Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Mei 2014

ANTOLOGI ISLAM (BAB 9 PENGANIAYAAN MUAWWIYAH KEPADA SAYYIDINA ALI BIN ABI THOLIB )


BAB 9: MUAWIYAH DAN PENGANIAYAAN TERHADAP IMAM ALI

Apa pendapat Nabi Muhammad SAW mengenai orang-orang yang memerangi, membenci dan menganiaya Ahlulbaitnya? Nabi Muhammad bersabda,

"Mencintai Ali adalah tanda keimanan, membencinya adalah tanda kemunafikan."1 Hadis Nabi ini begitu terkenal sehingga beberapa orang sahabat sering berkata, "Kami mengetahui kemunafikan seseorang dari kebenciannya terhadap Ali."2 Dalam kitab sahihnya, Muslim juga meriwayatkan hadis ini dari Zirr bahwa Ali berkata:

Demi Dia yang membelah bebijian dan menghidupkan sesuatu, Rasulullah berjanji padaku bahwa tiada orang yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tiada orang yang menyimpan kebencian kepadaku kecuali orang munafik.3

Abu Hurairah meriwayatkan:

Nabi Muhammad memandang Ali, Iiasan, Husain dan I athimwlr. la berkata, 'Aku memerangi orang-orang yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan orang-orang yang berdamai dengan kalian."4

Sejarah yang mengungkap bahwa Muawiyah memerangi Ali merupakan satu kenyataan yang sangat dikenal. Dan berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad SAW menyatakan perang kepada Muawiyah. Mengapa kita masih mencintai orang yang Nabi Muhammad sendiri memeranginya? Nabi Muhammad berkata, "Barang siapa yang menyakiti Ali, berarti ia menyakiti aku!"5; "Barang siapa mengutuk Ali, berarti ia mengutuk aku."6


Muawiyah Membuat Ketentuan Pengutukan Terhadap Ali

Muawiyah bin Abu Sufyan tidak hanya memerangi Imam Ali bin Abi Thalib tetapi ia juga mengutuknya. Lebih jauh lagi, ia memaksa setiap orang untuk mengutuk Imam Ali. Sebagai buktinya, kami akan mulai dengan hadis dari Shahih Muslim. Diriwayatkan Sa'd bin Abi Waqqash bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan memberi perintah kepada Sa'd. la berkata kepadanya, "Apa yang membuatmu berhenti mengutuk Abu Turab (nama kecil Ali)?" Sa'd menjawab, "Tidakkah engkau ingat bahwa Nabi Muhammad menyatakan tiga tentang kebaikan Ali? Karenanyalah aku tidak akan pernah mengutuk Ali."7

Hadis di atas memperlihatkan bahwa Muawiyah terkejut mengapa Sa'd tidak mematuhi perintahnya untuk mengutuk Imam Ali, sebagaimana yang dilakukan orang lain. Ini menunjukkan bahwa pengutukan terhadap Imam Ali sudah menjadi sunnah (kebiasaan) orang-orang masa itu. Siapa yang menciptakan sunnah ini? Apakah Imam Ali, atau orang-orang yang memeranginya? Lalu, siapa yang memerangi Imam Ali? Bukankah ia adalah Muawiyah (sahabat Nabi yang dipuja kaum Wahabi)? Hal. ini menyiratkan arti bahwa Muawiyah lah yang telah membuat-buat kebiasaan itu (sunnah mengutuk Imam Ali).

Berikut ini referensi hadis lainnya dalam kitab Shahih Muslim mengenai sunnah mengutuk Imam Ali, untuk membuktikan bahwa Orang - orang dipaksa untuk mengutuk Imam Ali di depan umum, karena jika tidak mereka akan mendapatkan hukuman berat. Hadis ini diriwayatkan dari Abu Azim, Gubernur Madinah saat itu, yang merupakan salah satu anggota keluarga Marwan, memanggil Sahl bin Sa'd dan memerintahkannya untuk mengutuk Ali. Sahl menolak. Gubernur tersebut berkata, "Jika kamu tidak ingin mengutukAli, katakan saja bahwa Allah mengutuk Abu turab (nama kecil Imam Ali)." Sahl berkata, `Ali tidak menyukai nama lain bagi dirinya selain Abu Turab, dan ia senantiasa bahagia ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan Abu Turab."8

Pengutukan terhadap Imam Ali merupakan perintah sejak pertarnn kali Muawiyah memerintah selama 65 tahun. Umar bin Abdul Aziz lah yang menghentikan perintah terebut setelah berlangsung lebih dari setengah abad. Beberapa sejarahwan bahkan yakin bahwa keturunan Muawiyah telah meracuni Umar bin Abdul Aziz karena telah mengubah sunnah yang salah satunya adalah sunnah mengutuk Imam Ali.9

Salah satu perubahan paling buruk yang telah dimulai sejak awal mula pemerintahan Muawiyah adalah bahwa Muawiyah sendiri dan dengan perintah kepada gubernur nya, biasa menghina Imam Ali saat berkhutbah di Mesjid. Hal. ini bahkan dilakukan di mimbar mesjid Nabi di Madinah di,hadapan makam Nabi Muhammad SAW, sehingga sahab:Usahabat terdekat Nabi, keluarga dan kerabat terdekat Imam Ali mendengar sumpah serapah ini.10

Mengenai penghinaan dan pengutukan terhadap Imam Ali paHa periode Umayah, yang dimulai sejak Muawiyah memerintah, diriwayatkon bahwa Ali bin Abi Thalib dikutuk di mimbar dari ujung barat hingga ujung timur pada masa pemerintahan Muawiyah.11

Dalam isi suratnya, Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, berkna kepada Muawiyah, "...Engkau sedang mengutuk Allah dan Rasul-Nya H i mi mbarmu karena engkau mengutuk Ali bin Abi Thalib. Barang siapa yang nuoncintainya, aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainyn." I'rterhi tidak seorangpun memperhatikan ucapannya.'12 Kejadian itu terjadp pada masa kekuasaan bani Umayah. Di lebih dari 70 ribu mimbar Muawiyah menyerukan pengutukan kepada Imam Ali bin Abi Tholib. Dan pada beberapa mesjid, Muawiyah menjadikannya sebagai sunnah bagi mereka.13

Syekh Ahmad Hafizh Syafi'i, menulis 9 syair puisi yang menceritakan kisah yang telah diriwayatkan Suyuthi pada kutipan sebelumnya. Kami menerjemahkan 3 syair pertama.

Itulah yang telah mereka jadikan sebagai 'sunnah'

Sebanyak 70 ribu mimbar dan 10 mimbar lainnya

Mengutuk Haidar Ali

Demikianlah dosa paling besar terlihat kecil.

Namun kesalahan harus dilontarkan.


Mari kita lihat pendapat putranya Muawiyah, Yazid, tentang ayah dan kakeknya, sebagai saksi dari keluarga kerajaan. Muawiyah menyerahkan tampuk kekuasaan kepada anaknya, Muawiyah kedua, agar bendera kekhalifahan terus berkibar di tangan keluarga Abu Sufyan.

Setelah ia meninggal, Muawiyah kedua, mengumpulkan orang-orang di suatu hari besar. la menyampaikan khutbah di hadapan mereka, ia berkata:

Kakekku Muawiyah telah merampas kekuasaan dari orang-orang yang lebih pantas menerimanya dan dari ia yang lebih berhak karena pertaliannya yang sangat dekat dengan Nabi dan sebagai orang pertama yang memeluk Islam. la adalah Ali bin Abi Thalib. la (Muawiyah) merampasnya dengan bantuan kalian padahal kalian sangat mengetahui.

Setelah itu ayahku, Yazid, meneruskan kekuasaan sepeninggalnya dan ia pun tidak patut memegangnya. la bertengkar dengan putra Fathimah, putri Nabi karena hal. itu, ia memperpendek usianya. la membunuhnya dan harapan meninggalkannya. (Kemudian ia menangis dan melanjutkan):

Sesungguhnya, masalah terbesar kami adalah bahwa kami mengetahui perbuatan yang buruk dan akhir hidupnya yang mengerikan, karena ia telah membunuh keturunan (itrah) utusan Allah, mengizinkan meminum minuman keras, berperang di kota suci Mekkah dan menghancurkan Kabah!

Dan aku bukan penerus dalam memegang kekuasaanmu ataupun bertanggung jawab atas pengikut-pengikutmu... Engkaulah yang memilih demikian untuk diri kalian sendiri...!"14

Mengenai Muawiyah dan Yazid yang membunuh Imam Hasan bin Ali dengan meracuninya telah diriwayatkan oleh banyak hadis. Tidak perlu disebutkan sumber referensi hadis yang meriwayatkan bahwa Yazid dan pasukannya telah membunuh putra Ali bin Abi Thalib lainnya, cucu Nabi Muhammad, Imam Husain beserta kurang lebih 70 orang anggota keluarga dan pengikut setianya.

Berikut ini referensi hadis Sunni berkenaan kejahatan yang dilakukan Muawiyah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata bahwa ia bertanya tentang Ali dan Muawiyah kepada ayahnya, Ahmad bin Hanbal, yang menjawab:

Ketahuilah bahwa Ali memiliki banyak musuh yang berusaha keras untuk mencari-cari kesalahan dirinya. Tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Lalu, mereka mengajak seorang lelaki (Muawiyah, seperti yang disebutkan pada catatan kaki) yang sangat memeranginya. Mereka mengelu-ngelukan Muawiyah secara berlebihan, membuat perangkap untuknya.

Thabari meriwayatkan bahwa ketika Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat Mughirah bin Syu'bah menjadi Gubernur Kufah pada 41 Jumada (2 September-30 Oktober 661) ia memanggilnya. Setelah memuji dan mengagungkan Allah, ia berkata,

Mulai sekarang, seseorang yang sabar telah diperingatkan...orang-orang bijak mungkin melakukan apa yang engkau inginkan tanpa perlu diperintah. Meskipun aku ingin menasehatimu tentang banyak hal., aku membiarkan mereka, aku percayakan kepadamu semua yang menyenangkanku, membantu kektiasaanku dan mengatur persoalan-persoalanku dengan benar. Aku nasehatkan kamu tentang kemampuan dirimu; "Janganlah kamu berhenti menganiaya dan Mengkritik Ali dan jangan berhenti mendoakan Utsman agar Allah memberkatinya dan mengampuninya. Teruslah mempermalukan sahabat-sahabat Ali! Janganlah engkau dekati mereka dan jangan mendengarkan mereka! Agungkanlah kelompok Utsman, dekati mereka dan dengarkan mereka!"

Selain itu, utusan Muawiyah datang dengan perintah untuk membebaskan 6 orang dan membunuh yang 8 orang. la berkata kepada mereka:
Kami diperintahkan agar kalian tidak mengakui Ali dan mengutuknya. Jika kalian lakukan itu, kami akan membebaskan kalian. Jika menolak, kalian akan kami bunuh.18

Shahih Muslim menuliskan, Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir, "Sekelompok pengkhianat akan membunuhmu."19

Disamping itu, Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Sekelompok pengkhianat akan membunuh Ammar."20

Tahukah anda bahwa Ammar, sahabat besar Nabi Muhammad syahid pada perang Shiffin oleh tentara Muawiyah pada usia 93 tahun? Jelaskah sekarang, bahwa kelompok Muawiyah adalah kelompok pengkhianat! Tahukah anda apa maksud kalimat pengkhianat (taghee dalam Quran)?

Adalah menarik jika kita perhatikan bahwa penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim (Abdul Hamid Siddiqi) menuliskan catatan kaki mengenai hadis di atas bahwa:

Penuturan ini merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ketika terjadi pertempuran antara Sayidina Ali dan musuhnya, Sayidina Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh di perang Shiffin, berada di pasukan Ali.21


Perlukah kami memberi komentar?

Kepala yang pertama kali dipisahkan dari tubuh selama masa Islam adalah kepala Ammar bin Yasir. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya meriwayatkan sebuah hadis yang disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:

Di perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar.22

Akhirnya kami ingin menutup artikel ini dengan dua hadis berikut. Nabi Muhammad berkata:

Jika ada orang yang shalat di antara Rukn dan Maqam (tempat di dekat Kabah) dan berpuasa, tetapi meninggal dengan memendam kebencian terhadap keluarga Nabi Muhammad, ia akan masuk neraka. Dan orang yang menganiaya Ahlulbaitku, sesungguhnya adalah orang kafir dan telah keluar dari agama Islam. Lalu kepada orang yang menimpakan penderitaan kepada keturunanku kutukan Allah senantiasa menyertainya. Dan orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keluargaku, sesungguhnya telah menyakiti Allah dan membuat-Nya murka. Sesungguhnya, Allah telah menutup pintu surga bagi orang yang menganiaya, membunuh, memerangi atau menyakiti Ahlulbaitku.23

Nabi Muhammad berkata:

Barangsiapa yang mengutuk (menganiaya melalui ucapan) Ali, sesungguhnya ia telah mengutukku. Barang siapa yang berani mengutukku berarti ia telah mengutuk Allah. Barang siapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparnya ke neraka Jahanam.24

Dengan demikian, sesungguhnya, Muawiyah dan kelompoknya telah mengutuk Nabi Muhammad. Dengan mengutuk Nabi Muhammad berarti mereka mengutuk Allah. Dengan mengutuk Allah, mereka akan masuk neraka. Demi Allah mereka akan diminta untuk bertanggung jawab atas segala yang telah mereka ucapkan dan lakukan! Itulah janji Allah yang tidak akan pernah la ingkari.

"Dan janganlah kalian berpikir bahwa Allah tidak melihat perbuatan orang - orang zalim. Sesungguhnya ia hanya memberi kelonggaran kepada mereka hingga suatu hari dimana seluruh mata kalian akan dibukakan oleh Allah" Allah. " (QS. Ibrahim :42).


Lebih Jauh Mengenai Muawiyah

Berikut ini bukti-bukti lain mengenai Muawiyah dari sejarah dan hadis.

Mengenai sifat Muawiyah, Hasan Bashri berkata:

Muawiyah memiliki empat kecacatan dan salah satunya adalah pembangkangan yang sangat kental; 1) Tuduhannya kepada pengacau masyarakat sehingga ia telah merusak aturannya tanpa berunding dengan anggota masyarakat, padahal ada seorang sahabat nabi dan pemilik kebaikan di antara mereka; 2)

Pengangkatan putranya sebagai penggantinya. Padahal putranya adalah seorang pemabuk, peminum minuman keras, orang yang suka mengenakan sutra dan suka bermain-main dengan anjing dan kera; 3) Pengakuan bahwa Ziyad adalah putranya, padahal Nabi Muhamrnad telah berkata, "Anak ini milik ayahnya dan orang-orang yang berzina harus dirajam; 4) Pembunuhan yang ia lakukan terhadap Hujr dan para sahabatnya. Terkutuklah ia dua kali lipat yang membunuh Hujr dan sahabatnya.25

Berikut ini latar belakang tragedi pembunuhan terhadap Hujr. Dalam usaha menghentikan kebebasan berpendapat, Muawiyah memulainya dengan membunuh Hujr, seorang Tabi'in terkemuka dan sahabat Imam Ali yang dihormati. Ketika Muawiyah berkuasa, saat Imam Ali dikutuk di mimbar-mimbar mesjid, kaum Muslimin merasa sangat sedih dan menderita, tetapi mereka bersabar. Tetapi di Kufah, Hujr tidak dapat mendiamkan hal. ini terlalu lama sehingga sebagai pembelaan, Hujr senantiasa memuji Imam Ali dan mengutuk Muawiyah. Muhghirah, gubernur Kufah saat itu mendiamkan Hujr. Namun, ketika Ziyad menjabat dan wilayah Basrah masuk ke dalam wilayah Kufah, perseteruan antara Ziyad dan Hujr mencuat ke permukaan. Ziyad sering berkata buruk dan Hujr membalasnya. Pada masa ini pula Hujr mengkritik Ziyad ketika ia menunda shalat Jum'at. Akhirnya Hujr dan sahabat-sahabatnya ditahan dengan tuduhan sebagai berikut:

Hujr telah mengorganisir sekelompok orang dan menyumpahi Muawiyah; Hujr telah menghasut orang-orang untuk memerangi Muawiyah; Hujr menyatakan bahwa kekhalifahan adalah milik Imam Ali dan keluarganya;

Hujr mendukung Abu Turab (Imam Ali);
Hujr meyampaikan shalawat kepada Imam Ali.

Berdasarkan tuduhan ini, orang-orang ini dibawa ke hadapan Muawiyah. la memerintahkan agar mereka dibunuh. Sebelum dibunuh, sang algojo berkata kepada mereka, "Kami diperintahkan apabila kalian mencerca Imam Ali dan mengutuknya, kalian akan kami bebaskan, jika tidak kalian harus mati."

Mendengar hal. ini, Hujr dan para sahabatnya menolak untuk mengutuk Imam Ali. Hujr membalas, "Aku tidak mampu mengucapkan kata-kata dari mulutku yang akan membuat Tuahanku murka!"

Demikianlah mereka dibunuh, kecuali Abdurrahman bin Hasan. Muawiyah mengirimnya ke Ziyad dengan perintah agar Ziyad sendiri yang membunuhnya dengan cara yang kejam. Lalu, ia dikubur hidup-hidup.26


Muawiyah Menghidupkan kembali Kebiasaan Zaman Jahiliyah

Kebiasaan memenggal kepala, mengarak-araknya dari satu tempat ke tempat lain, memperlakukan mayat dengan buruk karena dendam kesumat, adalah kebiasaan yang berlaku di zaman Jahiliah. Kebiasaan ini muncul lagi di kalangan kaum muslimin pada kekuasaan Muawiyah.

Fenomena 1: Kepala pertama yang dipisahkan dari tubuhnya adalah kepala Ammar bin Yasir, sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW. Ahmad bin Hanbal dalam MuGnad-nya meriwayatkan sebuah hadis berikut, yang juga disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:

Pada perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipisahkan dari tubuhnya, dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar."27

Fenomena 2: Kepala kedua yang dipisahkan dari tubuh adalah Umrah bin Hamaq, yang merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Muawiyah menuduh bahwa ia terlibat dalam pembunuhan Utsman. Ketika ia akan ditangkap, ia bersembunyi di sebuah gua. Di sana ia dipatuk seekor ular. Orang-orang yang mengejarnya memenggal kepala Umrah dan membawanya kepada Ziyad. Kemudian ia mengirimnya ke Muawiyah di Damaskus dimana kepala tersebut diarak ke seluruh kota hingga akhirnya dilemparkan ke pangkuan istrinya sebagai hadiah.28

Fenomena 3: Kekejaman yang sama dilakukan terhadap Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan Gubernur Mesir untuk Imam Ali. Ketika Muawiyah menaklukkan Mesir, ia ditahan dan dibunuh. Mayatnya diletakkan di perut seekor kera besar yang mati lalu dibakar.29

Fenomena 4: Setelah peristiwa ini, kejadian-kejadian tersebut menjadi hadis bagi orang-orang yang ingin membalas dendam setelah musuh mereka terbunuh. Kepala Imam Husain dipenggal, diarak dari Karbala ke Kufah lalu dari Kufah ke Damaskus. Tubuhnya hancur oleh deru pijakan kaki-kaki kuda yang berlari menginjaknya.30


Beberapa hal. mengenai Muawiyah

Jalaluddin Suyuthi menulis, Ibnu Asakir mencatat dari Hamid bin Hilal, bahwa Aqil, putra Abu Thalib meminta sedekah kepada Ali. la berkata, "Aku adalah orang miskin dan papa, berikanlah aku sedekah. Imam Ali menjawab, "Tunggulah hingga aku mendapatkan upahku sebagaimana kaum Muslim lain, dan aku akan memberi sedekah kepadamu dengannya!" Akan tetapi, Aqil tidak sabar dan terus mendesak.

Lalu Ali berkata kepada seorang lelaki, "Ajaklah ia dan pergilah ke toko-toko milik orang-orang di pasar lalu katakanlah, 'Hancurkan kuncinya dan ambil semua isinya!"'

Aqil berseru, "Apakah engkau ingin menjadikanku pencuri?" Ali menjawab dengan pedas, "Dan apakah engkau ingin menjadikanku pencuri dengan mengambil harta kaum Muslimin, lalu memberikannya kepadamu?" Aqil menjawab, "Seharusnya aku pergi ke Muawiyah ." A1i berkata, Pergilah jika engkau menghendaki!"

Kemudian ia pergi ke Muawiyah dan memohon sedekah. Muawiyah memberinya 100 ribu dirham dan berkata, "Berkhutbahlah di mimbar dan sebutkan semua yang telah Ali berikan kepadamu dan semua yang telah aku berikan kepadamu!" Lalu ia menaiki mimbar, memuji Allah dan berkata, "Wahai manusia, aku beritahu kalian, sesungguhnya aku menguji Ali dalam agamanya dan ia lebih memilih agamanya. Dan sesungguhnya aku menguji Muawiyah dengan agamanya dan ia lebih memilih aku daripada agamanya."31

Suyuthi juga mencatat, Sya'abi berkata bahwa orang pertama yang berkhutbah sambil duduk adalah Muawiyah ketika tubuhnya bertambah gemuk dan perutnya telah membesar. Dicatat oleh Ibnu Abu Shaibah, Zuhri menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan ajaran dilakukannya khutbah sebelum shalat sambil duduk (Abdurrazzaq dalam Musannaf-nya). Dan Said bin Musayyab menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan panggilan shalat sambil duduk (Ibnu Abu Shaibah), dan mengurangi jumlah takbir.32


Mengacungkan Quran dengan Menggunakan Pedang

Selain berbagai kekejaman yang dilakukan Muawiyah, mungkin perbuatannya mengacungkan Quran dengan menggunakan pedang kepada Imam Ali pada perang Shiffin, tak diragukan mencerminkan sifatnya sebagai seorang penguasa, seseorang yang melakukan segala rara agar tujuannya tercapai. la mempermainkan Kitab Allah untuk menipu orang-orang awam. Akibatnya, dalam sejarah Islam muncul kaum Khawarij.
Ibnu Sa'd meriwayatkan sebuah hadis dari Zuhri:

Di tengah malam, ketika pertempuran Shiffin tengah memuncak dan orang-orang mulai kehilangan harapan, Amru bin Ash berkata kepada Muawiyah, "Lakukanlah saranku! Perintahkan kepada pasukanmu (Muawiyah) untuk membuka Quran (Mengacungkan Quran pada pedang) dan katakan, 'Wahai penduduk Iraq kami menyeru kalian untuk kembali kepada Quran, dan kami menentukan dengan kebaikan yang terkandung dalamnya dari al-Hamd hingga an-Nas!"' Ini akan menyebabkan pertikaian di barisan dan golongan penduduk Iraq dan menciptakan harapan bagi orang-orang Syam. Oleh karenanya, Muawiyah menerima sarannya.33

Peristiwa yang sama juga telah disebutkan secara detil oleh Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir, dan Ibnu Khaldun. Tujuan anjuran itu adalah untuk menimbulkan perselisihan di barisan pasukan Imam Ali, bahkan jika mereka menerima seruan itu, pasukan Muawiyah memiliki waktu untuk memenangkan pertempuran.34


Muawiyah dan Asal Mula Istilah al-jama'ah

Thabari menuliskan bahwa Sajahmasih bersama Band Taghlib hingga mereka mengirim mereka pada `Tahun Persatuan' (al-Jama'ah) ketika penduduk Iraq sepakat untuk mengakui Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali. Muawiyah memutuskan untuk mengusir orang-orang yang sangat setia kepada Ali dan memberi tempat tinggal pada orang-orang Suriah dan Bashrah serta Jazirah yang sangat menaatinya. Merekalah yang disebut sebagai 'orang-orang buangan' dari pasukan kota.35

Jalaluddin Suyuthi menyebutkan fakta mengenai peristiwa ini pada Tarikh al-Khulafa sebagai berikut:

Dzahabi mengatakan bahwa Ka'ab meninggal sebelum Muawiyah diangkat sebagai khalifah dan Ka'ab telah mengatakan kebenaran karena Muawiyah terus berkuasa selama 25 tahun. Tidak ada seorang raja di dunia ini yang menentangnya, tidak seperti raja-raja yang berkuasa setelahnya karena mereka memiliki musuh dan wilayah-wilayah kekuasaan mereka tidak mereka miliki. Lalu Muawiyah berperang melawan Ali dan mengangkat dirinya sebagai khalifah. Kemudian ia menyerang Hasan, yang turun dari kekuasaan karenanya. Akhirnya ia berkuasa sebagai khalifah dari Rabi'ul Akhir/Juanda Awal 41 H. Tahun itu disebut tahun persatuan, karena bersatunya orang-orang dibawah satu kekuasaan kekhilafan. Pada tahun ini Muawiyah menunjuk Marahnya bin Hakam menjadi Gubernur Madinah.36


Muawiyah adalah Seorang Penulis Wahyu

Seorang pendukung Umayah menyebutkan bahwa Muawiyah adalah seorang penulis wahyu. Apakah penilaian anda, kaum Syi'ah, lebih baik dari pada penilaian Nabi Muhammad?

Pada bagian sebelumnya, kami telah memberikan pendapat Nabi Muhammad SAW tentang orang-orang yang memerangi Ahlulbait berdasarkan kumpulan hadis Sunni yang sahih. Menurut Nabi, orang-orang seperti itu adalah orang munafik dan kafir.

Muawiyah dan ayahnya, Abu Sufyan, adalah di antara orang-orang yang memerangi Nabi Muhammad hingga detik-detik terakhir dan ketika mereka tahu bahwa Mekkah akan ditaklukkan dengan cepat dan kekuasaan mereka berakhir, mereka memutuskan pura-pura masuk Islam untuk menyelamatkan diri dan menghancurkan Islam dari dalam. Inilah yang. ingin dicapai Abu Sufyan, putranya, Muawiyah, cucunya, Yazid setiap hari dan setiap malam. Dan sekarang tiba-tiba mereka menjadi penulis wahyu!

Sejak kekhalifahan berada di tangan Bani Umayah, mereka berusaha keras merusak kebenaran dan memutar balikkan segala sesuatu. Mereka mengangkat kedudukan orang-orang, yang ketika Nabi Muhammad masih hidup, tidak memiliki keutamaan khusus dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki keutamaan dan keagungan ketika Nabi masih hidup.

Ukuran kehormatan dan kehinaan mereka adalah dendam kesumat yang kental serta kebencian yang besar kepada Nabi Muhammad dan anggota keluarganya, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada mereka.Umayah menaikkan derajat dan membuat hadis palsu, bagi setiap orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Ahlulbait yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari segala dosa dan kekotoran di Quran. Mereka mendekati orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW, mengangkat derajat mereka dan memberi kekuasaan sehingga mereka dihormati dan disayangi rakyat. Mereka mencemarkan nama baik, mengarang-ngarang keburukan, memalsukan kebaikan yang menyangkal keunggulan dan keutamaan orang-orang yang dulu mencintai Nabi Muhammad SAW dan senantiasa membelanya.

Umar bin Khattab, orang yang sering mempertentangkan perintah Nabi Muhammad, bahkan kemudian mengatakan bahwa Nabi tengah meracau pada detik-detik terakhir kepergiannya, menjadi pahlawan Islam bagi kaum Muslimin selama masa dinasti Umayah.

Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib, yang kepadanya Nabi menyebut bagai Harun bagi Musa, yang mencintai Nabi, dicintai Allah dan RasulNya, washi setiap mukmin, dikutuk di mimbar-mimbar selama 80 tahun. Pengaruh propaganda palsu ini memuncak hingga, ketika berita pembunuhan terhadap Imam Ali yang tengah shalat Shubuh di mesjid, menyebar kepada rakyat Suriah, mereka terkejut dan mempertanyakan apakah Imam Ali memang biasa shalat!

Demikian pula dengan Aisyah, yang menyebabkan banyak penderitaan kepada Nabi Muhammad, melanggar perintahnya dan perintah Tuhannya, bangkit memusuhi penerus Nabi Muhammad dan menyebabkan perselisihan paling buruk, yang sangat terkenal bagi kaum Muslimin, perselisihan yang menyebabkan tumpahnya darah ribuan kaum Muslimin, karena keputusan agama yang diambil darinya. Tetapi Fathimah Zahra, penghulu para wanita di dunia dan akhirat, wanita yang membuat Allah murka apabila ia murka dan menjadikan Allah Ridha apabila ia ridha, menjadi wanita yang dilupakan, yang dimakamkan secara rahasia di malam hari, setelah mereka mengancam akan membakarnya, dan mendorong pintu rumahnya dengan paksa yang menekan perutnya, hingga ia kehilangan bayinya. Sedangkan kitab-kitab hadis mereka penuh dengan hadis Aisyah hanya karena ia adalah satu-satunya wanita yang memerangi Imam Ali.

Selain itu, Yazid bin Muawiyah, Ziyad, putra ayahnya, Ibnu Marjanah, Marwan, Hajjaj, Ibnu Ash, dan orang-orang lain yang dikutuk menurut Quran, dan dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW langsung Menjadi pemimpin orang-orang mukmin dan pengatur urusan-urusan mereka. Sedangkan Hasan dan Husain, penghulu pemuda surga, cucu-cucu kesayangan Nabi Muhammad, para Imam dari Nabi Muhammad, penjaga umat, dibunuh, di penjara, dianiaya dan diracun. Dengan cara ini, Muawiyah sang munafik, pemimpin setiap perang yang dilancarkan terhadap Nabi Muhammad, diagung-agungkan, dan dipuji. Sedangkan Abu Thalib, pelindung dan pembela Nabi Muhammad dengan segala sesuatu yang ia miliki, yang melewati masa hidupnya dalam penderitaan dan dalam kebencian karib kerabatnya demi seruan keponakannya, sedemikian besarnya hingga ia tinggal di gua selama 3 tahun bersama Nabi di lembah Mekkah, yang menyembunyikan keislamannya demi Islam, sehingga hubungan dengan Quraisy tetap terbuka sehingga mereka tidak menganiaya kaum Muslimin seperti yang mereka kehendaki dia seperti mukmin dari keluarga Fir'aun yang menyembunyikan keimanannya, lihat Surah al-Mu'rnin ayat 28, mendapat balasan sebagai sepasang penggelincir di neraka, kakinya diletakkan ke neraka dan kepalanya/otaknya keluar dengan rasa sakit.

Dengan cara ini, Muawiyah bin Abu Sufyan, orang yang dibebaskan, putra dari orang yang dibebaskan, orang terkutuk, dan putra dari orang terkutuk, yang sering mempermainkan perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yang tidak memperhatikan pentingnya perintah itu, dan orang yang suka membunuh orang-orang tak berdosa dan orang saleh untuk mencapai tujuan busuknya dan biasa memaki-maki Nabi Muhammad SAW, sedang kaum Muslimin melihat dan mendengar, menjadi penulis wahyu! Mereka mengatakan bahwa Allah mempercayai wahyu kepada malaikat Jibril, Muhammad, dan Muawiyah. la juga digambarkan sebagai orang yang pintar berpolitik dan berilmu.

Sedangkan Abu Dzar Ghifari, dimana bumi tidak akan menopang dan langit tidak akan menaungi siapapun yang lebih lurus dalam ucapannya selain dia, dituduh sebagai pengacau. la disiksa, diasingkan, dan dikucilkan ke Rabdhah. Salman, Miqdad, Ammar dan Hudzaifah serta sahabat-sahabat setia Nabi Muhammad lainnya, yang menganggap Imam Ali sebagai pemimpin mereka dan menaatinya, dihukum, diasingkan dan dibunuh.

Orang-orang yang mengikuti mazhab kekhalifahan, pengikut Muawiyah dan para sahabat-sahabat mazhab yang didirikan oleh penguasa zalim, menjadi Ahlussunnah wal Jama'ah dan menjadi wakil Islam. Siapapun yang menentang mereka disebut sebagai orang kafir. Sedangkan orang-orang yang mengikuti mazhab Ahlulbait dan menaati pintunya kota ilmu, orang yang pertama masuk Islam, yang kebenaran senantiasa bersamanya di manapun ia berada, dianggap sebagai orang-orang yang sesat dan siapapun yang memusuhi dan memerangi mereka disebut sebagai orang Islam.

Sesungguhnya kekuasaan dan kekuatan hanya milik Allah, Yang Maha tinggi, Maha kuasa. Allah tentunya mengungkapkan kebenaran ketika ia bersabda:

Jika dikatakan kepada mereka, "Janganlah kalian berbuat aniaya di muka bumi!" Mereka berkata, "Kami adalah orang-orang beriman." Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat aniaya tetapi mereka tidak menyadarinya. Dan jika dikatakan, "Berimanlah sebagaimana orang lain telah beriman! "Mereka berkata, "Apakah kami harus beriman seperti orang-orang bodoh yang beriman?" Merekalah yang sesungguhnyn bodoh, tetapi mereka tidak mengetahuinya.
(QS. al-Baqarah : 13)


Beberapa Komentar

Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa seseorang boleh membunuh orang lain' dengan niat baik dan saling cinta dan keduanya (pembunuh dan orang yang dibunuh) akan masuk surga. Kami, kata mereka, memiliki contoh dari Nabi Ibrahim yang menerima perintah Allah untuk membunuh putranya, Ismail, meski hal. itu hanya ujian dan Allah berniat menguji keduanya. Akhirnya mereka menyembelih domba atas perintah Allah.

Peristiwa di atas memang benar. Tetapi ada kerancuan berfikir pada argumen di atas. Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi dan perintah (untuk menorbankan putranya) diberikan Allah melalui wahyunya. la juga tidak bertengkar dengan Ismail, demikian pula dengan Ismail. Itu adalah perintah Allah, dan ayah serta anaknya tunduk kepada-Nya. Tidak ada pertentangan di antara mereka.

Tetapi kami ingin mengemukakan pertanyaan; Apakah Thalhah Han Zubair menerima wahyu dari Allah untuk membunuh? Apakah Quran memerintahkan mereka untuk memerangi khalifah yang sah? Lalu mengapa mereka tidak mempertentangkan tiga khalifah pertama?

Apakah Muawiyah dan Marwan menerirna wahyu untuk memerintahkan orang-orang mengutuk Imam Ali dan menjadikannya sunnah yang terkenal di kalangan umat? Terakhir, mereka membunuh semua keluarga Nabi Muhammad termasuk cucu kesayangannya. Yakinkah anda ketika seseorang akan membunuh seluruh anggota keluarga Nabi, ia menolak atau takut mengutuk mereka?

Apakah pengutukan terhadap Imam Ali sebuah tanda kecintaan dan niat baik?

Apakah penumpahan darah kaum Muslimin yang tak berdosa merupakan tanda kecintaan dan ketundukan kepada Allah SWT? Apakah pemusnahan keluarga Nabi Muhammad SAW merupakann tanda kecintaan kepada mereka?



Perkembangan Sejarah dan Kumpulan Hadis

Mari kita baca hadis ini dengan teliti dan kita nilai sendiri apakah mungkin kata-kata demikian telah diucapkan oleh Nabi Muhammad. Hadis ini ada di kitab Shahih Muslim dan ditulis pada bagian'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat'.

Diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Yaman bahwa Nabi Muhammad berkata " Akan datang penguasa-penguasa setelahku yang tidak menaati petunjukku, Melaksanakan sunnahku. Hati mereka setan tetapi tubuh mereka berwujud manusia." Aku bertanya, "Apa yang harus aku lakukan jika aku berada saat itu?" Nabi Muhammad berkata " Engkau harus mendengar mereka dan menanti pemimpin-pemimpin itu. Walaupun mereka menyakitimu dan merampas hartamu, engkau harus mengikuti dan menaati mereka."37

Hadis ini hanyalah sebuah contoh. Masih ada lebih dari 12 hadis yang sama dengan hadis ini pada bagian pembahasan yang sama di Shahih Muslim. Siapakah yang menyatakan bahwa hadis ini shahih bagi kita? Bukankah mereka adalah orang-orang yang ingin menjadikan kerajaan mereka kuat dan terbebas dari kemungkinan ada penentangnya? Pendapat apapun yang bertentangan dengan ucapan Nabi yang dibuat-buat tadi, dan orang-orang yang bertentangan dengannya akan dihukum mati. Di hadis lain pada bagian selanjutnya pada hadis Shahih Muslim, Nabi telah memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang tidak menaati penguasa-penguasa zalim ini. Mari kita lihat asal kitab-kitab ini dan siapa yang mengendalikan penulisannya.

Muawiyah adalah orang pertama yang tertarik ingin menulis sejarah dan mengumpulkan hadis-hadis palsu. la mendapatkan sebuah sejarah masa lalu yang ditulis oleh seorang bernama Ubaid yang ia panggil dari Yaman.

Marwan yang telah diasingkan oleh Nabi Muhammad karena kegiatan-kegiatan anti Islamnya dan yang memiliki pengaruh besar pada Utsman, adalah musuh bebuyutan Ali. Putranya, Abdul Malik naik tahta pada tahun 65 H mengangkat dirinya sendiri pada tahun 73 dan meninggal pada tahun 86. Abdul Malik adalah salah satu orang yang melalui sumbangannya, serangkaian sejarah Islam, hadis, dan tafsir Quran diberikan.

Zuhri adalah sejarahwan pertama yang menulis sejarah Islam atas perintah dan pembiayaan langsung dari Abdul Malik. la juga menulis kumpulan hadis. Karya Zuhri adalah salah satu sumber utama hadis-hadis Bukhari. Zuhri sangat dekat dengan keluarga bangsawan Abdul Malik, dan guru bagi putra-putranya.38

Dua orang murid Zuhri yang bernama Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq menjadi menjadi sejarahwan terkenal. Musa dulunya adalah seorang budak di rumah Zubair. Meskipun sejarahnya sekarang tidak ada karyanya merupakan karya yang terkenal untuk waktu yang lama. Anda akan menemukan referensi-referensinya di banyak buku-buku sejarah dengan pembahasan yang berbeda-beda.

Murid kedua, Muhammad bin Ishaq adalah sejarahwan terkemuka bagi kaum Sunni. Biografi Nabi karyanya, berjudul 'Sirah Rasulullah' masih menjadi sumber sejarah yang diakui dalam bentuk yang diberikan oleh Ibnu Hisyam, dan dikenal sebagai Sirah ibn Hisyam.

Zuhri adalah orang pertama yang menyusun hadis seluruh sejarah dan kitab Sunni ditulis setelahnya oleh orang-orang yang berpengaruh dalam karya-karya ini.39

Penjelasan diatas memberi bukti pada fakta-fakta berikut; 1) Kitab sejarah kaum Sunni pertama kali disusun atas perintah langsung dari Dinasti Umayah; 2) Penulis pertama adalah Zuhri, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya, Musa dan Muhammad bin Ishaq; 3) Para penulis ini sangat dekat dengan keluarga Dinasti Umayah.

Kebencian keluarga Umayah kepada Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib) sangat terkenal. Perang antara Abu Sufyan dengan Nabi Muhammad di Karbala oleh cucu Abu Sufyan, hanya beberapa perkara kejahatan paling utama dari sederetan kejahatan lain. Penjahat-penjahat inilah yang pertama kali menuliskan kitab-kitab sejarah dan hadis. Mereka memalsukan hadis untuk membenarkan tindakan mereka dan menyatakan bahwa Nabi telah memerintahkan untuk menaati mereka walau mereka zalim. Kutipan ini hanya salah satu contoh hadis di atas.

Siapa orang pertama yang memakai istilah 'Ahlussunnah wal Jamaah'? Jika diteliti dalam kitab-kitab sejarah, akan ditemukan bahwa mereka sepakat menyebut saat-saat ketika Muawiyah merampas kekuasaan dengan sebutan 'tahun al-Jama'ah' yang artinya mayoritas umat. Disebut demikian karena negara Islam terbelah menjadi dua golongan setelah Wafatnya Utsman, yaitu, Syi-ah Ali dan Syi-ah Muawiyah (Sunni sekarang). Ketika Imam Ali syahid dan Muawiyah mengambil alih kekuasaan, tahun itu disebut 'tahun Jama'ah' selain dua golongan ini, umat yang dipimpin Muawiyah memenangkan kekuasaan, dan golongan lain dianggap sebagai saingan yang berbahaya. Oleh karenanya, istilah 'Ahlulssunnah wal Jamaah' menunjukkan sunnah Nabi yang dibuat-buat oleh Muawiyah dan kesepakatan akan kepemimpinannya.

Para Imam dan anggota Ahlulbait yang merupakan keturunan Nabi Muhammad, lebih mengetahui sunnah kakek mereka serta semua yang menyertainya dari pada orang lain, sebagaimana pepatah menyatakan; "Orang Mekkah lebih mengetahui jalannya dari pada orang lain." Tetapi banyak orang tidak mengikuti 12 Imam yang telah disebutkan Nabi Muhammad tentang jumlah mereka (sebagaimana dalam Shahih alBukhari) dan nama-nama mereka (sebagaimana dalam Yanabi al-Mawaddah oleh Qunduzi Hanafi). Meskipun Bukhari dan Muslim mengakui 12 Imam itu, mereka senantiasa berhenti pada empat khalifah.


Syi'ah/Sunni dan Penelitian Hadis

Satu perbedaan utama antara Syi'ah dan Sunni adalah bahwa Sunni menerima hadis dari sahabat Nabi manapun meskipun para sahabat ini saling berperang, bermusuhan, berontak kepada khalifah yang sah dan membuat-buat hal-hal. baru dalam agama. Syi'ah, meyakini bahwa perawi dalam rangkaian sebuah hadis harus adil. Jika mereka pernah melakukan ketidakadilan dalam sejarah (seperti yang disebutkan sebelumnya) riwayat mereka tidak diterima bagi kami kecuali jika hadis yang sama telah diriwayatkan oleh rangkaian perawi lain yang semuanya terbukti dapat dipercaya.

Salah satu sahabat dari Mazhab Wahabi mengatakan bahwa Syi'ah, ketika meriwayatkan sebuah hadis, hanya menyatakan Imam ini dan itu berkata, satu teman kami berkata lalu bagaimana kita dapat menshahihkan hadis tersebut?

Jika seseorang telah mendengar sesuatu langsung dari 12 Imam dan orang tersebut dapat dipercaya dan riwayatnya tidak bertentangan dengan Quran, hadis tersebut bagi kami shahih, karena kami meyakini kesucian para Imam juga para Rasul. Pengetahuan ilmu Imam berasal dari ilmu kakek dan nenek moyang mereka hingga dari Rasul.

Tetapi, rangkaian perawi tetap harus diperhatikan. Jika rangkaiannya terputus, hadis tersebut dianggap lemah sanadnya. Oleh karenanya, semua nama perawi harus disebut namanya, dan itulah keadaan sesungguhnya bagi mayoritas kumpulan hadis Syi'ah.

Bagaimanapun, hanya ada sejumlah hadis dalam Ushul al-Kaji yang unsur terakhirnya hilang yaitu, nama orang yang meriwayatkan kepada Kulaini. Kulaini tidak menyebutkan nama, tetapi menggunakan frase 'kelompok sahabat kami'. Tetapi Kulaini telah menyebutkan semua elemen-elemen lain dalam rangkaian tersebut.

Alasan yang mendasari hal. tersebut adalah, seperti yang Mall kami sebutkan sebelumnya, Syi'ah senantiasa berada dalam ancaman/ penganiayaan pemimpin-pemimpin zalim termasuk penguasa Abbasiali. Jika Kulaini menyebutkan nama orang yang meriwayatkan hadis kepadanya dan masih hidup, lalu apabila kitabnya ditemukan oleh para pejabat, semua perawi akan dibunuh. Untuk melindungi mereka, ia tidak menyebutkan nama mereka dan menggantinya dengan sebutan 'sekelompok sahabat kami'. Namun ia menyebutkan nama orang-orang tersebut padanya setelah mereka wafat.

Untungnya karena Kulaini mengetahui aturan penelitian hadis Syi'ah, ia mengatakan kepada beberapa muridnya bagaimana nama-nama perawi terakhir itu disusun. Secara lebih spesifik, disebutkan bahwa:

Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi, bahwa 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Isa', kelompok ini terdiri dari 5 orang yang bernama Abu Ja'far Muhammad bin Yahya Attar Qu mmi, Ali bin Musa bin Ja'far Kamandani, Abu Sulaiman Daud bin Kaurah, Qummi, Abu Ali Ahmad bin Idris Ahmad Asy'ari Qummi, Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi.

Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi; 'Sekelompok sahabat yang meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid Baraqi', mereka adalah Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi, Muhammad bin Abdillah bin Udainah, Ahmad bin Abdillah bin Umayah, Ali bin Husain Sa'd Abadi.

Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'Sekelompok sahabat meriwayatkan dari Sahl bin Ziyad', mereka adalah 4 orang bernama Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Aban Razi, yang dikenal sebagai Kulaini, Abu Husain Muhammad bin Abdillah bin Ja'far bin Muhammad bin Aun Asadi Kufi, penduduk Ray, Muhammad bin Husain bin Farrukh Saffar Qummi, Muhammad bin Aqil Kulaini.

Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad yang meriwayatkan dari Hasan bin Ali bin Fadhl', mereka adalah Abu Abdillah Husain bin Muhammad bin Imran bin Abi Bakr Asy'ari Qummi.
Dengan demikian, perawi hadis-hadis tersebut diketahui dan dapat diteliti. Tetapi kami tidak mengklaim bahwa al-Kafi merupakan buku yang semua hadisnya shahih bagi Syi'ah.


Catatan Kaki :

1. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 1, hal. 48; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 643; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 142; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84, 95128; Tarikh al-Kabir, Bukhari (penulis kitab Shahih al-Bukhari) jilid 1, bagian 1, hal. 202; Hilyat al-Awliya', Ibnu Nu'aim, jilid 4, hal. 185; Tarikh, Khatib Baghdad, jilid 14, hal. 462.
2. Referensi hadis Sunni: Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 639, hadis 1086; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 47; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Tabri, Jilid 3, hal. 242; Dharkha'ir al-Uqbah. Muhib Tabri, hal. 91.
3. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 34, hal. 46, hadis 141.
4. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 699; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 52; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 767, hadis 1350; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 149; Majm az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 169; al-Kabir, Tabarani, jilid 3, hal. 30; juga di al-Awsat, Jatni'us Saghir, Ibani, jilid 2, hal. 17; Shawaiq al-Mithriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bagian l, hal. 221; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 7, hal. 137; Talkish, Dzahabi, jilid 3, hal. 149; Dhakha'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 25; Misykat al-Masabih, Khatib Tabrizi, versi bahasa Inggris, hadis 6145, dan seterusnya seperti Ibnu Habban, dll.
5. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 483; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 580, hadis 981; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 129; ash-Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bag I, hal. 263, Ibnu Habban, Ibnu Abdul Barr, dll.
6. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim jilid 3, hal. 121. Hakim menyebutkan bahwa hadis ini shahih; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 323; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 594, hadis 1011; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 130; Misykat al-Masabih, versi bahasa Inggris, hadis 6092; Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, hal. 173; Dan masih banyak lagi seperti Tabarani, Abu Ya'la, dll.
7. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan-keutamaan Imam Ali , versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1871, hadis 32. Untuk versi bahasa Inggris, lihat bab 996, hal. 1284 hadis 5916.
8. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan Ali', versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1874, hadis 38.
9. Lihat kitab Sunni berjudul 'Sejarah Banga Arab'oleh Amir Ali, bab X, hal. 126-127.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 188; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234, jilid 4, hal. 154; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 259; jilid 9, hal. 80.
11. Referensi hadis Sunni: Mu'jam al-Butdan, Hamawi, jilid 5, hal. 38.
12. Referensi hadis Sunni: al-Aqd al-Farid, jilid 2, hal. 300.
13. Referensi hadis Sunni: Rabiah al-Barar, Zamakhsyari; Hafizh Jalaluddin Suvuthi.
14. Referensi hadis Sunni: Khulafa ar-Rasul, Muhammad Khalid, hal. 531 (kutipan di atas termasuk tanda-tanda baca yang diberikan penulis); Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, akhir Bab II, hal. 336.
15. Beberapa referensi hadis Sunni yang meriwayatkannya di antaranya: Tathkarat al-Khawash, Sibt bin Jawzi Hanafi, hal. 191-194; Sirah, Ibnu Abdul Barr; Suddi; Sha'bi; Abu Nu'aim.
16. Referensi hadis Suruzi: ath-Thayuriyyat, Salafi, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, bag 4, hal. 197; Sejarah Khalifah, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 202.
17. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, pelaksanaan hukuman Hujr bin Adi, jilid 18, hal. 122-123.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa. Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 18, hal. 149.
19. Shahih Muslim versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1205, hadis 6968.
20. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, Bab 1205, hadis 6970.
21. Catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508.
22. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir 1952), hadis 6538, 6929; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 3, hal. 253.
23. Referensi hadis Sunni: ash-Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, hal. 357. la berkata bahwa hadis ini shahih.
24. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 33.
25. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 8, hal. 154; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 242; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 8, ha1.130, yang menyebut keburukan pertama Muawiyah adalah memerangi Ali; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 242; Khilafah Mulukiyah, Sayid Abu Ala Maududi, hal. 165-166.
26. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, ha1.190-206; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 35; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234-242; al-Biyadah wa Nihayah, jilid 6, hal. 50-55; Tarikh, Ibnu Khaldun, jilid 3.
27. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis 6538, 6929, dicetak di Darul Ma'arif, Mesir 1952; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, hal. 253.
28. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 6, hal. 25; AI-Isti'ab, jilid 2, hal. 440; AI-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 48; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 8, hal. 24.
29. Referensi hadis Sunni: al-Isti'ab, oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 235; Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 79; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Tarikh Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
30. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 349-351,356; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 296-298; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, ha1.189-192.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 208.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204.
33. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 4, hal. 255; Khalifah Mulikiyat, Abu Ala Mauduli, hal. 345.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 34; al-Bidayah wa Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 272; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 160; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, hal. 174; Khilafah Mulukiyat, Maududi, hal. 345.
35. Penerjemahnya menulis menurut tahun persatuan sebagai berikut; Am al-Jama'ah 40 H/600-661, disebut demikian karena kaum Muslimin secara bersama-sama mengakui Muawiyah sebagai khalifah, untuk menghentikan perpecahan politik di perang saudara yang pertama kali. Pace Caetani, hal. 648; lihat Tarikh, Abu Zahrah Dimasyqi, 188 (No 101) dan 190 (No 105). Referensi hadis Sunni: Sejarah, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 10, hal. 97.
36. Referensi hadis: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204 (Bab Muawiyah bin Abu Sufyan).
37. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, Bab Imarah (Bab 33, untuk versi bahasa Arab) bagian mengenai 'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat', edisi 1980, versi bahasa Arab (Saudi Arabia), jilid 3, hal. 1476, hadis 52.
38. As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi, sejarahwan Sunni terkemuka, bag. l, hal. 13-17.
39. Lihat Sirah Nabawiyyah, Syilbi, bag.l, hal. 13-17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar