Biografi Singkat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.
Namanya
adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu
Abdillah.
Ia syahid di
Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam
usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi’.
Imam Ja’far
Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabi’ul Awal 83 H.
Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s. dan ibunya adalah Ummu Farwah binti
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Namanya
adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu
Abdillah.
Ia syahid di
Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25 Syawal 148 H. dalam
usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan Baqi’.
Akivitas
Imam Shadiq dalam Menyebarkan Islam
Imam Shadiq
a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya dalam bidang keilmuan, dan
hasilnya, ia berhasil membentuk sebuah “hauzah” pemikiran yang telah berhasil
mendidik fuqaha` dan para pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah
meninggalkan warisan ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara
murid-muridnya yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad
bin Muslim, Zurarah bin A’yan dan lain sebagainya.
Gebrakan
ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai seluruh penjuru negeri Islam
sehingga keluasan ilmunya dikenal di seluruh penjuru negara dan menjadi buah
bibir masyarakat.
Abu Bahar
Al-Jaahizh berkata: “Imam Shadiq telah berhasil menyingkap sumber-sumber ilmu
di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia
yang sebelumnya belum pernah terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai
seluruh dunia”.
Tujuan utama
kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s. adalah menyelamatkan umat manusia
dari jurang kebodohan, menguatkan keyakinan mereka terhadap Islam,
mempersiapkan mereka untuk melawan arus kafir dan syubhah yang
menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu
itu.
Usaha Imam
Shadiq a.s. tersebut –dari satu sisi– adalah untuk melawan arus rusak akibat
situasi politik yang terjadi pada masa dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah.
Penyelewengan akidah yang terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh
penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya
aliran-aliran berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur
raiy dan tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan
bagi tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan mereka,
dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan mereka sehingga
alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.
Dan dari
sisi lain, ia juga –dengan usahanya tang tak kenal lelah– telah berhasil
menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum syariat, memasyarakatkan ilmu
pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan guna mendidik masyarakat.
Imam Shadiq
a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di Madinah sebagai pusat kegiatan.
Masyarakat datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru untuk
menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak pulang dengan tangan kosong.
Di antara
“figur-figur” yang pernah menimba ilmu dari Imam Shadiq a.s. adalah Malik bin
Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu
‘Uyainah, Yahya bin Sa’id, Ayub As-Sijistani, Syu’bah bin Hajjaj, Abdul Malik
bin Juraij dan lain-lain.
Imam Shadiq
a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya untuk tidak berlindung kepada
penguasa zalim dan melarang mereka untuk mengadakan kerja sama dalam bentuk apa
pun dengannya. Ia juga mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya
para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.
Imam Shadiq
a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk mendukung perlawanan yang
dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti Bani Umaiyah. Ketika berita
kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya, ia sangat terpukul dan sedih. Ia
memberikan santunan kepada setiap keluarga yang suaminya ikut berperang bersama
Zaid bin Ali sebesar 1000 Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil
Hasan a.s. mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan
ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun demikian,
ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya sehingga umat
betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan besar-besaran, ia dapat
menyetir alur pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dan dapat
memperbaiki realita politik dan sosial yang sudah betul-betul bobrok.
Imam Sahdiq
dalam Pandangan para Tokoh
Fuqaha` dan
para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq a.s. serta mereka yang hidup
sesudah itu memujinya dengan penuh keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan.
Mereka antara lain:
- Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja’far bin Muhammad”. Dalam kesempatan lain ia juga berkata: “Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja’far bin Muhammad), niscaya Nu’man akan celaka”. Nama asli Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit.
- Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: “Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja’far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`”.
- Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: “Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Syu’bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya”.
- Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Ilmu pengetahuan Ja’far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya”.
- Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: “Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja’far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan”.
Masa Imam
Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan Bani Umaiyah dan menguatnya
kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini saling tarik-menarik kekuatan dan
berperang demi merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Sejak Hisyam
bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani Abasiyah sudah dimulai. Pada
tahun 129 H. mereka mulai mengadakan pemberontakan bersenjata, dan akhirnya,
pada tahun 132 H. mereka mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah
sedang menghadapi berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki
kesempatan untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi’ah. Bani Abasiyah pun
karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga Rasulullah
SAWW dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah terteteskan, mereka tidak
berani mengadakan penekanan terhadap para pengikut Ahlul Bayt a.s.
Atas dasar
ini, periode tersebut adalah sebuah periode tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan
para pengikutnya meskipun sangat relatif. Ia menggunakan kesempatan ini
sebaik-baiknya dengan memulai sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak
tanggung-tanggung. Karena ia yang berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul
Bayt a.s. dengan pesat serta mempermantap hukum dan teologi Syi’ah, akhirnya
mazhab Syi’ah dikenal dengan nama mazhab Ja’fari.
Imam Shadiq
a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan akidah yang berkembang pada waktu
itu. Dengan segala upaya ia telah menjelaskan Islam dan tasyayyu’ di hadapan
mereka dan berhasil membuktikan keunggulan pemikiran Syi’ah dibandingkan dengan
aliran-aliran pemikiran tersebut.
Imam Shadiq
a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Hasilnya,
setiap orang dari mereka memiliki spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu,
seperti hadis, tafsir, fiqih dan kalam.
Hisyam bin
Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk di hadapan Imam Shadiq a.s.
Tidak lama kemudian seseorang yang berkewarganegaraan Syam minta izin untuk
masuk. Setelah ia masuk, Imam berkata kepadanya: “Duduklah! Apa yang kau
inginkan?”.
Ia menjawab:
“Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk
berdebat denganmu”.
“Dalam
bidang apa?”, tanya Imam kembali.
“Dalam
bidang bacaan Al Quran”, jawabnya pendek.
Imam Shadiq
a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: “Hamran, orang ini adalah milikmu!”
Orang Syam
itu kembali berkata: “Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran”.
“Jika engkau
dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku”, ia menimpali.
Dengan
terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran. Setiap pertanyaan yang
dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil oleh Hamran hingga akhirnya ia
merasa kalah dan kecapaian.
“Bagaimana
engkau melihat Hamran?”, tanya Imam a.s.
“Sungguh
Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan
tepat”, jawabnya.
Setelah itu
ia berkata kembali: “Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan
sastra Arab”.
Imam a.s.
menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!”
Aban pun
tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya
ia menyerah.
“Aku ingin
berdebat mengenai fiqih denganmu”, lanjutnya.
Imam a.s.
menoleh kepada Zurarah seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!” Ia pun
mengalami nasib yang sama.
“Aku ingin
berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam”, katanya lagi.
Imam a.s.
menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun
mengalami nasib yang sama.
Begitulah
seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat berkenaan dengan masalah kemampuan
(seseorang) untuk melakukan kebaikan dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam
a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar, Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk
melayaninya. Dan mereka dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan
baik.
Melihat
peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.
Pada
kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca budiman hadis-hadis suci
pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Shadiq a.s. selama ia hidup.
“Seyogianya
setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt) untuk mengecek setiap amalannya
setiap hari dan malam. Dengan demikian ia telah mengontrol dirinya. Jika ia
merasa berbuat kebaikan, maka berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa
mengerjakan keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari
kiamat”.
“Jika Syi’ah
kami mau beristiqamah, niscaya malaikat akan bersalaman dengan mereka,
awan akan menjadi pelindung mereka (dari terik panas matahari), bercahaya di
siang hari, rezekinya akan dijamin dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada
Allah kecuali Ia akan mengabulkannya”.
“Barang
siapa yang menipu, menghina dan memusuhi saudaranya (seiman), maka Allah
akan menjadikan neraka sebagai tempat kembalinya. Dan barang siapa merasa
dengki terhadap saudaranya, maka imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh
(di dalam air)”
“Janganlah
kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi Allah, berwilayah kepada kami tidak
akan dapat digapai kecuali dengan wara`, usaha yang keras di dunia, dan
menolong saudara-saudara seiman. Dan tidak termasuk Syi’ah kami orang yang
menzalimi orang lain”
“Barang
siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan menjamin segala yang
diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan dunia maupun akhiratnya, dan
akan menjaga baginya apa yang sekarang tidak ada di tangannya. Sungguh lemah
orang yang enggan membekali diri dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah
bala`, tidak mensyukuri nikmat dan tidak mengharapkan kelapangan di balik
sebuah kesulitan”.
“Bersilaturahmilah
kepada orang yang memutus tali hubungan denganmu, berikanlah orang yang enggan
memberimu, berbuat baiklah kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah
salam kepada orang yang mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang
memusuhimu, maafkanlah orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin
diperbuat demikian. Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah
mengampunimu. Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang
baik dan orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh
dan bersalah?”.
“Pelankanlah
suaramu, karena Allah yang mengetahui segala yang kau simpan dan tampakkan. Ia
telah mengetahui segala yang engkau inginkan sebelum kalian meminta
kepada-Nya”.
“Segala
kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan juga ada di depan matamu.
Engkau tidak akan melihat kebaikan dan keburukan (sejati) kecuali di akhirat.
Karena Allah azza wa jalla telah menempatkan semua kebaikan di surga dan semua
keburukan di neraka. Hal itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal”.
Islam itu
telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya adalah kewibawaan, harga dirinya
adalah amal saleh dan tonggaknya adalah wara`. Segala sesuatu memiliki asas,
dan asas Islam adalah kecintaan kepada kami Ahlul Bayt”.
“Beramallah
sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau harapkan di akhirat”.
“Tidak ada
seorang pun yang membantu salah seorang pengikut kami walaupun dengan satu
kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab”.
“Jauhilah
riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan amalanmu, jauhilah berdebat, karena
berdebat itu akan menjerumuskanmu ke dalam jurang kehancuran dan jauhilah
permusuhan, karena permusuhan itu akan menjauhkanmu dari Allah”.
“Jika Allah
menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka Ia akan membersihkan jiwanya.
Dengan itu, ia tidak akan mendengar kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan
tidak melihat kemungkaran kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan
mengilhamkan di hatinya sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya”.
“Mintalah afiat
kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu”.
“Perbanyaklah
doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya. Ia telah
menjanjikan kepada mereka untuk mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat
Ia akan menghitung doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah
surga”.
“Cintailah
orang-orang miskin yang muslim, karena orang yang menghina dan bertindak
sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang dari agama Allah dan Ia akan
menghinakannya dan murka atasnya. Kakek kami SAWW pernah bersabda: “Tuhanku
telah memerintahkanku untuk mencintai orang-orang miskin yang muslim”.
“Jangan
menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki”.
“Tiga amalan
dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak”.
“Tiga amalan
penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan”.
“Tiga hal
tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi: penyabar tidak akan dikenal
kecuali dalam kondisi marah, pemberani tidak akan diketahui kecuali ketika
perang dan saudara tidak akan diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan”.
Ayatullah Shafi Gulpaigani:
Imam Ja’far Shadiq Penggagas Ilmu-ilmu Modern
Ayatullah
al-Uzma Shafi Gulpaigani dalam salah satu tulisannya menyatakan bahwa Imam
Jaafar al-Sodiq telah mengambil kesempatan dalam situasi politik negara-negara
Islam pada masanya.
Beliau
mendapat peluang emas sehingga dapat memimpin gerakan ilmu terbesar denngan
mendirikan madrasah di mana para ulama termasyhur menjadi murid beliau,
mengambil hadis serta ilmu dari majelis-majelis beliau.
Menurut
Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzma Shafi Gulpaigani dalam salah
satu tulisannya menyatakan bahwa Imam Jaafar al-Sodiq telah mengambil kesempatan
dalam situasi politik negara-negara Islam pada masanya. Beliau mendapat peluang
emas sehingga dapat memimpin gerakan ilmu terbesar denngan mendirikan madrasah
di mana para ulama termasyhur menjadi murid beliau, mengambil hadis serta ilmu
dari majelis-majelis beliau.
Terjemahan
tulisan Ayatullah Shafi adalah seperti berikut:
Imam Ja’far
al-Sodiq (a.s) telah meresmikan sebuah madrasah pada kurun kedua hijrah yang
tiada bandingannya dalam sejarah Islam sebelum itu dan masa sesudahnya masih
belum kelihatan madrasah sepertinya. Ajaran dan madrasah beliau sentiasa dicari
oleh para ulama besar Ulum al-Qur’an, Fikih, Kalam, Kimia dan lain-lain.
Fikah Syiah
yang tergolong dalam ribuan pasal undang-undang dan pengajaran, program ilmu
dan akhlak Islam dalam berbagai masalah, (bahkan boleh dikatakan hampir semua
perkara) telah terhutang budi dengan limpahan ilmu Imam Ja’afar al-Sodiq yang
sulit dihitung.
Misalnya
berbicara mengenai huku haji yang merupakan salah satu kewajiban Islam yang
utama, mengandungi falsafah tertinggi dan nilai yang ulung dari keluasan
samudera ilmu Imam Ja’far al-Sodiq (a.s). Bak kata Abu Hanifah, semua itu
adalah keluarga didikan Imam Ja’far al-Sodiq (a.s) dan hadis dalam kitab Ahli
Sunnah yaitu Sahih Muslim telah diriwayatkan dari beliau yang menyampaikan
hampir empat ratus pasal berkenaan dengan hukum pelaksanaan haji di mana Ahlus
Sunnahpun mengikuti hukum tersebut.
Memang
benar, Imam Ja’far al-Sodiq telah menggunakan peluang keemasan dalam situasi
politik negara-negara Islam pada masanya, sehingga beliau memimpin gerakan ilmu
paling besar dan meresmikan sebuah madrasah dimana para ulama terkenal telah
menjadi murid dan mengambil hadis serta ilmu beliau.
Popularitas
ilmu Imam Ja’far al-Sodiq as menyebabkan para ulama dari Hijaz, Khorasan dan
Sham telah belajar dari beliau dan hanya beliau saja satu-satunya jalan
penyelesaian masalah ilmu dimasanya.
Apa yang
perlu diberi perhatian dan diamati adalah kepempinan beliau tidak terbatas
dalam ilmu pengetahuan Islam semata-mata, bahkan beliau juga memiliki ilmu
pengetahuan yang lain seperti astronomi, falak, matematika, pengobatan,
metafizika, kimia, biotani dan banyak lagi. Beliau turut mendidik
murid-muridnya yang masyhur sehingga lestari dalam lembaran-lembaran hari ini
dan menghiasi buku-buku kaum muslimin seperti Tauhid Mufdal, dan Risalah
Ahlijah serta dialog-dialog beliau dengan kelompok Atheis. Semuanya menjadi
saksi pernyataan ini yaitu ajaran beliau bagaikan sebuah universitas yang mana
fakultas-fakultas dominannya telah diasaskan dalam berbagai ilmu. Dalam setiap
ajaran dan fakultas terdapat perbahasan, pelajaran dan penyelidikan berkenaan
dengan ilmu kepakaran yang sentiasa dicari dan dikejar.
Sebagai
contoh, salah satu dari ilmu yang telah diajar oleh Imam Ja’far al-Sodiq kepada
umat Islam adalah Kimia yang mana seorang yang pandai bernama Jabir bin Hayyan
menjadi murid yang paling termasyhur dari alumni madrasah beliau. Sekiranya
kita telah mengambil manfaat dari tokoh yang belajar dengan Imam ke-enam ini
dan menitik beratkan beberapa ilmu lain yang menjadi keperluan masyarakat yang
berperadaban dan maju, maka hari ini di lapangan materilistik, kita tidak akan
memerlukan Barat, Eropa dan Amerika, walau apapun yang mereka miliki. Kemajuan
yang dicapai Barat, prinsip-prinsip tertingginya adalah hasil dari usaha
ulama-ulama Islam.
Murid
tersebut mempunyai kepakaran dalam kebanyakan ilmu pengetahuan Islam,
perobatan, astronomi, falak, alam sekitar, matematika, kimia, falsafah, mantik,
akhlak, sejarah, sastera, syair, vaterinar, botani, pembuatan senjata dan
lain-lain lagi.
Homu
merupakan orang pertama yang menggunakan neraca sebagai pengalaman ilmu dan
menentukan kadar sesuatu benda dalam setiap eksprimennya. Beliau dapat mengukur
jarim kecil yang tidak dapat ditimbang secara tepat di masanya melainkan
sekedar menebak. Selepas enam ratus tahun, ahli kimia di Barat sudah
menggunakan neraca dalam eksperimen masing-masing.
Setelah 10
kurun cendekiawan tersebut berterus terang dalam bukunya yang berjudul
“al-ma’rifah bi al-sifat al-ilahiyah wal hikmah al-falsafah” bahwa pandangan
masyhur ahli fizika, kimia dan ilmu alam sekitar Inggris, John Dalton mengenai
‘penyatuan antara dua unsur’ dalam kitabnya adalah karena jasa Jabir bin
Hayyan, bukannya John Dalton.
Memang
benar, setiap seorang dari murid ajaran ini hanyalah menunjukkan keagungan
tanpa batas aliran ini. Walau bagaimanapun sekolah pemikiran dan universitas
besar ini, bukan saja para tokoh Syiah saja yang mengaku secara terus terang
mengenai ketinggian ilmu Imam Ja’far as, malah para tokoh dari aliran Ahli
Sunnah seperti Abu Hanifah berkata:
مَا رَأَيتُ
أفقَه مِنْ جَعْفَر بْنِ مُحَمَّد؛
Aku tidak
melihat orang yang lebih berpengetahuan dan memahami daripada Ja’far bin
Muhammad.
Ataupun
Najashi di dalam kitab rijalnya menukil dari Ahmad bin Isa Asha’ari yang
berkata, “Aku pergi ke Kufah untuk menuntut ilmu dan di sana aku menemui Hasan
bin Ali Wassha. Aku berkata kepadanya, “Berikan kepadaku kitab Ala bin Zarrin
dan Aban bin Uthman Ahmar supaya aku dapat menyalinnya. Beliau memberikan
kedua-dua kitab tersebut dan aku berkata, “Izinkan aku meriwayatkannya.” Jawab
beliau, “Semoga Allah merahmatimu, betapa tergesa-gesanya engkau, bawakan ia
pergi dan tulislah, kemudian bawa ke mari dan bacakan supaya aku mendengarnya,
ketika itu aku akan memberikan izin.”
Aku berkata,
“Aku tidak pasti dapat mengingatnya.”
Jawab Hasan
bin Wassha, “Aneh! Sekiranya aku tahu bahwa terdapat pemburu hadis seperti ini,
maka aku akan mengumpul dengan lebih banyak. Aku kenal 900 sheikh di masjid
Kufah dan semua berkata, “Telah diriwayatkan daripada Imam Ja’far al-Sodiq.”
Madrasah dan
universitas besar apakah ini sehingga para muwaqif dan mukhalif merasa heran
dan sepanjang sejarah menunjukkan Nabi saw telah besabda berkali-kali bahwa,
“Itrahku dan Ahlul Baitku; mempunyai kedudukan, ilmu dan derajat ini, namun
sayangnya percaturan politik justru meninggalkan rujukan Ahlul Bait as sehingga
sampai ke tahap al-Bukhari tidak menukilkan satu pun hadis dari Imam Ja’far
al-Sodiq (a.s) sebagaimana kata penyair:
قَــــضِیــةٌ
أشْـــبَهَ بِالمرْزِئَــةِ * هــذا البُخــاری إمــامُ الفِــئَـةِ بِالصَّادِقِ
الــصِّدِّیقِ مـــا إحـتجَ فی * صَــحیــحِهِ وَ احــتـجّ بِـالمرجِئَة إنَّ
الإمَــــامَ الصَّادِقَ المجْـــتَـبى * بِــفَــضْلِهِ الآی أتَــت منـــبئة
أجَـلّ مِنْ فی عَـــــصْرِه رُتْـــبَة * لم یقْـــتَرِفْ فی عُــــمْرِه
سَــیئَة قَــــلامة مِـــنْ ظــفـر إبهَـامِه * تَعْـــدِلُ مِنْ مِثْـــلِ
البُخاری مِـئَة
Khazanah
yang amat bernilai ini perlu diambil tahu dan semua orang menuntut ilmu dalam
universitas besar ini. Dalam hari-hari peringatan kesyahidan Imam as, orang
banyak hendaklah bergabung dalam majelis kedukaan dengan segala keluh kesah
serta membesarkan dan menghormatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar