehancuran secara sia - sia, dan janganlah menjerumuskan dirimu ke dalam kebinasaa! (Qs. Al-Baqarah : 195 )


Alasan Logis dan Akal Sehat

Selain perintah Quran dan Hadis mengenai diperbolehkannya taqiyah, keharuskan itu juga datang dari sisi logis dan rasional. Bagi para peneliti cerdas manapun, adalah benar bahwa Allah SWT telah menganugrahkan ciptaan-nya mekanisme pertahanan khusus san nurani untuk melindungi dari dari bahaya yang mengancam. Meskipun taqiyah merupakan tingkah laku yang dipelajari. Bagaimana pun ia berasal untuk melanjutkan kelangsungan hidup yang melekat pada ciptaan. Artinya, tanpa rasa takut dan nurani untuk terus hidup, seseorang telah menyembunyikan sesuatu yang mungkin membahayakan keberadaannya.

Adalah suatu fakta bahwa seseorang dapat mengatasi takut pada dirinya . tetapi ia harus juga mengatur prioritas dan menilai kapan pernyataan kebenarannya akan menjadi tujuan yang lebih tinggi dan kapan hal itu kana tetap sama.

Apabila seseorang akan dibunuh karena ia seorang Syi'ah, menyembunyikan keyakinannya adalah hal yang sangat penting. Apabila menyembunyikan keyakinan tidak menjadi ketidakadilan bagi orang lain. Contohnya apabila kami seorang Syi'ahh, menyangkal keyakinan untuk melindungi diri, dan akibatnya, orang yang tidak berdosa di salahkan, maka kami harus mengaku, meskipun resikonya dibunuh, untuk melindungi orang itu, Tetapi apabila menyangkal kami tidak akan menjadi ketidakadilan bagi siapapun, maka kita harus menyembunyikan keyakinan untuk melindungi diri.

Mekamisme pertahana diri adalah anugrah Allah SWT krpada makhluk ciptaannya. Dan Allah tidak akan membiarkan makhluknya tidak memiliki perlindungan. Demikian juga taqiyah adalah mekanisme pertahanan diri secara natural yang terlah Allah berikan kepada Manusia. Kemampuan menggunakan lidah seseorang untuk menghindari penganiayaan tentunya merupakan satu contoh perlindungan diri.

Kita pernah membaca pada sebuah buku Sufi bahwa " islam adalah kebenaran tanpa bentuk " memang islam demikian adanya dan Islam adalah agama Allah SWT yang alami. Ini adalah kebenaran primordial, satu - satunya agama yang sesuai dengan naluri mausia dan kecendungannya. Dengan demikian taqiyah merupaka kebenaran yang tidak dapat di sangkal karena memenuhi kebutuhan nalurinya untuk kelangsungan san kesejahteraan hidup.


Penafsiran

Telah ditunjikan dalam pembahasan Rujukan kaum Sunni sebagai landasan Taqiyah bahwa seseorang diperbolehkan berbohong untuk menyelamatkan diri.
Sebagaimana yang dibenarkan Ghazali; 'diperbolehkanya mengucapkan kalimat kekafiran' seprerti yang dinyatakan Suyuthi; dan 'tersenyum kepada seseorang padahal hatimu mengutuknya seperti yang ditegaskan Buckhori; dan bahwa taqiyah versus kemunafikan, dan taqiyah di peraktikan oleh salah seorang sahabat Nabi Muhammada SAW yang paling terkenal. Ammar bin Yasin (Semoga Allah memberikan pahala yang berlimpah!), dan kita telah melihat bahwa Suruti meriwayatkan bahwa taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat, dan seseorang dapat, mengatakan apapun yang ia inginkan, bahwa mencela Nabi Muhammad SAW apabila ia dalam keadaan bahaya dan keadaan mengancam, dan kita telah melihat bahwa Nabi Muhammad sendiri melakukan taqiyah dengan cara taqiyah dengan maksud menjalin hubungan yang baik antar umat. Selain itu, nabi Muhammad SAW tidak menyatakan misinya pada tiga tahun pertama kenabiannya, yang, sebenarnya, merupakan cara taqiyah lainya untuk menyelamatkan Islam ayng masih muda dari kehancuran.

Sekarang, pertanyaan kepada yang menentang kami adalah: Apabila sebagian besar kitab - kitab shahih anda secara eksplitis menganjurkan taqiyah , seperti yang telah di tunjukan, mengapa anda mengolok - olok kaum Syi 'ah dan menuduhnya sebagai orang munafik ? Demi allah SWT, siap yang munafik sekarang?

Sekarang jelas bahwa tidak ada perbedaan antara kaum Sunni dan Syi'ah mengenai taqiyaha, kecuali bahwa kaum Syi'ah melakukan taqiyah karena takut dianianya, sedangkan kaum Sunni tidak.

Kau Syi'ah harus bertaqiyah sebagai bagian dari penganiayaan yang telah mereka derita sejak pertama wafatnya karunia Semesta Alam, Muhammad SAW. Cukuplah mengatakan " Aku adalah seorang Syi'ah!" dan kepala anda di penggal bahkan saat ini di Negara - Negara seperti Saudi Arabia, mengenai kaum Sunni mereka tidak pernah melakukan apa yang di lakukan Syi'ah karena mereka selalu menjadi teman dari pemerintahan yang disebut pemerintahan Islam berabad - abad lamanya.

Komentar kami adalah bahwa kaum Wahabi sendiri melakukan taqiyah tetapi secara psikologis mereka telah diprogram oleh para pemimpin mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak mengenali taqiyah ketika mereka melakukannya. Ahmad Deedat berkata kepada umat kristiani telah diprogram sedemikian rupa sehingga mereka membaca kitab injil berjuta - juta kali tetapi mereka tidak pernah melakukan kesalahan! Mereka tetap menyakininya Karena para ulama mereka mengatakan demikian dan mereka membacanya pada permukaannya saja. Kami menyatakan hal ini juga terjadi terhadap orang - orang yang menentang taqiyah.

Dr. Tijani menulis peristiwa singkat saat di duduk bersebelahan dengan seorang ulama Sunni di kapal terbang ketika menuju London., keduanya akan menghadiri Konfrensi Islam, pada saat itu, ketegangan masih terasa karena persolan Salman Rusdie. Percakapan keduanya, mengalir membicarakan persatuan persatuan umat. Selanjutnya persoalan Sunni dan Syi'ah pun mengemukakan sebagai bagian dari percakapan itu. Ulama Sunni bertanya " kaum Syi'ah harus melepaskan keyakinan dan kepercayaan tertentu yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan di kalangan umat muslimin!" Dr. Tijani bertanya " Seperti apa ?" Ulama Sunni itu menjawab " Seperti gagasan taqiyah dan mut'ah"

Dr. Tijani segera memberikan banyak bukti dalam mendukung pernyataan ini tetapi imat Sunni tidak percaya. Ia berkata meskipun semua bukti tersebut semuanya shahih dan benar, kita harus membuang hadis - hadis itu demi persatuan umat. Ketika mereka tiba di London, petugas imigran bertanya kepada ulama Sunni " apa tujuan kedatangan anda, Tuan ?" Ulama Sunni menjawab " Berobat !" Kemudian Dr. Rijani ditanya dengan pertanyaan yang sama, dan ia menjawab " mengunjungi teman " Dr. Tijani berjalan disamping ulama Sunni itu dan berkata " Bukannya benar kalau taqiyah dilakukan di sepanjang waktu dan untuk semua keadaan?" Ulama Sunni berkata " bagaimana bisa ?" Dr. Tijani menjawab " Karena kita berdua berdusta kepada pihak bandara, aku mengatakan bahwa kau akan mengunjungi teman dan engkau berkata akan 'berobat'. Padahal kita kemari untuk menghadiri Konfrensi Islam", Ulama Sunni tersenyum Bukannya Konfrensi Islam memberi penyembuh pada jiwa ?" Dr. Tijani langsung membalas,' Dan bukankah juga memberi kesempatan kita untuk bertemu teman?".

Anda lihat bahwa kaum Sunni mempraktekkan taqiyah, baik mereka mengakui pernyataannya ataupun tidak. Taqiyah merupakan bagian pembawaan fitnah manusia untuk menyelamatkan diri, dan kita sering melakukannya tanpa kita sadari.

Komentar kami mengenai hal ini adalah; siapakah dengan nama Allah SWT, ulama ini yang menyatakan bahwa meskipun banyak bukti diberikan kepadanya oleh Dr. Tijani semuanya shahih. Bukti - bukti itu harus disingkirkan dari kesatuan umat? Apakah anda benar - benar yakin bahwa umat akan bersatu dengan menyingkirkan perintah Allah? Apakah pertanyaan di atas memperlihatkan bahwa keutamaan pendidikan atau ungkapan lidah semata, kemasan bodohan dan kemunafikan ulama tersebut? Apakah kata - kata ulama yang menyatakan kata-kata ketidak pedulian tersebut pantas ditaati dan didengar? Siapakah dia, yang menyatakan kepada Allah, pencipta alam semesta, dan kepada Rasulullah SAW tentang yang benar dan yang salah? Apakah ia lebih mengetahui dari pada Allah SWT mengenai taqiyah? Yang maha tinggi Allah dari ketercelaan yang berasal dari mereka yang tidak sempurna akalnya untuk mengenali agama-Nya.

Imam Ja'far Shadiq berkata " Taqiyah adalah agamaku, dan agama nenek moyangku!" Imam juga berkata, " barang siapa yang tidak melakukan taqiyah berarti ia tidak menjalankan agamanya!".

Kesimpulannya, kami sekali lagi mengajak anda untuk memahami apa yang kami nyatakan pada diskusi ini. Kaum Syi'ah adalah umat Islam, tidak ada keraguan tentang hal ini. Pikirkanlah dan buktikanlah apa yang kami nyatakan di sini! Lebih baik lagi, ingatkah semua ini dan temuilah ulama yang paling anda percaya! Mintalah ia untuk menyangkal apa yang di klaim kaum Syi'ah dan nilailah apa dia jujur atau tidak! Ingatlah, janganlah sampai ada kebingungan dalam beragama! Kebenaran sangat jauh dari kesalahan; barang siapa yang menolak taghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah mendapatkan pegangan yang kuat, yang tidak akan hancur ( Qs. Al- Bagarah : 256)


Komentar Lain mengenai Taqiyah

Seorang penanya dari mazhab menyatakan " taqiyah artinya berpura - pura melakukan atau mengatakan sesuatu yang benar - benar bertentangan dengan keyakinan atau perasaan. "

Ini bukan definisi yang benar. Taqiyah tidak semata - mata sesuatu yang benar - benar bertentangan, meskipun untuk beberapa hal, memang dimiliki taqiyah adalah menyembunyikan keyakinan, Anda mungkin ingin menyegarkan ingatan dengan membaca artikel kami. Dimana kami menyatakan definisi taqiyah sebagai menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan/atau strategi pada saat terancam bahaya laten, baik ini atau nanti, untuk menyelamatkan diri dari penganiayaan secara fisik dan atau mental.

Kami tidak memiliki hadis shahih yang menyatakan anda dapat bertaqiyah tanpa ada bahaya yang sedang mengancam. Jika anda berfikir sebaliknya, kutiplah hadis secara eksplisit menyatakan demikian! Ini adalah semua penafsiran guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada hadis yang secara eksplisit guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada yang secara eksplisit menyatakan demikian.

Keadaan bahaya mungkin ada saat itu atau saat yang akan datang. Selain itu, keadaan bahaya bisa terjadi pada anda atau pada orang lain yang berhubungan dengan anda hal demikian, Imam mungkin akan menyembunyikan beberapa informasi dari pada pengikutnya sendiri, jika ia mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal itu mereka akan terperangkap ke tangan penguasa. Sebenarnya, kami telah melihat beberapa orang Wahabi mengolok - olok Syi'ah dalam konsep taqiyah ini dengan merujuk dalam Ushul al-Kafi dan mengutip sebagian hadisnya di luar konteks untuk menyalah artikan konsep taqiyah bagi saudara Sunni. Hadis yang benar dari hadis yang mereka rujuk adalah sebagai berikut :

Ushul al-kafi hadis 195; Zurarah berkata.

"Saya menanyakan sesuatu kepada Abu Ja'far dan Imam menjawabnya. Setelah itu ada orang lain yang menemui Imam memberi jawaban yang berbeda. Kemudian orang ketiga datang dan menanyakan hal yang sama. Imam memberi jawaban yang masih berbeda dari pada jawaban yang diberikan kepadaku dan kepada orang kedua. Setelah keduanya telah pergi, saya berkata " wahai putra nabi! Dua orang pengikutmu berasal dari Iraq bertanya padamu dan engkau memberi jawaban yang berbeda." Mendengar hai ini, Imam menjawab " Wahai Zurarah! Kedua jawaban yang berbeda itu adalah demi kepentingan kita dan mereka memberikan sumbangsih bagi stabilitas kami berdua (aku dan pengikutku). (pada kondisi - kondisi bahaya) jika kalian semua bersatu, hal ini akan memudahkan orang - orang itu, (para musuh dan penguasa) membenarkan ketaatan kalian kepada kami dan hal ini akan membahayakan diri kalian dan memperpendek hidup kalian (Syi'ah) juga hidup kita."

Kami telah melihat bahwa orang - orang Wahabi ini mengutip bagian pertama hadis tersebut dan mengabaikan penjelasan Imam untuk menunjukan bahwa Imam melakukan taqiyah kepada para pengikutnya tanpa alasan. Dari hadis tersebut, tidak jelas apa sebenarnya pertanyaan dari pada pengikut Imam itu. Bagaimanapun penjelasan Imam pada bagian akhir menyiratkan bahwa pertanyaan tersebut berkaitan dengan tindakan sosial dan politik yang digunakan penguasa saat itu untuk mengenali dan menjebak kaum Syi'ah. Untuk inilah sebenarnya taqiyah digunakan. Perhatikan bahwa Imam memberi penekanan bahwa ia tengah menyelamatkan nyawa para pengikutnya dan Ahlulbait!

Contoh lain dijelaskan oleh hadis lain; Imam ikut serta dalam shalat jenazah seorang pegawai pemerintahan Umayah yang munafik untuk mengecoh penguasa yang akan mengurangi penganiayaan terhadap Nabi Muhammad. Pernahkan anda berfikir mengapa Nabi taqiyah dan tidak mengutarakan misinya pada tiga tahun pertama kenabian? Karena apabila demikian, Islam sudah akan dihancurkan sejak awal. Tujuan utama taqiyah adalah menjaga Islam dan Mazhab pemikiran Syi'ah apabila mereka tidak terpaksa taqiyah, mazhab kami telah dihancurkan. Apabila Nabi Muhammad taqiyah pada tiga tahun kenabian dan menyembunyikan misinya, lalu mengapa kaum Syi'ah tidak boleh melakukan taqiyah untuk menghindari diri dari penganiayaan oleh pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan Islam? Apakah Nabi seorang pengecut? Atau apakah ia ingin menjaga Islam dari kehancuran?

Mengenai hal ini pula, kami akan memberikan contoh lain kepada anda dari rosul lain yang menyembunyikan keyakinannya. Quran mengatakan, atas perintah Allah. Musa menunjuk harun sebagai penggantinya (pemimpin) dan menyerahkan umat kepadanya untuk berangkat ke Miqqat (bertemu dengn Allah) selama empat puluh hari. Setelah Musa pergi, seluruh sahabatnya kecuali sedikit dari mereka berbalik melawan harun. Mereka diperdaya oleh Samiri, dan menjadi penyembah sapi emas (lihat Qs. Al-A'raf : 142 Thaha : 85-98).

Sepulangnya Musa dari Miqat, ia sangat murka karena Allah memberitahunya bahwa umatnya telah sesaat ketika ia pergi. Musa tiba dan mulai menghujani pertanyaan kepada saudaranya, Harun. Mengapa ia tidak mengambil tindakan untuk mencegah kehancuran ini, Quran menyatakan bahwa Nabi Harun menjawab " wahai Musa, umat telah menindasmu dan mereka berusaha membunuhku. "

Apabila anda yakin bahwa Harun adalah nabi Allah, anda tidak akan menyebutnya seorang pengecut. Atau anda berpikir bahwa Harun adalah seorang Syi'ah? Sebenarnya ia adalah seorang Syi'ah (pengikut) Nabi Musa. Tugasnya menyelamatkan diri meskipun nampaknya kaum Wahabi berpikir bahwa seharusnya ia membunuh dirinya sendiri.

Sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah mengenai surat Ali Imran ayat 28, taqiyah dapat diterapkan kepada seorang non-Muslim hanya kepada sesama Muslim.

Seseorang yang disebut muslim yang menganiaya orang tak berdosa, tidak lebih baik orang yang non -Muslim. Apabila anda berkeliling dunia, mengunjungi Negara Arab Saudi, Iraq, Afganistan mayoritas orang - orang yang menganiaya umat Muslim menyebut dirinya Muslim juga. Juga, apabila anda melihat sejarah, mayoritas penguasa muslim yang menyebut dirinya orang Islam dan sebagai khalifah, adalah para penindas dan para tiran (seperti khalifah Umayah dan Abbasiyyah). Apakan anda menyarankan bahwa kami sebaiknya tidak menyelamatkan nyawa kami dari orang - orang zalim yang menanamkan dirinya sebagai umat Islam?

Selain itu, dengan pernyataan di atas, Ibnu Taimiyah tidak menganggap hadis shahih Muslim sebagai hadis yang shahih atau Ibnu Taimiyah telah menyangkal kesaksian Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun melakukan taqiyah dalam bentuk diplomasi sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan yang baik dengan masyatakat. Dalam shahih Muslim disebutkan hadis tentang kasus dimana ada pertengkaran antara dua orang Muslim sedemukian rupa sehingga dianggap sebagai bahaya yang besar, dan apabila usaha untuk mendamaikan mereka tidak berhasil, diperbolehkan untuk memutar balikan ucapan untuk mendamaikan mereka. Anda lihat, selalu ada kondisi bahaya dalam taqiyah. Contohnya, bahaya perceraian sepasang suami isteri yang bertengkar.

Seorang Sunni mengatakan: Surat an-Nahl ayat 106 hanya dapat di terapkan dalam ketika seorang muslim menghadapi situasi yang sama dengan situasi yang dihadapi Ammar bin Yasir, saat ia harus memilih antara mati dibawah penyiksaan seperti kedua orang tuanya atau berpura - pura menjadi orang kafir melalui mulut saja. Kasus ini aturan mati dibawah penyiksaan seperti mulut saja. Kasus ini bukan aturan dasar tetapi hanya kekecualian.

Kami menjawab: itulah aturan dasarnya! Apabila tidak, Allah tidak akan menyebutnya dibanyak surat salam Quran. Apabila seorang Muslim tidak terancam bahaya, ia tidak boleh taqiyah. Sebagaimana kami tidak taqiyah saat ini, tetapi sekiranya kami berada di Negara seperti Arab Saudi yang bisa mengancam jiwa, kami harus melakukannya.

Seorang Sunni mengatakan : Apabila seseorang, menganggap bahwa berdusta tentang Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan yang tidak jelas dan sesat adalah bagian penting dari keyakinannya. Apakah kita dapat mempercayainya? Dalam surat Ali Imram ayat 28 bukan hanya sebuah kekecualian yang dibatasai. Taqiyah tidak hanya dilarang dilakukan kepada kaum Muslimin, tetapi juga tidak dibenarkan berdusta kepada orang lain. Artinya, apabila anda menantang prilaku tertentu dan anda berada pada situasi dimana pengutukan dapat membahayakan Islam atau umat Islam, anda dapat berdiam diri tetapi anda tidak boleh berdusta.15

Kami menjawab; Ucapan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir bertentangan dengan firman Allah, barang kali yang mengucapkan kekafiran, setelah ia beriman kepada Allah, kecuali dalam keterpaksaan, sedang hatinya tetap beriman ( Qs. An-nahl : 106 ). Seperti yang anda lihat, Quran menyatakan, mengucapkan kekafiran ". Hal ini tidak berarti berdiam diri. "Mengucapkan" artinya berkata atau melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan keyakinan, Dusta apa yang lebih besar dari pada mengucapkan kekafiran? Selain itu juga apabila sebagian besar koleksi hadis Sunni yang Shahih seperti Bukhari dan Muslim mengajikan taqiyah, lalu mengapa kaum Wahabi bersikukuh sebaliknya? Bukankah ini merupakan anda kemunafikan itu sendiri?


C. Khumus ( Seperlima Bagian )

Ketahuilah bahwa dari segal sesuatu yang kamu peroleh. Seperlimanya adalah untuk Allah. Rasul-Nya, keluargannya, anak yatim, fakir miskin dan muisafir.. (Qs al-Anfal : 41)

Khumus ( yang artinya seperlima dari penghasilan) harus diberi kepada lima pihak berikut; Allah. Rasul-nya anak yatim, fakir miskin, orang yang jauh di kampung halaman (tidak memiliki uang untuk kembali ke tempat asalnya).

Banyak milik Allah diserahkan kepada Nabi untuk digunakan di jalan Allah. Setelah Nabi wafat, pada masa - masa kepemimpinan sebelas imam pertama, tiga bagian pertama diserahkan kepada para Imam Alhubait untuk digunakan di jalan Allah. Saat ini, kita tidak memiliki hubungan dengan Imam Mahdi as, maka tiga bagian pertama (yang merupakan setengah bagian dari keseluruhan jumlah khumus) diserahkan kepada ulama untuk digunakan di jalan Allah Rasul-Nya, Alhubait-Nya di jalan Allah seprti mengeluarkannya untuk kepentingan agama atau hal lain yang mereka rasa perlu untuk urusan agama. Selain itu apabila ulama tersebut tidak memiliki sember pendapatan dari manapun dan seluruh kerjanya hanya untuk kepentingan agama, ia dapat mengeluarkan satu bagian dari apa yang dia terima sebagai khumus untuk keperluan pribadinya yang memberinya sejumlah kebutuhan hidup standar atau hidup di bawah standar. Ulama tersebut tidak harus menjadi penerus Nabi yang menerima Khumus.

Sedangkan tiga bagian lain diserahkan kepada ulama. Bagian ini secara langsung dapat diberikan kepada fakir miskin yang tentunya harus berasal dari keturunan Nabi. Perhatikanlah bahwa tidak diperbolehkan memberikan zakat (pajak lainnya untuk kepentingan agama baik di Sunni maupun din Syi'ah ) dan sedekah kepada keturunan Nabi Muhammad. Harus di perhatikan bahwa selama zaman sejarah Islam hingga kini. Keturunan Nabi Muhammad dimanapun teraniaya dan terampas haknya. Di samping itu, hanya sedikit kaum muslim yang masih membayar Khumus yakni para Syi'ah yang mengikuti sunah Nabi ini) Dengan kata lain, hanya 20% dari seluruh kaum Muslimin yang masih membayar khumus yang mengurangi secara dramatis jumlah yang diterima fakir miskin dari keturunan Nabi (yakni 20% x ½ x 1/5 = 2% ) apabila dibandingkan dengan jumlah yang diterima fakir miskin yang bukan keturunan Nabi dari zakat keseluruhan kaum Muslimin (2,5%) ditambah seluruh sedekah yang jumlahnya melebihi 2,5%.

Pada ayat tentang khumus yang tersebut di atas. Kata "ghanimah" yang digunakan diterjemahkan dengan artinya "yang kamu peroleh" sebagaimana yang di sebut di atas, Ghanimah artinya harta perolehan tertentun yang di peroleh seseorang sebagai kekayaan. Menurut para Imam Ahlubait harta perolehan tertentu tersebut adalah harta yang darinya perlu dikeluarkan biaya untuk khumus terdiri dari tujuh kategori; 1) Keuntungan atau kelebihan dari pendapatan; 2) Harta halal yang bercampur dengan harta yang haram; 3) Bahan tambang dan mineral; 4) Batu berharga yang terdapat di laut; 5) harta karun: 6) Tanah yang dibeli seorang kafir zhimmi dari seorang Muslim; 7) harta rampasan perang.

Tetapi ada segelintir orang yang mengartikan kata " Ghanimtum " dengan artinya "harta rampasan perang " sehingga membatasi khumus sendiri. Tentu saja. Penafsiran ini dilakukan tanpa mengetahui kaidah bahasa arab, sejarah tentang khumus. Hukum Islam. Dan tafsir Quran. Ingatlah bahwa kata " ghanimtum " berasal dari kata 'al-Ghanimmah "


Makna Kata Ghanimtum

Kamus bahasa arab al-Munjid ( Louis maluf dari Beirut) memberi definisi bahwa al-Ghanim dan al-Ghanimah artinya 1) harta yang terdapat dari pertempuran melawan musuh dari peperangan; dan 2) Seluruh pendapatan secara umum. Selain itu kalimat al-Ghunm bin Ghurm" (keuntungan terisah dari biaya) yang artinya orang yang memiliki harta dari satu - satunya pemilik keuntungan dan ia tidak berbagi dengan orang lain, oleh karenanya ia menanggung semua biaya dan resiko. Anda juga dapat melihat kamus seperti Lisan al-Arab dan al-Qamus.

Hal ini berarti bahwa bahasa arab, kata 'al-Ghanimah' memiliki dua makna: harta rampasan peperangan dan keuntungan. Kutipan pribahasa di atas juga membuktikan bahwa keuntungan bukan makna yang tidak umum. Ketika sebuah kata dalam Quran memiliki makna lebih dari satu, wajib bagi orang Muslim meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW dan Ahlubait as.


Sejarah khumus

Khumus adalah harta yang diperkenalkan oleh Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad. Dan hal ini terus berlangsung terus dalam Islam ketika di turunkan dalam Quran. Abdullah Muthalib melaksanakan perintah Allah yang ia terima lewat mimpi. Ketika ia menemukan sebuah sumur Zamzam, Ia menemukan banyak harta berharga di dalamnya yang terkubur pada masa lalu oleh keluarga Ismail ketika mereka merasa takut musuh akan merampas harta mereka. Ketika Abdullah Muthtalib menemukan harta terpendam itu. Ia mengeluarkan seperlima bagian ( secara literal di sebut khumus) di jalan Allah dan menyimpan seperlima bagian untuk dirinya sendiri. Lalu hal tersebut menjadi kebiasaan dalam keluarganya. Dan setelah Nabi Muhammad hijrah, sistem yang sama diberlakukan dalam Islam. Dengan demikian, harta khumus pertama kali bukan dikeluarkan dari harta rampasan perang, tetapi dari harta karun yang terpendam.


Hukum Islam

Tidak ada mukzijat Islam manapun yang mengartikan " ghanimah" sebagai harta rampasan perang. Selain harta rampasan perang. Khumus diperoleh dari harta - harta berikut :

Barang tambang; memenuhi syarat dalam mazhab Hanafi dan Syi'ah, dan harat karun memenuhi syarat bagi umat muslim. Istilah ghanimah pada ayat yang tengah didiskusikan, dengan jelas di tafsirkan oleh Imam kami dengan artian " hasil keuntungan " (fa'datul muktasabah).

Untuk menyimpulkan pembahasan ini, dapat kami nyatakan bahwa kata ghanimah tidak pernah diartikan sebagai harta rampasan perang oleh mazhab Islam manapun. Dan sejauh yang ditafsirkan Imam kami, istilah ini bermakna harta apapun selain harta rampasan perang sejak kekhalifahan Imam Ali, sebagaimana yang di tunjuk oleh banyak hadis shahih.

Kutipan diatas juga mendukung oleh praktek yang di lakukan Nabi Muhammad saw. Contohnya, Ketika mengurus Amat bin Hazm ke Yaman, Rasulullah memberikan perintah - perintah, dan salah satunya adalah mengumpulkan khumus.16 Dan ketika Kilal di Yaman mengirimkan khumus kepada Nabi Muhammad, Nabi menerimannya dan berkata " Utusanmu telah kembali dan engaku telah membayar khumus dari harta kalian (al-Ghanaim).17 Sangat menarik untuk di perhatikan bahwa Bani Kilal mematuhi perintah Rasulullah dan mengirim Khumus dari pendapatan mereka padahal tidak ada peperangan yang terjadi antara kaum Muslim dengan orang - orang kafir, ini adalah petunjuk yang jelas bahwa khumus tidak di batasi hanya untuk harta rampasan perang oleh nabi Muhammad.

Pentingnya persoalan khumus menurut, Nabi dapat pula di lihat pada nasehatnya kepada utusan bani Abdul Qais. Tampaknya Bani Abdullah Qais (salah satu cabang dari suku Rabiah) bukan suku yang kuat. Untuk pergi ke Madinah mereka harus melintasi daerah ayang di huni oleh suku Muzar, suku yang sangat memusuhi kaum muslimin. akibatnya suku Abdul Qais tidak dapat melakukan perjalanan dengan aman ke Madinah kecuali pada bulan-bulan haram, bulan dimana perang diharamkan menurut tradisi bangsa Arab.

Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :

Utusan suku Abdul Qais menemui Nabi dan berkata " Ya. Rasulullah! Kami berasal dari suku Rabiah dan di antar kami dan engkau terdapat penghalang dari suku Muzar, karenanya kami tidak dapat menemuimu kecuali di bulan-bulan haram. Oleh karena itu berilah kami perintah yang dapat kami lakukan untuk diri kami dan mengajak kamu kami untuk melakukannya!" Nabi Muhammad berkata " aku perintahkan kalian beriman kepada Allah (Rasulullah menunjukkan tangannya), melaksanakan sholat lima waktu. Membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus"

Dengan melihat kenyataan ini, bahwa mereka melakukan perjalanan di bulan - bulan haram (ketika perang diharamkan), suku Abdul Qais yang lemah dan berjumlah sedikit (terbukti dari perjalanan yang mereka lakukan di bulan haram) tidak ada ruang sedikitpun untuk mengartikan pengapliasian khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang. 18


Hal lain mengenai khumus

Diskusi berikut ini diambil dari buku Tijani, Ma'a ash-shadiqin ( bersama orang - orang yang benar) Di samping itu, kami memakai sebuah kitab fiqih berdasarkan ajaran Ayatullah Khomaini untuk beberapa hal yang mendetail, kami juga memberi pendapat sendiri demi kejelasan.

Dan ketahuilah, dari harta yang kamu peroleh. Sesungguhnya seperlima bagiannya adalah milik Allah dan Rasulnya, keluarganya, anak yatim. Fakir miskin dan musafir… Apabila kamu benar - benar beriman kepada Allah dan kepada yan kami turunkan kepada hamba - hamba kami "
( Qs. Al-Anfal : 41 )

Ayat di atas merupakan perintah Allah SWT, pencipta alam semesta untuk mengeluarkan seperlima ( khumus ) dari harta yang di gunakan di jalan Allah kepada fakir miskin, anak yatim dll. Selanjutnya Nabi bersabda " aku perintahkan kepada kalian untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut : Beriman kepada Allah SWT mendirikan sholat, mengeluarkan zakat berpuasa di bulan ramadhan dan mengeluarkan seperlima dari harta yang kamu peroleh untuk dipergunakan di jalan Allah.

Persoalannya, penafsiran kalimat di atas adalah pada istilah " ghanimah harta " Kaum sunni menafsirkan kata ini sebagian " harta rampasan perang " artinya ini adalah bukan bahasa arab yang tepat. Bahasa Semit asal dari bahasa arab, didasarkan pada bentuknya kata kerja, bukan kata benda. Oleh karenanya, terjemahan kata "ghaniman ' tidak seluruhnya tepat apabila artinya " harta rampasan " digunakan.

Kaum Syi'ah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya mengeluarkan 20% dari harta yang mereka dapat setiap akhir tahun. Selain itu. Penggunaan tata bahasa dari kata " ghinimah" dalam bahasa Arab. Seperti yang di artikan kaum Syi'ah mengandung arti bahwa pendapatan tertentu yang di peroleh akum Muslimin dari keuntungan yang di hasilkan dari usaha yang halal atau usaha lainnya dianggap sebagai " ghanimah" dan tunduk kepada aturan hukum.

Tentunya dalah hal tersebut ada kekhususan. Sebenarnya, khumus hanya dapat diberikan dalam dua bidang berikut; semua yang berasal dari tanah seperti emas, perak, besi, minyak dan hasil - hasil alam lain yang darinya harus di keluarkan untuk khumus. Nilai minimum harta yang berasal dari tanah adalah 20 dinat. Dan satu dinat = 3.45 gram emas apabila nilai minimum, tidak memenuhi syarat. Khumus tidak perlu dibayarkan 2) semua harta yang berasal dari karun. Apabila jumlahnya sesuai dengan syarat nilai minimum, darinya harus ada yang dikeluarkan untuk khumus. 3) kekayaan yang berasal dari laut seperti mutiara,batu karang dll. Apabila sesuai dengan syarat nilai minimum, dari harta ini harus ada yang di keluarkannya khumus di antaranya hadiah, pemberian, warisan, mahar, dll

Rincian khumus sangat rumit dan harus selalu ditanyakan kepada seorang mujtahid sebelum mengeluarkan khumus.

Kaum Sunni menolak ketentuan tersebut meskipun terdapat dalam kirab Allah SWT. Selain itu hal tersebut di riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari jilid 2. hal 136-137 bahwa Nabi Muhammad bersabda " harta yang terkubur dalam tanah pada zaman jahiliah berlaku ketentaun khumus " selain itu. Ibnu Abbad. Perawi hadis paling terkenal dalam pandangan kaum Sunni, berkata bahwa mutiara yang berasal dari dalam laut terkena kewajidan khumus. Jelaslah bahwa khumus tidak terbatas pada harta rampasan perang semat. Sebagimana yang diklaim kaum Sunni, tetapi meliputi seluruh persoalan di atas.

Apabila sebuah negara Islam Sunni yang benar di tegakan, ia tidak akan dapar memenuhi kewajiban financialnya karena tergantung hanya pada zakat. Yakni hanya 25% dari kekayaan seseorang. Secara realitas, dapatkah sebuah Negara Islam. Sebagaimana yang diidamkan kaum Sunni. Bertahan dengan pendapatan 2.5% setahun dari umat Islam? Dapatkah Negara ini membangun infrastruktur yang akan mengokong dan lain- lain? Tentu tidak, karena 2.5% tidaklah mencukupi, walau hanya dalam selintas imajinasi saja.

Khumus juga menjadi tujuan yang sangat penting dalam masyarakat Syi'ah saat ini. Khumus membantu para mujtahis mempertahankan kemerdekaan dan keterlepasan dari implikasi politik yang akan terjadi apabila seorang ulama menjadi tergantung kepada pemerintahan untuk memenuhi kebutuhannya. Para ulama Sunni di Negara - Negara Islam menerima pendapatan dari pemerintahan yang artinya mereka tidak dapat mengucapkan sepatah kata keberatan kepada kebijakan penguasa karena sumber pendapatan mereka akan terancam. Para ulama Syi'ah di sisi lain. Tidak menerima dana dari pemerintahan. Dengan cara ini, mereka bebas untuk mengabdikan hidup mereka bagi kaum keadilan umat.

Berikut ini pembahasan bagaimana kaum Syi'ah mengatur harta Zakar. Zakat menutur. Fikih Syi'ah hanya dalam kategori berikut, hewan ternak (unta, sapi, kambing, domba) perak, emas, kurma, gandum, Perlu diperhatikan meskipun zakat tidak wajib dalam bentuk yang seperti yang dikeluarkan untuk khumus, bagi kaum Asyi'ah, dianjurkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk benda - benda selain bentuk yang disebutkan di atas dengan cara yang sama sebagaimana kaum Sunni mengatur zakat ( 2.5%).

Rincian zakat tidak serumit seperti khumus, tetapi ada detail yang harus di perhatikan. Contohnya, sejak kapan ladang gandum di panen. Diairi air hujan atau air biasa? Selain itu ada jumlah minimum untuk jumlah hewan ternak yang harus memenuhi syarat dikeluarkannya zakat. Ada juga zakat fitrah, yang di bayar pada hari pertama setelah puasa Ramadhan usai.

Kesimpulannya, kami ingin menggugat rasa keadilan, objektifitas serta rasa takwa anda kepada Allah SWT untuk mengetahui bahwa kaum Syi'ah adalah pengikut agama Islam sebagiamana agama ini harus di laksanakan. Ahli hukum Sunni telah mengubah banyak aspek agama Allah SWT, dan kami tidak membahasnya di sini untuk dicaci maki, tetapi berusahalah untuk berlaku adil dan menilai Syi'ah dengan objektif! Bukanlah kami melaksanajan Quran lebih baik daripada orang lain! Bukankah kami mematuhi Sunnah Nabi Muhammad daripada orang lain? Kami menggunakan alasan untuk menjelaskan keyakinan kami, dan bukan pengikut yang membabi buta? Bukankah demikian?


Catatan kaki :

1. Shahih al-Bukhari, hadis 5551
2. Shahih al-Bukhari, hadis 5713
3. Referensi hadis Sunni: fada'il ash-Shahabah,Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal 662,. Hadis 1129; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, bal. 167;Manaqib Ahmad
4. Sebagian besar diambil dari buku Reliance of the Traveller (Umdat as-salak) oleh Ahmad bin Naqib Misri (702/1302-769/13681), diterjemahkan oleh Noah Ha Min Keller.
5. Dua kata " Tat-taquh" dan " tuqatan" sebagimana yang disebutkan dalam bahasa Quran-nya, berasal dari kata yang sama, " taqiyah"
6. Abu Bakar razi, Ahkam al-Quran, Jilid 2, hal 10
7. Jalaluddin Suyuthi, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athun, jilid 2, hal 178
8. as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 3, hal 61
9. Jalaluddin Suyuthi dalam kitavbnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Jilid 2 hal 176
10. Shahih al-Bukhari, jilid 7, hal 102
11. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Julis 7 hal 81
12. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa inggri ) bab 1527, jilid 4 hal 1373 hadis 1303
13. Lihatlah Shahih Muslim, jilid 4 bab 1927, hadis 1303, hal 1373, hanya versi bahasa Inggris Abdul hamis Siddiqi
14. Islam Syi'ah Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i diterjemahkan oleh Sayid Husein Nasir, hal 223-225
15. Ibnu Taimiyah, Minhaj, jilid 213 dan Tafsir Ibnu Katsir
16. Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 2, bag. II hal, 54 ( Beirut, 1971); Ibnu Katsir al-Bidatyah wa an-Nihayah, jilid 5, hal 76-77 ( Beirut, 1966); Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4. hal 179 ( Beirut 1975)
17. Abu Ubaid, al-Ammal, hal 13 ( Beirut, 1981); Haklim al-Mustadrak, jilid 1, hal 395 ( Hyderabad, 1340H); Ja' far Murtadha Amili, Ash-Shahih if Sirat an-Nabi, jilid 3, hal 309 ( Qum, 1983)
18. Shahih al-Bukhari, Hadis 4327, jilid 4. hal. 212-213 ( Beirut); Abu Ubaid, al-Amwal. Hal 12 ( Beirut, 1981)
19. Shahih al-Bukhari, jilid 4, hal 44.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar