Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Mei 2014

ANTOLOGI ISLAM ( BAB 7 MENGHARGAI SAHABAT YANG SHOLEH )


BAB 7: MENGAHARGAI SABAHAT NABI YANG SALEH

Syi'ah sangat menghormati beberapa sahabat Nabi yang sangat taat kepada Nabi Muhammad dan Ahlulbait semasa Nabi masih hidup dan setelah Nabi wafat. Di antara sahabat-sahabat besar itu adalah:


Abu Dzar Ghiffari

Nabi berkata mengenai Abu Dzar Ghiffari: "Langit tidak menaungi dan bumi tidak memikul seseorang yang lebih teguh selain Abu Dzar. la berjalandi muka bumi ini dengan sikap tidak peduli pada dunia seperti halnya Nabi Isa putra Maryam."1


Ammar bin Yasir

Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir dan kepada orangtuanya: "Wahai keluarga Yasir! Bersabarlah, karena tempat kembali kalian adalah surga."2Nabi pun berkata padanya, "Ammar, bergembiralah harena kelompok orang-orang kafir akan membunuhmu."3


Miqdad bin Aswad

la merupakan salah satu dari empat lelaki yang Allah SWT perintahkan untuk Nabi cintai. Nabi berkata: "Allah memerintahkanku untuk mencintai empat orang, ia memberitahuku bahwa la mencintai mereka." Orang orang bertanya tentang siapa mereka. Nabi berkata,, 'Ali adalah salah satu dari mereka (ia mengulangnya tiga kali) dan Abu Dzar, Salman serta Miqdad."4 Nabi juga berkata: "Setiap Rasul dikaruniai Allah tujuh orang sahabat setia. Aku dikaruniai empat belas orang sahabat setia." Mereka adalah Ali, Hasan, Husain, Hamzah, Ja'far, Ammar bin Yasir, Abu Dzar, Miqdad dan Salman."5


Salman Farisi

Mengenai Salman Nabi Muhammad berkata: "Surga merindukan 3 orang Ali, Ammar dan Salman."6


Ibnu Abbas

Dialah orang yang dikatakan Nabi Muhammad: "Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar Engkau mengajarinya ilmu dan menjadikannya memahami agama dan masukkanlah ia ke dalam golongan orang-orang beriman."'


Pandangan Mashab Syi'ah Terhadap Sahabat

Tema bab ini membahas bagaimana Syi'ah memandang sahabatsahabat Nabi Muhammad SAW. Pada bagian ini kita akan merujuk ayat-ayat Allah, sebagaimana yang dinyatakan Quran berkenaan dengan para sahabat dan juga pendapat Nabi Muhammad berdasarkan hadis-hadis sahih dari mazhab Sunni.

Syi'ah tidak memiliki pandangan yang khusus mengenai sahabat-sahabat Nabi. Berdasarkan keshahihan serta penafsiran hadis-hadis yang diriwayatkan, beberapa hadis tiba pada kesimpulan yang berbeda-beda karena golongan sahabat kedua yang akan disebutkan di bawah ini. Pendapat mengenai hadis mana yang lebih sahih dan makna mana yang benar, kadang masih mengundang perdebatan. Dalam pembahasan ini kami ketengahkan apa yang dianggap sebagai ciri khas Syi'ah.

Syiah membagi sahabat menjadi tiga golongan. Pertama, golongan sahabat yang beriman kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan mengorbankan seluruh diri mereka demi kepentingan Islam. Mereka adalah golongan paling utama. Golongan sahabat ini selalu membantu dan senantiasa bersama-sama Nabi.

Mereka tidak pernah melanggar perintahnya dalam setiap hal. dan tidak pula mengatakan bahwa Nabi berdusta. Sahabat-sahabat golongan ini di antaranya, tetapi tidak terbatas, All bin Abi Thalib, Abu Dzar Ghiffari, Salman Farisi, Miqdad, Ammar bin Yasir, Jabir bin Abdillah Anshari.

Golongan kedua adalah, orang-orang Islam, tetapi perbuatan mereka tidak sungguh-sungguh. Sahabat golongan kedua ini contohnya, tetapi tidak terbatas, Abu
Bakar dan Umar bin Khattab.

Golongan ketiga adalah orang-orang yang mengingkari Islam setelah Nabi wafat sebagaimana yang dicatat oleh Bukhari, atau orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT, tidak mengutamakan Nabi Muhammad, tetapi berusaha menyusup ke dalam Islam agar dimasukkan ke dalam golongan kaum Muslimin.

Mereka adalah orang-orang munafik seperti Abu Sufyan, Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan. Ketika menjadi khalifah, Yazid berkata: "Keluarga Hasyim mendapatkan singgasana ini, tetapi tidak ada wahyu yang diturunkan ataupun ayat yang benar."'

Bani Hasyim merupakan kaum dan suku asal Nabi Muhammad, dan ucapan Yazid merupakan ejekan secara sengaja yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendusta, bukan seorang Nabi. Singgasana (kekuasaan) merupakan kiasan mengendalikan urusan-urusan Mekkah dan seluruh daerah.

Artinya, Bani Hasyim mengendalikan seluruh wilayah dengan pesan-pesan Islam, dan Nabi Muhammad adalah Kasul yang dipilih, akan tetapi sebenarnya tidak ada wahyu dan pesan untuknya. Itulah pendapat Yazid tentang Allah SWT, Islam, dan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya, Muawiyah serta kakeknya Abu Sufyan, bahkan lebih buruk. Pada awal kekuasaan Utsman, ketika Umayah menduduki posisi - posisi penting Abu Sufyan berkata :

Hai Bani Umayah! Sekarang kerajaan ini telah datang pada kaian, permainkanlah seperti anak-anak bermain dengan bola, lemparkan bola kekuasaan kepada keluarga/sukumu. Kami tidak percaya apakah surga atau neraka itu ada, akan tetapi kerajaan ini adalah sesuatu yang pasti.9
Demi dia yang nama Abu Sufyan bersumpah, hari pembalasan atau kebangkitan itu tidak ada, demikian juga surga atau neraka, hari kebangkitan atau pembalasan!

(Kemudian Abu Sufyan pergi ke Uhud dan menendang pusara Hamzah, paman Nabi Muhammad yang syahid pada perang Uhud ketika bertempur melawan Abu Sufyan. la berkata): Hai, Abu, Ya'la! Lihatlah kerajaan yang kamu perjuangkan akhirnya kembali kepada kami.10

Ketika mengambil alih kekhalifahan, Muawiyah bin Abu Sufyan berkata: "Aku tidak memerangimu untuk shalat, berpuasa, membayar sedekah, tetapi untuk menjadi pemimpin dan menguasai kalian!"

Hadis ini merupakan petunjuk bahwa Muawiyah tidak peduli dengan amanah Islam sedikitpun, apalagi perintah Allah. Perang yang ia lakukan bermotifkan politik untuk mendapat kekuasaan atas seluruh wilayah dan mengambil alih kekhalifahan. Yang demikian bukan suatu yang aneh atau mengherankan. Muawiyah telah meracun Hasan bin Ali bin Abi Thalib." Sedangkan Yazid bin Muawiyah adalah otak pembunuhan Husain di Karbala, Iraq.


Pandangan Quran Mengenai Sahabat

Sekarang mari kita lihat pendapat Quran mengenai kategori sahabat yang berbeda-beda. Sahabat golongan pertama ditunjukkan oleh Allah dalam ayat berikut:
Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, (tetapi) berkasih sayang diantara mereka.

Engkau akan melihat mereka ruku dan sujud (shalat), memohon anugerah Allah dan ridha-(Nya). Pada wajah - wajah mereka terdapat tanda, bekas sujud mereka. Demikianlah sifat - sifat mereka dalam Taurat; dan begitu puyla dalam Injil seperti tanaman yang memunculkan tunasnya, kemudian tunas itu menguatkannnya, lalu menjadi lebat, dan tegak lurus diatas batangnya (memberikan) penanamnya kesenangan dan harapan. Tetapi, membuat marah orang - orang kafir. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath : 29).

Sahabat-sahabat ini tidak diperdebatkan oleh Syi'ah dan Sunni. Karenanya, tidak akan dibahas di sini. Akan tetapi, perhatikan apa yang difirmankan Allah Yang Maha Bijak pada kalimat terakhir: "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar." Perhatikan kata, "orang-orang di antara mereka... " Mengapa Allah tidak mengatakan "Allah telah menjanjikau kepada semua orang dari mereka?"

Karena tidak semua orang beriman. Itulah yang mazhab Syi'ah coba sampaikan kepada dunia. mazbab Sunni, kapan pun mereka bershalawat kepada Nabi Muhammad, mereka pun bershalawat kepada semua sahabat, tanpa terkecuali. Mengapa Allah SWT membuat kekecualian sedang mazhab Sunni tidak?

Lebih dari itu, ayat tersebut menyebutkan secara khusus orang-orang yang setia bersama Nabi Muhammad, dengan arti taat kepadanya dan tidak menentang atau menjelek-jelekkannya. Tentunya orang-orang munafik berada di dekat Nabi dan berusaha mendekatkan diri mereka kepadanya, akan tetapi tidak ada kaum Muslimin yang menyebutkan mereka berdasarkan ayat yang berbunyi, "Orang-orang yang bersama Nnbi Muhammad. "Berkenaan dengan sahabat golongan kedua ini, Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang beriman! Apa yang terjadi dengan kalian! Apakah sebabnya ketika kalian di perintahkan untuk berperang di jalan Allah kalian merasa keberatan? Manakah yang lebih kalian sukai, dunia ini atau kehidupan akhirat? Jika kalian tidak man berangkat perang, ia akan mengazabmu dengan azab yang sangat pedih dan menggantikan kalian dengan yang lain; tetapi Allah tidak akan merugikan kalian sedikitpun karena Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS. at-Taubah : 38-39).

Ayat ini merupakan petunjuk yang jelas bahwa sahabat-sahabat tersebut malas ketika ada seruan jihad dan perintah lain, sehingga mereka patut mendapatkan peringatan Allah SWT. Ayat ini bukan satu-saiunya contoh ketika Allah mengancam akan menggantikan mereka: "...Apabila kalian berpaling (dari jalan ini), ia akan menggantikanmu dengan kaum lain, agar mereka tidak seperti kalian!" (QS. Muhammad : 38).

Dapatkah ditunjukkan siapa yang dimaksud 'kalian' pada ayat di atas? Allah juga berfirman: "Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian mengeraskan suaramu melebihi suara Nabi... agar tidak terhapus pahalamu sedang kalian tidak menyadari. " (QS. al-Hujurat : 2).

Hadis-hadis sahih dari mazhab Sunni menegaskan bahwa ada beberapa sahabat yang suka menentang perintah Nabi Muhammad SAW dan berdebat dengannya pada banyak peristiwa. Peristiwa tersebut di antaranya:

Usai perang Badar, Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk membebaskan tawanan-tawanan perang sebagai tebusan dalam membayar fidyah tetapi para sahabat ini tidak melakukannya;

Pada perang Tabuk, Nabi Muhammad memerintahkan mereka menyembelih unta untuk menyelamatkan nyawa mereka tetapi beberapa sahabat menentangnya;
Pada peristiwa perjanjian Hudaibiyah, Nabi bermaksud berdamai dengan orang-orang Mekkah tetapi sahabat-sahabat yang sama menentangnya. Bahkan mereka meragukan kenabian Nabi Muhammad SAW.

Pada perang Hunain, mereka menuduh Nabi Muhammad tidak adil dalam membagi - bagikan harta rampasan perang;

Ketika Utsman bin Zaid diangkat Nabi Muhammad menjadi pemimpin pasukan perang Islam, sahabat-sahabat ini tidak menaati Nabi dengan tidak mengikutinya.

Pada hari kamis yang sangat tragis Nabi ingin mengungkapkan keinginannya, akan tetapi sahabat-sahabat yang sama Pula ini pun menuduh Nabi tengah meracau dan ia mencegah Nabi mengungkapkan keinginannya.

Masih banyak lagi riwayat-riwayat seperti itu yang bahkan dapat ditemukan dalam Shahih al-Bukhari.

Mengenai sahabat golongan ketiga, terdapat sebuah surah dalam Quran yang seluruhnya bercerita tentang mereka yaitu surah al-Munafiqun mengenai orang-orang munafik. Di samping itu, banyak pula ayat mengenai Sahabat-sahabat ini. Allah berfirman:

Muhammad itu tidak lebih dari seorang Rasul telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Apakah bila ia wafat atau terbunuh, kamu akan berpaling dari agamamu? Barang siapa yang berpaling dari agamanya, tidak sedikitpun ia merugikan Allah; Namun Allah (sebaliknya) akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur (berjuang untuk-Nya) (QS. Ali Imran : 144).

Ayat ini turun ketika beberapa orang sahabat melarikan diri dari perang Uhud,saat mereka mendengar berita bohong bahwa Nabi Muhammad terbunuh. Meski di kemudian hari Allah SWT mengampuni mereka, akan tetapi ayat di atas memberi suatu kemungkinan bahwa beberapa sahabat akan meninggalkan Islam jika Nabi Muhammad meningggal. Tetapi Allah membuat kekecualian "dan orang-orang yang bersyukur (berjuang untuk Nya). " Pada ayat lain Allah berfirman:

Hai, orang-orang beriman! Barang siapa di antara kalian yang berpaling dari agamanya, Allah akan membangkitkan suatu kaum yang Allah cintai dan merekapun mencintai-Nya,... yang bersikap lemah lembut kepada orang-orang berirnan, tetapi bersikap keras kepada orang kafi'r, berjihad di jalan Allah dan tiada pernah merasa takut terhadap kecaman orang-orang. Itulah karunia Allah yang akan la berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberiannya san Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. al-Maidah : 54).


Para Sahabat Berdasarkan Hadis-hadis Sahih

Sebelum mengetengahkan ayat-ayat Quran yang lebih jelas mengenai sahabat golongan ketiga ini, kita akan menyebutkan beberapa hadis dari kitab Shahih al-Bukhari yang menegaskan kemurtadan mereka. Karena Bukhari telah menegaskan keshahihan hadis berikut ini, diharapkan kita tidak menganggapnya 'kafir' usai membaca hadis-hadis ini.12

Shahih al-Bukhari hadis 8.578. Diriwayatkan oleh Abdullah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahuluan kalian di telaga Kautsar. Abdullah menambahkan, Nabi Muhammad berkata:
"Aku adalah pendahulu kalian telaga Kautsar dan beberapa orang dari kalian akan dihadapkan kepadaku hingga aku melihat mereka dan mereka akan disingkirkan dari sisiku dan aku akan berkata: 'Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Allah berfirman, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.

"Shahih al-Bukhari hadis 8584. Diriwayatkan dari Anas bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Beberapa orang sahabat akan datang padaku di telaga Kautsar, setelah aku mengenali mereka, mereka disingkirkan dari sisiku sehingga aku berkata: "Mereka sahabatku!" Allah berfirman: "Engkau tidak tahu apa yang telah mereka ada-adakan (menambahi hal-hal baru) pada agama ini sepeninggalmu." (lihat juga Shahih Muslim, bagian 5, halaman 53-54).

Shahih al-Bukhari hadis 8585. Diriwayatkan dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, dan barang siapa melewatinya, ia akan minum air dari telaga itu. Kemudian akan datang kepadaku beberapa orang yang aku kenal dan mereka mengenaliku. Tetapi sebuah penghalang akan diletakkan di antara aku dan mereka. Aku akan berkata, "Mereka sahabat-sahabatku." Kemudian dikatakan padaku: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan (menambah hal-hal baru) pada agama Islam sepeninggalmu. " Aku berkata : "Betepa jauh (akan rahmat) orang - orang yang berpaling sepeninggalku."

(Abu Hazim menambahkan, "Nu'man bin Abi Aisyah, ketika mendengarku berkata : Aku akan berkata ', bertanya: ' Apakah engkau mendengar hal ini dari Sahl ? " Aku menjawab,'Ya1' Nu'man berkata,' Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Said Kudhri berkata sama.")

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata:

Pada hari kebangkitan sekelompok sahabat akan datang padaku, tetapi mereka diusir dari telaga Kautsar, dan aku berkata: "Ya Allah, (mereka adalah) sahabatku!" (Allah SWT) berkata: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah engkau tiada, mereka menjadi ingkar seperti para penghianatan (berpaling dari agama Islam yang benar)."

Shahih al-Bukhari hadis 8586. Diriwayatkan dari Ibnu Musaiyab:

Beberapa orang lelaki sahabatku datang ke telaga Kautsar dan mereka diusir dari telaga itu. Aku berkata: "Ya Allah, mereka adalah sahabatku!" (Allah SWT) berfirman: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka buat-buat sepeninggalmu; Mereka berbalik ingkar menjadi pengkhianat (berpaling dari agama Islam yang benar)" (terdapat juga pada Shahih Muslim, bagian 10, hal. 64, dan hal. 59).

Shahih al-Bukhari hadis 8587; diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bercerita,

"Ketika aku sedang tidur, sekelompok orang (pengikutku dihadapkan padaku), dan saat aku mengenali mereka, seorang lelaki (malaikat) muncul di antara aku dan mereka (kami), ia berkata (kepada mereka): 'Ikutlah bersamaku.' Aku bertanya, 'Kemana?' la menjawab, 'Demi Asma-Nya, kita akan ke neraka.' Aku bertanya, Apa yang telah terjadi dengan mereka?' Ia berkata,'Mereka menjadi ingkar sebagai pengkhianat setelah engkau tiada.' Kemudian, sekelompok (pengikutku yang lain) dibawa ke hadapanku, dan ketika aku mengenali mereka, seorang lelaki (malaikat) muncul dari (antara kami) ia berkata pada mereka, 'Ikutlah bersamaku!' Aku bertanya, 'Kemana kalian akan pergi?' Ia berkata,

'Demi Allah,kami akan ke neraka.' Aku bertanya, Apa yang telah terjadi dengan mereka?' la berkata, 'Mereka menjadi ingkar sebagai pengkhianat sepeninggalmu.' Maka aku tidak melihat seorang pun dari mereka yang dapat melarikan diri kecuali beberapa orang seperti unta tanpa penggembala."

Shahih al-Bukhari 8592; diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku sedang berdiri di sisi telaga Kautsar, sehingga aku dapat melihat orang-orang di antara kalian yang akan datang kepadaku, dan ada orang-orang yang dibawa pergi dari sisiku, sehingga aku bertanya, 'Ya Tuhanku, (mereka) adalah umatku dan pengikutku.' Sebuah suara berkata, "Tidakkah engkau ketahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu? Demi Allah mereka berpaling darimu (berpaling dari agama Islam yang benar)."

Perawi kedua, Ibnu Abi Mulaika berkata:

Ya, Allah kami memohon perlindunganmu agar kami tidak berpaling dari (Islam) agamaku dan engkau coba uji kami dengan agama kami.

Shahih al-Bukhari hadis 9172. Diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku berada di telaga Kautsar, menanti orang-orang yang datang kepadaku. Kemudian beberapa orang akan dibawa pergi dari sisiku dan aku berkata, "Mereka sahabatku!" Sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui bahwa mereka menjadi ingkar, karena berkhianat (meninggalkan agama mereka)."

Ibnu Abu Mulaika berkata, "Ya, Allah! Kami memohon perlindungan-Mu agar kami tidak berpaling dari (Islam) agama kami dan dari cobaan yang Engkau beri."
Shahih al-Bukhari hadis 9173. Diriwayatkan dari Abdullah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar dan beberapa orang diantara kalian akan dibawa kepadaku. Ketika aku memeberi air ini, mereka dibawa pergi dariku dengan paksa sehingga aku berkata, "Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Kemudian Yang Maha besar berkata, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu, mereka mengada-adakan hal-hal yang baru dalam agamamu setelah engkau tiada."Shahih al-Bukhari hadis 9174.

Diriwayatkan oleh Sahl bin Saad bahwa Rasulullah bersabda:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, dan siapa saja yang datang ke telaga ini, ia akan meminum air telaga itu, dan barang siapa yang meminumnya, ia tidak akan pernah kehausan setelahnya. Kemudian datanglah padaku orang-orang yang aku kenal dan mereka mengenalku, kemudian sebuah penghalang diletakkan di antara aku dan mereka."(Abu Sa'id Khudri menambahkan bahwa Nabi berkata, "Mereka adalah kaumku." Sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui perubahan serta apa-apa saja yang telah mereka perbuat setelah engkau tiada." Kemudian aku berkata, "Betapa jauh, betapa jauh dari rahmat Allah, orang-orang yang ingkar sepeninggalku.")

Shahih al-Bukhari hadis 8.434; diriwayatkan dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Nabi Muhammad pergi ke masjid dan melakukan shalat jenazah kali para syuhada (perang) Uhud dan kemudian menaiki mimbar. lalu berkata:

Aku adalah pendahulu kalian dan saksi atas kalian. Demi Allah, aku sedang memandangi telaga Kautsar dan aku telah diberi rahasia-rahasia kekayaan bumi ini (atau kunci bumi ini). Demi Allah, aku tidak takut sekiranya kalian menjadi musyrik setelah aku tiada, akan tetapi aku takut kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya (kenikmatan dan kekayaan dunia ini).

Shahih al-Bukhari hadis 3.555; diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Demi Allah yang menggenggam jiwaku, aku akan mengusir beberapa orang kaumku dari telaga (suci) Kautsar pada hari kebangkitan sebagaimana unta-unta liar diusir dari bak makanan.

Shahih al-Bukhari hadis 4375; diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad berkata kepada kaum Anshar :

Kalian akan menemukan kekufuran yang sangat besar sepeninggalku. Bersabarlah kalian hingga kalian bertemu Allah dan RasulNya di telaga Kautsar (telaga di surga). (Anas menambahkan, "Tetapi kami tidak bersabar.")13

Shahih al-Bukhari hadis 5488; diriwayatkan dari Musaiyab bahwa dia bertemu Bara bin Azib dan berkata (kepadanya):

Semoga engkau hidup sejahtera! Engkau merasakan kebahagiaan sebagai sahabat Nabi dan berbaiat kepadanya (al-Hudaibiyyah) di bawah pohon (al-Hudaibiyyah). (Mengenai hal. ini, Bara berkata, "Wahai keponakanku, Engkau tidak tahu apa yang telah kami perbuat sepeninggalnya.")

Hadis-hadis ini, tidak ayal lagi, menunjukkan bahwa Nabi mengetahui dan menyadari beberapa sahabatnya akan berpaling sepeninggalnya dan oleh karena itu mendapat azab neraka. Inilah alasan lain mengapa mazhab Syi'ah berkeras bahwa Nabi Muhammad pasti telah memiliki wakil kepercayaannya dalam menangani masalah umat (negara), seorang wakil yang tidak akan merusak agama dan tetap berjalan lurus hingga ia bertemu dengan Sang Penciptanya.

Kenyataan bahwa para sahabat Nabi bertengkar dan perang berkobar setelah Nabi wafat sangatlah terkenal. Selain itu, para sahabat yang terpecah-pecah ditunjukkan Allah SWT dengan ayat berikut.

Hendaknya ada di antara kalian, segolongan umat yang mengajarkan pada kebaikan, menyuruh berbuat makruh, dan melarang berbuat munkar. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. Tetapi janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan bersilang sengketa setelah datang kepada kealian bukti yang nyata. Bagi mereka di sediakan azab yang mengerikan. Pada hari itu ada orang-orang yang mukanya putih berseri, dan anda orang-orang yang wajahnya hitam muram. Kepada mereka yang wajahnya hitam muram dikatakan, "Apakah kalian ingkar sesudah beriman? Maka rasakanlah siksa yang pedih karena keingkarannya!" (QS. Ali Imran : 104-106).

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada segolongan umat yang senantiasa beriman. Ayat ini menekankan baha segolongan umat di antara mereka tidak mencakup semua orang. Akan tetapi kalimat berikutnya menjelaskan golongan ketiga yang ingkar (berpaling) dari agama mereka setelah Rasulullah wafat. Ayat ini menunjukkan bahwa pada hari perhitungan akan ada dua golongan, yang satu berwajah putih dan yang kedua dengan wajah hitam muram. Itulah petunjuk lain bahwa para sahabat akan terpecah belah.

Berikut ini beberapa ayat lainnya yang menerangkan sahabat golongan ketiga serta perbuatan mereka.

Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengucapkan sesuatupun (yang buruk), padahal sebenarnya mereka telah mengucapkan fitnah, dan mereka mengatakannya setelah mereka memeluk Islam, dan mereka merencanakan maksud jahat yang tidak dapat mereka lakukan. Dendam mereka ini adalah balasan mereka atas karunia yang telah Allah serta Rasulnya berikan kepada mereka! Jika mereka bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka, akan tetapi jika mereka berpaling (kepada keburukan), Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan mereka tidak mempunyai penolong di muka burni ini (QS. at-Taubah : 74).

Akibatnya Allah membiarkan tumbuh kemunafikan di hati mereka, (kekal) hingga hari itu merekar akan bertemu dengan-Nya, karena mereka melanggar perjanjian dengan Allah, dan karena mereka terns menerus berkata dusta.(QS. at-Taubah: 77).

Sifat arang Arab itu lebih pekat kekafirannya dan kemunafikannya, dan tentunya lebih tidak mengerti perintah yang telah Allah turunkan kepada Utusan-Nya, tetapi Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah : 97).

Tidakkah kamu pikirkan orang - orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan orang - orang sebelummu ? keinginan mereka (sebenarnya) adalah mengambil keputusan (dalam pertikaian mereka) dengan Taghut, sekalipun mereka sudah diperintahkan untuk menolaknya. Tetapi syaitan ingin menyesatkan mereka sejauh - jauhnya (dari jalan yang benar). (QS. An-Nisa : 60)

Di hati mereka ada penyakit, dan Allah menambah penyakit itu. Begitu pedih siksan yang mereka dapatkan, karena mereka berdusta (pada diri mereka sendiri) (QS. al-Baqarah : 10).

Sekarang kita perhatikan ayat berikut.

Apakah masih belum tiba waktunya bagi orang-orang beriman supaya tunduk hatinya dalam mengingat Allah dan kebenaran yang di turunkan (kepada mereka) agar mereka tidak meniru-niru orang-orang yang telah di beri kitab sebelumnya, setelah masa berlalu sehingga hati mereka menjadi keras? Sebagian besar di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. al-Hadid : 16).

Mungkin ada beberapa terjemahan yang menyatakan bahwa ayat di atas menerangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini tidaklah benar karena bertentangan dengan ayat itu sendiri. Pertama, Allah SWT tengah menerangkan para sahabat dan kemudian menyamakan mereka dengan Yahudi dan Nasrani.

Mengapa Allah berkata kepada kaum Yahudi dan Nasrani, "Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang beriman agar mereka tunduk dalam mengingat Allah... " dan kemudian berkata, "dan janganlah. kalian seperti orang-orang yang telah di beri kitab sebelumnya.. . " Mengapa Allah SWT membuat perbandingan kaum Nasrani (Yahudi) dengan kaum mereka sendiri? Apakah hal. ini masuk akal? Tentu tidak, Allah tidak bertentangan dengan diri-Nya sendiri.

Akan tetapi, ayat ini turun sebagai pertanyaan Allah berkenaan dengan beberapa orang kaum Muhajirin, setelah 17 tahun Quran turun hati mereka belum yakin sepenuhnya sehingga Allah mencela mereka. Pada kalimat terakhir, Allah menunjukkan bahwa ada orarig-orang fasik di antara mereka.

Seperti yang kami sebutkan, ada beberapa ayat Quran yang mengagumi sahabat golongan pertama. Akan tetapi, ayat-ayat tersebul tidak meliputi semua sahabat. Quran seringkali menggunakan sebutan 'orang-orang beriman di antara mereka' atau 'orang-orang yang pertama kali beriman di antara mereka' yang menunjukkan bahwa kata - kata tersebut tidak menerangkan kepada semua sahabat. Sebenarnya ada orang-orang munafik diantara sahabat Nabi. Jika orang - orang munafik ini diketahui mereka pasti tidak lagi dikenal sebagai orang munafik tetepi sebagai musuh.

Selain itu, ketika Allah berfirman, "Aku telah ridha dengannya hingga kini… ", tidak menyiratkan makna bahwa mereka akan juga berlaku baik dimasa yang akan datang. Tidaklah dapat dipahami jika Allah memberikan hak imunitas yang permanen kepada orang-orang yang telah berbuai baik sebelumnya, tetapi kemudian mereka menumpahkan darah ribuan kama Muslimin sepeninggal Nabi Muhammad. jika demikian, artinya searing sahabat dapat menggugurkan semua aturan Allah SWT serta perintala perintah Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, sebagaimana yang Lami sebutkan, mazhab Syi'ah tidak mendiskreditkan semua sahabat. Ada sahabat-sahabat Nabi yang memang sangat kami hormati yaitu mereka yang Allah puji dalam Quran. Ayat-ayat dalam Quran ini tentunya tidak meliputi semua sahabat. Allah berfirman:

Dan orang-orang yang mula-mula (beriman) di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Allah telah ridha kepada mereka. la telah menyediakan bagi mereka surga yang banyak mengalir sungai-sungai di dibawahnya untuk mereka tinggali selamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar (QS. at-Taubah : 100).

Dan (bagaimanapun) di antara orang-orang Arab terdapat orang - orang munafik, dan juga di antara orang-orang Madinah (ada) orang - orang yang yang kemunafikan telah mendarah daging, yang engkau tidak ketahui (Hai, Muhammad). Kami mengenali mereka dan kami akan menyiksa mereka dua kali lebih pedih, kemudian mereka akan dilemparkan kedalam siksaan yang nienyakitkan.(QS.at-Taubah : 101)

Ayat - ayat tersebut menunjikan bahwa ;1) Allah ridha kepada mereka, tetapi belum tentu ridha di masa datang; 2) Allah menunjikan orang - orang yang pertama kali beriman di antara mereka. Artinya ia tidak menunjikan semua sahabat; 3) PAda ayat berikutnya, Allah membahas tentang orang - orang munafik di sekeliling Nabi yang berpura - pura menjadi sahabat sejati. Bahkan Nabi Muhammad sendiri, berdasarkan ayat di atas, tidak mengetahui mereka. Hal. ini sesuai dengan hadis Shahih al-Bukhari yang disebutkan di atas bahwa Allah akan berkata kepada Rasul-Nya, "Engkau tidak mengetahui apa yang telah di perbuat
Sahabat-sahabatmu setelah engkau tiada."

Tentunya, terdapat ayat-ayat Quran di mana Allah menggunakan kata kerja lampau tetapi dimaksudkan untuk masa sekarang atau masa yang akan datang.

Tetapi masalahnya bukan selalu hal. itu. Ada banyak ayat-ayat Quran ketika Allah dengan jelas menyatakan bahwa ia mengubah keputusan-Nya berdasarkan perbuatan kita setiap detik. Allah tidak menempati ruang dan waktu tetapi la memiliki kekuasaan untuk mengubah keputusan-Nya dalam dimensi waktu. Tentunya la sudah lebih dulu mengetahui apa yang la kehendaki untuk berubah kemudian, dan la Maha Mengetahui atas segala sesuatu. la tidak memperlakukan seorang beriman dengan cara yang buruk saat ini, meskipun la mengetahui bahwa orang beriman ini akan kafir di kemudian hari.

Untuk menjelaskan poin ini, lihat Quran seperti surah al-Anfal ayat 65-66, al-A'raf ayat 153, an-Nahl ayat 110 dan 119, ar-Ra'd ayat 11, di mana Allah SWT dengan jelas menyatakan bahwa ia mengubah keputusan-Nya atas dasar perbuatan kita. Anda dapat menemukan ayat-ayat serupa dalam Quran. Oleh karenanya, keputusan Allah tentang manusia berubah setiah waktu berdasarkan perbuatan kita. Jika kita berbuat baik, la akan ridha kepada kita, dan jika kita berbuat buruk, la akan murka, dan seterusnya. Para sahabat tentu tidak terlepas dari aturan ini. Siapapun yang berbuat kebajikan, Allah akan ridha dengan kepadanya, tidak memandang apakah ia sahabat Nabi atau bukan.

Allah Maha Adil. la tidak membeda-bedakan antara sahabat dan orang-orang yang hidup saat itu. Tidak ada seorangpun yang memberikan jaminan masuk surga jika ia berbuat jahat, menumpahkan orang - orang yang tidak berdosa. Jika tidak, maka Allah tidak adil. Allah tidak adil. Allah berfirman dalam Quran "Setiap diri bertanggung jawab atas segala perbuatannya." (QS.al-Mudatstsir : 38); "Penuhilah janjimu, maka Aku akan memenuhi janji- Ku." (QS. Al-Baqarah : 40 ).

Kalaupun kita berasumsi atas argumen bahwa surah at-Taubah ayal 100 memiliki makna 'semua' sahabat dijamin masuk surga, surah al Baqarah ayat 40 menyatakan dengan jelas bahwa apabila orang-orang itu melanggar janji setelah Nabi wafat dan menumpahkan darah orang-orang tidak berdosa, Allah tidak akan memenuhi janji-Nya.

Mari kita perhatikan ayat-ayat Quran berikut yang menunjukkan secara jelas bahwa seseorang yang sangat mulia, yang pantas masuk surga, dapat menghanguskan semua perbuatan baiknya dalam sekejap. Maka janganlah menilai perbuatan baik seseorang yang pernah diperbuatnya, jika ada, kita harus senantiasa melihat hasil akhir setiap orang. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun tidak mengetahui takdirnya hingga ia wafat (yaitu hingga ia melalui ujian terakhir) karena ia juga memiliki kebebasan untuk berbuat buruk. Allah berfirman:

Hai Rasulullah, jika engkau mempersekutukan Allah, amal salehmu akan terhapus, dan engkau termasuk orang-orang yang merugi
(QS. az-Zumar : 65).

Kalau amal saleh Rasul sendiripun terancam terhapus, jelaslah ky;aimana kita menilai para sahabat. Tentu saja Nabi Muhammad tidak menghapus perbuatan baiknya, tetapi ada kemungkinan kalau amal salehnyapun dapat terhapus.

Dan jika di antara kalian yang berpaling dari agamanya dan mati dalam keadaan kafir, maka hapuslah semua pahala amal kebajikannya, di dunia ini dan akhirat, dan mereka akan menjadi penghuni neraka selamanya (QS. al-Baqarah : 277).

Orang - orang yang kembali kafir setelah beriman dan semakin meningkat kekafirannya, sekali - kali tidak akan diterima taubatnya dan mereka itu adalah orang - orang yang sesat (QS. Ali Imran : 90)

Pada hari kiamat, ada orang - orang yang wajahnya putih bercahaya dan ada orang - orang yang wajahnya hitam kelam. Kepada mereka berwajah hitam dikatakan : " Mengapa kalian sesudah beriman ? Rasakanlah siksaan ini karena kekafiranmu !" (QS. Ali Imran : 106)

Orang yang telah beriman, lalu ia kafir, kemudian ia beriman kembali, lalu kafir kembali, dan semakin pekat kekafi'rannya, Allah tidak akan mengampuni dan menunjuki mereka jalan (QS. an-Nisa : 137).

Maka, sangatlah mungkin bagi seorang beriman yang telah diridhoi Allah, menjadi kafir di kemudian hari. Sebaliknya, jika seseorang telah dijanjikan bahwa Allah meridhainya selamanya dan tanpa syarat, tidak masalah apakah ia menumpahkan darah orang-orang tidak berdosa atau berbuat jahat di kemudian hari, berarti ia tidak lagi mendapat cobaan dari Allah. Hal. ini bertentangan dengan banyak ayat Quran.

Tragedi Hari Kamis

Pada hari Kamis, tiga hari sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW, Nabi meminta pena serta secarik kertas untuk menuliskan wasiatnya dan mengulang kembali penobatan seorang penggantinya bagi umat. Mayoritas sumber-sumber hadis Sunni termasuk Shahih Bukhari serta Shahih Muslim menyebutkan bahwa sekelompok pembangkang (oposisi) di kalangan sahabat yang dipimpin Umar bin Khattab, menuduh bahwa Nabi tengah meracau, mencegah agar tidak menuliskan pesannya. Mereka mempertanyakan kesadaran Nabi Muhammad untuk meragukan keinginannya. Berikut ini beberapa hadis mengenai tragedi hari kamis. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Abbas berkata:

"Hari kamis! Betapa tragis hari itu!" Kemudian Ibnu Abbas menangis keras sehingga air matanya mengalir ke pipi. Kemudian ia menambahkan (Rasulullah bersabda), "Ambikan sebuah tulang pipih atau kertas serta tinta agar aku dapat menuliskan pernyataan yang akan membuat kalian tidak tersesat sepeninggalku." Mereka berkata, "Sesungguhnya Rasulullah sedang meracau!"14

Versi lain hadis ini dinyatakan oleh Bukhari dan Muslim yang menunjukkan peran Umar bin Khattab dalam kekacauan itu. Shahih al-Bukhari, hadis 9468 dan 7573. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

Menjelang kematian Nabi Muhammad yang semakin dekat, dalam rumah Nabi terdapat beberapa orang dan diantara mereka terdapat Umar bin Khatab. Nabi
Muhammad berkata "Mendekatlah, akan aku tuliskan bagi kalian sesuatu yang akan membuat kalian tidak akan tersesat selamanya" Umar berkata " Nabi Muhammad sakit parah, dan kalian telah memiliki Quran. Cukuplah bagi kalian Quran, Kitab Allah bagi kita. "Orang-orang di rumah Nabi berdebat. Beberapa orang di antaranya berkata, "Ambilkan pena dan agar Rasulullah menuliskan bagi kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat." Sementara yang lainnya mengulangi apa yang Umar katakan. Ketika mereka berteriak-teriak keras dan bertengkar di hadapan Nabi, Nabi berkata kepada mereka, "Pergi kalian, tinggalkan aku!" Ibnu Abbas berkata, "Pertengkaran dan keributan tersebut merupakan bencana besar yang membuat Rasulullah tidak jadi menuliskan sesuatu bagi mereka." 15

Sebagaimana yang terlihat pada hadis di atas, Nabi Muhammad di tuduh meracau oleh sekelompok pembangkang di antara para sahabat yang dipimpin Umar bin Khattab. Pada hadis di atas, Ibnu Abbas menyebutkan Umar dan sahabat-sahabatnya menyebabkan Nabi tidak jadi menuliskan sesuatu yang tidak akan membuat kaum Muslimin tersesat sepeninggalan. Kesimpulannya, Rasulullah tidak menuliskan sesuatu. Pada hadis berikut ini, Sa'id bin Zubair menyebutkan bahwa Nabi berkata tiga perkara tetapi ia telah lupa perkara yang ketiga yang berharga bagi kaum Muslimin.

Shahih al-Bukhari hadis 4393; diriwayatkan dari Sa'id bin Zubair:

Aku mendengar Ibnu Abbas berkata, "Hari Kamis! Engkau tahu apa yang terjadi pada hari kamis?" Setelah itu Abbas mencucurkan air mata, hingga batu di bawahnya basah. Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Ada apa gerangan dengan hari Kamis?" la menjawab, "Ketika kondisi (kesehatan) Rasulullah semakin memburuk, ia berkata, "Ambilkan sepotong tulang belikat agar aku dapat menuliskan sesuatu yang dengannya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku!" Orang-orang berdebat meski hal. itu tidak pantas mereka lakukan di hadapan Nabi. Mereka berkata, 'Ada apa dengan Nabi Muhammad? Kamu bilang ia mengigau? Tanyakan padanya ( pakah Nabi mengingau ?) " Rasulullah menjawab " Pergi kalian ! Aku lebih baik dari apa yang kalian katakan !"

Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan mereka untuk melakukan tiga perkara, "Usir penyembah berhala dari semenanjung Arab! Hormati utusan-utusan asing yang datang dengan memberikan mereka hadiah seperti yang biasa aku lakukan!" Perkara ketiga adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kaum Muslimin yang aku lupa apakah Ibnu Abbas mengatakanya atau tidak.

Sa'id bin Zubair mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengatakan tiga perkara tetapi ia lupa perkara ketiga yang berharga bagi kaum muslimin. Aneh sekali, bahwa perawi yang biasanya ingat akan ribuan hadis, lupa wasiat ketiga Nabi.

Perhatikan dua perkara yang disebutkan oleh kedua perawi tersebut;

1) Mengusir penyembah berhala dari semenanjung Arabia; dan 2) Menghormati utusan-utusan asing. Dapat kita lihat bahwa kedua perkara tersebut bukan perkara yang jika dilakukan kaum Muslimin, mereka tidak akan pernah tersesat sepeninggal Nabi Muhammad. Perkara ketiga pasti lebih penting yang akan menjamin keselamatan kaum Muslimin, dan tidak mungkin tidak lebih penting daripada kepemimpinan. Selain itu, pernyataan tersebut bertentangan dengan ucapan Ibnu Abbas pada hadis yang disebutkan sebelumnya yang menyatakan bahwa pertengkaran tersebut membuat Rasulullah tidak jadi menyatakan keinginannya.

Berikut ini hadis terakhir yang ingin kami sampaikan. Shahih alBukhari hadis 5716. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

"Hari kamis! Betapa tragis hari itu! Pada hari itu sakit Nabi Muhammad semakin parah dan ia berkata, 'Ambilkan sesuatu agar aku dapat menuliskan bagi kalian sesuatu yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat!' Orang-orang (yang berada di situ) bertengkar dan tidak pantas mereka bertengkar di hadapan Nabi. Mereka berkata, "Ada apa dengannya? Kamu pikir ia meracau?""

Sebagaimana yang disebutkan pada Shahih al-Bukhari hadis 9468 dan 7573, Umar berkata, "Nabi Muhammad sakit keras, engkau telah memiliki Quran, maka cukuplah kitab Allah bagi kita." Umar dan pendukungnya menuduh Nabi tengah meracau sehingga Nabi Muhammad tidak jadi menuliskan pernyataan itu. Dalam pembahasan mengenai Quran dan Ahlulbait pada Bab awal buku ini, Nabi Muhammad dengan jelas memberi petunjuk bahwa kita harus mengikuti Quran dan Ahlulbait agar tidak tersesat. Oleh karenanya, Quran saja tidak cukup, bertentangan dengan yang Umar katakan.

Ada sebuah tafsiran yang aneh pada catatan kaki hadis di diatas pada Kitab Shahih Muslim (1980, Edisi bahasa Arab). Dinyatakan bahwa peristiwa di atas menunjukkan keutamaan Umar, karena ia mengetahui, bahwa orang-orang mungkin tidak akan mengikuti apa yang akan Nohi Muhammad tuliskan, sehingga orang-orang akan masuk neraka karmm lidak taat terhadap perintah Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Umar mencegah agar Rasulullah tidak menuliskan sesuatu untuk menyelamatkan orang-orang masuk neraka.

Juga, pada catatan kaki di bagian yang sama pada kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi Muhammad bermaksud menunjuk seorang khalifah pada hari Kamis tersebut, dan mungkin persoalan kepemimpinan itulah yang menjadi perdebatan.

Sebenarnya, hampir semua orang yang hadir di sana, memahami maksud Nabi, seperti halnya Umar. Karena sebelumnya Nabi Muhammad pernah mengangkat persoalan ini ketika ia sudah banyak menyatakan,

' Aku tinggalkan dua hal. berharga bagi kalian; kitab Allah dan keturunanku (itrah Ahlulbaitku). Jika kalian berpegang pada keduanya, kalian tidak akaan pernah tersesat sepeninggalku." (Shahih at-Turmudzi, versi yang hampir sama juga disebutkan pada Shahih Muslim) dan ketika mereka berada di Ghadir Khum, Nabi mengatakan, "Barang siapa mengangkatku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya.""

Maka ketika sakit Nabi semakin parah ia berkata, "Aku tuliskan sesuatu yang dengannya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku!" Orang-orang yang hadir saat itu, termasuk Umar, dengan cepat memahami bahwa Nabi Muhammad berniat mengulangi apa yang telah ia sebutkan sebelumnya, tetapi kali ini Nabi ingin mengulangnya dalam tulisan. Oleh karenanya ketika Nabi Muhammad tiga hari sebelum kematiannya hendak menuliskan sebuah wasiat untuk menyelematkan kaum muslimah agar tidak tersesat, ia dituduh meracau. Apdahal beberapa ayat Quran dengan jelas menyebutkan:

Hai orang-orang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara rasul.... jika tidak semua perbuatanmu sia-sia sedang kamu tidak menyadarinya. (QS. al-Hujurat : 2).

Tiada seorang rasulpun yang berbieara atas kehendak dirinya. (apa yang ia katakan) tiada lain wahyu yang di turunkan (QS. an-Najm : 34).Laksanakanlah apapun yang rasul kalian perintahkan, dan jauhilah dari apapun yang ia larang kepadamu (QS. al-Hasyr : 7).

Alasan lain mengapa Nabi Muhammad tidak mengulangi permintaannya (jika benar demikian) adalah karena ia telah direndahkan oleh beberapa sahabat dan dituduh meracau. Jadi meskipun ia mengatakan sesuatu, orang orang ini tidak akan percaya padanya karena akan dikatakan bahwa perintah itu disampaikan ketika Nabi tengah mengigau. Dengan mengatakan bahwa Nabi tengah mengigau Umar telah mengacaukan segalanya.

Ada beberapa hadis Sunni yang menyatakan tanpa bukti bahwa Nabi Muhammad bingung memilih penggantinya sehingga ia tidak menunjuk seorangpun dan menyerahkan hal. tersebut kepada umat untuk diputuskan. Beberapa hadis mengklaim bahwa Nabi ingin menunjuk Abu Bakar, tetapi ia menyerahkannya kepada umat.

Jika Umar pernah mendengar ucapan seperti itu (Nabi ingin mengangkat Abu Bakar sebagai penerusnya), ia tidak akan menghentikan Nabi mengatakan wasiatnya dan menuduhnya meracau. la akan membiarkan Nabi menyatakan wasiatnya dan mengangkat Abu Bakar sebagai penggantinya. Kita semua mengetahui bahwa pendukung utama rahasia penobatan Abu Bakar sebagai khalifah di Saqifah Bani Sa'idah adalah Umar bin Khattab.

Jadi, jika Umar tidak pernah mendengar hadis tersebut (maksud Nabi untuk menunjuk Abu Bakar), kemungkinan besar hadis tersebut dibuat buat kemudian.
Hadis ini pun bertentangan dengan banyak hadis shahih sunni mengenai penunjukkan Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW. Seperti yang anda ketahui, terdapat begitu banyak hadis palsu yang dibuat oleh banyak ulama yang mendukung penunjukkan penguasa, dan sebagian besarnya membenarkan apa yang terjadi. Terakhir, kami ingin mengajak anda melihat betapa tragisnya, tragedi hari Kamis tersebut. Perhatikanlah bahwa ada orang yang hendak menyampaikan wasiat penting untuk dituliskan menjelang ia wafat. Pikirkan juga keutamaan orang yang ingin menuliskan wasiat tersebut. la adalah Rasulullah, manusia paling sempurna. Tiada seorangpun sepertinya yang sangat memperhatikan umatnya. Seorang manusia yang oleh Allah telah diperintahkan dalam Quran untuk kita taati, tanpa syarat. Pikirkan juga bahwa pernyataan Nabi Muhammad ini akan menjadi kunci utama takdir kaum Muslimin bahwa mereka tidak akan pernah tersesa t jika memegangnya.

Pada saat-saat penting tersebut, orang-orang yang menyebut dirinya sebagai sahabat sejati Nabi telah menghentikan dan menghinanya. Sahabat-sahabat ini bertanggung jawab terhadap tersesatnya kaum Muslimin sepanjang sejarah dan kaum Muslimin generasi mendatang.


Tanggapan-tanggapan

Setelah membaca artikel ini, seorang saudara Sunni memberi komentar; "Bagaimana Umar dapat mencegah termanifestasinya ketentuan Ilahi? Jika menulis wasiat adalah perintah Allah kepada Rasul, bagaimana bisa Allah gagal mewujudkan kehendak-Nya?

Saudara kita ini telah mencampuradukkan dua hal. yang berbeda. Umar dapat mencegah terwujudnya kehendak/ketentuan Ilahi karena ia adalah manusia yang diberi kehendak bebas. Akan tetapi, Umar atau manusia lainnya tidak dapat mengubah apa yang telah Allah tetapkan sebelumnya (takdir) dan kehendak (mashiyyah). Cobaperhatikanpernyataa n ini; ada perbedaan antara firman Allah (yang dapat tidak dipatuhi umat) dan ketetapan Allah (yang tidak dapat dilanggar). Adalah firman Allah kemudian Nabi menuliskan pernyataan tersebut, tetapi ketentuan Allahlah yang terjadi.

Saudara Sunni lainnya menyebutkan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah menuliskan sebuah wahyu atau ajarannya selama 23 tahun misinya. Lalu, bagaimana ia memerintahkan umatnya untuk mengambilkannya pena dan kertas untuk menuliskan sesuatu bagi mereka?

Adalah benar bahwa Nabi Muhammad tidak menulis di depan umum, karena ia biasa mendiktekan. Akan tetapi, hal. ini tidak berarti bahwa ia tidak dapat menulis. Adalah benar juga bahwa Nabi Muhammad `nammi', tapi hal. ini tidak berarti bahwa Nabi Muhammad tidak dapat membaca dan menulis. Arti yang lebih benar adalah bahwa ia tidak memiliki guru dari kalangan manusia untuk mengajarinya membaca dan menulis sejak ia lahir dari rahim ibunya. (ummi berasal dari kata umm yang artinya ibu). Gurunya hanyalah Allah. Itulah mengapa Quran benar-benar merupakan wahyu/mukjizat seseorang yatag tidak memiliki seorang guru dari manusia dan belajar di sekolah. Kami ingin mengatakan; menghilangkan keraguan bahwa benar Quran adalah wahyu dari Allah merupakan satu-satunya alasan bahwa Nabi Muhammad tidak diperintahkan untuk menulis di depan umum atau menyatakan demikian.

Mampu membaca dan menulis tidak hanya dalam bahasa Arab, tetapi juga dalam semua bahasa lain, dan mengetahui bahasa makhluk lain tidak harus dikuasai oleh seluruh utusan Allah. Semua pengetahuan tersebut dapat diketahui Nabi ketika benar-benar diperlukan, atas izin Allah. Tetapi saat tidak diperlukan, ia bertindak seolah-olah tidak memiliki pengetahuan tersebut. Hal. ini berarti ia seperti memiliki akses kepada inti ilmu daripada memiliki semua ilmu.

Mengenai tragedi hari Kamis, yang dimaksud Nabi dengan 'menulis' adalah 'menyuruh untuk menuliskan', dan orang-orang saat itu menyadarinya dan bukan pertama kali bagi mereka mendengar hal. itu. Berdasarkan hadis tersebut tak seorangpun mengatakan bagaimana caranya ia menulis. Selain itu, kalaupun kita anggap bahwa Nabi in-in menulis sendiri dan umat tidak tahu tentang kemampuannya untuk menusli maka mereka telah mereagukannya dan ingin mengetahui apakah ia dapat melakukan mukjizat itu disamping semua mukjizat yang ia miliki dan tunjukkan. Apakah mereka meragukan mukjizatnya ?

Dia adalah Nabi dimana Allah telall berkata tentangnya, 'La yanthiqu anil hawa !" (ia tidak berkata atas hawa nafsunya) Tinggalkanlah sujunak surah al-Ahzab ayat 36, al-Hasyr ayat 7, art-Nisa ayat 80 dan 59, dll. Untuk membenarkan ketidaktaatan beberapa sahabat, dapatkah kita mengatakan bahwa 'ia tengah.meracau'? Apakah Allah SWT mengetahui bahwa pada saat itu utusan-Nya tidak dapat bertahan dengan kondisinya yang sakil dan maju ke depan serta menyebutkan ayat-ayat tersebut?

Saudara Sunni yang lain menyebutkan bahwa sekiranya Nabi Muhammad hendak menunjuk Ali sebagai pemimpin, mengapa ia tidak melakukannyadi hadapan semua orang dan bukan di rumahnya beberapa hari sebelum ia wafat?

Nabi Muhammad telah mengumumkan penunjukkan Imam Ali sebagai pemimpin di banyak peristiwa sejak pertama kali ia menyebarkan agama Islam di Mekkah.18

Apa yang ingin Nabi Muhammad lakukan sebagai wasiat terakhirnya adalah menuliskan (memberi perintah untuk menuliskan) apa yang telah ia katakan. Tetapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa orang di sekitarnya, dengan sangat memalukan menganggapnya tidak sadar. Apa yang terjadi pada hari
Kamis tersebut merupakan bukti bahwa Nabi telah menunju k seorang pengganti, jika tidak, maka tidak akan ada pembangkangan.

Saudara Sunni yang lain menyebutkan ayat; "Hari ini telah aku perkenankan agamamu dan menyempurnakan rahmat-Ku pada kalian, dan Aku tetapkan Islam sebagai agamamu" (QS. al-Maidah : 3), yang turun dua bulan sebelum wafat Nabi Muhammad SAW, menunjukkan bahwa tidak akan ada perintah agama lain yang datang setelah ini. Jika tidak, sekiranya pernyataan berharga yang hendak Nabi imlakan kepada pengikutnya adalah sesuatu yang telah dilupakan, akan menjadikan ayat ini dusta.

Mungkin saudara kita ini akan terkejut bahwa banyak ahli tafsir Quran dari mazhab Sunni telah menegaskan surah al-Maidah : 3 turun di Ghadir Khum setelah Rasulullah bersabda " Barang siapa menganggapku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya, Ya Allah cintailah orang - orang yang mencintainya, musuhilah siapapun yang memusuhinya!" Hal ini berarti bahwa sempurnanya agama disebabkan oleh tercapainya Nabi mengumumkan penggantinya.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada hari Kamis itu adalah mengulangi, mengingatkan dan menekankan hal-hal yang telah diwahyukan sebelumnya. la tidak ingin menambahkan halhal baru.

Tidak ada kaum Muslimin yang menyatakan bahwa kedudukan kenabian telah diambil dari Nabi Muhammad SAW sebelum ia wafat. Kami pun tidak menyatakan hal. demikian berkenaan rasul-rasul lainnya. Bahkan kalaupun kita anggap ia bukan lagi seorang rasul atau ia ingin mengatakan sesuatu yang baru, apakah anda dapat menemukan seorang lelaki yang lebih baik dan lebih memperhatikan umatnya? Apakah wasiat terakhirnya bertentangan dengan kemaslahatan umatnya? Berapa banyak orang-orang yang telah berlaku kasar padanya bahkan tidak mengizinkannya berbicara?
Nabi Muhammad berkata, "Sekiranya engkau tidak berada di sana, wahai Ali, kaum Muslimin tidak dapat dikenali lagi sepeninggalku!"


Persekongkolan Terhadap Imam Ali

Seorang saudara dari mazhab Sunni menuturkan bahwa sulit sekali bagi mereka untuk menerima teori konspirasi. Setelah sekian lama menjadi sahabat, mengapa hanya beberapa orang sahabat saja yang melaksanakan perintah Nabi Muhammad mengenai kekalifahan sedang yang lain tidak mematuhinya?

Kami tentunya akan menerima argumen saudara kita ini sekiranya ia dapat meyakinkan kami mengapa sebagian besar sahabat-sahabat Nabi Musa menjadi penyembah sapi emas setelah lama diuji? Menurut Shahih al-Bukhari, Nabi Muhammad bercerita kepada Ali bahwa kisah Harun dan Nabi Musa sama dengan kisah dirinya dan Ali : " Kedudukamu bagiku adalah seperti kedududkan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku."19 Kedudukan Harun bagi
Musa dijelaskan pada tiga ayat Quran berikut :

(Musa berkata), "Ya Allah, jadikanlah bagiku seorang ulama dari keluargaku, yaitu Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak menginQat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami. (Allah berfirman), "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonanku, hai Musa!" (QS. Tha Ha: 29-36).

Sesungguhnya telah Kami beri kitab kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai walinya
(QS. al-Furqan : 35).

Dan Musa berkata kepada saudaranya yaitu Harun; "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah!" (QS. al-A'raf : 142).

Perhatikanlah bahwa kata Ukhlufni dan Khalifa berasal dari akar kata yang sarna. Untuk memahami apa yang diriwayatkan adalah Shahih al Bukhari, kita perlu menggantikan kata 'Musa' dengan kata 'Muhammarl' dan kata'Haruri dengan kata Ali'. Kalimatnya menjadi; "Dan Muhammad berkata kepada saudaranya Ali, 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah!"' Tentunya, hadis Shahih al-Bukhari mengecualikan kenabian bagi Imam Ali, baginya adalah kepemimpinan atas umatnya.

Dengan menyertakan tiga ayat di atas dengan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Ibnu Majah dan banyak lainnya, kami berhasil menyingkap tirai misteri bahwa Ali adalah saudara dan wakil/penerus nabi Muhammad. Menurut hadis di atas, makna cerita Nabi Muhammad SAW adalah bahwa sebagaimana Nabi Musa telah menunjuk Harun untuk menggantikan dirinya mengurusi umat ketika ia pergi ke Miqat (menemui Allah), hal. yang samapun di lakukan nabi Muhammad yang menunjuk Ali menggantikan dirinya mengurusi um,n Islam setelah ia bertemu Allah (wafat).

Menegaskan apa yang disiratkan hadis di atas, kami menemukan banyak riwayat bahwa Imam Ali dijuluki "saudara" Nabi ketika Nabi Muhammad menetapkan siapa-siapa saja yang menjadi 'samiara' di antara pungikutnya. " Menariknya, Nabi Muhammad menjadikan Abu Bakar dan Uinarsebagai saudara seiman.21 Sekiranya Abu Bakar benar-benar orang yang dekat dengan Nabi Muhammad, Nabi akan memilihnya, bukan Imam Ali.

Jika kita kaji lebih jauh situasi setelah wafatnya Nabi Muhammad dan kepergian Nabi Musa ke Miqat (bertemu Allah), kita akan melihat banyak kesamaan lainnya atas apa yang dikatakan Nabi Muhammad kepada Ali. Quran menyatakan bahwa atas perintah Allah, Nabi Musa menunjuk Harun sebagai penggantinya (khalifah) dan menitipkan umat kepadanya. Kemudian ia berangkat ke Miqat selama 10 hari. Sepeninggal Nabi Musa, sebagian besar sahabatnya berbalik menentang Nabi Harun, diperdaya oleh Samiri dan menjadikan mereka penyembah sapi emas.22

Kesamaaxi yang disebutkan Nabi Muhammad pada.hadis di atas, nampaknya menjadi kenyataan setelah ia wafat. Sebagian besar sahabat menjadi tidak patuh kepada Ali setelah Nabi Muhammad SAW wafat, berbalik menentangnya dan lebih memillih orang selainnya. Sebagian besar orang yang menentang Ali sama seperti nenek moyang mereka yang tidak patuh kepada Nabi Harun. Mereka tidak mengambil pelajaran dari Quran dan sejarah, sehingga sejarah berulang kembali. Kisah Bani Israil yang berulang-ulang diceritakan, ditegaskan Nabi kepada umat muslim.

Shahih al-Bukhari 9422; diriwayatkan dari Abu Sa'id Khudri bahwa Nabi Muhammad berkata:

"Kalian mengikuti jalan orang-orang yang datang sebelum kalian, sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal, seinci demi seinci hingga jika mereka masuk ke mulut buaya kalian akan mengikuti mereka," Kami bertanya, "Ya, Rasulullah apakah mereka umat Yahudi dan Nasrani?" Rasulullah menjawab, "Siapa lagi?"23
Mengapa Nabi Muhammad menyamakan sahabat-sahabatnya dengan kaum Nasrani dan Yahudi? Karena Allah telah memberitahukannya bahwa sebagian besar sahabat akan berpaling, kecuali sedikit.

Imam Ali masih merupakan Imam yang dipilih Allah selama berlangsungnya masa tiga kekhalifahan dan apa yang dapat diambil oleh para khalifah hanyalah kepemimpinan, yang merupakan saalh satu hak Imam, tetapi tidak dengan posisi Imamah. Mengenai Imam All membaiat Abu Bakar, Umar bin Khattab serta Utsman bin Affan, itulah adalah kondisi terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain. Kami tidak pernah menganggap Imam Ali sebagai pengecut. Tindakan yang Imam Ali lakukan adalah tugasnya sebagaimana yang dilakukan Nabi Harun. Quran menyatakan bahwa ketika Nabi Musa kembali dari Miqat ia sangal marah karena Allah memberitahu bahwa umatnya telah menyimpulkan selama ia pergi. Nabi Musa datang dan menanyai saudaranya Harun, mengapa ia tidak berusaha mencegah kerusakan ini. Quran menyatakan bahwa Harun menjawab, "Wahai Musa, orang-orang ini benar-benar telah menindasku. Mereka bahkan akan membunuhku." (QS. al-A'raf : 150).

Ayat di atas membuktikan satu lagi kesamaan yang mencolok antara Imam Ali dan Nabi Harun. Karena kaum Muslimin telah yakin bahwa Harun adalah benar-benar Rasulullah. Mereka tidak berani menyebutnya pengecut. Sebenarnya taqiyah (berpura-pura) banyak disebutkan ayat Quran. Pembahasan mengenai perlunya taqiyah menurut Quran dan banyak hadis Nabi yang diriwayatkan dalam koleksi hadis Sunni yang shahih memerlukan ruang sendiri.

Bagaimanapun, Ali melaksanakan tugasnya setelah rasul wafat sebagaimana halnya Nabi Harun. Sebelumnya, Harun telah mengingatkan mereka, "Wahai kaumku, sesungguhnya kalian tengah diuji, Allah adalah Tuhanmu yang Maha Pengasih, oleh karenanya ikutlah aku dan taati perintahku!" (QS. Tha Ha: 90).

Shahih al-Bukhari menegaskan bahwa Imam Ali menolak berbaiat kepada Abu Bakar selama enam bulan. la baru berbaiat setelah Sayidah Fathimah wafat, enam bulan setelah kepergian Nabi. Setelah Nabi wafat, selama 40 hari, Ali menghubungi pemuka-pemuka di malam hari, untu k mengingatkan mereka tentang perintah Nabi Muhammad mengenai haknya atas kekhalifahan, mengajak mereka untuk bergabung dengannya menggalang kekuatan. Tetapi tidak seorangpun yang memberi tanggapan kecuali Abu Dzar, Miqdad, Salam Farisi dan beberapa orang lainnya. Nabi pernah menyatakan kepada Ali bahwa jika jumlah pengikutnya lebih dari 40 orang, ia harus bertindak; jika tidak ia harus tetap berdiam diri karena orang-orang beriman yang sedikit itu akan terbunuh tanpa mereka bisa berbuat apa-apa terhadap Islam. Ali tidak takut terbunuh, ia berdiam diri untuk menjaga Islam yang mulai memudar. Setelah yakin ia tidak akan berhasil jika melakukan, revolusi, ia berkeputusan untuk berdiam diri. Selama berdiam diri, ia bekerja sama dengan dua khalifah pertama sebagai penasehat dan berbuat semampunya untuk memperkecil kehancuran. Jika ia tidak melakukan hal. itu, Islam akan musnah total. Imam Ali berkata, "Aku membiarkan masa-masa itu seolah-olah sebuah tanduk mencolok mataku dan duri menancap di tenggorokanku!" (Nahj al-Balaghah).

Pada saat itu, Islam masih sangat muda usianya (baru 23 tahun berdiri), sedangkan perpecahan di antara kaum Muslimin bisa saja membumihanguskan Islam di bumi ini. Oleh karenanya, ia tidak berbuat apa-apa seperti yang dilakukan Nabi Harun untuk mencegah terjadinya perpecahan.
Musa berkata, "Wahai Harun, apa yang menghalangimu ketika melihat mereka telah sesat, sehingga kamu tidak rrtengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?"Harun menjawab, "... Sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan berkata, 'Kamu telah memeeah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.' (QS. Tha Ha: 92-94).

Abu Sufyan adalah salah satu orang yang ingin menghancurkan Islam dengan mendukung Ali untuk memberontak takkala ia yakin bahwa Ali tidak akan berhasil karena jumlah pengikutnya yang sedikit. Akan tetapi, pemberontakan yang kecil akan menyulut pada perang saudara dan kehancuran Islam. Ath-Thabari meriwayatkan:

Ketika orang-orang berkumpul untuk berbaiat kepada Abu Bakar, Abu Sufyan menemuinya sambil berkata, "Demi Allah, aku tidak melihat gumpalan awan melainkan pertumpahan darah. Wahai keluarga Abdu Manaf! Siapakah Abu Bakar sehingga ia menjadi pemimpin kalian ! Dimana Ali dan Abbas, orang - orang yang tertindas !" Kemudian ia berseru kepada Ali, " Wahai Abu Hasan, ulurkanlah tanganmu agar aku bisa berbaiat kepadamu !" Dengan marah Ali berkata,

"Demi Allah, engkau tidak berniat baik melainkan menyebar fitnah. Sejak lama engkau ingin Islam hancur. Kami tidak membutuhkan nasehatmu."24

Sebagaimana yang dikutip hadis Bukhari sebelumnya, Nabi Muhammad menegaskan bahwa sejarah Bani Israil akan berulang pada umatnya. Quran memberi jalan kita untuk memahami sejarah Islam yang sebenarnya. Ada banyak kesamaan yang begitu dalam mengenai hal. ini dalam Quran.

Penafsiran Lain

Saudara dari mazhab Sunni menyebutkan bahwa Nabi Harun telah wafat ketika Nabi Musa masih hidup, dan tentunya, hal. ini bukan satu analogi yang benar untuk mengukuhkan kekhalifahan Ali dengan merujuk pada hadis Bukhari di mana Nabi Muhammad berkata, "Kedudukanmu bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku!"

Pernyataan bahwa Nabi Harun wafat ketika Nabi Musa masih hidup, jika benar, tidaklah mengurangi keutuhan argumen ini. Jika saudara dengan cermat membaca paragraf berikut.

Sebagaimana Musa menunjuk Harun untuk mengurusi umatnya ketika ia berangkat ke Miqat untuk berjumpa Allah, hal. yang sama pun dilakukan Nabi Muhammad yang menunjuk Ali sebagai penggantinya untuk mengurusi umat Islam setelah ia bertemu Allah (wafat).

Pernyataan ini lebih kuat apabila kita kaji frase terakhir hadis Bukhari, ketika Nabi Muhammad berkata, "...hanya saja tidak ada Nabi setelahku." Coba cermati kata 'setelah' pada pernyataan Nabi Muhammad. Tidakkah anda berpikir bahwa Nabi Muhammad sedang berbicara tentang 'setelah' wafatnya? Kedudukan (kepemimpinan) yang ia percayakan kepada A li akan tetap berada di sisi Ali hingga ia wafat. Tidak seorangpun dapul mengambilnya selain Nabi Muhammad.

Nabi Musa tidak berada di tengah umatnya selama 40 hari dan ia menemui mereka bersama Nabi Harun. Nabi Muhammad pun berada jauh dari kita (di surga) tetapi ia akan segera menemui kita, para sahabatnya dan juga Imam Ali pada hari perhitungan. Kemudian, ia akan bertanya kepada mereka sebagaimana Nabi Musa bertanya kepada kaumnya, khususnya orang-orang yang telah meninggalkan agamanya dan menyembah sapi emas. Bacalah hadis Shahih al-Bukhari berikut untuk menyelaraskan pikiran tentang percakapan yang akan terjadi antara Nabi Muhammad dan beberapa sahabatnya.

Shahih al-Bukhari, hadis 8585; diriwayatkan dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwa Nabi berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, siapa saja yang melewatinnya, ia akan meminum dari air itu dan barang siapa yang meminum air itu, ia tidak akan pernah merasa haus. Lalu akan datang beberapa orang yang aku kenal, merekapun mengenaliku tetapi hijah akan menghalangi aku dan mereka.

(Abu Hazim menambahkan, Nu'man bin Abi Aisyah mendengar hal. ini berkata, "Engkau dengar hal. ini dari Sahl?" "Ya," jawabku. la bersaksi, "Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Sa'id Khudri mengatakan hal. yang sama, ia menambahkan bahwa Rasulullah bersabda, Aku akan berkata, "Mereka adalah sahabatku."' Lalu sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui yang telah mereka perbuat pada agamamu setelah engkau tiada." Jauh sekali (dari syafaat) orang-orang yang berpaling setelahku.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata:

Pada hari kebangkitan, sekelompok sahabat akan datang padaku tetapi kemudian diusir dari telaga Kautsar, dan akupun bertanya, "Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Sebuah suara mengatakan, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu. Mereka berpaling darimu selayaknya pengkhianat (berpaling dari agama yang benar).

"Saudara Sunni lainnya berkata bahwa tidak semua umat Nabi Musa menyembah sapi emas dan orang-orang yang tidak menyembah sapi emas membunuh orang yang menyembahnya atas perintah Allah.

Kemungkinan saudara Sunni kita ini telah mendapat kisah lain Quran menyatakan bahwa hamper semua pengikut Nabi Musa (kecuali sedikit sekali) diperdaya oleh Samiri. Para sahabat Nabi Musa juga tidak membunuh Samiri. Justru mereka berusaha membunuh Nabi Musa dan mencoba menasehati mereka tentang ujian yang menimpa mereka. Jika orang-orang yang beriman banyak, Nabi Harun tidak akan mundah.n masalah. Berikut ini beberapa ayat Quran mengenai peristiwa ini.

Sepeninggal Musa, kaumnya menyembah patung sapi dari perhiasan emas mereka yang dapat membuat suara melenguh. Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung sapi itu tidak dapat berbicara dan tidak pula memberi petunjuk ke suatu jalan? Patung itu mereka sembah dan mereka menjadi orang-orang zalim. (QS. al-A'raf : 148).

Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya, dengnn marah bercampur sedih ia berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan sepeninggalku.

Mengapa kalian mendahului urusan Tuhanmu?" Dia meletakkan kepingan-kepingan batu Taurat itu, dan dipegangnya rambut kepala saudaranya, lalu direnggutnya. Harun berkata, "Wahai putra ibuku! Mereka hampir saja membunuhku. Janganlah engkau membuat musuhmu bergembira akan kesengsaraanku dan janganlah engkau menyamakan aku dengan orang-orang yang durhaka itu!" (QS. al-A'raf : 150).

Sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, "Hai kaumku! Sesungguhnya kamu tengah diuji dengan anak sapi ini dan sesungguhnya Allah Maha Pengasih. Karena itu ikutilah aku dan taati perintahku." Mereka menjawab, "Kami tidak akan meninggalkan anak sapi ini, tetapi kami akan tetap menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami!" Dengan demikian ayat terakhir menyangkal pernyataan bahwa pengikut setia Nabi Musa membunuh orang-orang durhaka itu sebelum Nabi Musa kembali. Sekembalinya Nabi Musa, ia menghukum orang-orang yang mengajak mereka ke jalan yang sesat. Tetapi ia tidak membunuh mereka.

Musa berkata kepada Samiri " Pergilah engkau dari sini ! Hukumanmu di dunia ini akan terjadi dimana engkau akan berkata " jangalah kamu sentuh aku !" lebih dari itu (hukumanmu di masa datang yauy telal dijanjikan dan tidak dapat engkau hindari, sekarang lihatlah Tuhanmu yang sudah kamu sembah selama ini akan kami lebur ke dalam api yang menyala dan akan kami sebar ke laut!" (QS. Tha Ha : 97)

Saudara Sunni lain menyebutkan bahwa jika saja Ali berkehendak, ia dapat saja mengobarkan pemberontakan yang besar karena Ali berasal dari suku yang paling kuat, Bani Hasyim. Sedangkan Abu Bakar serta Umar berasal dari suku yang lemah, Adiy dan Taym. Lalu mengapa ia berdiam diri dan tidak menggunakan kekerasan untuk mengambil alih haknya setelah adanya pemilihan di Saqifah?
jika Bani Hasyim adalah suku yang kuat dibandingkan suku-suku lainnya sebagaimana yang dinyatakan saudara, maka kaum Muslimin tidak akan hijrah dari
Mekkah ke Madinah. Dan mereka tidak akan terkena sanksi ekonomi di Syi'ib Abu Thalib.

Keberanian Imam Ali yang tak tertandingi di setiap peperangan dan kemampuannya menaklukkan sebagian besar pejuang-pejuang Arab, sangat terkenal bahkan di kalangan Sunni. Imam Ali menyebutkan bahwa ia sendiri telah membunuh 40.000 orang kafir dengan pedangnya (termasuk orang-orang yang dibunuh olehnya di perang saudara). Terbunuhnya singa-singa Arab telah menumbuhkan kebencian yang sangat dalam dan berakar di hati orang-orang Arab dari berbagai suku. Karena rasa keterikatan kesukuan mereka yang besar, sebagian besar orang Arab, walau telah memeluk Islam tidak bersahabat kepada Imam Ali dan anggota keluarga Ahlulbait lainnya. Kebencian ini membuahkan isu kekhalifahan yang di kemudian hari menimbulkan perang saudara ketika Imam Ali menjadi khalifah dan teraniayanya Ahlulbait serta pendukung mereka setelah Imam Ali syahid yang berlanjut pada kekejaman selama berabad-abad.

Kebencian keluarga Umayah terhadap Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad dan Ali) sangat dikenal. Peperangan antara Abu Sufyan dan putranya muawiyah dengan Nabi Muhammad dan Ali juga pembantaian mengerikan terhadap cucu Nabi Muhammad di Karbala oleh cucu Abu Sofyan, hanyalah satu diantara daftar panjang tindak kekejian mereka. Anda sendiri mungkin ingin mengingat kembali kenangan bahwa ketika Muawiyah mengambil alih kekuasaan, ia membuat sunnah sunnah yang mengutuk Imam Ali. Kitab-kitab sejarah dan hadis-hadis koleksi Sunni dengan jelas menyatakan bahwa Muawiyah memerintahkan semua imam mesjid di suluruh dunia Islam untuk mengutuk Imam Ali di setiap shalat Jum'at.

Sekarang kita kembali ke peristiwa Saqifah dan 'pemilihan' Abu Bakar. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, mesjid menjadi pusat segala kegiatan Islam. Di situlah keputusan untuk berperang dan berdamai dibuat, para utusan disambut, khutbah-khutbah disampaikan dan masalah-masalah yang timbul di selesaikan.Tidaklah mengherankan tatkala berita wafatnya Nabi tersebar dan kaum Muslimin berkumpul di mesjid.

Di sisi lain, Saqifah Bani Sa'idah terletak 3 mil dari luar kota Madinah dan menjadi tempat rahasia kegiatan-kegiatan jahat beberapa suku Arab.25
Lalu mengapa kemudian Sa'd bin Ubadah dan teman-temannya Abu Bakar dan Umar meninggalkan masjid secara diam-diam tanpa memberitahu sahabat-sahabat utama lain dan berangkat ke tempat berjarak 3 mil jauhnya dari Madinah untuk mendiskusikan pengganti khalifah? Mengapa mereka tidak mendiskusikannya hal. yang begitu penting ini dengan kaum muslimin di mesjid? Bukankah itu berarti mereka ingin menguasai kekhalifahan tanpa diketahui orang lain? Mengapa Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah meyelinap diam-diam keluar masjid? Apakah karena Ali dan Bani Hasyim hadir di masjid dan di rumah Nabi sehingga mereka tidak ingin mereka dan keluarganya mengetahui persekongkolan ini?

Kita juga perlu ingat bahwa bagitulah budaya orang-orang Arab saat itu. Ketika seseorang telah ditunjuk menjadi pemimpin suku, walau oleh segelintir orang, kelompok lain ragu untuk menentang sehingga mau tak mau mereka mengikuti tunduk pada keputusan itu. Karena kebencian terhadap Imam Ali, mereka tidak menghargai haknya, bahkan memberitahu pertemuan ini. Mereka benar - benar telah mengabaikan khutbah terakhir Nabi Muhammad di Ghadir Khum ketika Nabi mengumumkan Ali sohnpi penggantinya 2½ bulan lalu sebelum terjadi peristiwa Saqifah.

Seorang saudara Sunni menuturkan gugatan lain. Apabila Imam Ali tidak setuju dengan tindakan Utsman, lalu mengapa ia membahayakan nyawa putra-putra tercintanya, Hasan dan Husain, untuk menyelamatkan hidup lawannya dari para pemberontak-pemberontak haus darah di Madinah?

Menurut sumber-sumber Syi'ah, riwayat tersebut meragukan. Kami tidak menemukan bukti kuat bahwa Imam Ali mengutus putra-putranya untuk menjaga rumah Utsman. Sebenarnya, Thabari yang merupakan salah satu sejarahwan Sunni terkemuka menyatakan bahwa Imam Ali mengucilkan Utsman karena ia bersikukuh mempertahankan Marwan dalam pemerintahannya. Berikut ini kisah dari Tarikh at-Thabari ketika pengepungan rumah Utsman semakin memburuk.

Masyarakat memberitahu Ali tentang berita itu. Kemudian Ali menemui Utsman dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah menyenangkan Marwan. Akan tetapi ia baru merasa senang jika engkau ber paling dari agamamu dan hujjahmu, seperti seekor unta membawa tandu yang berjalan atas kehendaknya sendiri. Demi Allah, Marwan tidak tahu menahu tentang agama dan dirinya. Aku bersumpah, demi Allah, ia akan membawamu dan tidak akan mengeluarkanmu! Setelah hari ini, aku tidak akan datang lagi untuk mencelamu. Engkau telah merobek kehormatanmu dan menghancurkan agamamu!"

Ketika Ali pergi, istri Utsman berkata padanya, "Aku mendengar Ali berkata padamu bahwa ia tidak akan pernah menemuimu, dan engkau menaati Marwan serta mengikuti semua kemauannya." Utsman bertanya, "Lalu apa yang harus aku lakukan?" Istrinya menjawab, "Takutlah hanya kepada Allah yang tiada bersekutu, dan ikutilah apa yang telah kedua pendahulumu lakukan (Abu Bakar dan Umar). Karena jika engkau menaati Marwan, ia akan membtmuhmu. Masyarakat tidak menghormati, menghargai bahkan mencintai Marwan. Umat meninggalkanmu karena Marwan bercokol di pemerintahanmu. Kirimlah utusan kepada Ali, percayai kejujuran dan kebenarannya. Ia adalah saudaramu dan yang umat taati." Lalu Utsman mengirim utusan kepada Ali, tetapi Ali menolak untuk kembali sambil berkata,"Aku saudah bilang aku tidak akan kembali"26

Bahkan kalaupun Imam Ali melindungi Ustman di hari - hari terakhirnya, ia melakukan ini bukan karena senang Ustman berkuasa. Ia ia lakuakn hal itu jika memang benar, karena ia tahu bahwa orang - orang yang berkomplot untuk membunuh Ustman, di kamuddian hari akan menuntut darahnya. Hal ini menjadi kebiasaan membunuh khalifah dengan dasar penghakiman pribadi termasuk juga membunuh Ali.

Seorang Sunni lain bertanya ahwa jika beberapa sahabat bersekongkol menentang Imam Ali dan merampas hak kekhalifahannya, bukankah ini suatu kemungkinan bahwa mereka mengubah teks Quran? Penyusun dan penyampai Quran tersebut berarti orang-orang berdosa.

Allah SWT berkehendak bahwa Quran akan senantiasa terjaga. Meskipun seluruh manusia di dunia ini bergabung untuk mengubah Quran, mereka akan gagal. Kaum Muslimin dapat bercermin pada kisah Nabi Musa. Allah berkehendak mengangkat Nabi Musa dan menjaganya di kerajaan musuh-Nya, Fir'aun.

Juga tidak ada alasan bagi Abu Bakar atau Umar untuk menghilangkan satu ayat Quran karena nama Imam Ali tidak ada dalamnya. Meskipun namanya banyak dibahas tetapi hal. itu bukan merupakan bagian dari teks Quran. Tidaklah mengherankan kisahnya banyak ditutup-tutupi. Walaupun demikian, dokumen-dokumen Sunni membuktikan bahwa kira-kira 300 ayat secara langsung turun untuk memberi penghargaan kepadanya (diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, Suyuthi, Ibnu Hajar, dll). Di samping itu, Ibnu Abbas berkata:

Tiada ayat dalam Quran yang menyebut seorang Mukmin kecuali Ali adalah pemimpin kaum mukmin dan mukmin paling utama serta lebih beriman dari pada mereka. Sesungguhnya Allah telah banyak memberi peringatan kepada para sahabat, tetapi ia tidak menyebut Ali kecuali dengan penghargaan.27

Tidak semua orang bedosa. Ahli hadis dan sejarah Sunni menyatakan bahwa Imam Ali adalah orang pertama yang menyusun Quran. Untuk menyelesaikan penyusunan Quran setelah wafatnyo Nabi Muhammad, Imam Ali memerlukan waktu satu minggu. la memperlihatkan Quran ini kepada penguasa saat itu dan mereka berkesempatan memeriksa Quran tersebut, mempelajari ayat-ayat yang tidak ada seperti pada koleksi Quran mereka dan membenarkan yang kurang.

Sebagaimana yang anda ketahui bahwa orang yang membetulkan Quran tersebut adalah orang yang berdosa, dan kami memiliki alasan untuk yakin bahwa Quran yang kita miliki sekarang sama seperti Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad hanya saja urutannya tidak benar. Tetapi tidak ada satupun yang hilang dari Quran ini.

Saudara kami menyebutkan bahwa menurut ayat ini, ' Jika ada dua golongan orang-orang beriman saling bertikai, damaikanlah kkedua belah pihak itu! jika salah satu dari kedua belah pihak itu melanggar janji, perangilah mereka hingga mereka kembali ke jalan Allah! Jika golongan itu telah kembali ke jalan Allah, damaikanlah kedua belala pihak dengan adil dan jujur karena Allah meneintai orang-orang yang adil!" (QS. al-Hujurat : 9).

Quran tidak menafikan sifat keberimanan dari dua kubu yang sedang bertikai. Dua kubu umat Islam yang tengah berperang tersebut tidak menunjukkan bahwa salah satu dari kedua belah pihak ihi tidak beriman.

Penafsiran ayat di atas benar. Tetapi ayat tersebut tidak menyiratkan bahwa adanya kubu-kubu yang tengah berperang tidak harus orang Islam saja meskipun mereka berkata dengan mulut mereka. Tidak diragukan bahwa seorang mukmin dapat menjadi seorang pemburiuh orang tak berdosa dan tidak diragukan pula kalau ia akan masuk neraka selamanya seperti yang dituturkan ayat berikut.

Barang siapa yang mernbunuh seorang mukmin dengan sengaja maka hukumannya adalah neraka selamanya, Allah memurkainya, mengutuknya dan menyediakan hukumarv yang sangat pedih baginya (QS. an-Nisa : 93).

Ayat ini tidak memberi kekecualian kepada orang mukmin dari hukuman tersebut. Barang siapa byang melakukan hal tersebut, ia akan mendapatkan hukuman yang sama, baik ia mukmin atau kafir.

Kami pikir anda melupakan bagian ayat, "jika salah satu dari kedua pihak itu melanggar perjanjian, perangilah mereka hingga mereka kembali jelajah Allah!" Thalhah dan Zubair termasuk ke dalam orang-orang yang diterangkan ayat ini. Sudah berulang kali Imam Ali mengajak mereka berdamai tetapi mereka malah membunuh utusan yang dikirim Imam Ali ketika membawa Quran sebagai tanda ajakan berdamai.26 Maka sahabatsahabat ini adalah bughat, pelanggar perjanjian, menurut ayat yang anda kutip, dan harus diperangi sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ali, dan mereka akan menjadi penghuni neraka selamanya.

Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa menurut Quran, Nabi Musa yang merupakan seorang Nabi Allah dibingungkan oleh tindakan Nabi Khidir yang aneh. Namun akhirnya ketika diberitahu alasannya, Nabi Musa sangat kagum. Nabi Musa adalah seorang Nabi, tetapi ia masih belum dapat memahami secara keseluruhan peristiwa yang terjadi. Kita semua mengalami yang Nabi Musa alami. Kita semua tidak memiliki gambaran yang jelas atas apa yang kita kritisi dari perbuatan para sahabat itu.

Kami ingin mengingatkan sahabat ini bahwa ia tengah merendahkan anugerah Allah yang diberikan kepada setiap orang, yakni akal. Kalaupun kami mengenal Allah, itu karena kami menggunakan anugerah yang la berikan. Jika kami mengetahui bahwa Islam adalah agama yang paling benar, hal. ini karena kami menggunakan akal dan berkesimpulan bahwa perintah yang diberikan Quran adalah perintah yang logis dan merupakan peraturan yang paling baik dari semua yang ada.

Jika seseorang tidak menghargai anugerah yang berharga ini, ia akan kehilangan segala sesuatu termasuk agamanya, dan menerima fakta-fakta yang tidak rasional sebagai perintah agama, serta menerima bahwa pembunuh orang-orang tak berdosa akan masuk surga tanpa memikirkannya terlebih dahulu.

Nabi Musa sangat menghargai anugerah yang berharga ini. Ia meminta pelebaran kepada Nabi Khidir dan akhirnya mendapat jawaban lalu yakin setelah peristiwa itu terjadi. Sekarang dapatkah kita memberikan pembenaran rasional atas apa yang diperbuat Sahabat-sahabat Nabi Muhammad setelah wafatnya? Empat belas abad telah berlalu dan kita tidak menemukan pembenaran atas perbuatan mereka. Lalu mengapa kita masih saja menuruti pernyataan dan ucapan mereka secara membuta yang jelas-jelas bertentangan dengan pernyataan Ahlulbait?

Bertanya tidaklah berdosa. Bagaimanapun, tetap tidak ingin tahu adalah suatu kerugian yang besar. Membanding-bandingkan Rasul yang suci dengan seorang sahabat yang zalim sama seperti membandingkan langit dan bumi.

Seorang sahabat dari mazhab Wahabi menyatakan bahwa Syi'ah tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad karena disampaikan oleh para sahabatnya.

Sahabat kita ini tidak berpikir bahwa Syi'ah mengikuti Imam Ali yang merupakan sahabat paling dekat dengan Nabi, paling berilmu, tali Allah yang paling kuat, jalan yang benar (QS. al-Fatihah : 6), kerabat rasul paling dekat (QS. asy-Syuara : 23) dan lelaki pertama yang masuk Islam (QS. al-Waqi'ah : 10-11). Kami berpegang pada ikatan Ahlulbait yang suci menurut Quran dan hadis. Oleh karenanya, kami tidak mengikuti sahabatsahabat yang memusuhi atau menentang Ahlulbait.

Syi'ah, dengan demikian mengikuti sunnah yang disampaikan seorang sahabat Nabi Muhammad yang paling utama di antara sahabat lainnya. Sedangkan Wahabi mengikuti sahabat yang paling buruk, Mua'wiyah, dan mengambil sunnah yang tidak memiliki kesamaan dengan sunah Nabi Muhammad SAW.
Sahabat Wahabi lainnya berkata bahwa menghargai dan mencintai seluruh sahabat Nabi sudah menjadi dogma mazhab kami, Sunni. Ma-rhab kami menegaskan bahwa mencemari nama baik sahabat adalah kafir.

Menariknya, sahabat-sahabat yang masih tetap setia kepada Imam Ali mendapatkan hukuman yang sangat buruk dari pemerintahan saat itu dan tidak dihormati sama sekali. Salah satu contohnya adalah Abu Dzar yang diasingkan ke daerah yang sangat tandus pada masa kekhalifahan Utsman karena mereka tidak mampu membungkamnya berkata kebenaran. Mereka meninggalkan Abu Dzar di sana hingga ia syahid. Nabi Muhammad pernah menyatakan keutamaan Abu Dzar, "Bumi dan langit tidak akan pernah menaungi dan menopang seseorang yang Icbih jujur dan lebih beriman kecuali Abu Dzar."

Bukankah Abu Dzar merupakan sahabat utama Nabi Muhammad? Lalu menurut penilaian anda mengapa mereka tidak menghormatinya? Nampaknya Utsman tidak akan menerima penilaian anda! Demikian juga dengan Zubair dan Thalhah ketika mereka berperang melawan Imam Ali, khalifah yang sah. Apakah menurut anda mereka disebut kafir?

Ketika Syi' ah menceritakan kesalahan-kesalahan para sahabat, mereka melakukan itu untuk meninjau ulang sejarah Akan sangat menarik untuk melihat beberapa komentar ulama dari mazhab Wahabi dan Sunni dalam peninjauan ulang ini. Ibnu Taimiyah, ulama Islam Wahabi menuliskan:

Hanya mencela beberapa orang sahabat selain Nabi tidak akan menjadikan orang yang mencelanya kafir; karena beberapa sahabat ketika Nabi masih hidup saling mencela dan tidak satupun dari mereka yang disebut kafir karena hal. ini. Dan tidak satupun juga yang wajib berkiblat pada seorang sahabat Nabi. Maka dari itu mencela seseorang dari mereka tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah, kitab-Nya, utusan-Nya serta Hari Akhir.28

Nama Mulla Ali Qari tidak asing bagi mazhab Sunni. Dia berkata dalam Syarh Fiqh al- Akbar:

Mencela Abu Bakar dan Umar tidaklah kafir seperti yang dibuktikan Syakur Salimi pada kitabnya, at-Tahmid. Hal. ini karena dasar klaim ini tidak terbukti dan maknanya pun tidak jelas. Juga karena tentunya menyiksa seorang Muslim adalah dosa seperti yang ditegaskan hadis. Oleh karena itu, syaikhain (Abu Bakar dan Umar) sama dengan kaum Muslimin lainnya di hadapan hukum, dan jika kita menganggap bahwa seseorang membunuh syaikhin, bahwa membunuh dua saudara ipar (Ali dan Ustman), menurut Ahlussunnah wal jamaah, ia tidak akan keluar dari agama Islam (menjadi kafir). 29

Seseorang bertanya: Mengapa anda ingin mazhab Sunni menerima sejumlah hadis-hadis pilihan dari sumber-sumber mazhab Sunni yang menyangkal integritas sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab? Hal. ini membuat saya kesal.

Maaf bila hal. ini membuat anda kesal. Hal tersebut tidak seluruhnya benar. Kami tidak memiliki sesuatu untuk menentang Abu Bakar, Umar dan Aisyah. Kami meneliti sejarah untuk mengkaji ulang dan menilai tindakan mereka, yang seharusnya tidak dianggap berdosa. Bagaimana juga mereka adalah manusia yang mampu berbuat kesalahan. Mengapa kita tidak belajar dari kesalahan mereka, terutama jika dilakukan secara halus?

Kami baru saja menyebutkan beberapa hadis dari kitab-kitab Sunni, tentang perbuatan dan perkataan para sahabat. Jika kedengarannya menghina, hal. ini karena Syi'ah memposisikan mereka di sana. Kami berusaha memberi bukti yang mendukung argumen kami, secara objektif, tanpa harus menghina para sahabat.

Kami merasa mereka membuat ijtihad pada kasus-kasus tertentu, yang tidak kami sepakati. Kami lebih memilih ijtihad dan ajaran sahabat lain seperti Imam Ali dan Imam-imam dari keturunannya. Adakah yang salah dengan hal. itu?


Saqifah

Berikut ini hadis dalam Shahih al-Bukhari:

Umar berkata bahwa seseorang tidak boleh menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa pembaiatan Abu Bakar dilakukan secara tergesa-gesa dan pembaiatan tersebut berhasil.

Umar berkata bahwa Ali, Zubair, dan orang-orang yang bersama mereka, serta kaum Anshar tidak setuju. Setelah Nabi Muhammad wafat, kami diberitahu bahwa kaum Anshar tidak setuju dan mereka berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah. Ali dan Zubair serta orang-orang yang bersama mereka menentang kami, sedangkan kaum muhajirin berkumpul bersama Abu Bakar.

Umar membaiat Abu Bakar tanpa berunding dengan kuum Muslimin. Ia adalah orang pertama yang membaiat Abu Bakar lalu diikuti yang lainnya. Kemudian terdengar suara teriakan dan sorakan di perkumpul itu dan suara-suara mereka meninggi sehingga Umar khawatir terjadi pertengkaran hebat. Umar berkata,

"Wahai Abu Bakar, ulurkan tanganmu!" Abu Bakar mengulurkan tangannya, dan Umar memberi baiat kepadanya, diikuti seluruh kaum Muhajirin, dan kaum Anshar.

Ada berita bahwa Umar dan pengikutnya telah membunuh Sa'd bin Ubadah. Salah satu dari kaum Anshar menuding kepada Umar, "Engkau telah membunuh Sa'd bin Ubadah!" Umar menjawab, "Allahlah yang telah membunuh Sa'd bin Ubadah."

Ketika Umar membaiat Abu Bakar tanpa berunding dengan Muslim lain, ia memerintahkan bahwa orang seperti itu harus dibunuh. Maka jika ada seseorang yang berbaiat tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, maka orang yang telah ia pilih tidak boleh dibaiat, jika tidak keduanya harus dibunuh.

Apabila tidak menerima keputusan orang lain, ia sendiri akan menerapkan keputusannya kepada orang lain. Tidak ada masalah yang lebih besar dibandingkan dengan masalah wafatnya Nabi Muhammad selain masalah pembaiatan Abu Bakar karena kami (kata Umar) takut apabila kami meninggalkan orang, mereka akan memberi baiat kepada salah satu dari mereka sehingga kami harus mengikuti keinginan mereka yang tidak sejalan dengan keinginan kami, atau kami akan menentap; mereka dan menimbulkan keributan besar.

Berikut ini hadisnya. Shahih al-Bukhari, hadis 8817; diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

Saya biasa mengajarkan (Quran) kepada beberapa kaum Muhajirin. Di antara mereka terdapat Abdurrahman bin Auf. Saat saya berada di rumahnya di Mina, ia tengah bersama Umar bin Khattab pada haji yang terakhir. Abdurrahman menemuiku dan berkata, "'I'idakkah kau lihat, lelaki yang datang itu amirul mukminin (Umar)," "Wahai amirul mukminin, apa pendapatmu terhadap orang yang berkata, 'Jika Umar wafat, maka aku akan membaiat orang ini dan itu, karena demi Allah, pembaiatan kepada Abu Bakar adalah tindakan tergesa-gesa yang ditentukan setelahnya.' Umar menjadi berang dan kemudian ia berkata, "Allahlah yang berkehendak. Aku akan menemui mereka malam ini dan memberi peringatan kepada orang-orang yang ingin menghilangkan hak-hak orang lain (kepemimpinan)."

Sementara itu, Umar duduk di mimbar dan ketika pelantun azan selesai mengumandangkan azan, Umar berdiri. Setelah memuji Allah ia berkata, "Aku diberitahu bahwa seseorang dari kalian berkata, 'Demi Allah, jika Umar wafat aku akan membaiat orang seperti ini dan seperti itu.' la tidak boleh menipu dirinya sendiri dengan berkata bahwa pembaiatan Abu Bakar dilakukan secara tergesa-gesa dan berhasil. Hal. itu memang benar, tetapi Allah menyelamatkan (kaum Muslimin) dari kejahatan, dan tidak ada seorangpun di antara kalian yang memliki keutamaan seperti Abu Bakar. Ingatlah bahwa siapa saja yang membaiat seseorang tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, orang tersebut atau orang yang dipilih tidak boleh dibaiat. Jika tidak, maka keduanya harus dibunuh!"

"Tidak diragukan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak mendukung kami dan berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah. Ali, Zubair dan orang-orang yang bersamanya, tidak mendukung kami, sedang kaum Muhajirin berkumpul dengan Abu Bakar. Aku berkata kepada Abu Bakar, 'Mari kita menemui saudara kita kaum Anshar!' Lalu kami memulai mencari mereka. Ketika kami mendekati mereka, dua orang Mukmin mendatangi kami dan memberitahukan keputusan akhir kaum Anshar. Mereka berkata, "Wahai kaum Muhajirin! Kalian akan pergi ke mana?' Kami menjawab, "Kami akan menemui kaum Anshar, saudara kami. Kalian jangan menemui mereka! Lakukanlah apa yang telah kami putuskan!" Aku berkata, "Demi Allah, kami akan menemui mereka!" Dan kami pun berangkat hingga kami tiba di balairung Bani Sa'idah. Lihatlah, seorang lelaki duduk di tengah-tengah mereka dan tubuhnya terbungkus sesuatu. "Siapa laki-laki itu ?" Mereka menjawab lagi, "Dia kenapa ?" Mereka menjawab, "Sakit!"

Setelah kami duduk sebentar, seorang dari kaum Anshar berbicara, 'I'iada yang patut disembah kecuali Allah.' Lalu aku memuji Allah. "Pertama-tama, kami adalah kaum Anshar dan pasukan terbesar kaum Muslimin, sedang kalian kaum Muhajirin berjumlah sedikit dan beberapa orang dari kalian datang kepada kami dengan niat mencegah kami untuk menduduki kekhalifahan dan menjauhkan kami darinya."

Usai ia berbicara, saya berniat mengucapkan sepatah dua patah kata sebagaimana yang telah aku siapkan dan yang ingin aku sampaikan di hadapan Abu Bakar dan berusaha untuk tidak memprovokasinya. Lalu ketika aku hendak berbicara, Abu Bakar berkata, 'Tunggu sebentar!' Saya tidak ingin membuat Abu Bakar marah, maka ia pun menyampaikan khutbahnya. la lebih bijaksana dan lebih sabar daripada diriku. Demi Allah, tidak pernah terlewat satu kalimat pun yang saya sukai dalam pidato yang sudah saya siapkan, tetapi Abu Bakar menyampaikan pidata yang lebih baik daripada pidatoku dan berbicara secara spontan.

Sejenak ia berhenti dan bicara lagi, 'Wahai kaum Anshar! Kalian memiliki semua keutamaan. Akan tetapi, persoalan ini (khalifah) hanya diperuntukkan bagi suku Quraisy karena mereka adalah suku paling utama keturunan dan asal-usulnya di Arab. Dan saya ingin menyarankan kalian memilih salah satu dari dua orang ini, baiatlah salah satu yang kalian inginkan. Kemudian Abu Bakar memegang tanganku dan tangan Ubadah bin Abdillah yang duduk di antara kami. Aku tidak menyukai apa yang ia katakan kecuali ajakan itu, karena demi Allah aku lebih suka leherku ditebas daripada menjadi pemimpin sebuah bangsa, yang salah satu umatnya adalah Abu Bakar. Jika tidak, pada saat kematianku aku tidak ingin berada di sana.

Lalu, salah satu kaum Anshar berkata, Aku adalah salah satu pilar di mana seekor unta berpenyakit kulit menggesek-gesekkan kulitnya kepadaku agar merasa nyaman. (aku adalah bangsawan), dan sebuah pohon palem yang menjulang. Wahai Quraisy, haruslah ada satu pemimpin dari kami dan satu dari kalian!'

"Kemudian terdengar sorak-sorai dari kerumunan itu dan suara mereka meninggi sehingga saya kuatir terjadi perdebatan sengit. Lalu aku berkata, 'Wahai Abu Bakar, ulurkan tanganmu! la mengulurkan tangannya dan aku membaiatnya, kemudian seluruh kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Kamipun menang atas Sa'd bin Ubadah. Salah satu dari Anshar berkata, "Engkau telah membunuh Sa'd bin Ubadah." Saya menjawab, 'Allah yang telah membunuhnya."

(Umar menambahkan): "Demi Allah, selain dari tragedi besar yang menimpa kita (wafatnya Rasulullah) tidak ada masalah yang lebih besar dari pada pembaiatan Abu Bakar karena kami takut jika kami meninggalkan umat, mereka akan mendahului kami dalam membaiat salah satu dari mereka sehingga kami akan membaiat seseorang yang tidak kami inginkan, atau kami akan menentang mereka sehingga timbul persoalan yang besar. Maka, jika ada orang yang membaiat seseorang tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, maka orang tersebut atau orang yang dipilihnya tidak boleh diberi baiat, jika tidak keduanya harus dibunuh."

Menumpahkan Darah Orang-orang Tak berdosa

Shahih al-Bukhari, hadis 5.688 dan 7.458; diriwayatkan oleh Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Sesungguhnya, kalian akan bertemu Tuhanmu, dan la akan bertanya tentang perbuatan kalian. Berhati-hatilah! Janganlah kalian kafir setelah aku tiada dan saling membunuh. Wajib bagi setiap yang hadir untuk menyampaikan pesanku ini pada orang-orang yang tidak hadir. Mungkin orang-orang yang mendapat pesan ini lebih mengerti dan lebih paham dari pada yang benar-benar mendengarnya.

Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa beberapa sahabat, di antaranya adalah sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh beberapa hadis palsu, telah menumpahkan darah ribuan kaum Muslimin di banyak perang saudara. Contohnya adalah Thalhah dan Zubair. Mereka adalah sahabatsahabat utama Nabi yang berperang melawan Imam Ali setelah orang-orang membaiatnya sebagai khalifah yang sah. Mereka tidak suka ia memegang tampuk kepemimpinan dan merasa Ali menjadi penghalang besar pada perampokan yang mereka lakukan. Kemudian mereka menumpahkan darah sepuluh ribu kaum Muslimin pada perang Sipil uniuk menggulingkan Ali dari kursi kekuasaan. Persokongkolan mereka tidak berhasil dan keduanya, Thalhah serta Zubair terbunuh. Contoh lainnya adalah

Muawiyah dan Amru bin Ash, yang mengobarkan perang Shiffin melawan Imam Ali. Allah berfirman:

Barang siapa yang membunuh mukmin secara sengaja, Neraka Jahanam adalah balasan bagi mereka. Allah mengutuk dan memurkainya, dan azab yang sangat pedih menantinya. (QS. an-Nisa : 93).

Dengan demikian, apakah kita harus menghormati seluruh sahabat dan mengikuti mereka semua, meski di antara mereka telah dikutuk Allah dengan ayat di atas? Mengapa kita harus mencintai orang yang dimurkai oleh Allah, dan kenapa kita harus taat pada orang yang telah dijanjikan baginya neraka?


Menimbun Emas dan Perak

Shahih al-Bakhari hadis 8434; diriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi Muhammad berangkat dan melaksanakan shalat jenazah bagi para syuhada Uhud. la naik ke mimbar dan berkata:

Aku adalah pendahulu kalian dan aku akan bersaksi atas perbuatan kalian. Demi Allah, aku akan memandang telaga Kautsar dan aku diberi kunci harta dunia ini. Demi Allah! Aku tidak takut sekiranya kalian menjadi kafir sepeninggalku, yang aku takutkan adalah bahwa kalian akan saling berlomba (memperebutkan kemewahan dunia ini).

Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa sepeninggalnya, beberapa sahabat Nabi akan meninggalkan agama Islam, saling berlomba memperebutkan kekayaan dunia yang sementara ini. Dan memang, ramalan Nabi menjadi nyata. Mereka benar-benar saling berlomba hingga pedang terhunus dan perang berkobar.

Beberapa sahabat terkenal sangat senang menimbun emas dan perak. Sejarahwan Sunni seperti Mas'udi dan Thabari menyatakan bahwa
Zubair memiliki kekayaan pribadi sejumlah 50.000 dinar, 1.000 kuda, 1.000 budak dan banyak kekayaan lainnya di Bashrah, Kufah, Mesir dan banyak tempat lainnya. Kekayaan yang berlimpah ini ditimbun, sedangkan kaum Muslimin lainnya kelaparan.30

Hasil dari Irak sendiri memberikan kekayaan padanya sejumlah 1.000 dinar setiap hari bahkan mungkin lebih dari itu.31

Abdurrahman bin Auf memiliki 100 kuda, 1.000 unta, 10.000 biri-biri. Setelah ia wafat, '/4 harta yang dibagi-bagi kepada istrinya berjumlah 84.000 dinar.32

Utsman bin Affan sendiri meninggalkan harfa 150.000 dinar ketika ia wafat selain tanah-tanah yang melimpah, ternak dan desa-desa 33

Zaid bin Tsabit meninggalkan sejumlah emas dan perak yang bahkan harus dihancurkan oleh palu, selain hasil pertanian yang berjumlah 100.000 dinar.34
Itu hanyalah beberapa contoh bahwa beberapa sahabat lebih tertarik kepada kehidupan dunia dibandingkan masyarakat kebanyakan yang sederhana dan miskin. Orang akan mudah curiga bagaimana mereka mendapat uang sebanyak itu tanpa melakukan apa-apa. Hal. ini membuahkan ide, mengapa mereka memerangi Imam Ali untuk menggulingkannya dari kekuasaan? Mereka melihat Imam Ali sebagai rintangan besar perbuatan salah mereka memakan harta dan wilayah.

Persoalan yang muncul sekarang adalah; jika sahabat-sahabat yang beriman ini menimbun uang dan berlomba satu sama lain mendapatkan kemewahan dunia, sementara kaum Muslimin lainnya menderita kemiskinan, maka siapakah menurut mazhab Sunni yang disebut sebagai sahabat yang benar-benar beriman dan mau berkorban? Inilah cermin bagi orang-orang berakal.


Kedudukan Sahabat di Antara Sahabat lainnya

Pada artikel sebelumnya, kita telah melihat bagaimana Allah menggambarkan kedudukan sahabat dalam Quran. Bagaimana Nabi, sebelum wafatnya, meramalkan perbuatan mereka sepeninggalnya. Dan sekarang kita akan melihat bagaimana pendapat para sahabat tentang tindakan sahabat lainnya serta perkataan mereka. Diriwayatkan oleh shahih Bukhari,35 " bahwa Nabi Muhammad biasanya shalat terlebih dahulu lalu menyampaikan khutbah. Kebiasaan ini tetap dilakukan hingga Marwan, penguasa Madinah pada masa kekhalifahan Muawiyah; mulai menyampaikan khutbah sebelum shalat.

Perlu diperhatikan bahwa mazhab Sunni melakukan hal yang sama hingga kini. Ini bukanlah sunnah Nabi. Ingatlah bahwa Sunni berpendapat bahwa perbuatan sahabat dapat mengubah sunnah Nabi!

Pertanyaan yang muncul bagi mazhab Sunni adalah: Jika perbuatan sahabat saja dapat mengubah sunnah Nabi, lalu mengapa kita mengutamakan sunnah Nabi? Mari kita ikuti perbuatan yang diadaadakan oleh para sahabat!

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa para sahabat berkhutbah sebelum shalat? Dr. Tijani Samawi menyatakan bahwa banyak orang malas untuk tinggal sejenak mendengarkan khutbah setelah shalat. Kemudian, shalat dan khutbah ditukar. Secara lahiriah, hal itu memang benar, tetapi alasannya tidak demikian.

Pada masa kepemimpinan Muawiyah, diperintahkan, sebagaimana yang kami sebutkan pada kesempatan Ini, bahwa ketika nama Imam Ali disebut, ia harus dikutuk! Banyak orang-orang beriman saat itu mencintai Ali dan tidak membiarkan perbuatan tersebut. Akibatnya, satu persatu dari mereka dibunuh, sampai sampai semua orang beriman harus mendengarkan kutukan-kutukan dan diam di bawah ancaman pedang.

Salah satu cara menghindar agar tidak mendengar pengutukan adalah meninggalkan khutbah. Muawiyah dan antek-anteknya tidak menyukai hal ini sehingga khutbah diberikan menjadi sebelum shalat sebagai usaha untuk memaksa agar orang-orang tetap tinggal dan mendengarkan Seluruh khutbah dan pengutukan itu. Demi Allah, apakah anda masih ingat persekongkolan terhadap keluarga Nabi? Demikiankah Imam All diperlakukan? Nabi berkata, "Mencintai Ali adalah tanda keimanan dan membencinya adalah kemunafikan."36

Jika seorang kepala negara, atau saat mengenangnya, memiliki seorang wakil yang dipercaya untuk menggantikan kedudukannya serta mengurusi kepentingannya ketika ia tidak ada, apakah anda yakin bahwa Nabi Muhammad yang diutus sebagai Rasul terakhir oleh Allah yang menciptakan alam semesta, tidak memiliki wakil untuk mengurusi urusannya setelah ia wafat, seorang wakil yang dipercaya dan dicintai Allah? Yakinkah anda bahwa Allah akan meninggalkan semua urusan, bangsa yang paling balk yang diu tus kepada umat manusia (QS Ali Imran : 110), dengan membiarkan pemilihan pemimpin secara sembarangan? Tidak, demi Allah, seorang wakil tentu dipilih oleh Allah dan utusan-Nya dan ia adalah Imam Ali bin Abi Thalib.37

Tanyakanlah pada diri sendiri: Jika Nabi Muhammad memuji Ali sedemikian rupa, lalu mengapa sahabat nabi, terutama Muawiyah, mengutuk Ali? Tahukah anda bahwa Nabi Muhammad, berkata seperti yang diriwayatkan Musnad Ahmad ibn Hanbal 38,

"Barang siapa yang mengutuk Ali secara terang-terangan, maka ia telah mengutuk aku, dan barangsiapa yang telah mengutuk aku, maka ia telah mengutuk Allah, dan barangsiapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparkannya ke neraka jahanam."

Artinya, dengan mengutuk Ali, sahabat tersebut telah mengutuk Nabi Muhammad SAW, dan dengan mengutuk Nabi Muhammad SAW berarti mereka mengutuk Allah SWT, dan dengan mengutuk Allah SWT, mereka akan masuk neraka jahanam. Mereka akan ditanya tentang apa yang mereka katakan. Itulah janji Allah yang tidak pernah la ingkari. Apabila kita dengan sepenuh hati melakukan pencarian kebenaran untuk mencari tahu siapa gerangan orang-orang keji yang disebut munafik dan siapa saja gerangan sahabat-sahabat yang dengki, ternyata kita tidak akan dapat mengecualikan sahabat-sahabat yang seringkali disebut sebagai orang-orang yang beriman oleh mazhab Sunni untuk tidak termasuk Hi dalamnya. Kita saksikan bahwa sahabat-sahabat utama yang mengancam akan membakar rumah Imam Ali tidak lain adalah Umar bin Khattab, orang yang dinyatakan oleh mazhab Sunni sangat beriman dan berani hingga setan saja takut padanya. Dan sahabat yang melancarkan perang kepada Imam Ali adalah Thalhah, Zubair dan Aisyah, istri Rasulullah yang sangat oleh mazhab Sunni. Aisyah pun adalah putri Abu Bakor. pembangkang-pembangkang lainnya adalah Amru bin Ash, Muawiyah dan banyak lagi yang menindas keluarga Nabi. Inikah Sahabat-sahabat yang dinyatakan beriman oleh Sunni? Perlukah kami mengungkap fakta lain? Sebagaimana yang dinyatakan Dr. Tijani Samawi, "Jika kita ingin menuliskan semua ucapan Nabi Muhammad yang memuji Imam Ali, niscaya dengan mudah sebuah buku dapat terisi penuh."

Para sahabat juga mengubah aturan shalat, dan orang pertama yang melakukannya adalah Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Shahih Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad selalu shalat dua rakaat saat bepergian sebagairnana diperintahkan oleh Allah dalam Quran. Abu Bakar dan Umar melakukan hal yang sama, tetapi ketika Utsman menjadi khalifah, ia shalat empat rakaat saat ia bepergian, bukan dua rakaat.39 Hadis ini pun diriwayatkan dalam Shahih Muslim."40

Mengapa Utsman yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya dalam hal shalat? Semoga Allah SWT menunjukkan kebenaran kepada kita semua.
Mari kita perhatikan apa yang diperbuat Umar! Shahih Bukhari menuturkan bahwa Shaqiq bin Salman bercerita,41

"Ketika aku bersama-sama Abdullah dan Abu Musa, Abu Musa berkata kepada Abdullah, 'Apa yang harus diperbuat oleh seorang lelaki yang sedang dalam keadaan junub tetapi tidak ada air untuk mandi?' Abdullah berkata, 'la tidak perlu shalat hingga ia menemukan air.' Lalu Abu Musa bertanya,'Tetapi bukankah engkau mendengar Nabi Muhammad menyuruh Ammar bin Yasir untuk bertayamum?' Abdullah menimpali, 'Apakah engkau tidak tahu bahwa Umar tidak mengizinkanya?' Abu Musa menjawab, 'Tetapi Allah berfirman dalam Quran, Engkau telah menyentuh wanita , dan tidak engkau dapati air, hendakaya engkau bersihkan tubuhmudengan tanah yang bersih dan sapulah muka serta kedua tanganmu! " Abdullah tidak dapat berkata kecuali",jika kalau kita mengizinkan mereka bertayamum, mereka akan berbuat demikian hanya karenn persoalan yang sangat kecil seperti karena airnya terlalu dingin (untuk mandi dan wudhu).' Abu Musa bertanya kepada Shadiq, 'Itukah mengapa Abdullah tidak mengizinkan bertayamum? Shaqiq menjawab, 'Ya."42

Seperti yang terlihat, Umar menentang Quran, perintah langsung dari Allah SWT, dan sunnah Nabi Muhammad SAW dengan menggugurkan tayamum. Mengapa Umar berani menentang apa yang telah Allah perintahkan? Inilah tanda bagi orang yang berpikir.

Para sahabat sendiri mengakui bahwa mereka telah banyak dan sering mengubah Sunah Nabi. Dalam pembahasan Perang Hudaibiyyah diceritakan,43 Ala bin Masib berkata bahwa ia bertemu Bara bin Azib dan mendoakan semoga ia senantiasa berbahagia sepanjang masa, karena ia adalah sahabat Nabi dan telah berbaiat kepadanya di bawah pohon. Bara berkata, "Wahai putra saudaraku! Engkau tidak tahu apa yang telah kami ubah-ubah sepeninggalnya."
Ini adalah pengakuan langsung dari seorang sahabat dekat Nabi bahwa mereka telah mengubah agama Allah dan melanggar perintahnya. Di samping itu, siapakah sahabat-sahabat yang berani mengubah agama Allah? Ini adalah alasan yang sama bahwa negara Islam berada dalam keadaan tercela dimana hak-hak dasar manusia bahkan tidak dihargai. Inilah tanda-tanda bagi orang berpikir! Diriwayatkan juga dalam Shahih Bukhari setelah tuturan hadis yang panjang. Ketika Umar tertusuk dan Ibnu Abbas memberikan penghiburan, Umar berkata,. "Demi Allah, sekiranya aku memiliki emas yang memenuhi seluruh bumi ini, akan aku berikan semua untuk menebus diriku dari azab Allah sebelum aku menemui-Nya."44

Jika Umar seorang mukmin sejati, mengapa ia berkeinginan menebus dirinya dari Allah? Mungkin karena ia banyak melakukan ketidak adilan dan pada hari perhitungan perbuatan-perbuatannya akan diperhitungkan?

Tanyakan diri anda sendiri !

Abu Bakar pun tidak berbeda. Diriwayatkan dalam Tarikh Ath - Thabari, Abu Bakar berkata ketika ia melihat seekor burung di atas dahan pohon, "Betapa bahagianya engkau wahai burung! Engkau hanya makan buah dan berbaring di pepohonan, tiada hukuman atau imbalan bagimu! Andai aku pohon di sisi jalan, seekor unta akan memakan dedaunan dan mengeluarkanku, dan aku tidak akan pernah terlahir sebagai manusia."

Percayakah anda, jika seorang lelaki dengan ketinggian spiritual, sebagaimana yang dinyatakan mazhab Sunni berandai tidak pernah terlahir apalagi terlahir sebagai manusia? Memang, Abu Bakar menyadari bahwa waktunya sudah tiba dan semua perbuatannya akan diperlihatkan di hadapannya dalam sebuah buku dan saat kekurangannya termanifestasi ia berandai sekiranya ia tidak terlahir sebagai manusia! Allah berfirman dalam Quran,

Camkanlah! Sesungguhnya kekasih-kekasih Allah tidak pernah merasa takut dan tidak pula merasa berduka cita. Orang-orang yang beriman dan menjaga diri dari kejahatan bagi mereka berita gembira di dunia dan di akhirat. Tidak ada sedikitpun perubahan dalam janji-janji Allah. Itulah kemenangan yang sangat-besar.

Sesungguhnya mereka yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah," Selanjutnya mereka jujur dan teguh, maka malaikat akan turun kepada mereka (selamanya).

Janganlah kalian takut (mereka menganjurkan) jangan pula berduka cita! Terimalah berita gembira akan taman surga yang telah dijanjikan kepadamu! Kami adalah pelindungmu di dunia ini dan di akhirat. Di dalam surga itu kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan! Demikian sambvctan yang dikaruniakan oleh Tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang (QS Yunus :62-64).

pernyataan yang muncul adalah apabila berita gembira ini berasal dari Allah SWT untuk seluruh mukmin, dan mereka tidak perlu takut dan berduka cita.
Mengapa Abu Bakar dan Umar mcrasa takut? Jika mereka benar - benar mukmin sejati, mereka tidak boleh merasa lebih takut dari pada kita karena mereka adalah para sahabat nabi terakhir.

Tetapi Allah Yang Maha Pengasih berfirman,

Dan seandainya setiap diri yang zalim mempunyai kekayaan sepenuh bumi ini untuk dijadikan tebusan. Mereka akan menyatakan penyesalan mereka ketika menyaksikan siksaan itu. Tetapi ketentuan dijalankan kepada mereka secara adil dan mereka tidak dirugikan sedikitpun.(QS Yunus : 54)

Meskipun orang-orang yang berdosa memiliki semua kekayaan yang terkandung di bumi niscaya mereka akan menembus dirinya dengan kekayaan ini agar terbebas dari pedihnya siksa mreka pada hari perhitungan. Segala sesuatu akan dihadapkan kepada mereka oleh Allah yang tidak mungkin dapat mereka hitung. Perbuatan buruk mereka akan diperlihatkan dan mereka akan tertimpa apa yang telah mereka perolok-olokkan.

Mereka adalah sahabat-sahabat Nabi yang dijadikan suri tauladan mazhab Sunni dalam kesucian spiritual dan petunjuk. Mereka akan bersaksi atas muslihat yang mereka lakukan pada kaum Muslimin selama ini dan kebenaran yang mereka sembunyikan.

Sekali lagi mungkin anda bertanya-tanya, apabila sahabat-sahabat ini memiliki ketinggian spiritual dan keunggulan kehormatan mengapa mereka membunuh Utsman Ibn Affan, khalifah Islam yang menghancurkan Islam? Perhatikan pula bahwa Aisyah istri Nabi Muhammad sendiri yang telah menghendaki kematian Utsman.45 Tahukah anda bahwa pada masa kekhalifahan Utsman, kaum Muslimin sangat marah padanya hingga ketika wafat, ia tidak dikuburkan di tempat yang sama dengan para sahabat lainnya dan bahkan tidak dimandikan secara Islam? Jika ia seorang khalifah yang diberi petunjuk lalu bagaimana seorang khalifah yang tidak diberi petunjuk?

Kita mendengar Aisyah dan istri-istri Nabi lainnya diperintah oleh Allah SWT:

Dan hendaklah kalian tetap dirumah - rumah kalian, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti wanita - wanita sebelumnya dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya (QS al-Ahzab : 33).

Lalu apabila Aisyah diperintahkan oleh Allah SWT untuk tinggal di rumah setelah Nabi Muhammad wafat, mengapa ia pergi keluar, menunggangi unta dan memerangi Iman Ali bin Abi Thalib yang tidak pernah ia sukai? Inilah tanda-tanda bagi orang yang berakal.


Tanggapan Atas Pertanyaan Saudara Sunni

Beberapa orang sahabat Sunni telah mengemukakan keberatannya menanggapi artikel kami.

Pertama, mereka memberi argumen bahwa motif-motif Abu Bakar dan Umar pada hadis yang disebutkan di atas seperti ucapan Umar, ". . ..Demi Allah SWT. sekiranya aku memiliki emas seluas bumi ini, aku akan memberikannya sebagai tebusan dari siksa Allah sebelum aku menemui-Nya," atau ucapan Abu Bakar,
"Wahai burung betapa bahagianya engkau! Engkau makan buah-buahan dan bertengger di atas pohon. Tiada azab dan pahala bagimu. Seandainya aku sebuah pohon di sisi jalan aku akan dimakan dan dikeluarkan oleh seekor unta dan aku tidak akan pemah dilahirkan sebagai manusia."

Saudara ini berpendapat bahwa inilah kemurnian spiritual seoranl; mukmin yang berharap agar ia tidak dilahirkan seperti yang diucapkao oleh Abu Bakar atau inilah dosa kecil di mata seorang mukmin Yang membuatnya berandai agar dapat menebus dirinya dari api neraka dengan kekayaan seluas bumi, seperti yang Umar ucapkan untuk membuktikan kesungguhan dan keimanannya. Saudara ini juga menambahkan bahwa Nabi memohonkan ampunan untuk dirinya sendiri.

Keberatan ke dua, mereka menyatakan bahwa ayat kedua dari yang kami kutip tidak setara kedudukannya dengan Abu Bakar, Umar dan sahabat yang lain.
Tanggapan kami atas keberatan pertama adalah sebagai berikut bahwa Nabi memohon ampun atas dirinya bukan berarti bahwa ia berandai tidak ingin dilahirkan, dan hal tersebut tidak menggugurkan kesuciannya. Permohonannya akan ampunan adalah tanda keimanan dan pengakuan atas kelemahannya di hadapan Allah, bukan karena ia telah berbuat dosa besar. Karena, apabila Nabi Muhammad berdosa, siapa di kalangan umat yang akan menghukumnya? Atau siapakah yang berhak untuk menghukumnya? Karena semua orang berdosa, mereka tidak dapat menghukum pendosa. Atau, jikalau Nabi Muhammad seorang pendosa, jenis orang bodoh manakah yang mau mengikutinya dan yakin bahwa ia Rasulullah yang diutus Pencipta alam semesta? Lebih dari itu, jika Nabi seorang pendosa, berarti Allah menyetujui perbuatan dosa (semoga Allah melindungi kita dari anggapan yang tidak masuk akal ini). Kita mengetahui bahwa Allah Maha Adil dan larangan-Nya agar kita tidak perbuatan jahat dan dosa adalah salah satu pasal utama keimanan kita. Dengan demikian, Allah tidak mungkin mengutus nabi yang berdosa.

Semoga para nabi terlindung dan tersucikan dari pernyataan yang menodai sifat-sifat mereka dengan mengatakan bahwa mereka berdosa. Atau apakah kita telah menjadi seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani yang di dalam kitab Injil dinyatakan bahwa Nabi Luth mabuk dan telanjang di hadapan anak-anaknya. Inilah tanda bagi orang yang berpikir. Memohon ampunan adalah suatu hal, sedang berangan-angan untuk tidak pernah terlahir atau berharap dapat menebus diri dengan semua emas yang ada di muka bumi, adalah hal lain. Berangan-angan untuk tidak terlahir ke dunia adalah suatu penghinaan terhadap Allah, karena anda beranggapan bahwa keadilan dan kemurahatian Allah tidak cukup bagi anda. Hal itu juga sebuah penghinaan karena terdapat pengertian yang mendasari bahwa masuknya anda ke neraka bukan kesalahan anda, tetapi masuknya anda ke neraka adalah karena Allah berbuat tidak adil. Semoga Allah melindungi kita dari pikiran seperti ini. Jika seseorang benar-benar yakin, ia sadar bahtiva ketidakadilan terkecilpun tidak akan dilakukan padanya dan ia tidak akan masuk neraka kecuali ia benar-benar patut dimasukkan ke neraka. Demikianlah keadilan Allah, tidak seperti orang yang berangan-angan tidak pernah dilahirkan untuk menyembunyikan rasa bersalah dan dosa mereka sendiri. Seorang mukmin sejati menyerahkan dirinya secara total kepada Allah dan mcngakui bahwa ia lemah dan penuh dosa, hingga ia memohon ampunan. la tidak menghina Allah dan berangan-angan untuk tidak pernah terlahir ke dunia.

Memang, konsep dosa dan ampunan senantiasa membingungkan. Namun, perhatikanlah apa yang dituturkan Syi'ah mengetahui ampunan (tobat). At-Taubah (bertobat) merupakan mekanisme Allah dalam mengatur kejahatan di dalam masyarakat. Dengan memberi kesempatan bertobat kepada setiap orang, orang yang berbuat dosa dipastikan bahwa ia tidak dipaksa untuk terus berbuat dosa. Mekanisme aturan tersebut memastikan bahwa rasa bersalah yang biasa mengiringi perbuatan dosa, tidak berubah menjadi keputusasaan dan perasaan tidak berguna, sehingga mengarah pada meningkatnya perbuatan dosa dan kehancuran masyarakat. Tobat merupakan anugerah Allah yang amat besar, yang memperlihatkan kebijakan-Nya yang tidak terbatas.

Kami tambahkan bahwa dosa itu sendiri adalah bagian dari penciptaan anda. Allah memaksa anda untuk berbuat dosa, dan menghukum anda karenanya, tetapi Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang dapat berbuat salah. Kemudian Allah menguji anda untuk melihat apakah anda mengakui sifat tersebut, atau menyatakan bahwa anda tidak berbuat dosa dan perbuatan tersebut bukan kesalahan anda, sehingga meningkatkan kecongkakan yang Allah benci. Memang, berbuat dosa dan mengakui kesalahan secara sungguh-sungguh dengan keyakinan bahwa hal tersebut adalah kesalahan anda lebih berharga daripada menghina Allah dengan berangan-angan agar tidak dilahirkan ke dunia ini. Sifat berbuat kesalahan adalah bagian Hari proses belajar, yang merupakan sifat bawaan yang melekat pada bentuk dan eksistensi manusia. Jika kita tidak berbuat salah kita tidak akan pernah belajar, berevolusi dan berkembang.

Kecongkakanlah yang mengotori jiwa banyak orang, menghalangi perkembangan kita-karena kita bersalah dan berdosa meski kita menyangkal untuk mengakui kesalahan kita.

Benarlah apa yang diucapkan Imam Ali Zainal Abidin bin Husain, dalam sujudnya (doa), "Ya Allah, meskipun aku masuk ke dalam nerakamu, aku akan cerita kan kepada orang - orang disana kecintaanku pada-Mu !" Apa makna dibalik doa yang tinggi dan menggugah ini? Demi Allah, doa ini adalah salah satu yang paling indah dan menyentuh yang pernah kita dengar. Berikut ini adalah makna doa ini sebelum anda membuat kesimpulan sendiri.
Imam Ali Zainal Abidin berkata, "Ya Allah, keyakinanku kepadamu begitu dalam sehingga tidak kuragukan keadilan-Mu, meskipun Engkau lempar aku ke dalam neraka, itu karena aku patut menerimanya dan karena apa yang telah aku lakukan di dunia ini. Walau demikian, sekiranya aku masuk neraka, akan aku katakan pada orang-orang di sana tentang kecintaanku kepada-Mu. Engkau tidak berbuat tidak adil padaku. Aku mencintai-Mu, keadilan-Mu, kasih sayang-Mu dan keagungan-Mu." Itulah yang diucapkan oleh mukmin sejati meskipun ia-masuk neraka. la tidak berandai-andai untuk tidak dilahirkan.

Tanggapan kami pada keberatan kedua adalah sebagai berikut. Kami akan ulangi pernyataan anda, kalau-kalau anda lupa, bahwa ayat yang kami kutip dari Quran tidak menunjuk pada Abu Bakar, Umar, dan para sahabat yang ditunjuk oleh ayat itu tidak sebanding dengan kedudukan Abu Bakar dan Umar.

Apabila kita anggap ayat-ayat ini tidak merujuk kepada Abu Bakar dan Umar, ayat-ayat ini, bagaimanapun juga, melukiskan sebuah poin penting bahwa tidak semua sahabat sama di mata Allah SWT. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Sunni mengklaim bahwa semua sahabat saleh? Mengapa, ketika Allah sendiri, mengakui bahwa sahabat-sahabat tertentu tidak saleh, Sunni berkeberatan dengan pandangan Syi'ah terhadap sahabat? Memang ironis, Allah pencipta kita yang Maha Mengetahui' keberadaan kita menyatakan tentang ciptaan-ciptaan-Nya, sedang Sunni menolak memegang firman-Nya dan mengklaim bahwa mereka lebih tahu hal itu.

Kami mengulang pertanyaan yang telah kami nyatakan, jika Allah SWT telah membuat perbedaan yang sangat jelas di antara para sahabat, mengapa Sunni menolak untuk mengakuinya?

Lebih dari itu, kalaupun kita menganggap bahwa ayat ini menerangkan sahabat lain selain Abu Bakar dan Umar, anda telah menguatkan dan mendukung klaim kami bahwa tidak semua sahabat saleh. Sebagaimana Allah mengutamakan sahabat - sahabat tertentu, Syi'ah pun mengikuti contoh yang sama.

Apakah tidak masuk akal apabila kita membuat perbedaan-perbedaan di antara sahabat? Bukankah murid-murid Nabi Isa mengkhianatinya? Bukankah orang-orang Yahudi mengkhianati Nabi Musa? Dan banyak lagi kasus pada pengikut nabi lainnya. Apakah sahabat Nabi diberi kekhususan? Bukankah mereka makhluk-makhluk yang mungkin berbuat salah dan dosa? Tidakkah anda lihat sebuah pola pembedaan di seluruh ciptaan Allah? Apakah seluruh mukmin, yang baik saat ini atau masa lalu sama kedudukannya? Tidakkah kita lihat bahwa ada mukmin yang sungguh-sungguh dan ada juga yang tidak? Lalu mengapa Sunni menolak untuk menerima kebenaran ini? Kalaupun Syi'ah tidak memasukkan Abu Bakar dan Umar ke dalam kelompok sahabat ini, Sunni masih akan menolak mengakui bahwa beberapa sahabat Nabi Muhammad adalah individu-individu yang tidak saleh dan memiliki dendam. Tidakkah Allah menunjukkan sebuah surat dalam kitab-Nya mengenai orang-orang yang munafik? Dan tidakkah Allah berfirman, Tingkatan mereka berbeda-beda di mata Allah, dan Allah mengetahui apa yang mereka perbuat (QS Ali Imran : 163).

Catatan lain yang dilupakan oleh Sunni dalam mempertahankan argumen mereka adalah, mungkin saja bahwa individu-individu yang diterangkan pada ayat tersebut atau surah 'Orang-orang munafik' bukan sahabat Nabi menurut pandangan Sunni. Sekiranya saudaraku ini mengemukakan alasan ini kami akan memberi tanggapan sebagai berikut;

Definisi kata `sahabat', menurut Sunni adalah orang-orang yang hidup semasa pada masa hidup Nabi, entah pernah melihat, bertatap muka, atau tidak pernah sama sekali. Sekiranya sahabat Sunni menyatakan bahwa kata 'sahabat' hanya menunjuk orang-orang beriman sejati yang dekat dengan Nabi, diingat di dalam Quran dan hadis, mrlakaanakan shalat lima kali, maka saudara kita ini telah berkata sebagaimana yang senantiasa dinyatakan Syi'ah: Tidak semua sahabat saleh. Bagaimanapun, menurut penjelasan ini, Sy'ah tetap menolak mengakui Umar dan Abu Bakar termasuk orang-orang berkedudukan sebagai orang-orang saleh karena perbuatan yang telah mereka lakukan terhadap keluarga Nabi.

Kesimpulan ini dituturkan oleh Zamakhsyari, ulama dan penyair Sunni kenamaan.

Banyak keraguan dalam pertentangan

Masing-masing merasa di jalan yang benar

Aku berpegang pada kalimat La Ilaha illa Allah

Dan kecintaankku kepada Ahmad dan Ali

Berbahagialah anjing karena mencintai Ashabul Kahfi

Bagaimana bisa aku celaka karena mencintai keluarga Nabi!

Terakhir, kami ingiri menggugah perasaan kejujuran dan kebenaran anda untuk mempelajari secara objektif argumen-argumen yang dikemukakan Syi'ah. Kami bertanya kepada anda apakah anda percaya bahwa kami kafir? Apakah kami memaksa anda untuk menerima argumen atau menguatkan keyakinan kami dengan dukungan bukti yang tidak terbantahkan? Bukankah kami tidak merujuk pada kitab-kitab kami sendiri sebagai bukti? Tanyalah dan jawablah dengan kebenaran. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan memberi petunjuk pada apa yang Ia ridhai.


Musuh-musuh Islam Menurut Nahj al-Balaqhah

Berikut ini gambaran umum musuh-musuh Islam, pengikut setianya, dan peristiwa yang menimpa mereka.

Pemimpin-pemimpin yang zalim telah berkuasa begitu lama, hingga kekejaman dan penindasan mereka dapat begitu jelas terpampang dan kekejian serta aib mereka terlihat jelas. Mereka patut digantikan, dihancurkan, dan dihilangkan agar manusia terselamatkan dari bencana dan kehancuran, terlepas dari belenggu peperangan, yang ditimbulkan oleh pemimpin - pemimpin zalim itu.

Orang-orang yang beriman, yang dengan berani dan sabar melalui masa-masa itu, memikul derita, mengorbankan nyawa demi tegaknya keadilan dan Islam, mereka merendahkan diri di hadapan Allah SWT, tidak sedikitpun menyombongkan kesabaran dan keberanian mereka dan tidak pula membayangkan bahwa mereka tengah membantu Allah dan agama-Nya. Kemudian Allah tetapkan masa ujian dan cobaan harus berakhir. Allah memperkenankan mereka membela agama dengan pedang dan mematuhi perintah Allah atas dasar ajaran Nabi Muhammad SAW.

Waktupun berjalan hingga Allah memanggil Rasulullah. Mereka kemudian menjadi ingkar atau kembali menjadi penyembah berhala, dan celaka karena kedangkalan dan pembangkangan pikiran-pikiran mereka. Mereka serahkan agama kepada saudara-saudara mereka yang berada di jalan yang sesat, atau kepada penghasut yang tidak bertuhan. Mereka tinggalkan tali perantara (keluarga Nabi Muhammad / Ahlulbait) yang seharusnya mereka cintai, hormati dan taati, dan yang akan menjaga mereka untuk senantiasa berada di jalan yang benar. Akibatnya, mereka meruntuhkan pondasi agama yang kokoh dan menyebarkan bid'ah. Mereka tiru cara-cara Fir'aun dan kaumnya, terpukau oleh kemilau dan kuasa dunia, sehingga menyimpang dari agama yang benar.

Wahai manusia! Ingatlah bahwa saat ini adalah saat ketika sesuatu yang telah dijanjikan akan terjadi, dan peristiwa-peristiwa yang tidak kalian ketahui atau tidak dapat kalian ramalkan akan datang. Selama masa ujian dan cobaan, orang-orang yang mengenal tanda-tanda berharganya Ahlulbait akan selamat sepanjang masa dan juga menjadi penolong orang lain dan bertindak seperti orang-orang saleh, seperti seseorang berjalan di dalam kegelapan membawa pelita di tangannya. Kecintaan kepada Ahlulbait akan membebaskan manusia dari penindasan dan kezaliman, mengajari orang-orang bodoh dan tidak tahu, mengenalkan perbaikan kepada masyarakat dan mempererat ikatan yang mungkin akan menimbulkan kekejian dan kekafiran dalam ajaran Islam sejati. Untuk beberapa saat, la (Imam Mahdi) disembunyikan dari pandangan manusia hingga orang-orang yang sangat mengincarnya tidak akan mampu menemukan jejaknya walaupun ia berusaha mencarinya.

Tetapi suatu hari ia akan datang, mengajari umat manusia sedemikian rupa hingga pandangan manusia akan terbuka terhadap ajaran Quran, manusia akan menyerap kebijaksanaan sejati, dan jiwa-jiwa mereka akan membumbung tinggi dalam ilmu dan filsafat.

Kami menganjurkan dengan sangat agar umat Islam menolak cerita-cerita tentang asal usul Islam. Banyak dari anda telah mengetahui pandangan Sunni mengenai sejarah. Kami menganjurkan anda membaca hasil karya Sunni mengenai sejarah seperti karya T'haban dan Sayid Amir Ali, untuk memahami tekanan-tekanan yang membentuk dunia Muslim pada abad pertama. Sejarah itu masih hidup hingga kini.[]


Catatan Kaki :

1. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3.889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal 158-161; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis 6.519, 6.630, 7.078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 4, bagian 1, hal. 167-168; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
2. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
3. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383; Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1.205, hadis 6.968 dan 6.970. Abdul Hamid Siddiqi, Penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim, telah menulis catatan kaki pada hadis tersebut bahwa riwayat ini merupakan suatu petunjuk jelas bahwa pada pertempuran antara Imam Ali dan musuhnya, Imam Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh pada perang Shiffin berada di pihak Imam Ali. (catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508).
4. Referensi hadis Sunni: Ibnu Majah, jilid 1, hal. 53 hadis 1.49.
5. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 1.09, 2.77; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, hal. 662; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al-Kabir, Thabari, jilid 6, hal. 264, 265; Hiiyat al-Awliya, Abu Nu'aym, jilid 1, hal. 128.
6. Referensi hadis Sunni: ShahiiT at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3.884.
7. Referensi Hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 536.
8. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, bahasa Arab, jilid 13, hal. 2174; Tadzkirat al-Khawas, Sibt bin Jauji Hanafi, hal. 261.
9. Referensi hadis Sunni: al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 4, ha1.1679; Syarh, Ibnu Abul Hadid, jilid 9, hal. 53 yang mengutip kalimat terakhir.
10. Syarh, Ibnu Habil Hadid, jilid 16, ha1.136.
11. Referensi hadis Sunni: Tadzkirat al-Khawas, Sibt Ibnu Jawji Hanafi, ha1.191-194; Ibnu Abdil Barr, dalam Sirah; Abu Nu'aim; juga diriwayatkan oleh para ahli hadis seperti Suddi dan Sya'bi.
12. Seperti biasa, nomor hadis sama dengan nomor pada versi Inggris Arab yang ada hampir pada setiap tempat. Nomor sebelum titik menunjukkan nomor jilid, dan angka setelah titik menunjukkan nomor hadis (bukan nomor halaman). Contohnya, hadis 8.578. Artinya jilid 8, hadis no. 578.
13. Pada terjemahan Bahasa Inggris Shahih Bukhari Uthrah (kekufuran) telah diterjemahkan dengan menggunakan kata lain, tetapi isi lainnya tetap sama.
14. Referensi hadis: Shahih Muslim, bab Kitab al-Wasiyyah, bagian at-Tark al-Wasiyyah, 1980, edisi Bahasa Arab (Saudi Arabia), jilid 3, hal.1259, hadis 1.637/21.
15. Hadis di atas juga dapat ditemukan pada Shahih Muslim, bab Kitab al- Wasiyyah pada bagian Babuttarkil Wasiyyah,1980, edisi bahasa Arab (Arab Saudi), jilid 3, ha1.1259, hadis 1.637/22.
16. Hadis ini pun terdapat pada Shahih Muslim, bab Kitab al-Wasiyyah, bagian Bab al-Tark al-Wasiyyah, 1980, edisi bahasa Arab (Arab Saudi), jilid 3, hal. 1257-58, hadis 1.637/20. Hadis-hadis sejenis lainnya terdapat pada, Shahih Bukhari, pada bab Kitab al-llm. juga pada bab Kitab al-Tib, juga pada bab Kitab al-I'tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 232, 239, 32 f, 355. Dan masih banyak lagi.
17. Lihat Shahih at-Turmudzi; Sunan, Ibnu Majjah; Musnad Ahmad ibn Hanbal; al-Mustadrak al-Hakim; Khasa'is, Nasa'i.
18. Lihat Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88:52, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 85; al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, ha1.97, hingga khutbah pembukaan di Ghadir Khum (lihat Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 298; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal.12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, al-Mustadrak, Hakim; al-Khasa'is, Nasa'i. Perhatikanlah bahwa bukan Nabi yang menunjuknya sebagai pemimpin, tetapi Allah Swt!
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, versi Inggris-Arab, hadis 5.56 dan 5.700; Shahih Muslim, Arab, mengenai Keutamaan Ali, jilid 4, hal. 1870-71; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; Khas'is, Nasa'i, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Lihat Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 363, Sirah ibn Hisyam, hal. 504; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 4, hal. 251.
21. Lihat QS. al-A'raf 142, Yunus:90-97, Tha Ha: 83, 88. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya, jilid 8, hal. 57. Dan pada Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 3, hal. 84, 94.
22. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 199.
23. at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bagian 1, ha1.123.
24. Lihat Ghiyah al-Lughah, hal. 288.
25. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi Bahasa Inggris, jilid 15, ha1.176-179.
26. Referensi hadis Sunni: Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 654, hadis 1.114; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, hal. 229; Tarikh, Khulafa, oleh Hafizh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171; Dhakha'ir al-Uqbah, Muhibuddin Thabari, . hal. 99; as-Sawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 3, hal. 196; Lain-lain seperti Thabari dan Ibnu Hatam.
27. Kisah ini dicatat dalam Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 312.
28. Referensi hadis Wahabi: al-Samir al-Mas'ul, Ibnu Taimiyah, hal. 579, terbit di tahun 1402/1982, Alamul Kutub.
29. Referensi hadis Sunni: Mulla Ali Qari, Syarh al-Fiqih al-Akbar; Matba Uthmaniyah, Istambul, 1303, ha1.130; Matba Mujtabai, Delhi, 1348, ha1.86; Matba Aftab-e Hind, India, tanpa tanggal, hal. 86. Catatan menarik: Kutipan di atas diambil dari 3 edisi yang dicetak di India dan Turki. Edisi baru telah diluncurkan oleh Darul Lutubi IImiyah, Beirut tahun 1404/1983, yang menyatakan sebagai edisi pertama. Empat halamannya (termasuk teks di atas) telah di hilangkan. Bagian yang hilang berisi pernyataan, "Orang-orang yang percaya bahwa Allah memiliki tubuh adalah orang yang benar-benar kafir menurut ijma tanpa ada perbedaan pendapat." Perlukah kami memberi komentar tehadap mazhab Wahabi?
30. Lihat Muruj ad-Dahab oleh Mas'udi, jilid 2, hal. 341.
31. Muruj ad-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
32. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
33. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
34. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
35. Shahih al-Bukhari, jilid 1, hal. 122, pada bab al-Aidiyan.
36. Hadis ini diriwayatkan pada Shahih Muslim, jilid 1, hal. 61; Periksalah oleh anda sendiri! Dalam Shahih al-Bukhari, jilid 2, hal. 76, Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 300, menuturkan bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Ali, "Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu." Selain itu Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 201, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Aku adalah kota ilmu dan Ali pintunya." Ingatlah bahwa kalian hanya dapat memasuki sebuah kota melalui pintunya, artinya ilmu Rasulullah, karena ia adalah kotanya, hanya dapat dicapai melalui pintunya, yakni melalui menantunya, Ali. Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 26, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Ali adalah pemimpin orang-orang beriman sepeninggalku."
37. Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 298, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Barang siapa yang mengangkat aku sebagai pemimpin, Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, bantulah orang-orang yang membantunya, singkirkanlah orang yang menyingkirkannya!"
38. Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 6, hal. 33.
39. Shahih, Bukhari, jilid 2, hal. 154.
40. Shahih Muslim, jilid 1, hal. 260.
41. Shahih al-Bukhari menuturkan pada jilid 1, hal. 54.
42. Catatan: Tayamum adalah menyentuhkan kedua telapak tangan kepada tanah, lumpur atau batu kemudian mengusapkannya pada wajah dan tangan. Ini adalah pengganti wudhu ketika air tidak ada. Rincian proses-proses tayamum masih banyak tetapi tidak akan cukup untuk dibahas di sini.
43. Shahih al-Bukhari, jilid 3, hal. 32.
44. Shahih al-Bukhari, jilid 2, hal. 201.
45. Tarikh ath-Thabari, jilid 4 hal. 407, Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar