Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Mei 2014

ANTOLOGI ISLAM ( BAB 14 KEYAKINAN SYI'AH TERHADAP KELENGKAPAN AL-QUR,AN )


BAB 14: KEYAKINAN SYI'AH TERHADAP KELENGKAPAN QUR'AN

Seorang Wahabi menyebutkan bahwa kaum Syi'ah meyakini bahwa Quran tidak lengkap. Berikut ini ayat Quran untuk menjawab peryataan tersebut, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar! (Qs. An-Nur: 16).

Syi'ah tidak meyakini bahwa terdapat kekurangan dalam Quran. Ada beberapa hadis lemah yang barangkali menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya. Hadis-hadis itu ditolak dan tidak dapat diterima.

Ada hal menarik yaitu bahwa terdapat banyak hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim yang menyatakan (tanpa bukti) bahwa banyak ayat Quran hilang. Dan tidak hanya itu, bahkan riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa dua buah surah dari Quran hilang dan salah satu di antaranya, memiliki panjang yang hampir sama dengan Surat at-Taubah. Beberapa hadis Sunni bahkan menegaskan bahwa surat al-Ahzab sama panjangnya dengan surah al-Baqarah.

Surah al-Baqarah adalah surah terpanjang dalam Quran yang sekarnag. Hadis-hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahkan menyebutkan beberapa ayat yang hilang. (Beberapa dari hadis-hadis ini akan disebutkan dalam artikel selanjutnya dengan referensi yang lengkap). Akan tetapi, untungnya, Syi'ah tidak pernah menuduh bahwa kaum Sunni percaya bahwa Quran tidak lengkap. Syi'ah hanya mengatakan bahwa riwayat-riwayat Sunni ini lemah atau palsu.

Kelengkapan Quran tidak diperdebatkan di kalangan Syi'ah sehingga ulama hadis besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, dikenal sebagai Syekh Shaduq (309/919-381/991), menulis:

Keyakinan kami adalah bahwa Quran yang diturunkan Allah, kepada Nabi-Nya, Muhammad, adalah (sama dengan) Quran di antara dua pembungkus (daffatain). Dan (Quran) ini adalah Quran yang berada di tangan umat dan tidak lebih besar daripada Quran yang itu. Jumlah surah sebagaimana umumnya diterima adalah seratus empat belas…. Dan barang siapa yang menyatakan bahwa Quran yang ini lebih besar dari pada yang itu, maka ia adalah pendusta. 1

Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq adalah ulama hadis terbesar di antara Iman Syi'ah dan diberi gelar Syekh al-Muhadditsin (artinya yang paling utama di antara-antara ulama-ulama hadis). Dan karena dia menulis pernyataan di atas dala sebuah kitab yang diberi nama 'Keyakinan Imam Syi'ah,' sangat tidak mungkin bahwa ada hadis shahih lain yang berlawanan dengan itu. Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi dan dia merupakan ulama Syi'ah paling awal.

Ulama Syi'ah ternama lainnya adalah Allamah Muhammad Ridha Muzhaffar. Dia menulis dalam buku tentang ajaran Syi'ah, bahwa :

Kami meyakini bahwa, Kitab Suci Quran diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad yang Suci berkaitan dengan segala hal yang penting untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Kitab Suci ini merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad yang tidak dapat diciptakan oleh pikiran manusia. Kitab ini adalah kitab yang paling utama dalam kefasihan bahasanya, kejelasannya, keberannya, dan ilmu yang terkandung dalamnya. Kitab Allah ini tidak pernah diubah oleh siapapun. Kitab Suci yang kita baca sekarang ini adalah Kitab Suci yang sama dengan kitab yang telah diturunkan kepada Nabi Suci. Barangsiapa yang mengklaimnya sebagai kitab yang lain, ia adalah orang jahat, orang yang sesat pandangannya, atau orang yang sangat keliru. Semua orang yang berpikiran seperti ini telah tersesat, sebagaimana Allah mengatakan dalam Quran, Kebatilan tidak dapat menyentuh Quran dari sisi manapun. (QS. Al-Fushilat : 42).2

Sayid Murtadha, ulama Syi'ah terkemuka lainnya mengatakan :

Keyakinan kami akan kesempurnaan Quran sama dengan keyakinan kami akan keberadaan negeri-negeri atau peristiwa-peristiwa besar di dunia ini yang terbukti sendiri. Terdapat banyak alasan dan motif untuk menyalin dan menjaga Quran yang Suci. Karena Quran adalah mukjizat kenabian dan sumber pengetahuan keislaman serta kaidah keagamaan, perhatian para ulama Islam terhadap Quran menjadikan mereka sangat berhati-hati dengan tata bahasa, baca, dan ayat-ayatnya.

Dengan berbagai perhatian pada ulama Syi'ah yang paling ahli, tidak ada kemungkinan bahwa beberapa bagian Quran ditambah atau dihilangkan. Di samping itu, apa yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam Quran tentang perlindungan terhadapnya, kita bias menggunakan logika kita untuk memperoleh hasil yang sama. Allah telah mengirim utusan terakhir-Nya untuk menunjukkan kepada manusia, jalan-Nya Yang Benar (akhir sang waktu). Oleh karena itu, jika Allah tidak menjaga perintah suci-Nya, Dia akan bertentangan dengan maksud-Nya sendiri. Jelaslah bahwa menurut akal, kelalaian seperti itu adalah kejahatan. Pada intinya, Allah menjaga perintah suci-Nya sebagaimana Dia melindungi Nabi Musa di tempat tinggal musuhnya, Fir'aun.


Susunan Quran yang Berbeda

Seorang Wahabi mengatakan bahwa dalam al-Kafi (salah satu kumpulan hadis Syi'ah), Imam Syiah berkata, "Tak ada seorang pun yang menyusun Quran dengan lengkap kecuali para Imam Ahlulbait."

Tidak ada hadis seperti itu dalam Ushul al-Kafi. Kebenaran kitab-kitab kecil yang telah salah mengutip hadis-hadis itu perlu dipertanyakan. Hadis yang tertulis dalam Ushul al-Kafi adalah sebagai berikut.

Aku mendengar Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorang pun (di antara mahusia biasa) yang menyatakan bahwa dia mengumpulkan Quran dengan susunan Quran yang telah diturunkan (kepada Muhammad) kecuali bahwa ia adalah seorang pendusta, (karena) tidak ada seorang pun yang telah mengumpulkan dan mengingatnya dengan sempurna sebagaima diturunkan oleh Allah, Yang Maha Tinggi, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudahnya."3

Ada dua hadis lain yang akan disebutkan di bawah ini. Hadis di atas tidak mengatakan bahwa Quran tidak lengkap. Akan tetapi, dinyatakan bahwa dalam penyusunannya, Quran tidak sesempurna sebagaimana ia diturunkan. Hadis di atas bukan sesuatu yang baru. Sesungguhnya, Quran yang kita gunakan sekarang yang telah dihimpun oleh para sahabat susunan suratnya tidak berurutan sebagaimana ia telah diturunkan. Sebenarnya, para ulama Sunni menegaskan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra' (al-Alaq, Surah 96).4

Sebagaimana kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada di bagian awal Quran yang ada sekarang. Umat Islam juga sepakat bahwa ayat itu (QS. Al-Maidah : 3), ada di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tapi bukan yang paling akhir). Ini membuktikan bahwa meskipun Quran yang kita miliki sekarang lengkap, tapi susunannya tidak seperti ketika diturunkan.

Perlu dijelaskan bahwa Imam Ali bukan satu-satunya orang yang memiliki Quran dengan susunan berbeda. Menurut riwayat-riwayat hadis Sunni, beberapa sahabat mempunyai susunan Quran yang berbeda, salah seorang di antaranya adalah Abdullah bin Mas'ud. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518 disebutkan dari riwayat Syahiq bahwa Abdullah berkata,

"Aku belajar an-Naza'ir yang digunakan oleh Rasulullah untuk dibaca berpasangan dalam tiap raka'at." Kemudian Abdullah berdiri dan Alqama menemaninya ke rumahnya. Dan saat Alqama keluar, kami mengenalinya (tentang surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah, menurut penyusunan yang dikerjakan oleh Ibnu Mas'ud, yang dimulai dari permulaan al-Mufassal, dan diakhiri dengan surah-surah yang diawali dengan Ha Mim, misalnya; Ha Mim (asap), dan apa yang saling mereka persoalkan?"
(QS. 78:1).

Jadi, tidak ada sesuatu pun yang eksklusif pada Imam Ali berkaitan dengan hal ini. Kami harus menyebutkan bahwa Nabi Muhamamd telah menyatakan dengan jelas dalam sumber-sumber Sunni bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang harus dipercaya berkaitan dengan Quran :

Dalam Shahih al-Bukhari hadis: 6521, diriwayatkan oleh Masyriq:

Abdullah bin Amri menyebut Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena Rasulullah bersabda, 'Pelajarilah Quran dari empat orang ini; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz dan Ubay bin Ka'b!".

Abdullah bin Mas'ud tidak hanya memiliki Quran yang berbeda, berdasarkan sumber Sunni, tetapi dia juga memiliki susunan surah-surah yang berbeda dan kumpulan ayat yang berbeda. Dia mengatakan bahwa Quran yang sekarang mempunyai kata-kata tambahan, dan dia bersumpah dengan nama Allah untuk pernyataan ini."5 dia juga menyatakan bahwa dua surat terakhir dalan Quran bukan surat - surat Quran yang sebenarnya dan kedua surat itu hanya merupakan doa.6

Menutur Syi'ah, pernyataan para sahabat yang diriwayatkan dalam Shahih al- Bukhari yang menyatakan bahwa Quran memiliki kata - kata tambahan adalah bohong. Tidak ada satu pun ayat Quran yang merupakan tambahan.

Nampaknya Aisyah juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang surat yang diturunkan pertama kali. Dalam Shahih al- Bukhari hadis 6515, diriwayatkan oleh Yusuf bin Mahk :

Ketika saya sedang bersama Aisyah, Ummul Mukminin, datanglah seorang dari Iraq dan bertanya, "Kain kafan jenis apa yang paling baik?" Aisyah berkata, "Semoga Allah mengasihimu! Apa yang terjadi?" Dia berkata, "Wahai Ummul Mukminin! Tunjukkan kepadaku (salinan) Quran milikmu!" Aisyah bertanya, "Mengapa?" Dia berkata, "Untuk menghimpun dan menyusun Quran sesuai dengannya, karena orang-orang membacanya dengan susunan surah yang tidak tepat." Aisyah berkata, "Apakah menjadi persoalan dari bagian ayat yang kamu baca pertama kali? (ia memberi tahu) bahwa yang pertama diturunkan adalah adalah surah dari al-Mufassal, dan dalamnya disebutkan mengenai surga dan neraka."

Hadis ke dua dalam Ushul al-Kafi yang telah disalahartikan kaum Sunni, menyatakan bahwa Quran yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, memiliki ayat sejumlah tujuh belas ribu. Meskipun hadis ini termasuk ke dalam hadis lemah, ada penjelasan untuk hal itu yang diberikan berikut ini oleh Syekh Shaduq yang merupakan ulama Syi'ah paling utama dalam bidang hadis.

Kami mengatakan bahwa begitu banyak wahyu yang telah diturunkan yang tidak dimasukkan ke dalam Quran sekarang, yang kila dikumpulkan, tidak diragukan lagi jumlahnya tujuh belas ribu ayat. Meskipun semua itu wahyu, tetapi ayat-ayat tambahan itu bukan bagian dari Quran. Jika ayat-ayat itu bagian Quran, pastilah akan dimasukkan ke dalam Quran yang kita miliki?

Transkrip Quran yang ditulis oleh Imam Ali bin Abi Thalib berisi komentar dan tafsiran hermeneutik (tafsir dan takwil) dari Nabi Suci SAW, sebagian diantaranya diturunkan sebagai wahyu tetapi tidak merupakan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis Ushul al-Kafi dan yang lainnya. Bagian-bagian informasi ini adalah penjelasan Ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama dengan ayat-ayat Quran tetapi bukan bagian dari Quran. Jadi, ayat-ayat yang berupa penjelasan dan ayat-ayat Quran seluruhnya berjumlah tujuhbelas ribu ayat. Sebagaimana diketahui oleh kaum Sunni, hadis Qudsi juga merupakan wahyu, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesuangguhnya Quran memberi kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Nabi adalah wahyu. Allah Yang Maha Kuasa berfirman dalam Quran tentang Nabi Muhammad bahwa Dan dia (Muhammad) tidak mengucapkan sesuatu berdasarkan kemauannya. Ucapannya itu tidak lain adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya). (QS. an-Najm : 3-4).

Jadi, semua perkataan Rasulullah adalah wahyu dan tentu saja, ucapan atau perkataannya tidak terbatas pada Quran. Perkatannya itu termasuk tafsiran Quran, sebagian di antaranya merupakan wahyu yang langsung diturunkan, sebagaimana juga sunnahnya, sebagian di antaranya merupakan wahyu tidak langsung.
Hadis ketiga dalam Ushul al-Kafi yang sering disalahartikan adalah sebagai berikut. Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan bahwa dia memiliki Quran dengan penampilan fisiknya (zahir) dan maknanya (batin) secara lengkap, kecuali para wali (awliyya)." (Ushul al-Kafi, hadis 608)
Hadis ini juga berkaitan dengan fakta bahwa penjelasan Quran tidak ada. Meskipun secara fisik kita memiliki Quran tetapi maknanya (penjelasan dari Tuhan), tidak bersamanya. Hadis-hadis yang merujuk pada Quran yang dihimpun oleh Imam Ali lah yang memiliki penjelasan.

Dalam artikel selanjutnya, kami akan membahas tentang Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as yang memasukkan semua penjelasan-penjelasan yang disebutkan di atas.

Perlu ditekankan di sini bahwa semua ulama Imam Syi'ah sepakat bahwa Quran yang sekarang ada di antara umat Islam adalah Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci, dan tidak diubah. Tak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatu pun yang hilang darinya. Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as, tidak termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yang ada di tangan umat sekarnag ini, sama dalam kata-kata dan kalimat-kalimatnya. Tidak ada kata, ayat, dan surah yang hilang.

Seorang Wahabi menyebutkan bahwa al-Kafi adalah kitab hadis shahih bagi kaum Syi'ah, dan karena itu Syi'ah percaya bahwa Quran tidak lengkap.
Kesimpulan di atas berdasarkan pada dua hipotesa yang salah. Pertama, apa yang disebutkan dalam al-Kafi tidak menyatakan bahwa Quran tidak lengkap (lihat penjelasan di atas). Kedua, kaum Syi'ah tidak mengganggap al-Kafi sebagi kitab hadis yang seluruhnya shahih, penulisnya pun tidak pernah mengatakan demikian.

Memang benar al-Kafi adalah satu di antara kumpulan hadis Syi'ah yang paling penting. Hadis-hadis al-Kafi meliputi semua cabang keyakinan dan etika, semua pokok fiqih (yurisprudensi). Kitab ini memasukkan lebih banyak hadis dari pada jumlah hadis dari jumlah seluruh enam kumpulan hadis Sunni (asal saja kita menghilangkan perulangannya). Misalnya, al-Kafi memiliki 16121 hadis, sementara Shahih al-Bukhari yang berisi banyak perulangan dalamnya, hanya memiliki 7275 hadis. Jadi kita menghilangkan perulangan-perulangan hadis itu, al-Kafi berisi 15176 hadis sedangkan Shahih al-Bukhari hanya berisi 4000 hadis.

Hadis-hadis yang disebutkan di sini adalah dalam Ushul al-Kafi dan Furu' al-Kafi.

Penulis al-Kafi, Syekh Muhammad bin Yaqub Kulaini Razi (329/941), semoga Allah mengasihinya, dianggap sangat jujur dan sangat dapat dipercaya. Akan tetapi, harus kita tekankan bahwa hadis-hadis itu tidak sama dalam nilai dan artinya, juga dalam bukti yang mendukung riwayatnya. Kredibilitas dan reliabilitas sanad dan hadis-hadis itu juga tidak sama, dan kita tidak bias menganggap sanad-sanad itu sama-sama dapat diandalkan.

Kitab yang berjudul Mir'at al'Uqul (refleksi jiwa) akan mengungkapkan hal ini kepada para peneliti secara lebih terperinci. Mir'at al'Uqul adalah sebuah kita penjelasan terhadap al-Kafi yang ditulis oleh ulama hadis besar Syi'ah lainnya, Muhammad Baqir Majlisi (1111/1700) yang merupakan salah seorang diantara mereka yang sangat loyal dan percaya kepada kitab al-Kafi. Majlisi telah mengumpulan beberapa hadis al-Kafi yang dianggap lemah.

Meskipun kaum Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, kaum Syi'ah percaya bahwa, bagi Syi'ah hanya Quran yang merupakan kitab paling shahih. Semua hadis yang dianggap berasal dari Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila ditemukan hadis yang tidak sesuai dengan Quran, logika, dan kenyataan sejarah, Syi'ah menolak hadis-hadis tersebut. Meskipun al-Kafi meupakan kitab hadis yang dapat dipercaya bagi Syi'ah, hadis-hadis dalamnya tidak semuanya shahih.

Selain kitab hadis yang ditulis Allamah Majlisi, masih banyak kitab hadis lain yang ditulis oleh kaum Syi'ah yang menggolongkan dan mengklasifikasikan hadis serta riwayat-riwayat al-Kafi. Contohnya adalah kitab Masadir al-Hadist Inda as-Syiah al-Imamiyyah yang ditulis oleh Allamah Muhaqqiq Sayid Muhammad Husain Jalali. Ia mengklasifikasikn hadis-hadis dalam al-Kafi dan memberikan data berikut ini:

Jumlah hadis secara keseluruhan 16121 (termasuk riwayat dan cerita); hadis lemah (dha'if) 9485; hadis yang benar (hasan) 114; hadis yang dapat dipercaya (mawtsuq) 118; hadis yang kuat (qawi) 302; hadis shahih (shahih) 5702.

Seperti kita lihat, ada beberapa hadis dalam al-Kafi yang diklasifikasikan ke dalam hadis lemah olehnya. Akan tetapi, lemah di sini tidak berarti bahwa hadis itu palsu. Jika salah satu seorang dari rantai penulis hadis itu tidak ada, maka hadis itu lemah dalam isnad tanpa melihat isinya. Sesungguhnya ada sejumlah hadis dalam al-Kafi yang salah satu atau beberapa unsur dari rangkaian periwayatnya tidak ada. Oleh sebab itu, hadis-hadis itu, isnadnya di anggap lemah. Mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkanya dari iman dan mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkannya dari Imam, dan mungkin tidak bagi yang lainnya. Hal itu juga disebutkan dalam Ushul al-Kafi sendiri. Ibnu Abi Ya'fur berkata,
"Aku bertanya kepada Abu Abdillah mengenai hadis-hadis berbeda sehubungan dengan yang kami percayai dan juga kami tidak percayai. Mendengar ini, Imam menjawa, "Kapanpun engkau menerima hadis baik yang diperkuat dengan ayat mana saja dari kitab Allah atau dengan perkataan Nabi Muhammad SAW, maka terimalah ia! Kalau tidak, hadis ini hanya diperuntukkan bagi orang yang membawanya kepadamu."8

Klasifikasi hadis yang dibuat oleh seorang ulama, tidak membuat ulama lain tidak melakukan analisis serta modifikasi lebih jauh terhadap jumlah hadis-hadis ini di masa mendatang, karena lebih banyak data atau pengetahuan dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena kami tidak mengotoritaskan secara mutlak kepada seorang ulama.

Syekh Kulaini, dalam pengantar kitabnya al-Kafi, menyebutkan:

Saudaraku, semoga Allah menuntunmu ke jalan yang benar. Engkau harus mengetahui bahwa mustahil untuk membedakan kebenaran dan kebatilan ketika para ulama berbeda pendapat terhadap pernyataan-pernyataan yang dinyatakan berasal dari para imam. Hanya ada satu cara memisahkan riwayat yang benar dan yang salah, yakni melalui standar yang dinyatakan oleh para imam. Ujilah hadis-hadis itu dengan kitab Allah! Ambillah hadis-hadis yang sesuai dengannya dan tinggalkanlah hadis-hadis yang bersebrangan dengannya! Terimalah hadis yang dipegang oleh semua perawi yang mengutip dari kami (ijma), karena tidak ada keraguan atas hadis yang secara sepakat dipegang oleh semua perawi hadis! Tetapi sepengetahuan kami, hadis-hadis yang bertolak belakang hanya sedikit, yang dapat diselesaikan berdasarkan standar yang disebut di atas.9

Adakah penjelasan yang lebih baik daripada penjelasan penulis hadis ini? Dia menyebutkan bahwa dia tidak yakin bahwa semua hadis itu shahih. Dia menyatakan bahwa ada beberapa hadis yang bertolak belakang di kitab hadisnya, al-Kafi, dan mengatakan bahwa kita harus meninggalkan hadis-hadis tersebut dan semua hadis yang tidak diyakini oleh semua perawi. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah apakah mereka yang bersebrangan dengan Syi'ah mengharapkan bahwa Syi'ah meninggalkan apa yang disebutkan penulis kitab hadis al-Kafi dan menyakini pertanyaan mereka bahwa al-Kafi seluruhnya shahih? Sebenarnya, salah satu muridnya menyatakan bahwa Kualini menyusun hadis setiap babnya dalam runutan keshahihannya. Ia mencatat banyak hadis shahih pada awal setiap bab dan meletakkan hadis terlemahnya pada akhir bab karena hadis-hadis ini memiliki makna ganda.

Seorang Wahabi juga menyebutkan bahwa dalam pengantar untuk al-Kafi, tertulis bahwa Imam Mahdi telah memeriksa kitab itu dan berkata bahwa kitab itu adalah kitab yang baik untuk para pengikutnya.

Dalam pengantar yang ditulis oleh Kuliani sendiri, tidak ada keterangan seperti itu. Akan tetapi, ini merupakan tulisan orang lain yang ditulis dalam pengantar tulisannya sendiri untuk memperkenalkan al-Kafi dan penulisnya, yang diletakkan sebelum kata pengantar dari penulis al-Kafi. Juga tidak menyebutkan dengan benar apa yang dihubungkan dengan Imam Mahdi as. Jika berita seperti itu benar, Imam Mahdi as niscaya berkata, "Al-Kafi cukup untuk Syi'ah kita!"

Pernyataan ini tidaklah salah. Sebenarnya, sebagaimana yang disebutkan, hadis-hadis al-Kafi mencakup semua cabang keyakinan dan etika, dan semua dasar fiqih. Imam Mahdi tidak mengatakan bahwa apapun yang tertulis dalamnya adalah benar. Akan tetapi, diriwayatkan bahwa beliau mengatakan, kitab ini cukup, dan berisi semua yang diperlukan para pengikutnya dalam hal hadis. Sekali lagi, hadis seperti itu tidak disebutkan oleh Kulaini secara pribadi.

Al-Kafi berarti sesuatu yang cukup. Artinya bukan segala isinya sempurna benar, karena para perawinya tidak sempurna. Sesungguhnya, alasan mengapa penulisnya menamai kitabnya al-Kafi dijelaskan di pengantarnya dalam kitab itu. Para ulama pada saat itu meminta dia untuk menghimpun sebuah kitab berisi hadis-hadis yang meliputi semua cabang penting agama Islam.

…. dan kalian mengeluh bahwa tiada kitab yang dapat mencakup semua cabang pengetahuan agama untuk menyelamatkan pencari kebenaran agar tidak merujuk pada banyak kitab dan pada kitab-kitab yang tidak cukup untuk dijadikan petunjuk dan sumber cahaya spiritual dalam hal keagamaan serta hadis-hadis pada Imam, semoga keselamatan bagi mereka. Kalian menyatakan pentingnya kitab seperti itu dan aku berharap bahwa kitab ini dapat memenuhi tujuan tersebut.10

Kulaini bukan salah seorang di antara dua belas Imam Syi'ah. Dia hanya seorang pencatat hadis yang menyampaikan apa yang disampaikan kepadanya melalui satu sumber atau lebih. Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia mendengar dari Imam Ja'far Shadiq, dan dia hanya menyatakan sebuah hadis yang sampai kepadanya melalui beberapa perawi. Hadis al-Kafi atau kitab Syi'ah atau Sunni lainya tidak akan dapat diterima oleh para Imam Syi'ah jika kitab-kitab itu ingin menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Beberapa hadis ini dinilai lemah. Bahkan jika kita mengira bahwa hadis-hadis itu benar, maka ayat-ayat tambahan akan berarti penjelasan tentang Quran dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bersama dengan Quran tetapi bukan sebagai bagian Quran seperti yang telah dijelaskan oleh Syekh Shaduq dan para ulama lain.

Jadi, jika seseorang membawa sebuah hadis yang lemah dari Ushul al-Kafi dan kemudian salah mengartikan hadis, hal ini tidak menggambarkan keyakinan Syi'ah. Akan tetapi, ketika Sunni mengatakan bahwa Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim seluruhnya shahih, mereka akan mendapat masalah besar saat mereka melihat hadis-hadis itu dalam kitab-kitab ini yang menyakan ketidaklengkapan Quran.

Dalam kitab yang berjudul Ilmu Hadis, ditulis oleh Zainal Abidin Qurbaini, dibahas secara panjang lebar hadis-hadis yang isinya menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Berikut ini salah satu paragraf dari pembahasan tersebut.

Lebih dari sembilan puluh lima persen ulama Syi'ah meyakini bahwa sama sekali tidak ada pengrusakan terhadap Quran dan bahwa Quran yang kita pegang di atangan kita sekarang benar-benar Quran yang sama dengan Quran yang diturunkan kepada Muhammad SAW, tanpa ada satu kata pun yang hilang atau ditambahkan. Untuk mengutip kata-kata ulama-ulama Syi'ah berkaitan dengan hal ini, kita memerlukan sebuah pembahasan tersendiri. Tetapi berikut ini beberapa ulama Syi'ah yang dapat disebutkan, dimulai dari Syekh Shaduq, yang kata-katanya telah kita kutip, lalu Syekh Mufid, Sayid Murtadha, Syekh Thusi,
Allamah Hilli, Muqaddas Aridibili, Kasyf Ghita, Syekh Bahai, Fayz Kasyani, Syekh Hurr Amuli, Muhaqqiq Kurki, Sayid Mahdi Bahru Ulum Sayid Muhammad Mujahid Thabathaba'i, Syekh Muhammad Husain Asytiani, Syekh Abdullah Mamqani, Syekh Jawad Balaghi, Sayid Hibbatuddin Syahristani, Syarif Radhi, Ibnu Idris, Sayid Muhsin Amin Amuli, Sayid Abdul Husain Syarifuddin, Sayid Hadi Milani, Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i, Sayid Abu Qasim Khu'I, Sayid Muhammad Ridha Gulfaighani, Sayid Syihabuddin Mar'asyi Najafi, Sayid Ruhullah Khomaini, dan lain-lain.

Penulis kemudian mengutip beberapa halaman pernyataan ulama-ulama Syi'ah terkemuka mengenai kelengkapan Quran dan kesempurnaan Quran yang suci.
Diharapkan bahwa apa yang telah dikemukakan mengenai hal ini, cukup bagi mereka yang berusaha mendapatkan kebenaran, bahwa Syi'ah adalah para mukminin Quran sejati. Tidak sepantasnya mereka yang mencari kebenaran, menuduh orang lain atas sesuatu yang tidak dilakukannya.11


Beberapa Riwayat Sunni tentang Ketidaklengkapan Quran

Ada beberapa hadis dalam Shahih Sittah (enam kumpulan hadis shahih Sunni) yang tidak diterima oleh para ulama Syi'ah. Di antara hadis-hadis itu, sebagian dari hadis membicarakan tentang perubahan dalam Quran sesudah wafatnya Rasulullah. Seperti yang akan dibahas berikut ini, dalam beberapa riwayat Sunni disebutkan 345 ayat, dua surah Quran (satu di antaranya memiliki panjang sama dengan surah ke-9), hilang dari Quran. Berikut ini beberapa referensi dalam Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan kumpulan hadis penting lainnya yang mengatakan tanpa bukti bahwa Quran tidak lengkap, dimulai dari Shahih Muslim.


Shahih Muslim

Di bagian ke tujuh, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut. Muslim meriwayatkan bahwa Abu Aswad menceritakan bahwa ayahnya berkata,

"Abu Musa Asy'ari mengundang para pembaca Quran dari Bashrah. Tiga ratus orang pembaca memenuhi undangannya. Dia mengatakan kepada mereka, 'Kalian semua para pembaca Quran dan pilihan orang-orang Bahrah. Bacalah Quran dan jangan melalaikannya! Kalau tidak waktu akan berlalu dan hati kalian akan mengeras seperti mengeraskan hati-hati mereka yang datang sebelum kalian. Kami dulu biasa membaca sebuah surah at-Taubah, tetapi aku lupa surah tersebut. Yang aku ingat dari surah ini hanya kalimat berikut, Sekiranya seorang anak Adam yang memiliki dua lembah berisi kekayaan, ia akan mencari lembah ke tiga dan tak ada sesuatu pun yang akan mengisi perutnya kecuali tanah.' Kami juga dulu seirang membaca sebuah surah yang sama dengan surah mutasyabihat dan aku lupa surah ini. Yang aku ingat hanya sebagai berikut, Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan? (yang sekarang terdapat dalam surah as-Shaff ayat 12) Sehingga sebuah kesaksian akan tertulis pada leher kalian dan kalian akan ditanya tentang hal ini pada hari kiamat (yang agak berbeda dengan apa yang ada dalam surah al-Isra ayat 13).""12

Jelaslah bahwa kata-kata yang di atas yang disebutkan Abu Musa bukan berasal dari Quran dan juga tidak sama dengan ayat-ayat Allah manapun dalam Quran. Mengherankan bahwa Abu Musa mengatakan dua surah dari Quran hilang dan salah satu surah panjangnya sama dengan surah at-Taubah. Berikut ini hadis yang disebutkan sebelum hadis di atas dalam Shahih Muslim:

Anas menyampaikan Rasulullah SAW bersabda, "Jika anak Adam memiliki dua lembah kekayaan, dia akan menginginkan yang ketiga. Dan perut anak Adam itu tidak akan merasa penuh kecuali dengan debu. Dan Allah akan kembali kepada orang yang bertaubat."13

Anak bin Malik meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah SAW mengatakan ini (kalimat-kalimat dalam hadis di atas), tetapi aku tidak mengetahui apakah hal ini diwahyukan kepadanya atau tidak, tetapi dia mengatakan demikian.14

Anas bin Malik meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, "Jika ada dua lembah emas untuk Anak Adam, dia akan menginginkan lembah yang lain, dan mulutnya akan dipenuhi apapun kecuali dengan debu, dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat"15

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata "Sekiranya tersedia satu lembah penuh kekayaan bagi anak Adam, dia akan menginginkan lembah lain yang seperti itu, dan dia tidak merasa puas kecuali dengan debu. Dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat (kepada-Nya)." Ibnu Abbas berkata, "Aku tidak mengetahui apakah ini dari Quran atau bukan, dan dalam riwayat yang disampaikan Zubair dikatakan, Aku tidak mengetahui apakah ayat ini berasal dari Quran atau bukan, dia tidak menyebutkan tentang Ibnu Abbas."16

Muslim juga menyampaikan dalam kitab tentang menyusui anak (ar-Ridha), bahwa Aisyah mengatakan sebagai berikut :

Tercantum dalam apa yang diturunkan dalam Quran bahwa apabila seorang wanita menyusui sebanyak sepuluh kami, maka ia menjadi seorang ibu bagi anak yang disusuinya. Jumlah (sekian kali) menyusukan ini akan membuat wanita itu haram bagi anak yang disusuinya. Kemudian ayat ini diganti dengan 'lima kali menyusukan' untuk menjadikan seorang wanita yang menyusukan seorang anak haram bagi anak yang disusui. Rasulullah wafat ketika kata-kata ini dicatat dan dibacakan dalam Quran.

Zamakhsyari juga mencatat bahwa Aisyah mengatakan bahwa ayat Quran yang memerintahkan hukuman rajam kepada orang berzina ditulis di atas sebuah daun, tetapi dengan tidak sengaja daun itu termakan seekor kambing menjelang nabi wafat. Dengan demikian, ayat ini hilang.

Menurut riwayat, Umar bin Khattab mengatakan bahwa surah al-Ahzab tidak lengkap.

Muttaqi Ali bin Husamuddin dalam kitabnya Mukhyasar Kanz al-Ummal, (tercetak dalam Musnad Ahmad, ayat 2 hal. 2) dalam hadisnya mengenai surah 33 yang dinyatakan bahwa Ibnu Mardawaih, meriwayatkan bahwa Hufzaifah berkata :

Umar berkata kepadaku, "Berapa banyak anak yng ada dalam surah al-Ahzab?" Aku menjawab 72 atau 73 ayat. Dia berkata, "Surah ini hampir sepanjang surat al-Baqarah, yang berisi 287 ayat, dan dalamnya ada ayat tentang hukuman rajam (bagi orang yang berzina)."

Jika kita memperhatikan riwayat Ibnu Mardawih yang disebutkan Hdzaifah berasal dari Umar bahwa surah al-Ahzab, yang berjumlah 72 ayat, sama panjangnya dengan surah al-Baqarah (yang berjumlah 287 ayat), dan jika melihat riwayat Abu Musa yang mengatakan bahwa sebuah surah yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah (berjumlah 130 ayat) dihilangkan dari Quran, maka menurut riwayat-riwayat ini terdapat 345 ayat yang dihilangkan.


Shahih al-Bukhari

Bukhari mencatat dalam Shahih-nya, Ibnu Abbas menyampaikan bahwa Umar bin Khattab mengatakan hal berikut dalam sebuah khutbah yang disampaikannya selama bertahun-tahun terkahir kekhalifahannya. Ketika Umar melaksanakan Haji terakhirnya, dia berkata :

Sesungguhnya Allah mengirim Muhammad dengan kebenaran dan menurunkan kitab (Quran) kepadanya. Salah satu wahyu yang datang kepadanya adalah ayat tentang rajam. Kami membacanya dan memahaminya. Rasulullah menerapkan aturan rajam dan kami mengikutinya. Aku khawatir bahwa dengan berjalannya waktu, seseorang mungkin berkata, "Demi Allah, kami tidak menemukan ayat tentang rajam dalam Kitab Allah." Jika demikian, kaum Muslim akan menyimpang karena mengabaikan firman yang telah diturunkan Yang Maha Kuasa.

Selain itu, kami dulu sering membaca apa yang kami temukan dalam Kitab Allah: Jangan menyangkal keabsahan ayah-ayah kalian sebagai ayah, dengan memandang rendah kepada mereka. Karena, jika kalian merasa malu kepada mereka, yang demikian adalah kekafiran.17

Kita perlu memperhatikan kapan hadis ini disebutkan, berapa lama waktu yang telah berlalu sejak wafatnya Nabi Muhammad, atau berapa lama dari saat pengumpulan lembaran-lembaran Quran. Selain itu, ayat yang dibaca oleh Umar dalam hadis di atas, tidak terdapat dalam Quran sekarang.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan dalam bab 21 Jika seorang hakim harus bersaksi untuk kepentingan seseorang penggugat saat dia sedang menjadi hakim atau dia mendapat tugas ini sebelum dia menjadi hakim (dapatkan dia memberikan pertimbangan untuk kepentingannya sesuai dengan itu atau haruskah dia merujuk kasus itu kepada hakim lain sebelum dia memberikan kesaksian?)

Hakim Syuraih berkata kepada orang yang meminta kesaksiannya, "Pergilah kepada penguasa sehingga aku bisa memberi kesaksian untukmu!" Dan Ikrimah berkata kepada Abdurrahman bin Auf, 'Jika aku melihat seseorang sedang melakukan perzinahan atau pencurian, dan engkau adalah seorang penguasa (apa yang akan engkau lakukan)?' Abdurrahman berkata, 'Aku akan menganggap kesaksianmu sama dengan kesaksian orang lain di antara umat Muslim. 'Umar berkata, 'Engkau telah mengatakan kebenaran.' Umar menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.""

Ma'iz mengaku di hadapan Rasulullah bahwa dia telah melakukan zina, kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk dirajam hingga meninggal. Tidak disebutkan bahwa Rasulullah meminta kesaksian dari mereka yang hadir di sana.

Hammad berkata, "Jika seorang pezinah mengaku di hadapan seorang penguasa sekali saja, dia harus dirajam sampai mati." Tetapi Hakam berkata, "Dia harus mengaku empat kali."18

Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah Umar menyatakan dengan jelas bahwa ayat yang dikenal sebagai ayat 'rajam' semula ada dalam Quran, atau asli diwahyukan? Untuk membahas bagian kedua, berikut ini pernyataan Umar dengan lebih jelas:

Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.

Apakah Umar takut orang-orang mengatakan begini dan begitu di belakangnya? Apakah dia pada saat mengatakan itu lebih takut kepada Tuhan, atau lebih takut kepada orang-orang daripada kepada Tuhan? Apakah semua orang diperbolehkan untuk merasa takut kepada orang lain saat mengatakan kebenaran tentang Quran yang lebih penting? Jika Umar tidak takut kepada orang-orang, apakah ia menuliskan ayat dalam Quran dengan tangannya sendiri atau tidak? Andaikata kita adalah Umar, dengan pengetahuan dan keberanian yang sama, bolehkah kita menambahkan ayat ini pada Quran dengan tangan kita sendiri atau tidak?

Apakah Umar mengetahui tentang pembatalan ayat atau tidak? Apakah ia lebih mengetahui tentang pembatalan ini dari pada ulama-ulama sekarang atau tidak?

Apakah dia tahu bahwa bolehkah dia menambahkan ayat dalam Quran jika ayat ini sekarang telah dibatalkan, ataupun tidak?

Bagi Syi'ah, hal ini tidak dapat diterima. Penjelasan singkat mengenai hal ini adalah sebagai berikut;

Sebagian Sunni mengatakan bahwa ayat ini praktiknya dapat dibatalkan, dan tetap bukan bagian dari Quran. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah dia mengetahui bahwa seharusnya dia tidak boleh menambahkan ayat ini ke dalam Quran karena ayat ini secara praktik dibatalkan? Dengan kata lain, jika dia mengatahui aturannya, mengapa dia bersikeras untuk menambahkan ayat? Jika dia tidak mengetahui hal itu, apakah aturan di atas merupakan sebuah ciptaan orang-orang Suni yang ingin membenarkan hilangnya ayat ini?

Contoh lain adalah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dinyatakan bahwa frase 'Dia yang menciptakan' ditambahkan pada ayat 3 surah al-Lail. Salah seorang perawi kontroversi ini adalah Abdullah bin Mas'ud. Seperti yang telah disebutkan, Rasulullah dengan jelas menyatakan (menurut sumber-sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah salah seorang yang harus dipercaya berkenaan dengan Quran.

Para sahabat dan Abdullah (Ibnu Mas'ud), datang untuk menemui Abu Darda, (dan sebelum mereka tiba di rumahnya) dia melihat mereka dan menemui mereka. Kemudian Abu Darda bertanya kepada mereka, "Siapa diantara kalian yang dapat membaca Quran seperti yang dibaca Abdullah?" Mereka menjawab, "Kami semua." Dia bertanya lagi, "Siapa diantara kalian yang mengetahuinya di luar kepala?" Mereka menunjuk kepada Alqama. Lalu dia bertanya kepada Alqama, "Bagaimana engkau mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca surah al-Lail (Malam hari)?" Alqama membacakan, "Demi laki-laki dan perempuan," Abu Darda berkata, "Aku memberi kesaksian bahwa aku mendengar Rasulullah membacanya seperti itu, tetapi orang-orang ini menginginkan aku untuk membacanya, "Dan demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan! Tetapi demi Allah, aku tidak akan mengikuti mereka."

Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 585, diriwayatkan oleh Alqama:

…..Abu Darda selanjutnya bertanya, "Bagaimana Abdullah membaca surah yang dimulai dengan Demi malam apabila ia menutupi (cahaya siang) (QS. Al-Lail :
1)" Kemudian aku membaca di hadapannya, Demi malam saat ia datang . Dan demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Lail : 1-3). Tentang ini Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca surah seperti ini ketika aku mendengarkan beliau (membacanya)".

Aku melakukan perjalanan ke Syam dan ketika sedang melaksanakan shalat dua raka'at, aku berkata, "Ya Allah! Berkahi aku dengan seorang sahabat (yang shaleh)!" Kemudian aku melihat seorang lelaki tua datang ke arahku dan ketika dia mendekat aku berkata (kepada diriku sendiri), "Aku berharap Allah mengabulkan permintaanku!" Orang tua itu bertanya (kepadaku), "Darimana engkau berasal?" Aku menjawab, "aku berasal dari Kufah." Dia berkata, "Bukankah di antara kalian ada pembawa sepatu milik Rasulullah), siwak dan tempat air wudhu? Bukankah di antara kalian ada orang yang diberi perlindungan oleh Allah dari setan? Dan bukankah di antara kalian terdapat orang yang menjaga rahasia-rahasia (Rasulullah) yang tidak diketahui orang lain? Bagaimana Ibn Um 'Abd (Abdullah bin Mas'ud) baisa membaca surah al-Lail?" Aku membaca, Demi malam saat ia datang. Demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perampuan. (QS. Al-Lail: 1-3). Tentang ini, Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca ayat ini seperti setelah aku mendengarkan dia, tetapi orang-orang ini (penduduk Syam) berusaha keras untuk membuatku mengatakan sesuatu yang berbeda."

Marilah kita mengamati ayat ini! Demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (QS. Al-Lail :3). Apakah ada kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dalam ayat tersebut? Jika tidak, saudara Wahabi perlu memeriksanya dalam Quran yang saudara Wahabi miliki. Jika benar, apakah kata-kata ini ditambahkan ke dalam Quran atau tidak? Seperti yang kita lihat, apa yang tertulis dalam tanda kurung tadi tidak ada dalam hadis, sementara dalam Quran ada. Apakah ayat tersebut dibatalkan? Jika benar apa arti sebenarnya dari kata 'pembatalan'.19

Apakah ini kata-kata yang bersifat menjelaskan? Sekiranya jawabannya adalah benar, apakah para perawi hadis-hadis kini mengetahui apa artidari ayat dan apa arti pernyataan yang menjelaskan? Para perawi hadis-hadis ini mengatakan bahwa orang-orang pada masa itu tidak membaca dengan cara yang mereka lakukan, akan tetapi, mereka tidak akan mengubah apapun, dan mereka akan terus membaca Quran dengan cara seperti itu. Selain itu, pernyataan penjelasan tidak ada dalam Quran itu sendiri tetapi ada dalam tafsir. Akan tetapi, Quran sekarang berisi kata-kata 'Dia yang telah menciptakan' dalamnya. Sekaragn, apakah Quran sekarang berisi kata-kata penjelasan para sahabat atau tidak?

Kaum Sunni meriwayatkan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah, Quran dihimpun dengan cara yang berbeda, dan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Mereka tidak menerima Quran pemerintah (yang dihimpun oleh abu Bakar), tetapi menyimpan Quran versi mereka di rumah dan tidak menunjukkannya kepada masyarakat umum. Akan tetapi, mereka membacanya seperti yang mereka inginkan.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6521, diriwayatkan oleh Masyriq "

Abdullah bin Umar menyebut nama Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena aku mendengar Rasulullah mengatakan, 'Pelajari Quran dari empat orang; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz, dan Ubay bin Ka'b!"

Rasulullah dengan jelas mengatakan (menurut sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang dapat dipercaya berkenaan dengan Quran. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6524, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud sendiri mengatakan bahwa:

Demi Allah yang tak ada selain Dia yang berhak untuk disembah. Tidak ada satu surat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui di mana surah itu diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui tentang siapa ayat itu bercerita.

Dia memiliki Quran yang berbeda (berdasarkan sumber-sumber Sunni) dengan ssuunan surah-surah yang berbeda dan rangkaian ayat-ayat yang berbeda pula. Seperti yang akan diperlihatkan, dia menyatakan bahwa sebuah ayat dalam Quran sekarang mendapat penambahan 'Dia yang telah menciptakan'. Dan dia mengatakan ini kepada orang-orang di tempat yang berbeda. Salah satu dari perbedaan ini adalah dua surah terakhir dalam Quran. Dia yakin bahwa kedua surah ini bukan surah-surah dan kedua surah ini hanya merupakan doa.

Bacalah hadis berikut dengan teliti. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6501, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:

Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b, "Ya Abu Munzir! Saudaramu, Ibnu Mas'ud mengatakan begini dan begitu (dua Mu'awwidhat tidak termasuk dalam Quran)." Ubay berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu dan beliau berkata, "Kedua surah itu telah diwahyukan kepadaku, dan aku telah membacanya (sebagai bagian dari Quran), "Lalu, Ubay menambahkan, "Oleh karenanya, kami mengatakan seperti yangtelah dikatakan oleh Rasulullah."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6500, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:

Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b berkenaan dengan ke dua Mu'awwidhat (surah-surah yang berisi tentang perlindungan kepada Allah). Dia mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Dia berkata, "Kedua surah ini telah dibacakan kepadaku dan aku telah membacanya (dan merupakan bagian dalam Quran)." Jadi kami mengatakan seperti yang telah dikatakan Rasulullah (Kedua surah itu adalah bagian dari Quran).20

Pertanyaan yang muncul adalah: 1) Apakah orang yang menyebutkan kedua hadis ini adalah Ubay bin Ka'b?; 2) Apakah dia membahas kedua surah Qur'an ini?; 3) Apakah bahwa dalam hadis yang pertama, yang berkata adalah Ibnu Mas'ud?; 4) Apakah Ubay bin Ka'ab mengatakan bahwa kedua surah ini ada dalam Quran, dan Ibnu Mas'ud berpikir bahwa keduanya tidak ada dalam Quran?; 5) Dalam hal ini, apakah kita mempercayai Ubay bin Ka'b atau Ibnu Mas'ud?; 6) Jika menolak keduanya, bagaimana kita membenarkan penolakan kita dengan hadis yang pertama dalam artikel ini yang mana keduanya dipercaya oleh Rasulullah? Bagaimana kita dapat menghapuskan serta tidak menghapuskan kedua surah ini dari Quran? Seperti yang telah disebutkan, Syi'ah menolak hadis-hadis ini karena tidak masuk akal, dan berlawanan dengan isi Quran yang benar. Abdullah bin Mas'ud memunyai seperangkat Quran yang berbeda pula.

Mari kita membaca hadis berikut. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518, diriwayatkan oleh Syahiq:

Abdullah mengatakan, "Aku mempelajari an-Naza'ir yang sering dibaca berpasangan oleh Rasulullah dalam tiap rakaat." Kemudian Abdullah bangkit dan Alqama menemani dia ke rumahnya, dan ketika Alqama keluar, kami bertanya kepadanya (mengenai surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah yang dimulai dari awal al-Mufassal, menurut susunan yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan berakhir dengan surah-surah yang dimulai dengan Ha Mim, contohnya; Ha Mim (asap), tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?" (QS. An-Naba: 1).

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6514, diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:

Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan semasa Rasulullah hidup dan aku mendengarkan bacaannya dan memperhatikan bahwa dia membaca dengan cara yang berbeda-beda dan tidak diajarkan Rasulullah kepadaku. Aku ingin melabraknya ketika dia sedang shalat, tetapi aku tahan kemarahanku, dan ketika dia telah menyelesaikan salatnya, aku menarik baju bagian atas ke lehernya dan mencengkramnya dan berkata, "Siapa yang telah mengajarimu surah yang ku dengar ini waktu engkau membacanya?" Dia menjawab, "Rasulullah telah mengajarkannya kepadaku." Aku berkata, "Engkau telah berdusta, karena Rasulullah telah mengajarkan ini kepadaku dengan cara yang berbeda denganmu. "Kemudian, aku menyeretnya ke hadapan Rasulullah dan berkata (kepada Rasulullah), "Aku mendengar orang ini membaca Quran dengan cara yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku!" Untuk itu Rasulullah bersabda, "Lepaskan dia, Bacalah, Hisyam!" Kemudian, dia membaca dengan cara yang sama seperti yang ku dengar waktu dua sedang membacanya. Lalu Rasulullah bersabda, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu," dan menambah, "Bacalah, Wahai Umar!" Aku membacanya seperti yang telah beliau ajarkan kepadaku. Rasulullah kemudian berkata, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu. Quran itu diturunkan untuk dibaca dalam tujuh cara yang berbeda, jadi bacalah dengan cara yang mudah bagimu!"

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 653, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair:

Aku berkata kepada Utsman bin Affan berkaitan dengan ayat Orang-orang di antara kamu yang meninggal dan meninggalkan isteri. (QS. Al-Baqarah: 240). Ayat ini dibatalkan oleh sebuah ayat lain. Jadi mengapa engkau harus menuliskannya?" Utsman berkata "Wahai anak saudaraku! Aku tidak akan mengubah apapun dari tempatnya."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 660, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair :

Aku berkata kepada Utsman, "Ayat ini yang ada dalam surah al-Baqarah, 'Orang-orang di antaramu yang meninggal dan meninggalkan janda-janda… tanpa menjaga mereka' telah dibatalkan dengan ayat lain. Lalu mengapa engkau menuliskannya (dalam Quran)?" Utsman berkata, "Biarkan ia (ditempatnya), wahai anak saudaraku, karena aku tidak akan mengubah apapun darinya (Quran) dari posisi aslinya!"

Jika ayat-ayat yang disebutkan di awal yang dikatakan ada dalam Quran menurut Shahih al-Bukhari dibatalkan, lalu mengapa ayat-ayat itu tidak ada dalam Quran? Bagaimana kita dapat membenarkan kedua hadis terakhir? Dan lagi, bagaimana sesuatu dapat dibatalkan sesudah Rasulullah meninggal? Jika suatu ayat dibatalkan, harus ada ayat yang lebih baik atau sebanding dengan yang terdahulu. Berikut ini apa yang dinyatakan Quran, Tidak ada satupun dari wahyu-Ku yang Kami batalkan atau menyebabkan (manusia) melupakannya, karena kami menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik atau sebanding. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah memiliki kekuasaan atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah : 106). Jadi, ayat-ayat yang dibatalkan dan ayat-ayat yang membatalkan selalu berpasangan.

Seperti yang ditegaskan oleh hadis-hadis Sunni di atas, ayat yang dibatalkan pasti ada dalam Quran. Sangat sedikit ayat dalam Quran sekarang yang dinyatakan dengan jelas dalam tafsir, baik Sunni maupun Syi'ah, bahwa ayat-ayat tertentu dibatalkan oleh ayat ini dan ayat itu. Ayat-ayat yang dibatalkan yang tidak ada dalam Quran adalah ayat-ayat yang disengaja oleh Allah SWT untuk dilupakan manusia. Karena ayat-ayat yang dilupakan tidak ada dalam ingatan Nabi dan manusia, wajar jika ayat-ayat ini tidak ada dalam Quran sekarnag, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengingatnya disebabkan oleh kehendak Allah.

Hadis-hadis yang disebutkan alam Shihah Sittah mengatakan bahwa beberapa ayat dalam Quran hilang dan para sahabat tidak hanya mengingat ayat-ayat itu tetapi juga membacanya di depan umum.Dengan demikian, ayat-ayat itu tidak dapat dibatalkan karena tidak dilupakan ataupun kita tidak mempunyai ayat-ayat yang sama (pasangan yang membatalkan) dalam Quran untuk mengganti ayat-ayat itu. Selain itu, pembatalan ini hanya terjadi pada saat Rasulullah masih hidup, dan bukan sesudah Rasulullah wafat.

Akan tetapi, beberapa hadis di atas mengatakan bahwa beberapa orang sahabat percaya bahwa sesudah wafatnya Rasulullah orang-orang mengubah kata-kata dalam Quran. Bagaimanapun, mereka tidak akan mengubah ayat mana pun, dan mereka akan terus membaca Quran versi mereka sendiri. Pembatalan tidak bisa menjadi penyelesaikan untuk perselisihan seperti itu.

Selain itu, Hakim Naisaburi dalam al-Mustadrak ketika menafsirkan Quran, bagian dua, halaman 224, meriwayatkan bahwa Ubay bin Ka'b (yang disebut Nabi sebagai pemimpin kaum Anshar), yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:

"Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa telah memerintahkanku untuk membaca Quran di hadapan kalian." Lalu, dia membaca, 'Orang-orang kafir dan para penyembah berhala tidak akan mengubah cara mereka hingga mereka melihat bukti yang nyata. Mereka yang tidak beriman di antara ahli-ahli kitab dan para penyembah berhala tidak dapat berubah hingga bukti yang jelas datang kepada mereka \seorang utusan Allah, membaca halaman-halaman yang disucikan…' Dan bagian terindah dari halaman-halaman itu adalah, 'Andai Bani Adam meminta satu lembah yang penuh dengan harta dan Aku memberikannya kepadanya, dia akan meminta lembah lainnya. Dan jika aku memberinya, dia akan meminta lembah yang ke tiga. Tidak ada sesuatu pun yang akan memenuhi perut Bani Adam kecuali tanah. Tuhan menerima taubat dari orang-orang yang bertaubat. Agama yang ada di mata Tuhan adalah Hanafiyah (Islam) dan bukan Yahuddiyah (Yahudi) atau Nasriyah (Kristen). Siapapun yang mengerjakan kebaikan, kebaikannya tidak akan diingkari.""21

Hakim menulis, "Ini adalah sebuah hadis yang shahih." Dzahabi juga menggapa hadis ini shahih dalam tafsir Qurannya. Hakim menyampaikan bahwa Ubay bin Ka'b biasa membaca:

Mereka yang kafir telah membangun kefanatikan jahiliyah dalam hati mereka; dan jika kalian memiliki kafanatikan seperti itu, Masjid Suci pasti telah dirusak, dan Tuhan (telah) menurunkan kedamaian yang menentramkan hati kepada Utusan-Nya.

Ketua hakim mengatakan hadis ini shahih menurut standa kedua Syekh (Bukhari dan Muslim), dan juga ketika Dzahabi menganggapnya shahih dalam komentarnya pada Mustadrak (jilid 2, hal 225-226) serta ketika muslim meriwayatkan hal yang sama dengan hadis ini dari Abu Musa Asy'ari yang kami sebutkan lebih dahulu, kesimpulan apa yang dapat kita ambil dari semua ini?

Mereka yang mengatakan bahwa siapa saja yang mencatat hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran adalah orang kafir, ia berarti harus menerapkan juga aturan ini kepada Bukhari, Muslim, dan Hakim karena mereka memberikan kesaksian bahwa hadis-hadis absurd seperti itu shahih dan mereka telah menyebut kitab mereka sebagai kitab shahih. Sementara itu, penulis al-Kafi tidak pernah mengatakan bahwa isi kitab hadisnya seluruhnya shahih, dan menyebutkan bahwa hadis-hadis yang berlawanan dengan Quran harus ditolak.

Selanjutnya, mari kita andaikan bahwa Kulaini dalam kitabnya al-Kafi telah mencatat beberapa hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Mengapa semua Syi'ah harus dituduh bahwa mereka meyakini ketidaklengkapan Quran? Kulaini bukan seorang yang sempurna, dan jika seorang ulama seperti dia membuat suatu kesalahan dalam mencatat hadis yang kemudian diketahui hadis itu lemah, mengapa kita harus menimpakan kesalahan itu kepada jutaan orang Syi'ah? Jika tuduhan seperti itu mungkin untuk dilakukan dan diperbolehkan, mengapa kita tidak boleh menuduh semua Sunni percaya akan ketidaklengkapan Quran karena mereka adaah para pengikut Umar, yang dikutip oleh Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal dan Ibny Mardawih bahwa ia telah mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, dan bahwa lebih dari 200 ayat dihilangkan? Mengapa Umar, Aisyah, Abu Musa tidak boleh dituduh atas hal yang sama karena mereka semua menyatakan tentang ketidaklengkapan Quran?

Kami percaya bahwa Quran yang ada sekarang adalah Quran yang lengkap tanpa pengurangan atau penambahan apapun. Ini adalah Quran yang tidak memiliki kepalsuan. Quran ini adalah wahyu dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Terpuji. Allah berjanji bahwa Dia akan melindungi Quran. Dia berkata, Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan al- Quran, dan sesungguhnya Kami akan melindunginya! (QS. Al-Hijr : 9).

Melalui Quran, Rasulullah dan Ahlulbaitnya menyuruh kita untuk menguji keaslian setiap hadis, dan menerima hadis yang sesuai dengan Quran dan menolak hadis yang berlawanan dengan Quran. Kami percaya bahwa siapapun yang mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, atau telah ditambah adalah suatu kesalahan besar. Apa yang diriwayatkan Umar, Abu Musa, Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Hakim, dan Kulaini tentang masalah ini ditolak sama sekali dan benar-benar tidak dapat diterima, jika yang mereka maksudkan itu adalah ketidaklengkapan Quran.

Meskipun saudara-saudara Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, Syi'ah yakin bahwa hanya Quran yang sangat shahih, dan semua hadis yang berkaitan dengan Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila hadis tersebut terbukti bertentangan dengan Quran, logika dan fakta sejarah maka hadis-hadis itu tertolak. Hal ini disebabkan karena kaum Syi'ah tidak memberi otoritas mutlak pada seorang ulama. Otoritas mutlak hanya diberikan kepada Quran, semua hadis yang dinyatakan berasal dari mereka harus disesuaikan dengan Quran, logika, dan fakta sejarah.22


Quran yang Dihimpun oleh Imam Ali Ibnu Abi Thalib

Tidak ada perselisihan di antara para ulama Muslim, baik ulama Syi'ah atau Sunni, berkaitan dengan fakta bahwa Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as, memiliki transkip teks Quran khusus yang telah dikumpulkannya sendiri, dan dia adalah orang pertama yang menghimpun Quran. Ada sejumlah besar hadis dari Sunni dan Syi'ah yang menyatakan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah SAW Imam Ali duduk di rumahnya dan mebngatakan bahwa dia telah bersumpah tidak akan mengenakkan pakaian bepergian atau meninggalkan rumahnya hingga dia mengumpulkan Quran.23

Transkrip Quran yang disusun oleh Imam Ali as ini mempunyai spesifikasi-spesifikasi yang khusus. Pertama, transkrip Quran ini dikumpulkan sesuai dengan turunnya wahyu, yaitu disusun menurut turunnya wahyu. Inilah alasan mengapa? Muhammad bin Sirin (33/653-110/729), ulama terkenal dan Tabi'in (murid-murid para sahabat Rasulullah), menyesali bahwa transkrip ini tidak sampai ke tangan kaum Muslimin, dan dia mengatakan, "Jika transkrip itu berada di tangan kita, kita akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan dalamnya."24 Sesuai dengan transkrip ini, pada ulama Sunni menghubungkan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra (QS. Al-Alaq).25

Sebagaimana yang kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada pada awal Quran yang sekarang. Kaum muslimin juga sepakat bahwa ayat 3 QS. Al-Maidah diturunkan [5] adalah salah satu di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tetapi bukan ayat yang terakhir), dan ayat ini tidak berada dibagian akhir Quran yang sekarang. Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa meskipun Quran yang dipakai sekarang lengkap, kitab suci ini tidak tersusun dalam urutan sebagaimana telah diturunkan. Beberapa kesalahan penempatan ini dilakukan oleh beberapa sahabat, baik dengan sengaja atau sedikitnya dikarenakan ketidaktahuan.

Untuk alasan inilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sering berkata dalam khutbah-khutbahnya:

Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku! Demi Allah, jika kalian bertanya kepadaku mengenai apa saja yang dapat terjadi sampai Hari Kiamat, aku akan memberitahu kalian tentangnya. Bertanyalah kepadaku, karena, demi Allah, kalian tidak akan dapat bertanya kepadaku tentang segala sesuatu tanpa aku memberitahukanmu! Bertanyalah kepadaku tentang Kitab Allah, karena, demi Allah, tak ada satu ayat pun yang tidak aku ketahui dan dimana diturunkannya, apakah ia malah hari ataupun siang hari, dan apakah di sebuah dataran ataukah di pegunungan.!26

Kedua, transkrip ini berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutik (taksir dan takwil) dari Rasulullah yang beberapa di antaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis dalam Ushul al-Kafi. Bagian informasi ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama ayat-ayat Quran. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Quran jika dijumlahkan mencapai tujuh belas ribu ayat. Seperti yang diketahui oleh Sunni, hadis Qudsi (hadis yang diucapkan oleh Allah) juga merupakan wahyu langsung, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesungguhnya Quran memberikan kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Rasulullah (baik langsung maupun tidak langsung) adalah wahyu (lihat surat an-Najm ayat 3-4). Wahyu langsung di antaranya termasuk tafsiran terhadap Quran. Selain itu, transkrip yang khusus ini berisi keterangan dari Rasulullah mengenai ayat mana yang dibatalkan dan ayat mana yang membatalkan, ayat mana yang jelas (muhkam) dan mana yang bermakna ganda (mutasyabih), serta ayat mana yang bersifat umum dan mana yang spesifik.

Ketiga, transkrip yang khusus ini juga berisi keterangan mengenai orang-orang, tempat-tempat, dan lain-lain di mana ayat-ayat itu diturunkan, yang disebut Asbabun Nuzul. Karena Amirul Mukminin sadar akan fakta-fakta ini, beliau sering mengatakan :

Demi Allah, tidak ada satu ayat yang telah diturunkan tanpa sepengetahuanku tentang siapa atau apa ayat ini diturunkan serta dimana ia diturunkan. Tuhanku telah memberiku pikiran yang bisa memahami dengan cepat dan kuat dan lidah yang mampu berbicara dengan fasih.27

Sesudah beliau menghimpun transkrip ini, Imam Ali as membawanya dan menunjukkannya kepada para penguasa yang berkuasa setelah Rasulullah, dan berkata: "Ini adalah kitab Allah, Tuhanmu, yang disusun sesuai dengan yang diturunkannya kepada Rasulmu." Tetapi mereka tidak menerimanya dan menjawab, "Kami tidak memerlukannya. Kami memiliki apa yang engkau miliki!" Setelah itu, Imam Ali as membawa kembali transkrip itu dan memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah melihatnya lagi. Disebutkan bahwa Imam Ali membaca bagian akhir dari ayat Quran berikut.

Dan ketika Allah mengambil janji dai orang-orang yang telah diberi kitab untuk menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan tidak menyembunyikan (penjelasan)nya, mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan nilai yang sangat sedikit! Amatlah buruk tukaran yang mereka buat!" (QS. Ali Imran : 187).

Yang dimaksud oleh Imam Ali dengan 'penjelasannya' adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul Mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya. Transkrip itu diberikan kepada para Imam yang juga menyembunyikannya. Quran disembunyikan oleh para Imam hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Quran di antara kaum Muslimin. Karena jika orang-orang mempunyai dua Quran yang berbeda, akan terjadi beberapa perubahan dalam Quran yang dilakukan oleh orang-orang yang berpikiran jahat. Mereka berharap orang-orang mempunyai satu rangkaian Quran. Quran dan tafsirnya yang dikumpulkan oleh Imam Ali as tidak terdapat di kalangan Syi'ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Amirul Mukminin dulu diterima, maka sekarang ini Quran dengan tafsir yang khusus itu sudah berada di tangan umat, tetapi kenyataannya tidak begitu.

Fakta ini memberikan arti pada hadis dalam Ushul al-Kafi yang mengatakan bahwa, tidak ada seorangpun kecuali Amirul Mukminin dan para Umam sesudahnya yang memiliki Quran dengan susunan sesuai dengan diturunkannya, dan bahwa Quran yang mereka miliki berisi segala sesuatu tentang surga dan lain-lain serta semua Ilmu Kitab, karena dalam transkrip Imam Ali terdapat penjelasan dan tafsir-tafsir yang langsung berasal dari Rasulullah SAW. Allah, pemilik Kekuasaan dan Kerajaan berfirman, Dan Kami telah menurunkan kepadamu sebuah Kitab yang dalamnya (berisi) penjelasan tentang segala sesuatu" (QS. An-Nahl : 89) Kadang-kadang kata 'tahrif' dipergunakan dalam beberapa hadis, dan harus diperjelas bahwa arti kata ini berubah dari satu makna ke makna lainnya, seperti mengubah posisi yang benar sebuah kalimat atau memberinya arti yang lain di samping arti sebenarnya atau arti yang dimaksudkan.

Oleh karena itu, kata ini betul-betl tidak memiliki hubungan apapun dengan penambahan atau pengurangan teks. Jadi dengan arti ini Quran menyatakan, Sebagian orang-orang Yahudi mengubah (yuharrifuna) kata -kata dari arti-artinya." (QS. An-Nisa : 46) Tahrif artinya mengubah arti atau mengubah konteks, sebagaimana ia disebutkan dengan makna tersebut dalam Quran, tidak hanya diterapkan dalam komunitas Muslim pada ayat-ayat Quran tetapi juga pada hadis Quran, bahkan oleh para penguasa berniat memperalat agama Islam untuk kepentingan pribadinya. Tahrif dengan makna ini adalah tahrif yang oleh para Imam Ahlulbait senantiasa ditentang. Contohnya, Imam Baqir as mengeluh tentang situasi kaum Muslimin dan para penguasa merka yang korup, dan mengatakan;
Salah satu perwujudan penolakan mereka terhadap Kitab (QS. Al-Baqarah : 101) adalah bahwa merka telah menentukan kata-katanya, tetapi mereka telah mengubah batas-batas (perintahnya atau harafu hududah). Mereka menyampaikannya (dengan benar), tetapi mereka tidak mengamati (apa yang dikatakan kitab itu). Orang-orang yang bodoh senang menjaga cara mengatakannya, tetapi orang-orang yang berilmu menyesali bahwa mereka mengabaikan untuk memperhatikan apa yang dimaksud kita itu."28

Penggunaan tahrif ini diambil sebagai suatu definisi untuk kata uang mucnul dalam hadis para Iam, sama seperti kata yang telah digunakan (QS. An-Nisa : 46). Perlu ditekankan bahwa semua ulama besar Syi'ah Imamiyah sepakat bahwa Quran yang sekarang berada di antara kaum Muslimin adalah benar-benar Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad SAW, dan bahwa kitab ini tidak diubah. Tidak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatupun yang hilang darinya. Quran yang dihimpun oleh Imam Ali, termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yangberada di tangan umat sekarang ini, identik baik dalam istilah kata-kata atau pun kalimat-kalimat. Tidak ada satu kata, ayat, atau surah yang hilang. Satu-satunya perbedaan yang ada yaitu bahwa Quran sekarang (dikumpulkan oleh para sahabat) tidak tersusun sesuai dengan diturunkannya.

Kelengkapan Quran tidak dapat dibantah di antara kaum Syi'ah sehingga para ulama besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, yang terkenal sebagai Syekh Shaduq (309/919/-381/991), menulis:

Kami meyakini bahwa Quran yang diturunakn Allah kepada Rasul-Nya Muhammad adalah (sama dengan) satu diantara dua pembungkus (dafftayn). Dan ini adalah kitab yang berada di tangan umat, dan isinya tidak lebih besar dari itu. Jumlah surah sebagaimana diterima adalah seratus empat belas.. Dan dia yang menyatakan bahwa kami mengatakan kitab ini lebih besar isinya daripada yang itu, adalah seorang pendusta.29

Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq merupakan ulama hadis terbesar di antara Imam Syi'ah, dan diberi julukan Syekh Muhadditsin (yang paling terkemuka di antara ulama-ulama hadis). Beliau hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi as dan dia adalah salah seorang diantara ulama-ulama Syi'ah paling awal.
Untuk pembahasan lebih rinci mengenai kelengkapan Quran begitu juga dengan pendapat Syi'ah, pada pembaca yang tertarik bisa melihat al-Bayan, yang ditulis oleh Abu Qasim Khu'I (hal. 214-278).

Sebagian orang yang antipati terhadap Syi'ah menyebutkan bahwa Syi'ah melakukan taqiyah (menyembunyikan keyakinan) dan tidak mendasarkan keyakinan yang sebenarnya pada Quran. Mereka tidak pernah berusaha untuk memahami bahwa taqiyah dipergunakan ketika nyawa seseorang berada dalam bahaya.

Tidak perlu kiranya menyembunyikan keyakinan bila tidak berada dalam bahaya. Artikel di atas merupakan bukti bahwa taqiyah bukan sebuah alasan yang benar bagi orang-orang yang antipati terhadap Syi'ah di hadapan Allah untuk merendahkan apa dikemukakan Syi'ah. Mereka memiliki kebebasan untuk memeriksa hadis-hadis yang telah disebutkan dalam artikel-artikel yang berbeda, atu mereka bisa juga bertanya kepada ulama-ulama mereka yang jujur untuk melakukan itu. Dan kebenaran adalah yang paling baik untuk diikuti…


Thabarasi dan Ketidaklengkapan Quran

Seorang saudara Wahabi menulis, dalam bukunya al-Hukumat al-Islamiyah, Ayatullah Khomaini banyak membicarakan tentang Nuri Thabarsi. Dia bahkan mengutip dari bagian tertentu dari bukunya untuk mendukung teori-teorinya itu. Thabarasi adalah orang yang sama yagn menulis buku berjudul Fasil al-Khitab fi Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab (perkataan yang menentukan tentang bukti perubahan kitab Allah) yang dicetak di Iran, 1298 H, untuk melihat bahwa dia tidak hanya menegaskan Quran tidak lengkap tetapi juga dia mengemukakan contoh-contoh surah yang dihilangkan dari Quran.

Pernyataan di atas ini merupakan contoh lainnya dari kebohongan dan kerusakan, yang merupakan cirri kaum Wahabi dan guru-guru mereka yang telah begitu banyak menimpakan penderitaan kepada Syi'ah dari pada kepada Sunni. Mereka menyerang Syi'ah semata-mata karena pendukung mereka (rezim Saudi) memiliki konflik politik dengan Iran. Agenda politik mereka begitu jelas terlihat dari pernyataan di atas.

Ada tiga orang dengan nama Thabarsi di kalangan Syi'ah. Secara sengaja Wahabi menyatukan orang yang terkenal dan orang biasa. Orang yang disebutkan menulis sebuah kitab kecil mengenai ketidaklengkapan Quran, adalah Nuri Thabarsi (Husain bin Muhammad Tawi Nur Tabarasi, 1254/1838/1320/1902) yang tidak dijadikan otoritas bagi Syi'ah untuk hal apapun. Sebenarnya, ulama-ulama Syi'ah secara sepakat mengutuk pendapat orang ini ketika ia menyatakan pendapat seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah meyakini bahwa tidak ada satu ayat pun yang hilang dari Quran.

Satu catatan adalah bahwa kita tidak dapat menyebut seseorang seperti dia yang menyatakan bahwa Quran tidak lengkap, sebagai orang kafir. Alasannya semata-mata karena meyakini kelengkapan Quran bukan suatu rukun iman, atau tidak hadis yang menyatakan bahwa orang yang menyatakan Quran tidak lengkap adalah kafir. Selan itu, ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah adalah pelindung Pemberi Peringatan, dapat ditafsirkan secara berbeda. Tetapi, kita hanya dapat mengatakan bahwa orang seperti itu mungkin telah salah jalan atau telah disesatkan. Selan itu, kita harus membedakan antara orang yang yakin bahwa Quran tidak lengkap dengan orang yang mencatat hadis lemah di antara hadis-hadis dalam kitabnya, semata-mata karena ia ingin mewariskan semua informasi yang telah ia dapat (yang bisa mendapat pembenaran di masa mendatang).

Orang kedua dengan nama Thabarsi adalah Abu Mansyur Ahmad bin Ali yang hidup di abad ke enam sesudah Hijrah. Dia terkenal karena beberapa karyanya. Dia tdiak pernah menulis kitab apapun untuk membuktikan bahwa Quran tidak lengkap. Ayattullah Khomaini mengutip perkataan dari orang ini dalam bukunya, dan bukan orang pertama seperti dikatakan tadi.

Thabarsi yang sangat dikenal di dunia Syi'ah adalah orang yang lain. Beliau bernama Abu Ali Fadhl Thabarsi (486/1093-548/1154), yang merupakan salah seorang dari ahli hadis Imam dan penafsir Quran terkemuka. Kitab tentang tafsir yang ditulis olehnya sangat terkenal. Dia percaya akan kelengkapan Quran sebagaimana ulama-ulama Syi'ah lainnya. Abu Ali Thabarsi menyebutkan :

Tidak ada satu kata pun ditambakan pada Quran. Perkataan apapun mengenai kata-kata yang ditambahkan disangkal oleh kaum Syi'ah. Sementara mengenai penghilangan dari Quran, sebagian Syi'ah dan sebagian Sunni mengatakan demikian ettapi ulama-ulama kami menyangkal hal itu.

Pertama, Thabarsi telah menegaskan bahwa tidak ada sesuatupun ditambahkan ke dalam Quran, bertentangan dengan beberapa hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menyatakan sebaliknya. Kedua, dia telah menyebutkan bahwa ulama-ulama Syi'ah menolak gagasan bahwa ada bagian yang telah dihapus atau dihilangkan dari Quran. Perkataannya dengan jelas menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah tidak setuju dengan gagasan apapun yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari Quran. Oleh karena itu sejumlah kecil hadis yang menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya pastilah lemah dan tidak dapat diterima. Selain itu Thabarsi juga menyebutkan bahwa hadis-hadis yang menyatakan secara tidak langsung tentang penghapusan ayat atau surah dalam Quran, tidak terdapat dalam kitab-kitab Syi'ah, dan dapat ditemukan dalam kumpulan-kumpulan hadis Sunni yang paling utama seperti Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari.

Lebih lanjut Syi'ah menulis: Nuri Thabarsi mengemukakan contoh-contoh surah yang dihapus dari Quran, seperti surah Wali, "Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada nabi dan wali! Keduanya Kami utus untuk membimbing kalian ke jalan yang lurus. Nabi dan wali berasal satu sama lain …. memuji Tuhanmu, dan Ali adalah salah satu saksinya."

Semua ulama Syi'ah terkemuka menolak pendapat Nuri Thabaris di atas bahwa ada sebuah surah yang disebut surah Wali. Tetapi karena saudara Wahabi mencoba untuk menyelesaikan semua masalah berkaitan dengan banyaknya hadis riwayat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tentang penghilangan atau penghapusan dua surah Quran yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah dengan mengatakan bahwa surah-surah itu dibatalkan bahkan sesusah wafatnya Rasulullah. Maka, bagaiman seandainya surah kecil di atas yang disebut surah Wali telah diturunkan kemudian dibatalkan?

Berkenaan dengan konsep Wali, tidak diperlukan pembahasan panjanguntuk membuktikannya. Konsep tentang Wali telah disebutkan dalam Quran dengan arti umum maupun khusus. Berikut ini salah satu surah dengan arti khusus;

Satu-satunya wali bagimu adalah Allah, Rasul-Nya, dan mereka di antara orang-orang yang beriman yang tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta tunduk (kepada-Nya). (QS. al-Maidah : 55) ayat di atas dengan jelas mengatakan bahwa tidak semua orang beriman adalah wali dengan makna 'penguasa' dan 'pemimpin' sebagai arti khusus wali dalam ayat ini. Pada ayat ini juga, wali tidak hanya berarti sahabat, karena semua orang beriman adalah sahabat bagi yang lain. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya ada tiga wali khusus; Allah, Nabi Muhammad, dan Imam Ali karena hanya dia pada zaman Rasulullah yang membayar zakat ketika dia sedang bersujud (ruku'). Banyak ulama-ulama Muslim meriwayatkan hal ini.31


Quran Versi Fathimah

Beberapa selebaran anti Syi'ah yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok Wahabi menuduhkan bahwa berdasarkan kitab Ushul al-Kafi, Syi'ah percaya akan adanya sebuah Quran yang disebut 'Quran Fathimah'. Ini adalah sebuah tuduhan yang keji. Tidak ada satu pun hadis dalam Ushul al-Kafi yang menyatakan bahwa Fathimah as menulis sebuah kitab (mushaf). Hadis itu mengatakan 'Mushaf Fathimah'. Tentu saja Quran adalah sebuah (mushaf), tetapi kitab yang lain bukan Quran. Tuduhan ini sama bodohnya adalah dengan mengatakan 'Quran Bukhari', bukan kitab Bukhari. Juga beberapa hadis dalam al-Kafi dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada satu ayat Quran pun dalam Mushaf Fathimah. Ini menunjukkan bahwa Mushaf Fathimah benar-benar berbeda dari Quran. Tentu saja, panjangnya tiga kali lebih besar daripada Quran.

Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa Fathimah as, sesudah Rasulullah wafat, biasa menulis apa yang sudah diberitahukan kepadanya tentang apa yang akan terjadi pada anak cucunya dan kisah-kisah mengenai para penguasa selanjutnya (hingga hari kebangkitan). Fathimah as mencatat atau meminta Imam Ali untuk mencatatkan informasi-informasi tersebut, yang disimpan keluarga para imam, dan disebut kitab (Mushaf) Fathimah. Sebuah hadis yang berkaitan ddengan hal ini secara jelas mengatakan bahwa apa yang disebut Mushaf Fathimah bukan bagian dari Quran dan tidak ada hubungannya dengan firman-firman Allah SWT, dan tentang halal atau haramnya sesuatu menurut Allah. Kitab ini tidak ada kaitannya dengan Syari'ah (hukum Tuhan) dan praktik-praktik keagamaan. Berikut ini beberapa hadis tersebut. Abu Abdullah as mengatakan, "Kami memiliki mushaf Fathimah, tetapi aku tidak menyatakan bahwa segala sesuatu tentang Quran ada di dalamnya."32

Abu Abdillah as juga mengatakan tentang Mushaf Fathimah, "Tidak ada sesuatu pun tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam kitab ini, tetapi dalamnya terdapat pengetahuan tentang apa yang akan terjadi."33

Abdul Malik bin Ayan berkata kepada Abu Abdillah as, "Zaidiyah dan Mu'tazilah telah berkumpul bersama Muhammad bin Abdillah (Ibnu Hasan, yang kedua). Akankah mereka membuat aturan?" Dia berkata, "Demi Allah, aku memiliki dua kitab dimana dalamnya terdapat nama-nama setiap nabi dan setiap penguasa yang memerintah di bumi ini (dari awal hingga hari Kiamat). Tidak, demi Allah, Muhammad bin Abdillah bukan salah seorang di antara mereka.

Mushaf maksudnya suatu kumpulan syahifah yang merupakan bentuk tunggal untuk kata 'halaman' (shuhuf). Arti literal dari kata mushaf adalah naskah yang terikat di antara dua papan. Pada jaman itu orang-orang biasa menulis di atas kulit dan benda-benda lain. Mereka menggulung tulisan-tulisan itu dikenal sebagai gulungan surah, atau mereka memakai lembaran-lembaran terpisah dan mengikatnya bersama-sama, karena itu disebut Mushaf. Sekarang ini kita menyebutnya buku. Kata yang sebanding dengan buku adalah 'kitab' yang dulu (dan sekarang pun masih) biasa ditujukan untuk korespondensi atau untuk suatu dokumen tertulis atau tercatat. Kata menulis dalam bahasa Arab 'kataba' adalah sebuah kata bentukan dan kata yang sama.

Meskipun sekarang ini Quran biasa disebut Mishaf, mungkin merujik pada 'kumpulannya' setelah sebelumnya terpisah-pisah (surah-surah turunnya tidak bersamaa). Quran adalah sebuah Mushaf (buku / kitab), tetapi sembarang mashaf tidak bisa disebut Quran. Tidak ada yang namanya Quran Fathimah, sebagaimana yang dikatakan di mata dan dalam beberapa hadis lainnya, Mushaf Fathimahs memang tidak ada kaitannya dengan Quran. Konsep ini biasa disalah artikan dari konteksnya dan diterbitkan oleh kelimpok-kelompok anti Syi'ah sehubungan dengan kebencian mereka kepada para pengikut Ahlulbait Rasulullah SAW.

Hal lain yang juga sangat pentinguntuk diketahui dan dipahami adalah bahwa mempercayai Mushaf Fathimah bukan sebuah syarat keyakinan Syi'ah. Hanya saja beberapa hadis meriwayatkan hal seperti itu. Mushaf ini bukan sesuatu yang sangat penting, dan tidak ada seorangpun (kecuali Imam Mahdi) yang mengetahui tentagnya.

Ada sebuah ayat dalam Quran dimana Allah mengatakan; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Quran, dan Kami akan benar-benar menjadi penjaganya. (QS. al-Hijr : 9). Seperti yang dinyatakan ayat ini, Quran dilindungi oleh Allah sendiri.

Ayat ini menyatakan secara tidak langung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya oleh Allah sendiri.

Ayat ini menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya dai Syiah Itsna Asyu'arriyyah.

Syi'ah Itsna Asy'ariyyah mengatakan bahwa kitab Allah dilindungi Allah sendiri beserta sejarahnya. Bahkan tiada seorang manusia yang dapat menambahkan, mengurangi, atau mengubah huruf-hurufnya. Hal ini meliputi semua golongan manusia. Dalam kehidupan nyata, hal ini berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Singkatnya, tiada satupun manusia yang mampu mengubah Quran dengan cara apapaun. Di sisi lain, ada kaum Sunni yang mengatakan bahwa Syi'ah mempunyai Quran yang berbeda.

Mari kita perhatikan pernyataa berikut ini, "Jika kita menerima sekelompok orang separti Syi'ah (atau kulkumpulan lain yang bernama X) yang telah mengubah Quran, kita mempertanyakan kemampuanAllah dalam menjaga Quran. Kita berkata bahwa sekelompok umat mampu mengubah Quran dan menyebarluaskan Quran itu pada kelompoknya. Bukankah Allah yang seharusnya melindungi Quran? Sekiranya Quran demikian itu ada, berarti kita telah mengganggap bahwa Allah tidak mampu. "Dengan kata lain, kaum Sunni percaya pada versi yang menyatakan tentang lemahnya perlindungan Allah terhadap Quran. Sementara orang-orang Syi'ah Itsna Asy'ariyyah tidak menerima kelemahan seperti itu: Artinya, barangsiapa yang mengatakah hal. Seperti ini, brrarti ia benar-benar percaya bahwa segelintir orang (bahkan satu orang) telah mengubah Quran. Dengan kata lain, ia sendiri percaya pada perubahan yang terjadi pada Quran yang bukan dilakukan olehnya, tetapi oleh orang lain.

Kita mungkin mengatakan bahwa secara fisik semua Quran sama. "tetapi, Syi'ah mempercayai hal itu hanya dalam benak mereka. Pernyataan ini pastilah lelucon belaka. Apakah kita berpikir bahwa Syi'ah seperti itu hanya ada dalam benak saja? Sejumlah kecil hadis yang menyebutkan tentang Quran yang berbeda juga menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran yang berbeda terlihat oleh perawi hadis. Seperti yang anda lihat adanya penambahan frase 'Yang Menciptakan dalam Quran, para perawi hadis bahkan memberikan kata-kata yang sudah ada dalam Quran, kadang-kadang mereka menyajikan ayat lengkap yang dihapus atau ditambahkan, atau bahkan membicarakan tentang surah-surah Quran yang lengkap. Kedua hal ini tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Jika Quran seperti itu ada, maka Allah pasti berbohong kepada umat manusia. Jika Quran adalah yang paling kuat dan benar, maka Quran semacam itu tidak ada. Dengan kata lain, jika kita katakan bahwa Quran seperti itu ada, artinya kita menyerang kaum muslimin, Quran yang ada sekarang ini dan menyerang Tuhan.

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Apakah seorang penyembah berhala India dapat mengubah Quran?

Sebelum berakhirnya pembahasan artikel ini, kita perhatikan perumpamaan berikut ini. Seorang bernama A sangat ahli bermain catur. Dia bermain dengan B.
Saat B kalah dan hanya tinggal dua langkah bagi B untuk kalah dalam permainan itu, A menyarankan sesuatu yang menarik. Dia memutar papan catur 180 derajat. Dengan ini, tempat pemenang dan yang kalah berganti. A yang sebelumnya menang, sekarang kalah, dan B yang sebelumnya kalah sekarang hampir menjadi pemenang. Tetapi cerita tidak berakhir sampai di sini. A begitu lihai sehingga dia menang lagi. Dia bisa menghadapi masalah, menyelesaikannya, dan mendapatkan kekuatan serta merupakan kunci dalam permainan catur tersebut. Kisah Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat mirip dengan cerita ini.

Jika kita menghadiri pelajaran-pelajaran keagamaan (bukan sembarang pelajaran), kita akan menemukan permainan yang sama. Pengajar membuktikan kepada kita bahwa subjek ini begini dan begitu. Kita menjadi yakin sehingga berniat meniggalkan agama ini. Lalu dia mulai menjelaskan semua alasan-alasan terdahulu dan membuka setiap masalah, dan membawa sumber-sumber dan alasan-alasan lain. Kita dapat melihat betapa menakjubkannya definisi subjek itu berubah.

Kita menjadi bahagia karena telah mendapatkan kebenaran. Perbedaannya sekarang adalah bahwa kita berpikir bahwa keimanan kita menjadi lebih kuat.

Perilaku ini bahkan tersimpan dalam buku-buku. Jika seorang pembaca tidak mengenal metode ini, dia berpikir si penulis atau pengarang adalah kafir. Jika dia tidak membaca seluruh isi buku tersebut, dia pasti akan kesal sekali terhadap isi beberapa bagian buku tersebut. Disisi lain, jika si pembaca sabar, dalam sesaat dia akan melihat bahwa irama si penulis berubah. Metode ini menyebabkan banyak persoalan. Salah satunya adalah bagi para pembaca yang membaca sebagian buku itu. Mereka langsung menuduh penulis di depan umum bahwa dia kafir. Jika orang lain telah membaca buku ini sebelumnya, dia akan mentertawakan orang pertama karena kurangnya membaca.

Subjek mengenai perubahan Quran merupakan salah satu di antara subjek-subjek ini. Bagi para pembaca, bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa Quran diubah dengan menggunakan Quran sendiri. Masalahnya adalah bahwa metode ini sangat berbahaya. Jika seseorang gagal untuk menyampaikan subjek itu kepada kita, sebagian besar di antara kita pastilah akan kehilangan keimanan kita terhadap Quran. Perlu diketahui bahwa Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat ahli dalam hal ini Syi'ah Itsna Asy'arriyah sangat ahli dalam hal ini sehingga tidak ada mazhab Islam lainnya yang telah mengikuti mereka dalam hal tadi. Mereka menunjukkan bahwa Quran tidak diubah dengan Quran, hadis dan cerita-cerita historis. Ketika pelajaran usai, kita akan mendapatkan sebuah sistem pemikiran yang sangat kokoh tentang subjek yang spesial. Kita akan menemukannya berada sangat dekat dalam diri kita.

Perdebatan-perdebatan Awal Mengenai Keutuhan Quran.35

Artikel singkat ini mencoba untuk mengungkap asal mula kontroversi Syi'ah-Sunni mengenai integritas teks Quran. Perkembangan perdebatan ini pada abad pertama Islam menggambarkan sebuah contoh menarik tentang bagaimana gagasan-gagasan berkembang pada periode awal melalui perselisihan mazhab, juga hubungan dan komunikasi di antara mazhab-mazhab Islam dan mazhab pemikiran yang beraneka ragam. Meskipun ada ketidakpercayaan yang sangat kuat, banyak faktor memfasilitasi sikap memberi dan menerima di antara mazhab yang berbeda. Kelompok yang paling terkemuka pada saat itu adalah sekelompok perawi hadis yang sering mengunjungi mazhab-mazhab yang berbeda tersebut sehingga mengenalkan banyak literatur setiap mazhab kepada mazhab lainnya.

Seringkali, dua kutub riwayat hadis yang membingungkan ini membantu 'menaturalisasikan' segmen-segmen literatur suatu mazhab ke dalam literatur mazhab lainnya.

Dalam mazhab Syi'ah hal ini terjadi. Banyak perawi hadis mendengar hadis dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, kemudian salah menghubungkan banyak hadis yang mereka dengar.36 Mutakallimun Syi'ah terdahulu juga mengutip pernyataan-pernyataan dari sumber-sumber Sunni dalam polemik mereka melawan kaum Sunni sebagai argumentum ad hominem. Tetapi dari pertengahan abad ke-3 sampai ke-9, adalah biasa bagi sebagian penulis dan ahli hadis Syi'ah untuk mengaitkan asal Syi'ah pada materi ini, karena orang-orang berpikir bahwa apapun yang dikatakan atau ditulis oleh sahabat-sahabat para imam dan mutakalimun Syi'ah terdahulu, bahkan apa mereka gunakan dalam polemik-polemik mereka, menggambarkan sudut pandang dan pernyataan para Imam." Asumsi ini menyebabkan masuknya banyak materi-materi asing ke dalam pemikiran Syi'ah.

Banyak dari ketertukaran masa awal ini terlupakan oleh waktu. Karena itu tidak diketahui bahwa banyak gagasan yang kemudian diberi label Sunni, Syi'ah, atau semacamnya yang dipegang oleh kelompok yang berbeda atau, sedikitnya pada periode awal sebelum mazhab-mazhab menentukan bentuk akhir mereka, sebenarnya dipakai oleh beragam elemen utama masyarakat Islam. Persoalan integritas teks Quran Utsmani dan kontroversi di seputar hal itu adalah contoh utama fenomena tersebut. Isu sentral perdebatan-perdebatan itu adalah apakah teks Utsman meliputi seluruh materi yang sudah diturunkan kepada Rasulullah, atau apakah ada materi selanjutnya yang hilang dari teks Quran Utsmani. Pada halaman-halaman berikut, akan dibahas tentang ketertukaran Syi'ah Sunni berkaitan dengan persoalan ini.

Bukti yang ada dalam Quran itu sendiri seperti juga dalam hadis menyatakan bahwa Rasulullah menghimpun naskah tertulis untuk Islam semasa hidupnya, kemungkinan besar pada tahun-tahun pertamanya di Madinah." Menurut riwayat, Rasulullah terus mengumpulkan Quran hingga suatu waktu, secara pribadi memerintahkan para juru tulis dimana mereka harus membuka halaman baru wahyu yang diturunkan dalam naskah tersebut.39 Ada juga petunjuk-petunjuk bahwa bagian-bagian wahyu yang lebih dulu diturunkan tidak dimasukkan ke dalam naskah itu.

Sebuah ayat dalam Quran menyatakan tidak adanya satu bagian wahyu yang dibatalkan atau 'dilupakan',40 ayat lainnya berbicara mengenai ayat-ayat yang berisi bahwa Allah mengganti yang lainnya.41 Menurut riwayat, kaum Muslim masa itu biasa mengingat ayat-ayat dari wahyu yang tidak mereka temukan dalam naskah yang baru. Akan tetapi, mereka menyadari bahwa bagian-bagian itu sengaja tidak dimasukkan oleh Rasulullah, karena kaum Muslimin sering menyebut ayat-ayat itu sebagai wahyu yang 'dibatalkan (nusikha), 'diangkat' (rufi'a), 'untuk dilupakan' (unsiya), atau 'diturunkan (usqita).42 Konsep pembatalan wahyu (naskh al-Quran) rupanya merujuk pada bagian-bagian yang tidak dimasukkan oleh Rasulullah ke dalam naskah tersebut.43 Akan tetapi kemudian, konsep itu dikembangkan dalam hadis Sunni untuk memasukkan beberapa kategori hipotesis, sebagian besarnya disertai contoh-contoh yang ada dalann trks Quran sekarang. Akan tetapi, dengan satu kekecualian yang mungkin," sangat disangsikan bahwa Quran memasukkan ayat-ayat yang dibatalkan.

Riwayat Sunni tentang kumpulan Quraa benar-benar berbeda dari apa yang dipaparkan di atas. Dikatakan bahwa Quran tidak dihimpun dalam satu jilid hingga sesudah Rasulullah wafat pada tahun 11/632.45 Para pencatat wahyu (kuttab al-wahy) masa itu, biasanya langsung menuliskan ayat-ayat setelah Rasulullah menerima dan membacakannya. Sebagian lainnya di antara kaum mukminin, menghapalkan bagian-bagian wahyu tersebut atau kadang-kadang mencatatnya pada media tulis apa saja yang masih primitif. Menurut para pendukung riwayat ini, fakta bahwa Quran tidak dihimpun sebagai sebuah kitab hingga wafatnya Rasulullah sangat logis. Selama beliau hidup, selalu ada perkiraan tentang turunnya wahyu dan selanjutnya dan wahyu pembatalan yang tidak sering turun. Kumpulan ayat-ayat atau wahyu yang telah diturunkan, tidak dapat dianggap sebagai sebuah teks yang lengkap.46 Banyak orang menghapal sebagian besar wahyu, yang dibaca berulang kali dalam shalat-shalat mereka dan dibacakan kepada orang-orang lainnya. Ketika Rasulullah masih ada di tengah-tengah kaum mukminin sebagai satu-satunya orang yang berwenang, kitab atau buku referensi agama atau undang-undang tidak diperlukan. Setelah beliau wafat, semua pertimbangan ini berubah dan keadaan yang baru mengharuskan adanya kumpulan Quran ini. Riwayat yang disampaikan oleh sumber-sumber Sunni adalah sebagai berikut.

Dua tahun sesudah wafatnya Rasulullah, kaum Muslimin terlibat dalam sebuahpertumpahan darahdengankomunitas musuh diYamama di daerah gurun pasir Arab. Banyak para penghapal (qurra) Quran gugur saat itu.47 Karena khawatir sebagian besar Quran hilang dan lebih banyak para penghapal Quran wafat dalam perang, Abu Bakar, pengganti Rasulullah yang pertama, memerintahkan agar Quran dikumpulkan.

Untuk tujuan ini, para sahabat dan para penghapal Quran diminta untuk datang memberikan bagian-bagian wahyu mana saja yang diingat atau telah ditulis oleh mereka dalam bentuk apapun. Abu Bakar memerintahkan Umar, penggantinya di kemudian hari, dan Zaid bin Tsabit, seorang pencatat wahyu yang masih muda ketika Rasulullah masih hidup, untuk duduk di pintu masuk masjid Madinah dan mencatat ayat atau bagian yang sedikitnya ada dua orang saksi menyatakan bahwa mereka telah mendengarnya dari Rasulullah. Meskipun demikian, untuk kasus tertentu, kesaksian dari hanya seorang saksi pun diterima.48

Semua materi yang dikumpulkan dengan cara ini dicatat pada lembaran-lembaran kertas,49 atau perkamen, tetapi belum dihimpun ke dalam satu jilid Lebih lanjut, pada saat itu materi-materi ini diperuntukkan bagi kaum Muslimin, yang masih terus memiliki Quran dalam bentuk sederhana yang terpisah-pisah. Lembaran-lembaran kertas atau perkamen itu disimpan oleh Abu Bakar dan setelah Umar wafat, mereka memberikannya kepada putrinya, Hafsah. Utsman mengambil lembaran-lembaran itu dari Hafsah selama masa kekhalifahannya dan membuatnya dalam bentuk satu jilid Dia mengirimkan beberapa salinan kepada kelompok-kelompok Muslim yang berbeda di dunia dan memerintahkan agar kumpulan-kumpulan lain atau bagian Quran yang diketemukan di mana saja dibakar.50

Seluruh riwayat mengenai kumpulan Quran ini diterima oleh ulama-ulama Sunni sebagai hal yang dapat dipercaya dan digunakan, seperti yang akan dibahas di bawah ini, sebagai dasar dari gagasan tentang ketidaklengkapan Quran.

Literatur Sunni berisi banyak hadis yang mengatakan bahwa sebagian wahyu telah hilang sebelum dilaksanakannya penghimpunan Quran yang diprakarsai oleh Abu Bakar. Contohnya, ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu waktu Umar mencari teks ayat tertentu Quran yang dia ingat secara samar-samar. Betapa menyesalnya dia ketika akhirnya mengetahui bahwa satu-satunya orang yang memiliki catatan ayat itu telah meninggal dalam perang Yamama dan karenanya ayat itu hilang.51 Umar diriwayatkan telah mengumpulkan kembali ayat Quran tentang hukuman rajam untuk orang yang berzinah 52 Tetapi dia tidak dapat meyakinkan rekan-rekannya untuk memasukkan ayat ini ke dalam Quran karena tidak ada seorangpun yang mendukungnya,53 dan syarat bahwa harus ada dua saksi untuk diterimanya teks Quran manapun sebagai bagian dari Quran, tidak terpenuhi. Akan tetapi, kemudian beberapa sahabat mengingat ayat yang sama,54 termasuk Aisyah, isteri Rasulullah yang termuda.

Dia diduga telah mengatakan bahwa lembaran di mana dua ayal dicatat, termasuk ayat tentang rajam, disimpan di bawah sepreinya dan kemudian sesudah Rasulullah wafat, seekor binatang piaraan55 masuk ke kamarnya dan menelan habis lembaran tersebut saat penghuni rumah sedang sibuk dengan upacara pemakaman beliau.56 Umar juga mengingat ayat-ayat lain yang dia kira dikeluarkan (saqata) dari Quran57 atau hilang, termasuk satu ayat tentang kepatuhan kepada orang tua58I dan ayat lain tentang jihad59 Pernyataannya mengenai ayat pertama dari dua ayat tadi, didukung oleh tiga ahli Quran sebelumnya, yaitu: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka'b.60 Anas bin Malik mengingat sebuah ayat yang diturunkan pada saat ketika sejumlah kaum Muslimin gugur dalam sebuah peperangan, tetapi kemudian ayat itu dicabut.61 Anak didik Umar, Abdullah 62 dan sejumlah ulama sesudahnya63 berpendapat bahwa banyak Quran telah musnah sebelum dilakukan penghimpunan teks Quran.

Riwayat-riwayat yang sama, khususnya ditujukan kepada resensi Quran Utsmani yang resmi. Mereka menyatakan bahwa sebagian di antara para sahabat terkemuka tidak dapat menemukan bagian naskah resmi wahyu yang telah mereka dengar sendiri dari Rasulullah, atau mereka mendapatkan wahyu-wahyu tersebut dalam bentuk yang berbeda. Ubay bin Ka'b, misalnya, membaca surah al-Bayyinah dalam bentuk yang ia nyatakan telah didengarnya dari Rasulullah.

Surah ini termasuk dua ayat yang tidak ditulis dalam teks Utsmani.64 Dia juga berpikir bahwa versi asli dari surah al-Ahzab lebih panjang dari surah yang secara khusus dia ingat tentang ayat hukuman rajam yang hilang dari teks Utsmani:65 Pernyataannya didukung oleh Zaid bin Tsabit.66 Aisyah mengatakan bahwa ketika Rasulullah masih hidup, surah tersebut kira-kira tiga kali panjangnya, meskipun ketika Utsman menghimpun Quran, dia hanya menemukan apa yang akhirnya ada dalam naskahnya,67 dan oleh Hudzaifah bin Yaman (yang menemukan sekitar tujuh puluh ayat yang hilang dalam naskah resmi yang baru, ayat-ayat yang biasa dibacanya ketika Rasululullah masih hidup).68 Hudzaifah juga berpendapat bahwa panjang surah at-Taubah dalam bentuk Quran Utsmani mungkin seperempat 69 atau sepertiga70 dari panjang surah at-Taubah semasa Rasulullah hidup.

Ini adalah pendapat yang didukung oleh ahli fiqih abad ke delapan dan ahli hadis terkemuka Malik bin Anas, pendiri mazhab hukum Islam Maliki.71 Di samping itu, ada juga sejumlah riwayat bahwa surah al-Hijr dan surah an-Nur suatu waktu panjangnya pernah tidak sama.' Dan Abu Musa Asy'ari ingat adanya dua surah yang panjang (salah satu suratnya masih ia ingat) yang tidak dapat ditemukannya dalam teks Quran sekarang.73 Salah satu dari kedua ayat yang diingatnya ("Jika seorang Bani Adam memiliki dua ladang emas, dia akan mencari ladang yang ketiga..."), juga dikutip dari para sahabat lain seperti Ubay,74 Ibnu Mas'ud,75 dan Ibnu Abbas.76

Maslamah bin Mukhallad Anshari memberikan dua ayat-selanjutnya yang tidak ada dalam teks Quran Utsmani 77 dan Aisyah memberikan ayat yang ketiga77 Dua surah pendek yang dikenal sebagai surah Hafd dan surah Khal ditulis Quran yang dihimpun Ubay,78 Ibnu Abbas dan Abu Musa.79 Ayat-ayat itu mereka nyatakan diketahui Umar 80 dan sahabat-sahabat lainnya 81 meskipun surah lainnya tidak ditemukan dalam teks resmi tersebut. Ibnu Mas'ud tidak memiliki surah 1, 113, dan 114 dalam teks yang dihimpunnya82 tetapi dia mempunyai sejumlah kata-kata dan frase tambahan yang hilang dari naskah Utsmani.83 Dia dan beberapa sahabat lainnya juga menyimpan beberapa ayat yang berbeda dari naskah yang resmi.84 Selain itu terdapat riwayat-riwayat yang disebarluaskan bahwa sesudah Rasulullah wafat, Ali menyimpan semua bagian Quran bersama-sama 85 dan memberikannya kepada para sahabat; tetapi mereka menolaknya, dan Ali harus membawanya kembali ke rumah.86 Riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa ada perbedaan substansial di antara versi-versi Quran yang bermacam-macam itu.

Dalam hadis Islam yang didasarkan pada ingatan umat Islam generasi terdahulu, dan bukan semata-mata didasarkan pada ingatan sejumlah riwayat asing, diakui secara universal bahwa bahwa Utsman menyebarluaskan resensi Quran yang resmi dan melarang semua versi-versi lainnya. Tentu saja ada perbedaan-perbedaan di antara naskah-naskah kuno tersebut. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan itu mengharuskan pembentukan sebuah standar dan teks yang diterima secara universal.

Adalah masuk akal jika sahabat-sahabat dekat Rasulullah, khususnya mereka yang bergabung dengan beliau selama berada di Mekkah, masih mengingat bagian wahyu yang tidak dimasukkan ke dalam Quran oleh Rasulullah. juga, sesuatu yang masuk akal jika kita berspekulasi bahwa Ali yang versi Kitab Suci-nya mungkin merupakan salah satu kitab yang terlengkap dan otentik, telah menawarkannya kepada Utsman untuk ditahbiskan sebagai teks resmi, tetapi penawarannya itu ditolak oleh khalifah yang lebih memilih untuk menyeleksi dan menggabungkan unsur-unsur semua naskah yang bersaing. Hal ini mungkin telah menyebabkan Ali menarik naskahnya sebagai dasar untuk menyusun resensi yang resmi. Sahabat yang lain, Abdullah bin Mas'ud, juga diriwayatkan telah menjauhkan diri dari proses tersebut dan menolak untuk menawarkan teks-nya sendiri 87

Sebaliknya, riwayat sebelumnya dari penyusunan Quran yang pertama sangat problematis.88 Meskipun riwayat ini signifikan, riwayat ini tidak muncul dalam karya manapun yang ditulis oleh para ulama abad ke-2/ke-8 dan awal abad ke-3/ke-9.89 Menurut riwayat, sejumlah detil riwayat ini terjadi kemudian pada saat Utsman memerintahkan pembentukan sebuah Quran standar.90 Beberapa riwayat menolak mentah-mentah bahwa ada sejumlah usaha resmi yang dilakukan sebelum masa Utsman.91 Menurut riwayat, ini adalah pernyataan yang didukung oleh banyak umat Muslim yang mengingatnya.92 Versi-versi yang berbeda mengenai riwayat ini mengungkapkan kontradiksi utama berkaitan dengan beberapa keterangan pokoknya. Nama sahabat yang kesaksiannya diterima93 dan ayat-ayat yang benar yang dibicarakan94 ada bermacam-macam.

Di samping itu, ada juga keterangan-keterangan yang kontradiktif tentang peranan Zaid bin Tsabit dalam proses penghimpunan Quran95 Pencantuman ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan satu orang saksi merupakan upaya yang nyata untuk membuat cerita tersebut dapat lebih diterima melalui referensi-referensi untuk riwayat yang dikutip Khuzaimah Dzul Syahadatain, orang yang kesaksian tunggalnya diterima oleh Rasulullah sama dengan kesaksian dua orang saksi.96 Dalam versi lain riwayat ini dimana saksinya adalah seorang lelaki Anshar yang tidak diketahui namanya, Umar diriwayatkan telah menerima kesaksian satu orang saksi ini atas dasar bahwa isi dari ayat yang diberikan lelaki tadi, menurut penilaian Umar, adalah benar, karena ayat itu menjelaskan Rasulullah dengan sifat-sifat yang dimiliki beliau.97

Dalam versi lain, satu ayat atau beberapa ayat ini disebutkan telah diterima karena Umar,98 Utsman,99 atau Zaid 100 bersaksi bahwa mereka juga telah mendengar ayat-ayat itu dari Rasulullah. Atau kemungkinan lainnya adalah karena khalifah telah memerintahkan agar kesaksian setiap orang diterima asal dia bersumpah bahwa dia telah mendengar sendiri dari Rasulullah tentang ayat atau bagian yang ditawarkan untuk dimasukkan ke dalam Quran.101

Lagipula, dalam usaha yang nyata untuk membersihkan riwayat tersebut dari kontradiksi-kontradiksi yang buruk, sebuah versi lain riwayat ini ditulis oleh para perawi selanjutnya yang menyebutkan bahwa, pertama, penghimpunan Quran dimulai pada masa pemerintahan Abu Bakar tetapi tidak dapat diselesaikan sebelum dia wafat dan disatukan pada zaman pemerintahan Umar. Kedua, Zaid merupakan salah seorang yang menulis Quran pertama kali pada zaman pemerintahan Abu Bakar di sebuah media tulisan kuno dan kemudian menuliskannya di atas kertas pada masa Umar. Ketiga, tidak ada kesangsian mengenai kesaksian atau saksi, tetapi Zaid sendiri sesudah menyelesaikan naskah tersebut membacanya sekali lagi dan ia tidak menemukan surah 33 ayat 23. Ia kemudian mencari di sekitarnya, hingga ia menemukan catatan tentang itu pada Khuzaimah bin Tsabit. Ia kemudian memeriksa lagi teks tersebut dan kali ini mendapatkan ayat 12-129 dari surat 9 hilang, jadi ia mencarinya hingga menemukan catatan itu pada orang yang kebetulan bernama Khuzaimah juga.

Ketika ia memeriksa teks itu untuk ketiga kalinya, ia tidak menemukan adanya masalah dan dengan demikian penghimpunan dan penyusunan naskah tersebut selesai.102 Kisah itu berlawanan dengan sejumlah riwayat yang disampaikan103 yang menegaskan bahwa sejumlah sahabat, terutama Ali, Abdullah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'b, telah menghimpun Quran pada zaman Rasulullah.104 Selanjutnya, sebuah upaya yang terang-terangan dan mencurigakan nampaknya dilakukan untuk entah bagaimana, menghargai ketiga khalifah pertama atas keberhasilan mereka menyusun kitab suci Islam dengan tidak mengikutsertakan khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib.

Poin terakhir ini, jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas tentang pengumpulan naskah Quran oleh Ali sesudah wafatnya Rasulullah, mungkin dapat memberi keterangan mengenai asal-usul kisah tersebut. Bila kita perhatikan perselisihan politik masa awal, kemudian polemik, perdebatan-perdebatan di antara komunitas Muslim, kita dapat mengatakan bahwa ada proses bertahap dalam pembentukan cerita itu. Rupanya ada isu yang beredar secara luas pada abad pertama Hijriah yang kurang lebih mengatakan bahwa Ali tidak menghadiri pertemuan dimana pada kesempatan itu Abu Bakar dinyatakan sebagai penguasa setelah wafatnya Rasulullah, dan bahwa ada selang waktu sebelum Ali bersumpah setia kepada Abu Bakar.

Sejak awal, para pendukung Ali telah menafsirkan ini sebagai sebuah gambaran atas ketidakpuasan Ali dengan dipilihnya Abu Bakar dan menggunakan kesimpulan ini sebagai dasar untuk menyerang konsensus para sahabat yang telah diajikan oleh para pendukung khalifah sebagai dasar yang sah untuk validitas penggantian khalifah oleh Abu Bakar. Argumen ini nampaknya muncul sudah cukup lama; bahkan mungkin sebelum turunnya Bani Umayah di awal abad ke-2/ke-8 ketika perdebatan mazhab mulai berkembang di antara komunitas Muslim." Dengan turunnya Bani Umayah, Ali tidak bisa lagi diabaikan dan sebuah jawaban harus ditemukan.

Sejumlah riwayat yang mengatakan bahwa Ali mengundurkan diri dari kehidupan bermasyarakat sesudah Rasulullah wafat dengan maksud untuk menghimpun naskah Quran, menyebutkan hal ini sebagai penjelasan atas keenggangannya untuk memberikan sumpah setia sejak awal kepada khalifah.106

Sepertinya mungkin sekali,107 riwayat-riwayat ini digunakan sebagai latar belakang sejumlah cerita dan riwayat yang berkaitan dengan Ali108; tujuan kaum sektarian mengatakan bahwa kelambatan Ali bukan tanda dari ketidak puasannya. Bahkan, dikatakan bahwa ketika Ali sedang berbicara kepada Abu Bakar (saat Khalifah bertanya kepada Ali apakah ia tidak langsung bersumpah setia kepadanya dikarenakan tidak senang atas pemilihannya sebagai khalifah) Ali 'telah bersumpah kepada Tuhan untuk tidak mengenakan pakaian luarnya kecuali untuk menghadiri shalat berjamaah, hingga beliau selesai menghimpun Quran.109

Akan tetapi, episode itu menimbulkan masalah lain bagi para pendukung ortodoks, karena hal itu menambah poin lain pada daftar hak-hak istimewa Ali yang digunakan oleh kaum Syi'ah untuk menuntut haknya kepada khalifah. Sebagai tambahan untuk semua jasanya yang lain, sekarang ini Ali adalah satu-satunya orang yang menyandang tugas penting menyatukan naskah Quran setelah Rasulullah wafat." Kemungkinan besar, ini merupakan senjata yang berbahaya di tangan para pendukungnya dalam perdebatan-perdebatan sektarian.

Para pendukung Ali mungkin telah menggunakannya ketika melawan islamiyyah, untuk membalas argumen yang mendukung Utsman dengan dasar bahwa dialah orang yang membuat Quran standar dan resmi. Bagi Utsmaniyyah hal itu merupakan sebuah tantangan besar yang mereka hadapi, sebagaimana dalam kasus-kasus lainnya, dengan mencari cara untuk menjatuhkan tuntutan-tuntutan Syi'ah atas kualitas istimewa Ali atau keluarga dari Rasulullah. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:111

Pertama, banyak riwayat mengatakan bahwa Rasulullah telah memilih Ali sebagai saudaranya 112 pada saat beliau menetapkan 'persaudaraan' di antara para pengikutnya.113 Riwayat, yang menentangnya mengatakan bahwa status ini dipenzntukkan bagi Abu Bakar114 dan saudara-saudara Umar.115 Sejumlah riwayat lain mengutip Rasulullah ketika mengatakan bahwa, "jika aku dapat mengangkat seorang sahabat, aku akan mengangkat Abu Bakar, tetapi sahabat kalian (Rasulullah) telah diambil oleh Allah sebagai kekasih-Nya."116 Sepertinya, riwayat ini dibuat untuk melawan pernyataan dipilihnya Ali sebagai saudara Rasulullah.

Kedua, para pendukung Ali menganggapnya sebagai orang yang paling utama di antara sahabat-sahabat Rasulullah. Susungguhnya, dalam sejarah, terdapat sejumlah indikasi bahwa Ali sesungguhnya merupakan salah seorang sahabat yang paling utama. Akan tetapi, sebuah riwayat yang jelas pro-Utsmaniyyah, menegaskan bahwa selama Rasulullah hidup, hanya Abu Bakar, Umar, dan, Utsman lah sahabat yang utama. Semua yang lain menjadi sahabat dengan tidak ada perbedaan status atau keutamaan.117

Ketiga, dalam sebuah pernyataan yang dianggap berasal dari Rasulullah yang sering dikutip, diriwayatkan bahwa beliau memanggil kedua cucunya dari Fathimah; Hasan dan Husain, dua penghulu pemuda di Surga.118 Riwayat lain dari Rasulullah mempergunakan julukan yang sama untuk Ali.119 Sebuah riwayat balasan menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai para penguasa orang-orang setengah baya di surga.120

Ke empat, sebuah pernyataan yang beredar luas berkaitan dengan pernyataan Rasulullah bahwa 'beliau adalah kota ilmu pengetahuan sedangkan Ali merupakan pintu gerbangnya.'121 Sebuah pernyataan balasan menjelaskan Abu Bakar sebagai pondasi kota itu, Umar sebagai dindingnya dan Utsman sebagai langit-langitnya.'122

Ke lima, diriwayatkan bahwa selama tahun-tahun pertama Rasulullah tinggal di Madinah, para sahabat yang telah memiliki rumah di sekeliling mesjid Nabi, membuka pintu-pintu keluar dari rumah-rumah mereka ke masjid supaya mudah bagi mereka untuk menghadiri shalat berjamaah di sana bersama Rasulullah. Menurut sebuah riwayat yang dikutip secara luas, Rasulullah selanjutnya memerintahkan agar semua pintu itu ditutup, kecuali pintu dari rumah Ali, yang merupakan pintu dari rumah putri beliau.123 Akan tetapi, sebuah riwayat balasan berusaha menyatakan bahwa pintu dari rumah Abu Bakar lah yang merupakan pintu yang tidak ditutup.124

Ke enam, umat Muslim secara sepakat meyakini bahwa selama peristiwa mubahalah (peristiwa saling mengutuk antara dua keluarga) yang terjadi di antara Rasulullah dan umat Kristen Najran di akhir kehidupan Rasulullah,125 Rasulullah membawa para anggota keluarganya: Ali, Fathimah, dan kedua putra mereka.126 Dengan jelas terlihat bahwa Rasulullah mengikuti aturan tradisional dalam adat Arab dalam upacara pengutukan, dimana masing-masing pihak harus membawa keluarganya. Akan tetapi, sebuah riwayat balasan menegaskan bahwa Rasulullah pergi ke upacara itu dengan ditemani oleh Abu Bakar beserta keluarganya, Umar beserta keluarganya, dan Utsman beserta keluarganya.127

Ke tujuh, menurut sebuah riwayat yang beredar, Rasulullah menyatakan bahwa Fathimah, Ali dan kedua putra mereka merupakan anggota keluarganya.128

Definisi keluarga Rasulullah ini didukung oleh hampir seluruh otoritas Muslim masa-masa awal.129 Akan tetapi, sebuah riwayat yang nyata pro-Utsman mengutip Rasulullah mengatakan bahwa Ali, Hasan, Husain, dan Fathimah, adalah anggota keluarganya sementara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah merupakan anggota keluarga Allah.130

Nampaknya tidak menjadi masalah jika kita berasumsi bahwa riwayat-riwayat yang selama ini dihormati tentang penghimpun Quran yang dilakukan Ali dan cerita yang sedang dibicarakan itu, dibuat sebagai bagian polemik anti Syi'ah. Proses itu nampaknya diawali dengan pernyataan bahwa, dengan Utsman sebagai pengecualian, tidak seorangpun dari khalifah atau para sahabat yang telah menghimpun naskah Quran,131 beberapa di antaranya memastikan dan menegaskan bahwa Ali, khususnya, telah wafat sebelum ia dapat menghimpunnya.132

Riwayat lain menegaskan bahwa orang yang pertama menghimpun Quran adalah Salim, seorang klan Abu Hudzaifah, orang yang setelah Rasulullah wafat 'bersumpah kepada Allah untuk tidak mengenakan pakaian luarnya hingga saat dia selesai menghimpun Quran.'133 Pernyataan ini, pada riwayat lain justru merujuk kepada Ali. Salim adalah salah satu di antara mereka yang wafat pada Perang Yamama.134 Pernyataan lainnya muncul dengan lebih terus terang bahwa orang pertama yang menghimpun Quran adalah Abu Bakar.135

Dengan mempergunakan kepercayaan-kepercayaan populer di antara kaum Muslimin berkaitan dengan pembuatan Quran standar oleh Utsman - termasuk peranan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator utama proyek tersebut - peranan Abu Bakar dalam penghimpunan Quran kemudian berkembang seperti yang disebutkan di atas, dimana pada saat yang sama, dalam proses itu juga menyebutkan peranan utama Umar dalam penghimpunan Quran.


Catatan Kaki

1. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
2. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Muhammad Ridha Muzhaffar, versi Bahasa Inggris, hal. 50-51.
3. Ushul al-Kafi, ayat 1, 228, hadis 1.
4. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
5. Lihat Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Inggris, 6468, 5105, 585.
6. Lihat Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, 6501.
7. Al-Itiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 7879.
8. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, hadis 202.
9. Ushul al-Kafi, edisi Bahasa Arab, bag.l, hal. 18-19.
10. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, pengantar oleh Kulaini, bag. 1, hal. 17-18.
11. Beberapa referensi hadis artikel ini: Shahih al-Bukhari, versi Arab Inggris; al-Imam ash-Shadiq, dicetak oleh Darul Fikr Arabi, Mesir; al-Burhan, Zarkasyi; al-Itqan, Suyuthi; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani; Irsyad as-Sari, Qastalani; al-Kafi, dicetak oleh Haidari Printings, Teheran, Iran; al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq; Masadir al-Hadits 'Inda as-Syi'ah al-Imamiyyah, Muhammad Husain Jalali; Ulum al-Hadits, Zainal Abidin Qurbani.
12. Di bagian ke tujuh Shahihnya, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut, hal. 139-140 (dalam Bahasa Arab, untuk Shahih Muslim Bahasa Inggris lihat bab 391, hal. 500, hadis 2286.
13. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2282.
14. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2283.
15. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, bab 391, hadis 2284.
16. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2285.
17. Shahih al-Bukhari, jilid 8, hal. 209-210. Untuk versi Arab-Inggris, lihat hadis 8817. Referensi lain untuk hadis yang sama: Musnad Ahmad, di bawah judul hadis as-Saqifah, hal. 47,55; Sirah Ibnu Hisyam, diterbitkan oleh Isa Babi Halabi, Mesir, 1955, jilid 2, hal. 658. Hadis di atas dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8817) sebagaimana hadis-hadis yang sama dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8816 dan 9424), semua mengatakan 'haji terakhir Umar.'
18. Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan tanpa nomor hadis. Hadis ini merupakan judul salah satu bab hadis Bukhari. Untungnya, hadis ini diterjemahkan oleh penerjemahnya. Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, vol. 9, hal. 212, antara hadis 9281 dan 9282.
19. Pembatalan adalah menghapus sesuatu dari Quran atas perintah Rasulullah sendiri. Misalnya, ada suatu aturan sementara, kemudian Rasulullah membawa perintah Allah bahwa aturan itu diperpanjang dan aturan sebelumnya tidak dipergunakan lagi. Oleh karena itu, aturan sebelumnya dihapus. Sekarang, apakah kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dibatalkan? Jika demikian, apa yang dapat dipahami dari kata 'pembatalan'? Karena kata-kata ini ditambahkan, tidak ada tempat untuk istilah pembatalan di sini. Jika ada yang dihapus, kita dapat mengatakan hal itu. Tidak ada sesuatupun yang dihapus dari Quran sekarang. Sebelumnya telah ada penambahan ayat berdasarkan hadis-hadis di atas.
20. Catatan: Penjelasan yang ada dalam tanda kurung berasal dari penerjemah (Muhammad Muhsin Khan, Universitas Madinah, Arab Saudi).
21. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, bab penafsiran Quran, jilid 2, hal. 224.
22. Beberapa referensi hadis mengenai artikel ini: Shahih al-Bukhari, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Bahasa Inggris; Shahih Muslim, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih, Mesir; Shahih Muslim, versi Bahasa Inggris; Mustadrak, Hakim, Riyadh: Nasr, 1335; Musnad Ahmad ibn Hanbal, Beirut: Sadr, 1969.
23. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal.. 386; al-Fihrist, Ibnu Nadim, hal. 30; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, ha1.165; al-Masahif, Ibnu Abu Dawud, ha1.10; Hilyat a-lAwliya', Abu Nu'aim, jilid, hal. 67; as-Sahibi, Ibnu Faris, hal. 79; 'Umdat al-Qari, Aini, jilid 20, hal. 16; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 112-113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid 1, hal. 31. Ada juga hadis-hadis dari para Imam Ahlulbait yang memberitahu kita bahwa pengumpulan teks Quran dilakukan oleh Imam Ali atas perintah Rasulullah. Lihat al-Bihar, jilid 92, hal. 40-41, 48, 51-52.
24. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Ansab al-Asyraf, Baladzuri, jilid 1, hal. 587; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 973-974; Syarah Ibnu Abul Hadid, jilid 6, hal. 40-41; at-Tas'hil, Ibnu Juzzi Kalbi, jilid 1, hal. 4; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid l, hal. 32.
25. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
26. Referensi hadis Sunni: ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 198; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 101; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 4, hal. 568; Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 7, hal. 337-338; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal. 485; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 1107; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, ha1.124; al-Itqan, Suyuthi, jilid 2, hal. 319.
27. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliyya, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 67-68; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, ha1.197.
28. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, jilid 8, hal. 53; al-Wafi, jilid 5, hal. 274 dan jilid 14, hal. 214.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
30. Referensi hadis Syi'ah: Dikutip dari Thabarsi, dalam tanggapan Kitab Suci Quran, ditulis oleh Safi; Referensi hadis Sunni: Dikutip dari Thabarsi, ditulis oleh Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Imam ash-Shadiq.
31. Ini hanya sebagian referensi hadis Sunni yang menyebutkan wahyu tentang ayat Quran di atas untuk menghormati Imam Ali as: Musnad Ahmad ibn Hanbal, ayat 5, hal. 38; Tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 1, hal. 505 dan 649, Mesir 1373; Tafsir al-Kabir, Ahmad bin Muhammad Tsa'labi; Tafsir al-Bayan, Ibnu Jarir Thabari, jilid 6, ha1.186 dan 288-289; Tafsir jami al-Hukam Quran, Muhammad bin Ahmad Qurthubi, jilid 6 hal. 219; Tafsir al-Khazin, jilid 2, hal. 68; al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 2, hal. 293-294; Asbab an-Nuzul, Jalaluddin Suyuthi, dari Ibnu Abbas, jilid 1, hal. 73, Mesir 1382; Asbab an-Nuzul, Wahidi; Syarh atTajrid, Allam Qushji; Ahkam al-Quran, Jassas, jilid 2, hal. 542-543; Kanz al-Llmmal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 391; al-Awsat, Thabarini, riwayat dari Ammar bin Yasir; Ibnu Mardawaih, dari Ibnu Abbas, dll.
32. Ushul al-Kafi, hadis 637.
33. Ushul al-Kafi, hadis 636.
34. Ushul al-Kafi, hadis 641.
35. Artikel ini ditulis oleh Profesor Hossein Modarresi dari Princeton University, NJ.
36. Kasysyi, Marifat an-Naqilin atau Kitba ar-Rijal, diringkas oleh Muhammad bin Hasan sebagai Ikhtiyar Marifat ar-Rijal; hal. 590-591. Dalamnya Shadhan bin Khalil Naisaburi bertanya kepada perawi hadis ternama, Abu Ahmad Muhammad bin Abu Umair Azdi, yang mendapat hadis ini dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, mengapa dia tidak pemah menyampaikan hadis Sunni kepada muridnya. Dia menjawab bahwa dia sengaja menghindari hal itu karena dia menemukan banyak orang-orang Syi'ah yang mempelajari hadis-hadis Syi'ah dan Sunni kemudian bin gung dan menganggap sumber-sumber Sunni sebagai sumber Syi'ah dan sebaliknya.
37. Al-Kafi, Kulaini, jilid 1 hal. 99; Mahabits fi' 'Ulum Quran, Subhusshahih, hal. 134.
38. Zarkasyi, al-Burhan fi 'Ullum Quran, jilid 1, hal. 235, 237-238, 256, 258; Suyuthi, al-Itqan fi 'Ullum, Quran, jilid 1, hal. 212-213,216.
39. Ahmad bin Hanbal, jilid 1, hal. 57; Tirmidzi, Sunan, jilid, 4 hal. 336337; Hakim Naisaburi, al-Mustadrak, jilid 2, hal. 229.
40. QS. al-Baqarah ayat 106.
41. QS. al-Baqarah, an-Nahl ayat 101.
42. Abu Biad, an-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Qur'an al-Karim, ed. John Burton (Cambridge 1987), hal. 6; Muhasibi, Fahm al-Qur'an wa Manih, ed. H. Quwwatli (dalam kumpulan al-'Aql wa Fahm al-Quran (n.p., 1971] hal. 261-502), hal. 399 (mengutip Anas bin Malik), hal. 400 dan 408 (mengutip Amru bin Dinar), hal. 403 (mengutip Abdurrahman bin Auf), hal. 405 (mengutip Abu Musa Asy'ari), 406; Thabari, Jami al-Bayan, jilid 3 hal. 472-474, 476, 479-480; Ibnu Salamah, an-Nasikh wa al-Mansukh, hal. 21 (mengutip Abdullah Ibnu Mas'ud); Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 hal. 179 (mengutip Ubay bin Ka'b).
43. Abu Ubaid, an-Nasikh, hal. 6; Baihaqi, Dalail an-Nubuwwah, jilid 7, hal. 154 (dimana hal ini dibantah bahwa Rasulullah tidak pernah menyimpan teks Quran bersama-sama karena selalu ada dugaan bahwa sejumlah ayat-ayat itu mungkin dibatalkan dan beberapa modifikasi selanjutnya tidak dapat dihindarkan dalam kumpulan Quran yang disimpan bersama-sama semasa hidupnya. Yang menggarisbawahi argumen ini adalah asumsi bahwa ayat-ayat yang dibatalkan harus dihilangkan dari naskah tersebut; Zarkasyi, jilid 2, hal. 30 (tafsiran pertama mengenai konsep naskh).
44. Abu Qasim Khui, al-Bayan, hal. 305-403.
45. Ibnu Sa'd, Kitab at-Tabaqat al-Kabir, jilid 3, hal. 221, 28, Ibnu Abi Dawud, Kitab al-Masahif, hal. 10, Ibnu Babwaih, Kamal ad-Din, hal. 31-32, Baihaqi, Dalail , jilid 7, hal. 147-148; Zarkasyi, jilid 1, hal. 262, Ibnu Hadid, Syarah Nahj al-Balaghah, hal. 27; Ibnu Juzay, at-Tashil Ii 'Lllum at-Tanzil, jilid 1, hal. 4; Suyuthi, al-Itqan, jlid 1, hal. 202, Ibrahim Harbi, Gharib al-Hadits, jilid 1, hal. 270.
46. Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 154; Zarkasyi, jilid l, hal. 235 dan 262; Suyuthi, al-Itqan, jilid 1, hal. 202, Ahmad Naraqi, Manahij al-Ahkam, hal. 152.
47. Yaqubi, Kitab at-Tarikh, jilid 2, hal. 15, sebagian besar penghapal Quran gugur dalam peperangan itu. Disamping mereka, sekitar 360 orang di antara para sahabat Rasulullah yang terkemuka, syahid dalam kejadian itu. Thabari, Tarikh; jilid 3, hal. 296. Jumlah yang lebih besar hingga 500 orang meninggal diriwayatkan Ibnu Jazari, Ashr, hal. 7, Ibnu Katsir, Tafsir Quran, jilid 7, hal. 439, Qurthubi, al-Jami li Ahkam Quran, jilid l, hal. 50. Dan jumlah sekitar 1200 diriwayatkan Abdul Qahir Baghdadi, serta dalam Ushul ad-Din, hal. 283. Akan tetapi jumlah yang terakhir ini adalah jumlah semua Muslimin yang meninggal dalam peperangan, para sahabat dan yang lain-lainnya. Lihat Thabari, jilid 3, hal. 300.
48. Kasus yang menjadi persoalan adalah dua ayat terakhir surah 9 dalam Quran sekarang yang ditambahkan pada masa kekuasaan Khuzaimah bin Tsabit Anshari (atau Abu Khuzaimah menurut beberapa riwayat). Bukhari, Shahih, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 346-347; Abu Bakar Marwazi; Musnad Abu Bakar Shiddiq, hal. 97-99, 102-104; Ibnu Abu Daud, hal. 6-7,9,20; Ibnu Nadim, hal. 27, Khatib Baghdadi, Mudih Awham al-Jam wa at-Tafrig, jilid 1 hal. 276; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149-150.
49. Yaqubi, jilid 2, hat. 135; al-Itqan, jilid 1, ha1.185, 207, 208.
50. Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347-348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99-101; Ibnu Abu Dawud, hal. 18-21; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.15051; Abu Hilal Askari, Kitab al-Awail, jilid 1, hal. 218. 51. Ibnu Abu Dawud, hal. 10; al-Itqan, jilid 1, hal. 204.
52. Malik bin Anas, al-Muwaththa, jilid 2, hal. 824; Ahmad, Musnad, jilid 1, hal. 47, 55; Muhasibi, hal. 398, 455; Bukhari, jilid 4, hal. 305; Muslim, Shahih, jilid 2, hal. 1317; Ibnu Majah, Sunan, jilid 2, hal. 853; Tirmidzi, jilid 2 hal. 442-443; Abu Daud, Sunan, jilid 4, hal. 145; Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mikhtalif al-Hadits, hal. 313; Ibnu Salamah, hal. 22; Baihaqi, asSnnan al-Kubra, jilid 8, hal. 211, 213.
53. Al-Itqan, jilid 1 hal. 206.
54. Ahmad, jilid 5, hal. 183 (mengutip Zaid bin Tsabit dan Said As Abdurrazzaq, al-Musannaf, jilid 7 hal. 330); al-Itqan, jilid 3, hal. 82, 86; al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180 (mengutip Ubay bin Ka'b dan Ikrimah).
55. Dajin bisa berarti binatang piaraan apa saja, termasuk unggas, domba, atau kambing. Sebuah riwayat dalam Ibrahim.bin Ishaq, al-Harbis Gharib al-Hadits, menjadikannya lebih spesifik, dengan menggunakan kata shal, yaitu domba atau kambing (lihat Zamakhsyari, al-Kasysyaf, jilid 3, hal. 518 catatan kaki). Arti yang sama diungkapkan oleh Qutaibas yang mengambil kata dajin dalam Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, hal. 310, yang nampaknya dikarenakan konteks, karena disebutkan bahwa binatang itu memakan lembaran kertas; lihat juga Sulaim bin Qais Hilali, Kitab Sulayman bin Qays, hal. 108; Fadhul bin Syadahin, al-Idah, hal. 211; Abdul Jalil Qazwini, ha1.133
56. Ahmad, jilid 4, hal. 269; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 626; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 310; Syafi'i, Kitab al-Llmm, jilid 5, hal. 23, jilid 7, hal. 208
57. Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84 (lihat juga Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 379-380; Ibnu Abu Shaibah, jilid 14, hal. 564, dimana Faqadnah menggunakan pernyataan, 'kami kehilangan ayat itu'). Ungkapan 'saqata' juga digunakan oleh Aisyah berkaitan dengan ayat lainnya yang diduga `dikeluarkan' dari Quran. Lihat Ibnu Majah, jilid l, hal. 625 (lihat juga al-Itqan, jilid 3, hal. 70). Ungkapan ini juga digunakan oleh Malik (Zarkasyi, jilid 1, hal. 263).
58. Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 50; A1i.mad, jilid 1, hal. 47,55; Ibnu Abu Shaibah, jilid 7, hal. 431; Bukhari, jilid 4, hal. 306; Ibnu Salamah, hal. 22; al-Itqan, jilid 3, hal. 84; Zarkasyi, jilid 1, hal. 39 (juga dikutip dari Abu Bakar). 59. Muhasibi, hal. 403; Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
60 Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 52; Muhasibi, hal. 400; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
61. Muhasibi, hal. 399; Thabari, Jami, jilid 2, hal. 479.
62. Al-Itqan, jilid 3, hal. 81-82.
63. Ibnu Abu Dawud, hal. 23 mengutip Ibnu Shihab (az-Zuhri); al-Itqan, jilid 5, hal. 179 mengutip Sufyan Tsauri; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 313; Ibnu Lubb, Falh al-Bab, hal. 92.
64. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224; Itqan, jilid 3, hal. 83.
65. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Muhasibi, hal. 405; Baihaqi, jilid 8, hal. 211; Hakim, jilid 2, hal. 415; al-Itqan , jilid 3, hal. 82 (pernyataan yang sama mengenai panjang surah itu serta bahwa dalam surah itu ada ayat tentang hukuman rajam bagi orang yang berzinah dikutip dari Umar dan Ikrimah dalam Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180); Zarkasyi, jilid 2, hal. 35, dimana ayat itu dikatakan ada dalam surah an-Nur, dan bersama Mabani, hal. 82, ia malah menyebutkan surah al-Araf. Akan tetapi, surah ini merupakan kesalahan tulis atau salah ejaan sebagaimana dibuktikan oleh penulis dimana pada hal. 83 dan 86, ia menyebut surah itu, surah al-Ahzab. ,
66. Raghib Isfahani, Muhadarat al-Udabah, jilid 4, hal. 434; Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 ha1.180; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1 hal. 226.
67. Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180, mengutip dari Kitab Tarikh Bukhari.
68. Hakim, jilid 2, hal. 331; Haitami, Majam az-Zawaid, jilid 7, hal. 28-29; at-Itqan, jilid 3, hal. 84.
69. Zarkasyi, jilid 1, hal. 263; al-Itqan, jilid l, hal. 226.
70. Sulaim, hal. 108; Abu Mansyur Tabrisi, al-Intijaj, jilid 1, hal. 222, 286; Zarkasyi, jilid 2 hal. 35.
71. Muslim, jilid 2, hal. 726; Muhasibi, hal. 405; Abu Nuaim, Hilyat alAwliya, jilid 1, hah 257; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 156; al-Itqan, jilid 3, hal. 83.
72. Ahmad, jilid 5, hal. 131-132; Muhasibi, hal. 400-401; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224.
73. Raghib, jilid 4, hal. 433.
74. Al-Itqan, jilid l, hal. 227.
75. Al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
76. Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 470; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 625, 626.
77. Muhasibi, hal. 400-401; Ibnu Nadim, hal. 30; Raghib, jilid 4, hal. 433; Zarkasyi, jilid 2, hal. 37; Haitami, jilid 7, hal. 157; al-Itqan, jilid l, hal. 226, 227.
78. Al-Itqan, jilid 1, hal. 227.
79. Al-Itqan, jilid 1, hal. 226-227.S
80. Al-Itqan, jilid l, hal. 227, jilid 3 hal. 85.
8l. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 146-147; Ahmad, jilid 5, hal. 129-130; Ibnu Qutaibah, Tawail Musykil Quran, hal. 33-34; Ibnu Nadir, hal. 29; Baqillani, al-Intisar, hal. 184; Raghib, jilid 4, hal. 434; Zarkasyi, jilid 1, hal. 251, jilid 2 hal. 128; Haitami, jilid 7, hal. 149-150; al-Itqan, jilid 1, hal. 224, 226, 270-273.
82. Arthur Jeffrey, Materials for the History of the Text of the Quran, the,Old Codices, hal. 20-113.
83. Lihat daftar, Ibid, hal. 114-238.
84. Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 338; Ibnu Abu Shaibah, jilid 6, hal. 148; Yaqubi, jilid 2, ha1.135; Ibnu Abu Daud, ha1.10; Ibnu Nadim, hal. 30; Abu Hilal Askari, jilid ,1 hal. 219-220; Abu Buaim, jilid 1, hal. 67; Ibnu Abdul Barr, al-Istiab, hal. 333-334; Ibnu Juzay, jilid 1, hal. 4; Ibnu Abil Hadid, jilid 1, hal. 27; al-Itqan, jilid 1, hal. 204, 248; al-Kafi, Kulayni, jilid 8, ha1.18.
85. Sulaim, hal. 72, 108; Basair al-Darajat, hal. 193; Kulaini, jilid 2, hal. 633; Abu Mansyur Tabrisi, jilid l, hal. 107, 255-258; Ibnu Shahrashub; Manaqib Aii ibn Abi Talib, jilid 2, hal. 42; Yaqubi, jilid 2, ha1.135-136.
86. Ibnu Abu Dawud, hal. 15-17; Ibnu Asakair, Tarikh Madinat Dimashq, jilid 39, hal. 87-91.
87. AT. Welch, hal. 404-405 dan sumber-sumber yang dikutip dalamnya.
88. Dengan demikian riwayat itu tidak ada misalnya dalam Tabaqat ibn Sa'd dalam pembahasan tentang Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit, ataupun dalam Musnad Ahmad ibn Hnnbal atau Fadhail ash Shahabah dimana beliau mengumpulkan begitu banyak riwayat mengenai kebaikan mereka dan jasa-jasa baik mereka untuk agama Islam.
89. Bukhari, jilid 3, hal. 392-393, jilid 4 hal. 398-399; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Ibnu Abu Dawud, hal. 7-9, 20, 29 dengan Bukhari jilid 3,hal. 393394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 17, 19, 24-26, 31; Ibnu Asakir, Tarikh, Biografi Litsman, hal. 236.
90. Ibnu Asakir; Biografi Utsman, hal. 170; Zarkasyi, jilid 1, hal. 241; Riwayat-riwayat lain yang mengatakan bahwa penghimpunan Quran sudah dimulai pada zaman Umar, tetapi beliau wafat sebelum proyek itu sempurna pada masa khalifahan Utsman (Abu Hilal Askari, jilid 1, hal. 219).
91. Zarkasyi, jilid 1, hal. 235; al-Itqan, jilid 1, hal. 211; Ibnu Asakir, hal. 243-246.
92. Beliau adalah (a) Khuzaimah bin Tsabit Anshari dalam Bukhari jilid , 3, hal. 310, 394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 103; Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 8, 9, 20, 29, 31; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 150; Dan (b) Abu Khuzaimah (Awus bin Yazid) dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99; Ibnu Abu Dawud, hal. 19; Bayhaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149; dan (c) seorang laki-laki Anshar yang tidak dikenal dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 8; Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588, dan (d) Unay dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 9, 30; Khatib, Talkhis al-Mustadrak, jilid 1, hal. 403. Ada juga riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa Ubay tidak hanya mengetahui ayat-ayat ini tetapi juga dia tahu bahwa itu adalah ayatayat terakhir yang juga telah diturunkaa kepada Rasulullah (Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588-589).
93. Ini adalah dua ayat terakhir Surah 9 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 99, 103 Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 9, 11, 20, 29, 30, 31; Thabari, Jami, jilid 14, hal. 558; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149 dan ayat 23 surah 33 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 310,393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 8,19; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.150; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276.
94. Dalam riwayat tentang penghimpunan Quran yang disebutkan di atas, beliau adalah orang yang mendapat tugas mengumpulkan Quran dalam dua tahap pada masa Abu Bakar dan Utsman. Beberapa riwayat lain yang menyebutkan tentang penghimpunan Quran, memasukkan keikutsertaan Zaid, hingga periode Utsman (Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 31; Ibnu Asakir, Biografi' Lltsmau, hal. 234-236). Riwayat-riwayat lainnya sama sekali tidak menyebut namanya (Ibnu Abu Dawud, hal. 10-11). Akan tetapi, pada riwayat yang lain, disebutkan bahwa ia telah menghimpun Quran semenjak jaman Rasulullah, menyatukan semua penggalan-penggalannya yang ditulis dalam beragam media tulisan kuno, sebagaimana disebutkan dalam Tirmidzi, jilid 5, hal. 390; Hakim, jilid 2, hal. 229, 611. Dalam riwayat lain, dikutip bahwa ia mengatakan bahwa pada saat Rasulullah wafat, Quran belum dihimpun, sebagaimana ditulis dalam al-Itqan, jilid 1, hal. 202. 95. Bukhari, jilid 3, hal. 310; Ibnu Abu Dawud, hal. 29; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276; al-Itqan, jilid 1, hal. 206.
96. Thabari, Jami', jilid 16, hal. 588.
97. Ibnu Abu Dawud, hal. 30.
98. Ibid, hal. 31.
99. Ibid, hal. 8, 19, 29.
100. Ibnu Asakir, hal. 236, dimana episode itu dianggap berasal dari masa Utsman yang meminta kaum Muslimin untuk memberikan bagian Quran manapun yang mereka miliki. Kaum Muslimin datang membawa kertas, kulit, atau apapun yang menjadi sarana mereka mencatat bagian-bagian Quran. Utsman meminta setiap orang untuk bersumpah bahwa mereka secara personal telah mendengar ayat yang mereka tawarkan sebagai bagian Quran yang berasal dari Rasulullah. Beliau kemudian memerintahkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan itu untuk disatukan menjadi Kitab Suci.
101. Daftar nama para penghimpun Quran berbeda dalam sumber-sumber yang berbeda, misalnya, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 112-114; Ibnu Nadim, Kitab al-Fihrist, hal. 30; Tabarani, al-Mujam al-Kabir, jilid 2, ha1. 292; Baqillani, hal. 88-90; Dzahabi, al-Maridat al-Qurra al-Kibar, jilid 1, hal. 27; Zarkasyi, jilid 1, hal. 242-243; Qurthubi, jilid 1, hal. 57; al-Itqan, jilid 1, hal. 248-249, mengutip Abu Ubaid dalam Kitab Qiraya.
102. Thabari, jilid 1, hal. 59-61.
103. Dengan maksud untuk menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang nyata di antara riwayat-riwayat dan cerita yang dipersoalkan, para pendukung cerita itu telah mengajikan dua saran. Menurut pendukung pertama, mereka yang disebut telah menghimpun
121. Dailami, jilid 1, hal. 76.
122. Ahmad, Fadhail, hal. 581-582; Tustari, jilid 5, hal. 540-586; jilid 16, hal. 332-375, jilid 19, hal. 243-255; Amini, jilid 6, hal. 209-216.
123. Bukhari, jilid 2, hal. 418; Ahmad, Fadhail, hal. 70-71, 98, 152, 379.
124. Tustari, Jilid 3, hal. 46-62; jilid 9, hal. 70-91; jilid 14, ha1.131-47 jilid 20, hal. 84-87.
125. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 168-189, mengutip atas nama Imam Ja'far Shadiq, yang mendapatkannya dari ayahnya. Seperti sudah dikemukakan di atas, ini merupakan fenomena umum yang dikarang untuk tujuan-tujuan polemik anti Syi'ah.
126. Tustari, jilid 2, hal. 501-562; jilid 3, hal. 513-531; jilid 9, hal. 1-69; jilid 14, hal. 40-105; jilid 18, hal. 359-383.
127. Jami al-Bayan, Thabari, jilid 22, hal. 6-8.
128. Dailami, jilid 1, hal. 532; Thabari, Jami, jilid 22, hal. 8 mengutip bahwa Ikrimah, seorang tabi'in yang terkenal karena kecenderungan anti Ali menangis di pasar, karena anggota keluarga Rasulullah hanya isteriisteri beliau sendiri.
129. Lihat catatan kaki 57 di atas.
130. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 170.
131. Itqan, jilid 1, hal. 205, mengutip Ibnu Asyta dalam Kitab al-Masahif
132. Ibnu Abdul Barr, hal. 562.
133. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 148; Ibnu Abu Dawud, Keduanya mengutip riwayat itu dari Ali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar