Total Tayangan Halaman

Kamis, 29 Januari 2015

APAKAH HAKIKAT JEMBATAN ( SIROT) ITU ?

Meskipun pengetahuan detail tentang realitas-realitas yang bertalian dengan Kiamat dan dunia pascakematian sebagai dunia yang lebih utama dari dunia ini bagi penduduk dunia tidak mungkin adanya, akan tetapi perkara ini tidak lantas menjadi kendala untuk mengetahuinya secara global.
Yang dapat dipahami dari beberapa ayat dan riwayat adalah, bahwa shirâth merupakan jembatan yang melintang antara jalan neraka dan surga yang akan dilintasi oleh orang-orang yang berbuat kebaikan dan orang-orang yang berbuat keburukan. Orang-orang yang berbuat kebaikan dengan cepat akan melintasi jembatan tersebut dan mendapatkan anugerah-anugerah yang tak-berkesudahan dari Allah swt.. Sementara orang-orang yang berbuat keburukan akan jatuh dan menjadi penghuni neraka. Bahkan, dari sebuah riwayat dapat dipahami bahwa kecepatan melintas manusia dari jembatan tersebut tergantung kepada timbangan iman, ikhlas, dan amal saleh mereka.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq a.s. disebutkan, "Sebagian orang melintas di atas jembatan tersebut laksana kilat, sebagian melintas laksana kuda cepat, sebagian merangkak, sebagian bak orang-orang yang berjalan, dan sebagian bergelantung untuk dapat melintasi jembatan tersebut. Terkadang api jahannam membakar sebagian dan membebaskan sebagian."
Mengapa harus melalui neraka untuk dapat sampai ke surga? Di sini terdapat poin-poin teliti yang perlu diperhatikan.
Dari satu sisi, penghuni surga, dengan menyaksikan jahanam, dapat mengetahui nilai dan keutamaan surga. Dan dari sisi lain, kondisi jembatan pada saat itu merupakan manifestasi (tajassum) kondisi kita di dunia ini. Mereka harus melintasi jahannam yang membakar hingga dapat mencapai surga ketakwaan. Dan dari sisi ketiga, jembatan ini merupakan ancaman serius bagi semua pendosa dan pemaksiat bahwa pada akhirnya lintasan mereka melalui jalan tipis dan licin serta berbahaya ini.
Oleh karena itu, dalam hadis Mufaddal bin Umar dari Imam Ash-Shadiq a.s. ihwal shirâth disebutkan, "Shirâth adalah jalan yang membentang menuju makrifat dan pengetahuan tentang Allah swt."
Selepas itu, beliau menambahkan, "Shirâth terbagi menjadi dua: shirâth di kehidupan dunia ini dan shirâth di kehidupan akhirat. Shirâth dunia adalah ketaatan kepada imam yang wajib hukumnya. Barangsiapa yang mengenalnya dan mengikuti petunjuknya, ia akan dapat melintasi shirâth yang membentang di atas jahannam. Dan barangsiapa yang tidak mengenalnya di dunia ini, langkah kakinya akan bergetar di atas shirâth akhirat dan akan terpuruk pada api jahannam.
Dalam Tafsir Imam Hasan Al-'Askari a.s., kedua shirâth ini ditafsirkan sebagai shirâth yang lurus (mustaqîm) yang seimbang antara gulluw (kelebihan) dan taqsir (kekurangan), dan shirâth akhirat.
Nuktah yang layak untuk diperhatikan adalah bahwa dalam riwayat-riwayat, melintas dari jalan ini penuh resiko dan berbahaya. Dalam hadis yang dinukil dari Rasulullah saw. (dan juga dari Imam Ash-Shadiq a.s.) disebutkan, "Sesungguhnya di atas neraka terdapat sebuah "jisr" (jembatan) yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang".
Shirâth mustaqîm (lurus) dan hakikat wilâyah (imamah) dan 'adâlah (keadilan) di dunia ini juga demikian adanya. Ia lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, lantaran garis lurus ini tidak lain adalah garis yang tipis. Dan selainnya, apa pun itu, adalah garis-garis yang menyimpang di kiri dan kanan.
Wajar kiranya shirâth Kiamat merupakan manifestasi nyata (tajjassum 'aini) dari shirâth dunia ini.
Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami isyaratkan sebelumnya, ada sekelompok orang yang melintas dengan cepat di atas jalan yang sangat berbahaya ini; di bawah pelita iman dan amal saleh.
Tanpa syak bahwa hubungan dengan Nabi saw. dan Allah swt. dapat memudahkan untuk dapat melintas jalan yang berbahaya ini. Hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw. menyebutkan: "Pada Hari Kiamat, tatkala shirâth dibentangkan di atas jahannam, hanya orang-orang yang dapat melintasinya,yaitu orang-orang yang memiliki izin. Dan izin itu adalah wilâyah Imam Ali."
Makna hadis yang serupa dengan hadis ini, meskipun berlainan redaksi, juga diriwayatkan dari Sayidah Fatimah Az-Zahra a.s.
Jelas bahwa wilâyah Imam Ali dan Fatimah a.s. tidak terpisah dari wilâyah Nabi saw. dan Al-Qur'an, Islam, dan para imam yang lain. Pada kenyataannya, kalau tidak berhubungan dengan para imam besar ini dari sisi iman, akhlak dan amal, seseorang tidak akan dapat melintasi jembatan ini. Dan dalam masalah ini, terdapat banyak hadis yang mengungkapkan kenyataan ini.
Hal terakhir yang perlu disinggung di sini adalah dimensi tarbiyah pada iman terhadap shirâth; lintasan yang mengerikan, menggetarkan, lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang. Lintasan itu memiliki beragam terminal. Pada setiap terminal, seseorang akan ditanya; di satu tempat ditanya ihwal shalat, di tempat lain ditanya soal amanah dan silaturahmi, di satu tempat tentang keadilan, dan seterusnya. Melintasi lintasan ini tanpa izin dari wilâyah Nabi saw. dan Imam Ali dan berakhlak sebagaimana akhlak mereka, tidak akan berhasil. Dan akhirnya, cara melintasi jembatan tersebut sesuai dengan kadar cahaya iman dan amal saleh seseorang. Apabila seseorang tidak dapat melintasi jembatan tersebut dengan selamat, niscaya ia terpuruk ke dalam neraka jahannam, sekali-kali tidak akan mendapatkan sumber nikmat materi dan anugerah maknawi, yaitu kenikmatan surgawi dari sisi Allah swt.
Atas dasar uraian ini, beriman kepada shirat tentu akan terefleksi pada amal perbuatan dan pendidikan manusia. Imamlah akan menuntunnya dalam memilih jalan kehidupan, dan memilah antara hak dan batil dengan teliti, serta berakhlak sebagaimana akhlak Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar